Charlie mendengkus sebal sebab Daisy mengancamnya dengan mudah. Sebenarnya ia tak takut dengan gadis itu. Hanya saja ia lebih baik menghindari Daisy karena ia tahu bahwa gadis itu bisa melakukan apa saja termasuk menyakiti orang sekitarnya.
Charlie mendekati Daisy hingga tak ada jarak di antara keduanya. Sembari berbisik tajam, "Berhentilah bermain-main penyihir. Jika aku melihatmu mengakiti orang-orang sekitarku seperti tadi. Aku akan melenyapkanmu seperti kawananmu terdahulu."
Kemudian tubuh gadis itu di dorongnya menjauh.
Ia jelas tahu siapa Daisy itu. Gadis itu penyihir yang licik. Hanya saja yang ia tak ketahui adalah tujuan William membawanya kemari.
Jujur saja sejak melihatnya melukai Boo dan Nanny, ia jadi ingin membalasnya. Hanya saja gadis itu bukan lawannya.
Dan pastinya... William harus ia beritahu sebelum gadis itu semakin menjadi.
-------------
Boo telah ditangani Nurse
Sejak makan malam usai, William dan Daisy terlihat begitu mesra. Lebih tepatnya si gadis penyihir itu yang semakin menempel. Anehnya, William seakan tak merasa canggung maupun terganggu. Biasanya ia akan dengan tegas saat siapapun mengganggu waktu senggangnya. Hari ini, justru sebaliknya. Sepasang kekasih itu kini tengah berada di ruang utama. Daisy dengan manja meminta William membelikannya beberapa perhiasan untuk pergi ke acara pesta bersama temannya nanti. Dengan mudahnya William memberikan sebuah kartu hitam unlimited pada gadis itu. Tentu saja semua orang yang menyaksikan kejadian itu terheran. Bukankah beberapa hari lalu William meminta mereka untuk berhemat karena perusahaan sedang tak stabil? Hosea saja yang meminta pinjam sore tadi untuk memperbaiki mobil mereka tak diberikan. Mengapa gadis ini dengan mudahnya meminta? Bahkan William tak mengatakan apapun setelahnya.
Suasana pagi itu kentara berbeda. Christ, Charlie, dan Boo hanya diam menikmati sarapan mereka. Penghuni lainnya sibuk dengan urusan masing-masing. Oh, sepertinya Boo melupakan sepasang kekasih yang bersama mereka dalam satu meja. Daisy lagi-lagi membuat suasana semakin buruk. Kemarin setelah ia memintanya membawakan tas dan pergi bersama keduanya di pusat perbelanjaan, gadis penyihir itu terus menyuruhnya membawakan banyak barang hasil memeras William. Boo tentu tak bisa berkutik saat William terus memarahinya jika ia tak menuruti ucapan Daisy. Bahkan hari ini pun ia yang diminta menyiapkan sarapan untuk seluruh penghuni. Sebenarnya saat ia terbangun di pagi buta, Charlie maupun Christ hendak membantunya jika saja Daisy terlebih dulu menatapnya tajam. "Will, aku membuatkan teh hangat untukmu. Cobalah." Daisy meletakkan secangkir teh hangat di sebelah roti isi William. Senyum gadis itu
Sesuai perintah William padanya. Boo membiarkan Daisy kembali mengontrol seluruh penghuni bahkan William sekali pun. Ia harus menemukan Azua secepatnya. Kemarin setelah keluar dari kamar William, gadis itu membuka map coklat itu di kamarnya. Iya, kamar miliknya sendiri. Boo sedikit takut karena benda di kamarnya itu. Namun, ia harus bisa membantu William. Saat membuka pintu kamar, ia disambut oleh shoesick yang dengan sengaja menginjak kaki telanjangnya, "Ah, kau ini kenapa?" Boo sebal karena sepatu busuk itu begitu keras menginjaknya. Suara tawa terdengar dari kamarnya. Bahkan sepertinya baggie begitu menyukai siksaan kecil yang ia dapatkan. "Gadis jahat, masih berani kau ke sini? Kukira kau akan terus bersembunyi di balik Judish," ejek Baggie yang kemudian menghentakkan tali miliknya yang terjuntai ke lantai. Tali itu dengan keras mengenai kaki Boo. Gadis itu merintih karena perih. Tak hanya sekali, Bagg
Daisy meminta para pelayan untuk berkumpul sejak pagi tadi. Mereka diminta mendekorasi seluruh ruangan di sini untuk mengadakan jamuan bersama teman-temannya. "Pasang bunga mawar itu di dekat tangga. Jangan lupa bersihkan seluruh ruangan. Aku tak mau mendapati debu sedikit pun, mengerti?" Tuan Kaki Emas dengan patuh menuruti permintaan Daisy. Ia membagi beberapa tugas kepada tiap kepala pelayan. Boo yang rencananya keluar pagi itu karena acara ekstrakulikulernya, ditahan Daisy, "Kau mau kemana? Bantu para Nanny di dapur. Setelah itu kau dekorasi ruang utama ini. Tak ada penolakan. Kau tahu 'kan akibatnya nanti?" Boo memandang William dari kejauhan. Dilihatnya pria itu semakin pucat saat berpapasan dengan Paman Kaki Emas. Apa yang telah gadis ini perbuat padanya? Sementara ia melihat seluruh makhluk berjalan ke arah keduanya. "Wah aku suka pesta!" seru Christ yangnampak senang melihat beberapa pel
