Boo mulai merasa terganggu dalam tidurnya. Tubuhnya seakan tertahan oleh seseorang. Berat! Lengannya mencoba bergerak karena jujur saja ia merasa berkeringat. Padahal ruangan sekitarnya terasa sejuk. Ia sebenarnya ada di mana?
"Berat," gumamnya lemas. Matanya mulai mengerjap-ngerjap. Pandangan yang samar kini terlihat semakin jelas dan semakin membuatnya tertegun. Ia, si kelinci itu tengah menggunakan tubuhnya sebagai guling. Pantas saja berat sekali!
"Char, lepaskan!"
Nihil, pria itu tak bergeming. Bibirnya yang mengerucut membuat Boo memiliki rencana untuk menjahilinya. Dicubitnya bibir bawah Charlie yang tebal. Sesaat kemudian, pria itu meringis dan segera membuka mata. Dilihatnya gadis itu yang tertawa lepas melihat ulah jahilnya sendiri.
"Kau, berani mengganggu tidurku. Menyebalkan sekali." Charlie dengan wajah masam, terduduk di sebelah Boo yang juga tengah bersandar pada kepala ranjang. Keduanya sama-sama terdiam.
Boo dengan
Sejak sarapan berakhir hingga mereka menuju kursi belakang mobil Judish, Boo sepertinya berubah menjadi diam. Ia sama sekali tak bersuara meski Charlie mencoba beberapa kali mengganggunya. Bahkan rambutnya dibuat lusuh pun, Boo tak bergeming. Ia seakan berada di pikirannya sendiri. Jika diperhatikan lebih lama, gadis itu melihat ke arah gerbang dan kemudian hutan yang berada di ujung sana. Hal itu tak lepas dari pandangan yang lainnya. Sebenarnya apa yang sedang gadis itu pikirkan? Mesin mobil telah dihidupkan dan Judish mulai bergerak jika saja William tak menghentikannya secara mendadak. Ketua mereka itu menghadang mereka di depan gerbang. Judish yang berada di kursi kemudi, mengerti. Ia bergegas turun untuk menghampirinya. Pembicaraan mereka berdua sepertinya begitu serius. Sebab, Judish sampai menoleh ke arah empat orang yang
William mengerutkan keningnya. Ia merasa bahwa permintaan Boo tak memiliki alasan. Hingga pria itu menggeleng tanda menolak. Lagipula, ia lelah sekali dan tak ingin meladeni omong kosong. "Boo, kau memiliki kamar lamamu. Segera pergi tidur. Aku lelah." William mencoba membujuknya. Siapa tahu gadis itu luluh. Namun yang dilakukan Boo adalah bergelayut di lengannya sambil merengek. Ia tetap mengatakan ing n tidur semalam di kamarnya. Jika seperti ini, William tak akan beristirahat dengan tenang. Ia menghela napas panjang. Memandang Boo yang terlihat memelas. Gadis itu selalu tahu jika Will tak senang melihatnya sedih. "Baiklah. Kau kuizinkan. Tapi, tunggu di ruang kerjaku sampai aku selesai membersihkan diri. Kau bisa melakukannya?" Boo terlihat senang. Ia langsung menerobos masuk dan duduk tenang di sofa panjang dekat jendela. Tubuhnya direbahk
Pandangannya buram. Sesaat, ia lebih memilih mati dibandingkan menahan rasa nyeri. Tubuhnya masih tak bisa digerakkan. Hanya matanya yang mengerjap beberapa kali untuk melihat situasi sekitarnya. Sudah berapa lama ia berada di sini? Dan bagaimana dengan Judish? Pepohonan tinggi itu seakan mengoloknya dari atas. Angkuh sekali. Jika saja ada seseorang yang menyadari keberadannya, ia harap itu Judish. Ia tak bisa kembali ke rumah William. Tidak dengan keadaannya yang begitu miris. Hari semakin gelap. Ia tak dapat melihat dengan jelas. Rasanya begitu menakutkan. Beberapa binatang kecil terbang di sekitarnya. Menggigit tubuhnya dengan sangat rakus. Ia tak ingin berakhir di sini. Boo harus kembali ke kediaman William segera sebelum binatang buas menemukannya di sini. Ia harus bisa menahan nyeri untuk pergi dari sini.
