Malam sebelum kejutan ulang tahun Boram, Malbourne"Sayaaang, coba sini deh." Sam mengetukkan bulpointnya di meja ruang tamu, melirik sekilas ke arah dapur. "Sayaaaangg, ini kok hitungannya susah ya." Sam berteriak lagi dengan suara manja.Boram datang dari arah dapur membawa segelas susu coklat dan menghampiri Sam lalu duduk di sampingnya setelah meletakkan gelas di meja. "Mana coba lihat?" Sam menunjuk beberapa soal hitungan yang ada di buku. Boram melihat dengan cermat seraya berpikir. "Hmm." Lalu diambilnya bulpoint di tangan Sam dan mulai mencoret-coret di kertas. "Diurai dulu supaya bisa di cari rumusnya."Sam bertopang dagu memperhatikan Boram yang menunduk serius, sementara dia sudah salah fokus."Memangnya rumusnya lari ke mana?" celetuknya.Boram menaikkan padangan dan mendelik, "Mas, yang serius dong belajarnya." Lalu kembali menunduk."Masih geli ah di panggil begitu," kekeh Sam seraya menarik-narik ujung rambut Boram. "Yang tua siapa yang ngerasa tua siapa." Lalu tertawa
Seumur hidupnya, Boram sama sekali tidak pernah merayakan yang namanya ulang tahun. Selama tinggal di panti asuhan, biasanya setiap anak yang ulang tahun hanya ditandai dengan berdoa bersama saat makan malam. Hanya itu. Tidak ada perayaan spesial seperti yang didapat anak-anak lain seusianya di luar sana. Tidak ada perayaan, balon warna-warni, kue ulang tahun, badut lucu, kado dan ucapan spesial dari keluarga terdekat. Sudah jelas karena mereka bukan termasuk kelompok orang-orang yang beruntung mendapatkan itu semua. Mereka sudah dibuang dan disisihkan karena takdir sudah menggariskannya seperti itu.Mengenaskan memang tapi Boram tidak pernah bersedih akan hal itu. Baginya, dia dalam keadaan sehat saja itu sebentuk anugrah tidak terkira yang sangat disyukurinya.Saat bersama almarhum Mas Kelana pun, mereka hanya merayakan dengan jalan-jalan terus makan di warung tenda dan pulang dengan perasaan bahagia. Sederhana tapi Boram menyukai hal-hal seperti itu.Boram hidup di dunia nyata yan
Inilah sebentuk kebahagiaan yang Samudra inginkan sejak dia pertama kali bertemu dengan Istrinya. Perjumpaan mereka di tengah medan tawuran dan insiden lari-lari modelan FTV untuk sampai ke sekolah. Dia masih ingat dengan semua kalimat absurdnya hari itu yang tidak biasanya dia lakukan. Sam bukan seorang penggombal ulung dan melakukan modusan remeh seperti itu padahal mereka baru saja bertemu. Tapi hari itu segalanya berbeda dan setelahnya Boram tidak bisa lepas dari pikirannya."Kado apa yang kamu inginkan dariku?"Boram yang berjalan bersisian di sampingnya menoleh dan menggeleng. "Aku tidak butuh apapun cukup kita tidur nyenyak malam ini berdua saling berpelukan."Sam mendesah. Menghentikan langkah kakinya begitu juga Boram dan berdiri saling berhadapan. Jarak antara cafe dengan apartemen mereka lumayan jauh sekitar 1 km tapi mereka lebih suka pulang dengan berjalan kaki berdua. Tidak akan terasa lelahnya."Tidak bisa seperti itu sayang." Sam menatap Boram lekat. "Setiap malam kita
Memasuki Tahun ke - 6 pernikahan,Bandung, Indonesia“Terima kasih, Bu Boram untuk hari ini.” “Sama-sama,Ibu.”“Pokoknya saya puas dengan kinerja Bu Boram selama setengah tahun ini mengajari Gia pelajaran sekolahnya. Nilai-nilainya mulai meningkat pesat dan dia mulai percaya diri.” Boram tersenyum mengangguk karena mendapatkan testimoni langsung dari orang tua anak didiknya yang terlihat puas. “Jadi, tolong ajarin dia sampai kelulusan nanti ya Bu Boram supaya bisa masuk universitas yang diinginkannya.”“Iya,Ibu. Saya akan berusaha maksimal untuk bisa membantu mewujudkannya. Gia anak yang cepat menangkap pelajaran dan dia juga rajin jadi saya rasa dia akan mendapatkan nilai yag memuaskan hasil dari kerja kerasnya sendiri.”Ibu Ayu terseyum senang dengan kedua tangan bertaut di depan dada, nampak terlihat bahagia sekali.“Pokoknya kalau Gia berhasil lulus, saya akan memberikan bonus buat Bu Boram.” Boram tersenyum malu-malu. “Tidak perlu khawatir.”“Terima kasih,Ibu. Saya akan mengusah
