Seorang lelaki berseragam putih abu-abu tengah berlari ke arah lapangan basket. Senyumnya terus merekah menghiasi wajahnya yang tampan nan rupawan.
Mendapati seorang gadis yang merupakan sahabat karibnya di sekolah sedang asik bermain basket sendirian, Arka lantas berteriak."Sitta!" Dia melambaikan tangan mengisyaratkan Sitta, sang sahabat, agar mendekat.Sitta melempar bola basket secara asal ke sembarang tempat, berjalan gontai mendekati Arka."I Love You," Ucap Arka begitu Sitta sudah berdiri tepat di hadapannya."I Love You," Ulang Arka, membuat Sitta terbengong.Untung kondisi lapangan basket sedang sepi dan hanya ada mereka berdua saja di sana, sebab jika tidak, Sitta pastikan dirinya akan menjadi bahan ejekan teman-teman satu sekolahnya."Arka? Lo sakit?" Tanya Sitta meski dalam hati dia berteriak kegirangan.Padahal, awalnya, alasan Sitta mengajak Arka untuk menemuinya di lapangan basket hari ini karena Sitta yang memang ingin mengutarakan isi hatinya pada Arka, sebelum hari kelulusan tiba.Tapi yang terjadi, dirinya justru mendapat kejutan lebih dulu dari Arka, saat ini."Nggak, gue nggak sakit. Gue sehat, Ta." Jawab Arka."Oh, gue tau, lo pasti abis mabok?" Balas Sitta yang masih berusaha untuk jaim.Arka berdecak. "Come on, Sit! Gue baru abis ikut mata pelajaran Pak Kamal tadi, ya kali gue minum dulu gitu?""Terus..." Perasaan Sitta semakin dibuat jumpalitan. Apakah Arka benar-benar serius dengan perkataannya tadi?"Ya, gue cuma mau bilang, I Love You, udah gitu aja," kekeh Arka seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lelaki berlesung pipi itu mengedikkan bahu, seperti putus asa. "Gue emang payah banget, kan?" Tambahnya kemudian. Arka menjatuhkan tasnya dan berjalan mengambil bola basket.Remaja itu mendrible bola dan memasukkan bola itu ke ring namun gagal. Beberapa kali Arka terus mencoba tapi dia tetap saja gagal. Membuat Sitta semakin dibuat kebingungan dengan tingkah sahabatnya itu."Ka, lo serius sama kata-kata lo?" Tanya Sitta mencoba meyakinkan kembali bahwa apa yang dia dengar keluar dari mulut Arka tadi adalah benar adanya, lelaki itu yang baru saja menyatakan perasaan cinta padanya.Arka mencintainya?Tapi, sejak kapan?Dan siapa yang lebih dulu jatuh cinta di antara mereka?Arka atau dirinya?Pada akhirnya, Sitta hanya bisa bertanya-tanya sendiri dalam hati.Arka menghentikan kegiatannya. Membalikkan tubuh dan tersenyum getir."Gue serius Ta."Dan ucapan Arka merubah dunia Sitta menjadi warna-warni.Sitta sungguh bahagia."Jujur, ini pertama kalinya gue merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaan gue sama seseorang," jelas Arka kemudian.Sitta masih bergulat dengan kebahagiaan di dalam hatinya yang kian membuncah."Mungkin karena perasaan gue kali ini emang bener-bener dalem banget, Ta!" Lanjut Arka.Sitta masih mendengarkan. Senyuman di wajahnya yang manis semakin lebar."Itulah sebabnya, gue jadi bingung harus memulai semuanya dengan cara bagaimana? Gue takut kalah sebelum berperang! Gue takut dia menolak cinta gue, Ta. Gue harus gimana?"Dalam hitungan detik senyuman lebar di wajah Sitta meredup.Seperti mendapat sebuah hantaman kuat di dadanya, hingga nyerinya tak terkira saat Sitta tahu bahwa apa yang dikatakan Arka, semuanya tidak benar."Dia?" Gumam Sitta dengan hatinya yang remuk redam."Ya, Dinda, gue suka sama dia Ta! Lo nggak peka banget sih?" Keluh Arka dengan wajah jengkel. Tanpa pernah Arka menyadari, bahwa ada sebongkah hati yang patah saat itu.Ya, hati milik seorang wanita bernama Sitta Khairunnisa, sahabat karibnya sendiri.Nyatanya, cinta yang Sitta rasakan selama ini pada Arka, bertepuk sebelah tangan.