"Kubilang berhenti. Aku akan menata rambutmu," ucap Mrs. comb yang bertugas menata rambut dan pakaiannya. Boo telah dihias dengan cantik. Ia mengenakan gaun berwarna biru muda yang menjuntai ke lantai. Tinggal menata rambutnya dan gadis itu siap ke party malam ini. "Biarkan rambutku tergerai saja. Jangan gulung. Nanti rambutku sakit," balas Boo yang terus berusaha mencegah sisir itu merapihkan rambutnya. "Baiklah. Aku tak akan menggulung rambutmu. Tapi kau harus diam dan biarkan aku menyelesaikan ini." Boo menuruti keinginan sisir itu. Ia tak bergerak saat rambutnya disisipi hiasan perak di dekat telinganya. Ia akui bahwa kini dirinya seperti putri cantik dengan rambut yang sedikit bergelombang di bawahnya. Jika seperti ini, ia siap bertemu siapapun di pesta nanti. "Bulan purnama akan datang malam ini. Semua tamu dari berbagai jenis akan datang. Kau sudah tau?" Boo mengangguk. Ia mematut kembal
Boo mendekati Judish yang tengah berbicara dengan para tamu. Ia menarik kekasihnya itu ke sudut ruangan yang jauh dari suara musik yang memusingkan. “Ada apa?” tanya Judish sembari menghabiskan minumannya. Ia kemudian merangkul Boo dan mengecup pipinya sekilas. Boo terhenyak. Ia mendorong tubuh Judish yang terlihat aneh. “Judish, bantu—“ Ucapannya tenggelam dalam kebisingan. Boo mengamati sekitar. Di sana, Daisy melihatnya. Sial, gadis itu tahu jika ia mencoba meminta bantuan Judish. “Akh, lenganku sakit sekali,” ucap Judish tiba-tiba. Boo terkejut saat melihat lengan Judish membiru. Apa Daisy juga memberi ramuan itu pada Judish? Tapi kapan? Ia melihat Daisy menunjukkan sebuah botol kecil dan mengarahkannya ke minuman yang disajikan untuk para tamu. Satu per satu, para makhluk di sana meringis kesakitan karena ramuan itu. Pesta yang tadi meriah berubah jadi teriakan kesakitan di mana-mana. Boo panik seba
Boo merasakan lengannya menyengat saat bersentuhan dengan Hosea. Sensasinya tak melukai. Namun, aneh. "Sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Dan mengapa Azua itu begitu mudah memberikan penawarnya?" Hosea menanyakan berbagai pertanyaan perihal botol penawar yang ia kalungkan. "Tak ada. Ia hanya mengatakan akan membantu," jawab Boo sekenanya. Hosea dan Zia melaju membelah hutan. Setelahnya tak ada percakapan di antara mereka. Boo segera berlari begitu turun dari tubuh Hosea. Ia mengambil jalan melewati samping. Hanya untuk sampai lebih cepat. Gadis itu pergi ke dapur untuk meracik minuman yang diberi penawar. Jika ia tak salah ingat, penawar ini cukup ditetesi sebanyak 10 kali. Boo mulai meneteskan sebanyak yang dibutuhkan. Ia mengaduknya perlahan. Terlihat sesuatu yang menguar di atas cawan. Sesuatu yang indah seperti ribuan kupu-kupu yang terlepas. Apakah ini pertanda baik?
"Aku ingin salad," ucap Boo yang baru tiba di meja makan. Seluruh makhluk dan William menoleh ke arahnya. Sejak kejadian semalam, Boo hanya mengurung diri di kamar. Bahkan gadis itu melewatkan jam makannya. Tak ada yang mencegahnya. Tak ada siapa pun yang diizinkan William untuk mendatangi kamar gadis itu termasuk Judish yang bersikeras untuk menjelaskan sesuatu. Hari ini pun Boo terlihat murung. Charlie yang di sampingnya tak berani protes saat gadis itu justru mengambil roti isinya. William terus memperhatikannya. Jadi, tak ada yang bisa membantah. "Bagaimana urusan sekolah kalian? Kudengar akan ada ujian minggu depan." William mengunyah roti isinya tanpa minat. "Ya. Kau tahu, di dunia manusia itu rumit. Aku malas belajar, Ketua." Charlie menyahut dengan cepat. Ia tak menyukai hal yang berkaitan dengan sekolah, kecuali bagian olahraga. "Kau memang bodoh," celetuk Boo s