Pukul 00.00. Awal pergantian hari. Waktu dimana semua hiruk-pikuk sirna sementara. Jalanan lintas kota begitu lengang di malam gulita tengah berselimut hening. Deru mesin mobil yang melintas seakan buram oleh gulita tengah malam. Namun, disaat semua kendaraan menjaga batas kecepatan, sebuah mobil dengan jendela retak penuh bekas tembakan melaju dengan cepatnya. Menerabas hening, memenuhi seisi jalanan dengan deru mesin yang nyaring. Mobil yang tengah dikendarai oleh Will. Tatapan Will yang terarah ke jalan meraut amarah begitu mendalam. Kedua tanganya dengan erat mencengkram roda kemudi. Suasana tengah malam membuatnya tak perlu memikirkan peraturan keselamatan berkendara. Kemelut pikiran yang membuncah membuat Will terus menaikkan kecepatan mobilnya. Mobil Will melaju begitu cepat, sesekali menyentak mobil-mobil lain yang melintas. Sedikit saja Will salah berbelok, mungkin akan terjadi kecelakaan parah. Tetap saja, itu tak membuat Will sadar akan betapa bahaya cara berkendaranya. Y
Silvie kesal karena gagal menghentikan kaburnya Will dan Elly, namun tujuan utamanya ke rumah Bernard adalah mengambil semua temuan dibawah rubanah. Saat ini Silvie tengah mengelus-elus nyeri rahang lebamnya, tengah menduduki tanah dan bersandar di samping mobil Van-nya, sembari menghisap sebatang rokok, menunggu anak buahnya yang lain datang dan menjemput semua temuan di rubanah setelah sempat menghubungi mereka.Setelah menghabiskan setengah bungkus rokok selama tiga jam menunggu anak buahnya datang, dua mobil Van hitam lain datang dan berhenti dibelakang mobil tempat Silvie bersandar. Sebanyak empat orang turun dari mobil dan dengan cepat mendatangi Silvie."Madame Silvie! Kau tidak apa?" tanyanya khawatir."Menunggu kalian sembari mengotori bokongku dengan tanah, di depan rumah yang berisi lima mayat. Apa menurutmu itu hal bagus?" sindir Silvie."Ti-tidak, Madame," balasnya gugup."Berarti aku tidak baik - baik saja, Otak Udang!" hina Silvie yang kemudian bangkit dari duduknya.Se
Pencarian Northern Union Loot sudah mendekati puncaknya, harta jarahan yang menjadi incaran serta akar dari setiap peristiwa tragis yang menerpa. Albert, Hana dan Elly tengah berdiri di bibir dermaga, mengarahkan pandang kelautan lepas yang menyingsing fajar, menunggu kedatangan bala bantuan MI6 yang akan mengantarkan mereka ke Pulau Man. "Fwuuhh! Sudah lama sekali sejak misi terakhirku. Meski begitu tetap saja ini membuatku berdebar-debar," ujar Albert sembari melepas penyangga tangannya. "Kita memang bertujuan mengakhiri pencarian Northern Union Loot. Tapi bukan perang yang kita cari. Demi Tuan Bernard, Sir Edric dan ayahku, jangan kotori kematian mereka dengan kematian lainnya," balas Elly sembari mengernyit memegang perutnya. Hana yang melihat Elly terus mengusap perut kanannya langsung ikut memegang lembut perut Elly, khawatir akan keselamatannya mengingat luka Elly belum sembuh sepenuhnya. "Elly, kau yakin? Kau tahu begitu kita berangkat tidak ada jalan kembali 'kan?" tanya Ha
Rombongan Kapal Perang sudah mendekati tujuannya, sebuah pulau pasang surut kecil di pantai barat Pulau Man, dimana terlihat reruntuhan Kastil dan Katedral tua sudah mulai terlihat di pinggir pantai. "Tujuan kita memasuki jarak delapan kilometer! Waktu sampai diperkirakan tiga puluh menit sebelum mendekati pulau!" papar salah seorang Nahkoda kapal dalam ruang navigasi, menginformasikan status terkini kepada seluruh Nahkoda dan awak kapal lainnya lewat mikrofon Headphone yang dikenakannya. Albert yang tengah berdiri bersama Elly dan Hana di geladak luar turut mendengarkan informasi yang disampaikan oleh Nahkoda lewat Headphone serupa yang dikenakannya. "Aku kira kita akan masuk ke tengah pulau, bisa kau jelaskan kenapa kau meyakini Northern Union Loot tersembunyi di pulau kecil di pantai barat Pulau Man, Elly?" tanya Albert. Elly menelan ludah, menyadari bahwa segala asumsi segera barubah jadi nyata. "Jika Ayah menetapkan Firth of Clyde sebagai pemberhentian awal bangsa Gaelik, maka