*****"Sitta, cepat keluar, makan malam sudah siap," teriak Ranti, ibunda Sitta.Suara pintu yang terbuka menandakan bahwa Sitta baru saja keluar dari kamar.Sitta menuruni tangga dengan langkah cepat sambil menggemblok sebuah tas Ransel besar di punggung."Loh, kamu mau kemana?" Tanya Ranti yang terkejut melihat penampilan Sitta yang rapi. Padahal hari sudah malam."Mau trekking!" Jawab Sitta tak acuh. Gadis berambut pendek itu berjalan melewati Ranti bahkan tanpa dia berpamitan."Bunda tidak mengizinkan kamu pergi ya Sitta, besok kamu kan masih harus sekolah? Ini sudah malam dan lagi Bunda tau kalau teman-teman trekking kamu itu semuanya laki-laki! Mau jadi apa kamu? Disuruh pakai hijab kalau keluar rumah nggak mau! Dan sekarang mau pergi mendaki gunung sama laki-laki yang jelas-jelas bukan mahram kamu! Pokoknya Bunda nggak mengizinkan! Titik!" Tegas Ranti yang memang sejak awal selalu melarang Sitta bergaul dengan lelaki terlalu dekat. Ranti adalah sosok Ibu yang paham agama, hanya saja dirinya terlambat mendidik Sitta sesuai syariat Islam hingga sosok Sitta tumbuh menjadi perempuan urakan, tomboy, keras kepala dan sangat melawan padanya."Sitta nggak perlu izin Bunda untuk melakukan apa pun karena Sitta udah dewasa! Lagian minggu depan juga udah lulus-lulusan kok. Mau masuk atau bolos udah nggak akan ngaruh ke nilai," bantah Sitta yang memang keras kepala.Dan malam itu, Sitta tetap pergi meski tak mendapat izin dari sang Ibunda.Efek sakit hati atas kenyataan bahwa cintanya terhadap Arka bertepuk sebelah tangan, Sitta memilih untuk ikut trekking bersama teman-teman genk motornya.Dan kali ini, kepergian Sitta tanpa Arka.Jika sebelumnya, setiap kali Sitta ikut kegiatan mendaki gunung, pasti Arka tak pernah tertinggal. Keduanya sudah seperti dua sejoli yang tak terpisahkan di sekolah mereka.Hampir seantero SMA Mahadika tahu bahwa Sitta dan Arka adalah sepasang sahabat fenomenal di sekolah mereka.Persahabatan yang terjalin begitu saja sejak mereka masih duduk di bangku SD dan berlanjut hingga ke SMA, membuat hubungan keduanya sangat dekat dan lengket.Arka si badboy dan Sitta yang tomboy, mereka memiliki banyak kesamaan dan sudah melalui begitu banyak hal bersama. Meski pada akhirnya, Sitta harus hancur dengan perasaannya sendiri terhadap Arka.Perasaan yang tidak seharusnya dia rasakan.Saat itu, Sitta sudah berada di perjalanan menuju lokasi pendakian.Bayang-bayang kemesraan Arka dengan Dinda seolah menyiksa batin Sitta tanpa ampun.Sitta masih terdiam dalam duduknya di dalam mobil ketika ponselnya tiba-tiba berdering.Tanda adanya sebuah pesan baru masuk.Sitta merogoh ponselnya di saku celana, entah kenapa, besar harapan Sitta bahwa yang mengirim pesan saat ini padanya adalah Arka.Dan saat Sitta membukanya, ternyata benar pesan itu memang dari Arka.ArkadianTa, lo di mana? Gue ke rumah lo ya sekarang?SittaGue lagi di jalan ikut Bang Keling, mau nanjak!ArkadianHah? Gila lo! Rombongan Bang Keling kan mau nanjak ke gunung Semeru? Lo seriusan ikut? Terus nyokap lo ngizinin gitu?SittaNggak usah basa-basi, lo mau ngapain ke rumah gue?ArkadianGue cuma mau kasih tau kalau Dinda udah terima cinta