Seusai ciuman panas keduanya. Judish ikut berbaring di sisi kanan Boo. Pria itu sengaja menautkan jemari mereka. Memandangi lagit-langit kamar yang nampak begitu indah. Judish meraih jemari gadisnya, menyisipkan kecupan lembut di sekitar pergelangan tangannya. Kecupan itu terus naik hingga lengan, bahu, dan tubuhnya mulai mengungkung di atas. Kening keduanya saling menyatu. Menghirup napas satu sama lain. Ada letupan keras di antara keduanya. Letupan penuh kasih yang baru mereka bina. Baik Boo maupun Judish, melakukannya dengan perlahan. Lekukan sepanjang collarbone menjadi pilihan pertama Judish. Ia mengecup sekitar area itu dengan napas yang memburu. Menghirup aroma gadisnya dengan rakus. Aroma lemon yang segar menguar dari tubuh Boo. Maklum saja, ia selalu menggunakan aroma segar untuk beraktivitas. Lidah Judish ikut mencicipi tubuh gadis itu. Tubuh Boo meremang. Sensasi
Setelah semalaman Judish terjaga di kamarnya untuk sekadar memperhatikan Boo yang kelelahan, ia ahirnya bangun lebih awal.Perutnya sudah lapar karena semalam ia melewatkan makan malamnya.Jika ada yang bertanya mengapa baik Charlie maupun penghuni lainnya tak mengkhawatirkan Boo, jawabannya adalah karena setelah malam panas mereka berdua, pria itu melakukan pertemuan dengan seluruh penghuni. Termasuk memberitahu bahwa dirinya dan Boo telah bersama.Ingin tahu siapa yang protes paling depan?Charlie?Bukan. Bahkan jawabannya bukan William.Namun, Valdish dan Christ yang sejak lama mengincar gadis itu.Sementara Charlie terlihat biasa saja saat ia mengatakan bahwa waktunya akan terbagi untuk kekasihnya.Pria kelinci itu hanya sibuk memainkan konsol gamenya. Seperti enggan mengetahui apa yang terjadi.Ini sedikit mengusiknya karena yang ia tahu, Charlie selalu ingin bersamanya setiap saat. Bahkan tak ada satu p
Boo sengaja bangun pagi untuk menyiapkan sarapan untuk anggota keluarganya kini. Dibantu oleh para Nanny yang begitu ramah menyambutnya di dapur. Ia sangat bahagia hari ini karena sejak ia mengatakan ingin tidur bersama Judish, tak ada gangguan yang ia dapatkan lagi. Bahkan mungkin, ia tak ingat kapan terakhir kali ia dijahili oleh benda_-benda di kamarnya itu. Yang jelas, ia terbebas.Nany Salad mengatakan padanya bahwa ini adalah kali pertama dirinya mengetahui jika William mengizinkan orang asinb berada di rumahnya. Wanita tua bergigi dua itu dengan semangat mengajarinya membuat berbagai hidangan kesukaan para makhluk dan... sedikit memberi bocoran tentang asal usul mereka."Nanny, dari semua hal yang kau ceritakan, apa William juga termasuk makhluk seperti mereka?"Nanny Rose yang baru saja memasukkan potongan wortel, terkejut hingga tak sengaja menjatuhkan beberapa peralatan makan di meja pantry. Wanita tua yang umurnya nyaris seperti Nanny Sala
Ini pertama kalinya Boo uring-uringan perihal Judish yang didominasi oleh Daisy sejak pagi tadi.Ia mendapati kekasihnya itu sibuk bercengkrama dengan kekasih William. Ntah apa yang mereka bicarakan.Berlatar di ruang utama, Boo melepas penatnya di sofa empuk. Ia baru saja pulang sekolah. Hatinya kesal karena sejak kepulangannya, Judish sama sekali tak menyambutnya.Oh, apa mungkin pria itu tak melihat kedatangannya?Dengan kesal, ia menyentak kakinya sembari berjalan menuju pantry. Tujuannya adalah mengambil minuman dingin. Pikirannya harus jernih.Namun, pandangannya tetap pada Judish dan Daisy yang ada di taman samping.Terdapat kaca bening besar yang bisa melihat pemandangan luar. Jadi, ia tak dapat mengarahkan pandangannya ke arah lain.Botol minuman kemasan ia lempar ke dustbin di bawah lemari pendingin.Ia tak bisa biarkan gadis itu mengambil alih kekasihnya.Rencananya ia aka
Charlie mendengkus sebal sebab Daisy mengancamnya dengan mudah. Sebenarnya ia tak takut dengan gadis itu. Hanya saja ia lebih baik menghindari Daisy karena ia tahu bahwa gadis itu bisa melakukan apa saja termasuk menyakiti orang sekitarnya. Charlie mendekati Daisy hingga tak ada jarak di antara keduanya. Sembari berbisik tajam, "Berhentilah bermain-main penyihir. Jika aku melihatmu mengakiti orang-orang sekitarku seperti tadi. Aku akan melenyapkanmu seperti kawananmu terdahulu." Kemudian tubuh gadis itu di dorongnya menjauh. Ia jelas tahu siapa Daisy itu. Gadis itu penyihir yang licik. Hanya saja yang ia tak ketahui adalah tujuan William membawanya kemari. Jujur saja sejak melihatnya melukai Boo dan Nanny, ia jadi ingin membalasnya. Hanya saja gadis itu bukan lawannya. Dan pastinya... William harus ia beritahu sebelum gadis itu semakin menjadi. ------------- Boo telah ditangani Nurse