“Samudra…..” Samudra yang sedang minum langsung meletakkan gelasnya di atas meja saat melihat siapa yang tadi memanggilnya. Seorang pengacara senior yang pernah dikenal Sam melalui Papanya datang menghampiri dengan senyuman di wajah. Sam menyambutnya dengan suka cita karena jarang-jarang dia bisa bertemu dengan Om Ankara di acara makan malam kantor karena beliau lebih banyak berada di luar negeri mengurusi bisnisnya yang lain. “Om Ankara.” Sambut Sam sembari merunduk untuk mencium tangannya dan merasakan tepukan kencang di bahunya. “Bagaimana kabarmu? Sehat?” Sam mengangguk mantap. “Sehat,Om. Kalau Om sendiri?” “Sehat dong. Jarang-jarang kita bisa bertemu begini.” Om Ankara menolehkan kepalanya ke sekitar area restoran yang malam ini ramai di isi oleh para pengacara senior maupun junior untuk merasakan hari jadi Perusahaan.”Bagaimana kalau kita menepi dan mengobrol berdua?” Samudra jelas tidak akan menolaknya. “Tentu. Kapan lagi bisa mendapatkan kesempatan berbicara dengan pengac
"Ada apa denganmu tadi malam?" Tanya Boram sembari meletakkan sepiring nasi goreng di depan Sam yang bertopang dagu memandanginya. "Pulang-pulang langsung nyerang orang."Sam cengengesan,menarik piringnya agak dekat. "Ya,nggak apa-apa. Lagi kangen aja sih."Boram memutar bola matanya, duduk di kursi depan Sam untuk memulai sarapannya. "Kirain ada sesuatu yang terjadi."Boram menelan suapan nasinya,matanya melirik Sam yang tiba-tiba diam dan sialnya suaminya itu ternyata juga sedang menatapnya. Tatapan mata yang penuh maksud, pasti ada yang sedang bergejolak di dalam pikiran Sam. Boram sudah hapal gelagat suaminya itu."Ada apa sih,sayang?" Boram bertanya dengan lembut agar Sam mau mengungkapkan isi pikirannya.Sam menghela napas."Lagi mikirin kamu yang kalau di rumah nungguin aku kerja hanya sendirian.”Boram termangu sesaat lalu tersenyum sembari mengelus lengan Sam, menenangkan.”Tidak apa-apa. Semua prosesnya harus dinikmati dengan Ikhlas,bukan? Bukankah ini ujian bagi kesabaran kit
“Halo, saya Nina.” Sam balas menjabat tangan kliennya yang seorang ibu satu anak di depannya ini dengan kerutan samar. Nampak seperti mengenali karena sebelumnya pernah bertemu. “Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” ucap Samudra. “Silahkan duduk dulu.” “Oh ya.” Sam duduk di salah satu sofa sementara Nina nampak berpikir keras. “Di mana ya?” “Kalau tidak salah di café dekat perumahan elite. Saat itu kamu menitipkan anakmu pada istriku.” Nina nampak terdiam,seakan sedang menggali ingatannya dan tidak lama dia tersenyum. “Oh ya, saya ingat. Maaf, tadi saya agak lupa.” “Tidak apa-apa.” Sam membuka beberapa lembar informasi terkait kasus yang akan dia tangani ke depannya. “Jadi, kamu mengajukan gugatan pengembalian aset harta yang diambil alih suamimu diam-diam sebelum dia menikah lagi.” “Iya. Saya merasa tidak pernah memberinya izin untuk mengganti semua harta saya atas namanya. Saya baru mengetahui tindakan illegal itu setelah dia menikah dengan wanita lain dan menggunakan
“Loh, Mama belum tidur.”Sam yang baru saja masuk ke dalam apartemen kaget saat mendapati Mamanya masih duduk di sofa ruang tamu sembari menonton televisi padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.“Belum.” Mamanya berdiri menyambut. Sam memeluk Mamanya dengan erat dan mendaratkan kecupan singkatnya di atas kepalanya lalu menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri.“Apa Boram sudah tidur,Ma?” tanya Sam, menyampirkan jasnya di sandaran sofa dan berjalan ke dapur untuk mengambil minum di bawah tatapan mata Mamanya.“Sudah dari tadi. Mungkin kecapean karena seharian ini ada di luar.”“Oh.” Sam mengangguk mengerti.“Mama panaskan spaghetinya ya untuk makan malam kamu.”Sam mengangguk. Meskipun tadi dia sudah makan tapi dia tidak akan menolak makanan dari Mamanya yang jarang-jarang bisa datang ke Indonesia karena di Singapura sana Mamanya juga sibuk dengan bisnis butik kebayanya.“Sam mau bersih-bersih dulu. Mama tunggu ya.”“Iya,” balas Mamanya dari arah dapur.Sam masuk ke dala