gue.Cukup lama Sitta menatap layar ponselnya itu hingga setelahnya, Sitta hendak membalas, namun tidak jadi.Dengan cepat Sitta menyeka sudut matanya yang basah. Tak mau terlihat cengeng meski dia seorang wanita, Sitta pantang menangis.Saat itu, Sitta tidak membalas pesan Arka. Dia hendak memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana saat sebuah pesan baru tiba-tiba dia terima.Merasa penasaran, akhirnya Sitta kembali membukanya.Ternyata, itu bukan pesan dari Arka melainkan sebuah pesan dari nomor baru.+6281****123Saya dapat nomor ini dari seorang mucikari bernama Yasa. Dia bilang kamu free malam ini? Saya ingin booking. Jam sepuluh malam di apartemen saya. Ini alamat saya.Kening Sitta berkerut. Ada segelintir amarah yang meletup di dadanya begitu selesai membaca isi pesan tersebut.Tanpa membalas pesan nyasar itu, Sitta langsung menghapusnya.Hingga pesan kedua pun masuk.Masih tetap dari nomor yang sama dengan isi pesan yang sama juga, namun kali ini si pengirim pesan menambahkan kata "Balas secepatnya" di akhir pesan yang dia kirim. Hal ini jelas membuat Sitta menjadi geram.Hingga Sitta pun menelepon balik nomor itu.Dering pertama tidak diangkat.Dering kedua pun masih belum diangkat.Hingga di dering ketiga akhirnya panggilan Sitta pun dijawab juga."Heh, gue bukan Lonte! Anj***!" Maki Sitta kesal dan langsung menutup kembali teleponnya. Suara Sitta yang keras membuat kawan-kawan satu gengnya yang mulai dihantui rasa kantuk jadi terkejut. Para lelaki itu menatap Sitta dengan tatapan bingung."Kenapa Ta?" Tanya Bang Keling, orang yang paling dituakan di dalam genk mereka."Orang kirim sms ke gue, dikira gue lonte, kan brengsek!""Salah kirim itu," celetuk Andi."Yaiyalah salah kirim! Jelas-jelas gue bukan lonte! Bego lo!" Omel Sitta seraya menoyor kepala Andi yang duduk di depannya."Wuidih, ganas amat Bu, lagi PMS apa?" Tanya Ojan yang duduk di samping Sitta."Paling juga dia sewot gegara belahan jiwanya nggak ikut," sambung Dion."Hahaha, Arka lagi kepincut sama anak Guru baru, si seksi Adinda."Bugh!"Awww ...""Sekali lagi lo ngebacot, gue sumpel mulut lo pake obat nyamuk ya!" Ancam Sitta pada Andi yang memang paling senang meledeknya."Udah-udah, Sitta jangan digangguin terus," suara Bang Keling pun terdengar menengahi. Hingga setelahnya, suasana di dalam mobil kembali hening seperti semula.Saat itu, Sitta kembali mengecek ponselnya di mana di sana tertera sebuah pesan baru masuk dari nomor baru tadi.Meski kesal, Sitta tetap merasa penasaran hingga dia pun memutuskan untuk membukanya.+6281****123Maaf jika saya sudah salah orang. Tapi saya sudah terlanjur mengirimkan lokasi tempat tinggal saya pada anda dan perlu anda tau, hal itu sangat privasi bagi saya. Saya minta kerjasama anda untuk tidak menyebarluaskan informasi yang telah saya kirim tadi. Ingat, jika saya sampai terkena masalah setelah ini, anda orang pertama yang saya cari! Sekali lagi maaf...Dasar orang sinting, udah tau salah berani-beraninya dia pake ngancem gue!Ujar Sitta, kesal dalam hati."Heh, gue bukan Lonte! Anj***!"Klik!Seorang lelaki tampak terkejut mendengar makian keras suara seorang wanita di seberang.Wanita yang awalnya dia pikir adalah wanita bayaran alias PSK. Hanya saja, dia bukan lelaki sembarangan yang mau memakai jasa PSK gadungan. Sejauh ini, dia hanya mau melakukan hubungan dengan pelacur yang sudah jelas dia ketahui