Kastil Peel. Sebuah bangunan tua yang menjadi saksi sejarah damainya bangsa Gael dan Pict, serta silih bergantinya para missionaris dalam menyebarkan ajarannya. Kemegahan bangunan itu sudah pudar tergerus zaman, kini tersisa hamparan tanah hijau dengan beberapa bangunan tak beratap diatasnya, seperti dinding penyusun kastil, Peel Cathedral dan dinding batu yang mengelilingi kastil beserta isinya. Bangunan yang awalnya menjadi pusat peradaban Pulau Man kini berubah menjadi objek wisata bersejarah. Rombongan perwira Angkatan Laut terus berlari mengikuti Hana dan Elly, yang berlari paling depan sambil saling bergandengan White cane menuju Kastil Peel yang dikelilingi dinding batu, sebelum Yacht berisi Silvie dan para komplotannya mencapai pulau dan menyusul mereka. Albert berlari dengan kondisi paha yang belum sembuh sepenuhnya, ia tak menghentikan derapannya meski setiap derapan terasa semakin menyakitkan, bahkan sampai meneteskan darah karena lukanya terbuka sedikit. Setelah lama berl
Sementara itu, Silvie dengan puluhan anggota komplotan yang membawa berbagai jenis artileri senjata akhirnya sampai didepan dinding Kastil. Salah seorang hendak memasuki celah dinding dengan gegabah, namun dihalangi oleh Silvie."Mereka mengepung diri, melindungi apa yang sudah mereka temukan," jelas Silvie dengan tatapan nanar memandang dinding Kastil."Dinding itu memang tebal, tapi bagian atasnya terbuka. Kita masih bisa memberikan serangan sebelum memasuki dinding. Bagaimana menurutmu, Madame?" ujar salah seorang bawahan Silvie yang berinisiatif memberikan saran."Uuuuww! Aku lihat otakmu berfungsi dengan baik, Borges. Yasudah tunggu apa lagi, hujani mereka!" perintah Silvie.Mendengar arahan Silvie, empat orang anggota komplotan yang membawa Peluncur Granat membidik langit, mengarahkan bidikan agar amunisi besar mereka dapat memasuki area Kastil, menggempur rombongan Albert di dalamnya."TEMBAK!!!"Granat berdaya ledak tinggi melayang melewati tingginya dinding Kastil. Begitu gra
Tak mau mendengar basa-basi, Silvie tanpa ragu melepas tembakan ke lutut Hana, membuat Hana terbaring menggeliat kesakitan seraya berteriak dan memegangi lututnya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADA HANA, BAJINGAN!!" maki Elly seraya mendekap Hana."Hmmm. Temanmu bilang, 'Elly bersusah payah kemari', kah? Berarti, kau? Yang namanya Elly?" tanya Silvie seraya mengacungkan pistol kearah Elly.Silvie dibuat terheran, Elly memang terlihat gemetar ketakutan, namun ia merasa pandangan Elly terkesan aneh, tak merespon pistol yang ia acungkan. Untuk lebih memastikan, Silvie mendekatkan pistol hingga berjarak sangat dekat dengan dahi Elly, namun tetap Elly tak bergeming. Silvie kemudian menggerak-gerakkan pistolnya ke kiri dan ke kanan, namun tetap saja, bahkan mata Elly tak merespon gerakan tangan Silvie."HAHAHAHAHAHAHA! Ini yang namanya Elly!? Yang coba dilindungi orang-orang tolol di atas sana!? HAHAHAHAHAHA! Bagaimana bisa mereka mati-matian melindungi gadis buta! HAHAHAHAHAHAHA!" hina Silvie ser
Empat puluh menit sebelumnya. Elly dan Hana telah memasuki ruang rahasia yang tersembunyi oleh panel tanah setelah empat kepala patung kuda diputar. Setelah Albert mendorong paksa Elly dan Hana untuk memasuki ruang rahasia itu, Albert menyuruh para Angkatan Laut untuk kembali menutup panel tanah, sementara mereka akan menjadi barikade pertahanan yang mencegah Silvie dan para komplotannya menyusul Elly dan Hana.Gempuran Granat yang melambung dan mendarat di area Kastil Peel membuat Albert terpaksa menggunakan taktik bertahannya, dengan menyuruh para Angkatan Laut untuk melepas Granat asap di sekitar area Kastil, membuat seluruh area di dalam dinding terselimuti tebalnya tabir asap, yang tercipta lewat semburan delapan granat asap.Kini, seraya mengokohkan pijakan dan mengarahkan senjata kedepan, Albert beserta para Angkatan Laut yang masih bertahan memasang formasi siaga, berbaris berdekatan melingkari akses masuk ke ruang rahasia. Kepulan asap membuat jarak pandang me