asal-usulnya dan yang pasti pelacur itu harus virgin.Lelaki bertubuh tinggi dengan kulit putih itu tidak pernah mau berhubungan dengan wanita yang sudah pernah melakukan hubungan badan dengan lelaki lain.Ini syarat mutlak yang tak bisa diganggu gugat setiap kali dia memakai jasa germo untuk mencarikannya wanita malam.Meski harus menunggu dan membayar mahal untuk itu, dia tak perduli. Uang bukan perkara sulit baginya."Brengsek!" Ucap laki-laki itu kesal karena sudah mendapat makian dari wanita yang bahkan tidak dia kenal.Cukup lama dia terdiam menatap ke arah jendela di dalam kamar apartemennya, hingga akhirnya tersadar bahwa dia su
Makan malam di kediaman keluarga Bapak Muhammad Wisnu Abdullah, tampak hening dan sedikit mencekam.Tak ada celoteh konyol si bungsu yang kerap bercerita tentang apa yang dia alami di sekolah hari ini. Tak ada suara tawa Laras yang akan menimpali ocehan anak gadis semata wayangnya yang kini mulai beranjak remaja itu.Pun, tak ada suara Wisnu yang akan menasehati Kalila jika anak gadisnya itu bersikap genit pada lawan jenis.Kehadiran Kahfi malam ini di meja makan telah menjadi penyebab makan malam kian terasa membosankan.Sikap Laras dan Wisnu yang dingin membuat Kahfi merasa bersalah dan malu. Hidangan lezat di meja makan bahkan tak sama sekali menarik perhatian Kahfi saat itu."Makanannya di makan, Kak. Jangan diacak-acak doang, mubazir loh," ucap Kalila.Kalila, adik semata wayang Kahfi yang tak tahu menahu masalah yang tengah terjadi di antara kedua orang tuanya dengan sang Kakak hanya bisa menatap bingung wajah-wajah bungkam keluarganya. Itulah sebabnya, sejak tadi, dia memilih u
Sudah tiga hari Sitta pulang dari treking dan dia sama sekali tidak datang lagi ke sekolah padahal hari ini adalah hari kelulusan.Seharian ini ponselnya berisik sekali.Banyak yang menghubunginya untuk memberitahukan bahwa Sitta lulus dan diterima di universitas terkemuka melalui jalur beasiswa.Ya, meski pun begajulan dan sering kali bolos sekolah, namun otak Sitta memang termasuk encer untuk hal pelajaran. Mungkin, jika Sitta bisa lebih menjaga perilakunya di sekolah, dia bisa saja mendapat gelar juara umum tahun ini. Sayangnya, otak encer yang dia miliki tidak diimbangi dengan sikap dan perilakunya yang baik di sekolah, catatan hitam atas nama Sitta terlanjur berderet memenuhi buku piket guru.Itulah sebabnya, jangankan mendapat gelar juara umum, gelar juara kelas saja, Sitta tidak pernah mendapatkannya.AndiArka barusan tanya w, kenapa lo nggak masuk-masuk? W jwb apa nih?Sebuah pesan baru kembali masuk memenuhi memori ponselnya. Dan lagi-lagi pertanyaan yang sama seperti yang d
"Halo? Saya sudah di depan rumah kamu, saya lupa tanya, namamu siapa?" ucap Kahfi setelah dia baru saja memarkirkan kendaraannya di seberang ruko tempat tinggal Sitta."Nama gue Sitta," jawab Sitta di seberang yang saat itu sedang mengenakan hijab panjang milik sang ibunda. Sitta baru saja mengambil hijab milik Ranti yang tergantung di jemuran karena dia tak berani masuk kamar ibunya untuk sekadar meminjam hijab panjang.Ibunya itu jika sudah marah, agak menakutkan. Dia tak banyak bicara seperti ibu-ibu kebanyakan yang bawel, tapi lebih pada diam dan mengacuhkan keberadaan Sitta.Mau Sitta bicara apa pun, selama Sitta belum minta maaf dan menyesali perbuatannya, Ranti tetap tak akan menimpali ucapan sang anak gadisnya itu.Bahkan jika Sitta mogok makan seharian, Ranti tetap tak perduli. Alhasil, Sitta yang kelaparan harus menunggu Ranti tidur di malam hari, barulah dia mengendap-endap ke dapur untuk mencari makanan."Nama lo sendiri, siapa?" tanya Sitta balik dengan nada ketus."Wuih,
Di sepanjang perjalanan, keadaan di dalam mobil tampak hening.Sitta bahkan tak sama sekali berani menoleh ke kiri, tempat di mana lelaki yang dia pikir bernama Kahfi itu duduk.Sementara Kahfi yang asli, terlihat santai menyetir, melajukan kendaraan mewahnya di tengah jalanan ibukota yang ramai lancar.Sesekali, tatapan Kahfi mencuri pandang ke arah Sitta melalui kaca spion di atas kepalanya. Wajah Sitta yang terlihat badmood membuat Kahfi harus bersusah payah menahan tawa.Rasain lo!Makanya kalau punya mulut itu dijaga!Berani-beraninya ngatain gue kampret, gue kerjain tau rasa lo, hahaha...Ucap Kahfi membatin sambil senyum-senyum sendiri."By the way, Mba Sitta ini sudah kerja apa masih kuliah?" tanya Kahfi dari depan. Dari pada dia sakit perut karena harus terus menerus menahan tawa menyaksikan tingkah kikuk kedua sejoli di belakangnya, alhasil, Kahfi pun memutuskan untuk mencairkan suasana melalui obrolan santai."Mba-mba, emang muka gue keliatan tua banget apa dipanggil Mba? L
"Sitta?" pekik Arka kaget bukan main.Awalnya Arka tidak engeuh bahwa wanita berhijab yang berpapasan dengannya di jalan itu adalah Sitta sahabatnya, jika bukan karena Dinda yang memberitahunya.Sementara Sitta, yang memang berharap Arka dan Dinda tak melihatnya merasa lega begitu dia berhasil melewati dua sejoli yang sedang kasmaran itu.Namun, sial bagi Sitta saat ini ketika Arka malah mengejarnya dan menghadang langkah Sitta di depan."Jadi bener lo Sitta?" ucap Arka dengan wajah serius, setengah kaget bercampur tak percaya.Tatapan Arka lekat menelusuri penampilan Sitta dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo kenapa, Ta? Kenapa seminggu ini ngindarin gue terus? Lo juga nggak bales-bales sms gue dan nggak angkat telepon gue? Lo nggak masuk sekolah, gue pikir lo sakit, tapi pas gue ke rumah, nyokap lo malah ngusir gue." Cecar Arka panjang lebar.Sitta mengulum bibir, merasa tak enak, malu, sedih sekaligus kesal. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam benak Sitta saat ini, hingga m
Makan malam di kediaman Kahfi sudah kembali ramai oleh celoteh riang Kalila.Kalila yang baru saja bercerita bahwa dirinya masuk menjadi nominasi tiga besar lomba cerdas cermat Matematika di sekolahnya. Hal itu jelas mendapat sambutan baik dari Wisnu dan Laras selaku kedua orang tua Kalila. Sama halnya dengan Kahfi yang turut memberikan pujian pada sang adik tercintanya itu."Dulu waktu hamil Kalila Ummi ngidam apa sih? Kok bisa Kalila pinter banget begini? Hebat adiknya Kahfi," puji Kahfi seraya mengelus ubun-ubun Kalila yang tertutup hijab."Ya sama aja sih kayak waktu Ummi hamil kamu dulu, Fi. Ummi perbanyak lagi ibadah, shalat sunnahnya dikencengin, dzikirnya, hafalan qur'annya. Itu aja," jawab Laras mengingat-ingat."Dan yang pasti, saat Ummi hamil dulu, Abi selalu berusaha membuat Ummi bahagia. Karena kunci kesehatan janin di dalam kandungan itu ada pada kebahagiaan hati ibunya," tambah Wisnu menjelaskan dengan penuh kebanggaan. "Ummi kalian ini dulu waktu lagi hamil kalian itu
"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas,
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak