Never knew it would be this long
To see you in front of me
Dean mendapati tubuhnya terhipnotis ketika mata merah itu menatapnya. Ia tak bisa bergerak, tak bisa bernapas. Newborn itu berjalan ke arahnya, semakin dekat. Lalu, Dean merasakan tangan newborn itu di rambutnya.
“Apa rambutmu selalu seberantakan ini?” tanya newborn itu.
Dean tak bisa menjawab. Lidahnya kelu, seolah membeku di bawah pengaruh hipnotis newborn itu. Apa yang dilakukannya pada tubuh Dean?
Lalu, tangan newborn itu bergerak turun ke leher Dean.
“Hentikan,” Dean mendesis.
Newborn itu tersenyum miring. “Aku tahu kau menginginkan ini, Hunter. Aku tahu … kau menginginkanku.”
Dean mengernyit. Ia masih tak bisa bergerak ketika tangan newborn itu menyusuri lengannya turun, lalu naik lagi dan mendarat di dadanya.
“Apa yang kau inginkan dariku, Hunter?” bisik newborn itu di telinga Dean. Begitu menggoda. “Katakan padaku …”
“Menjauhlah … dariku,” desis Dean.
“Dan jika aku tidak mau?”
Dean belum sempat membalas protes itu ketika merasakan bibir newborn itu di lehernya. Newborn itu mengecupi leher Dean, membuat Dean menggeram. Bahkan saat ini, tubuhnya masih tak bisa bergerak. Dean ingin menyentuhnya juga.
Namun, kemudian Dean merasakan tusukan tajam di lehernya. Lalu, Dean merasakan aliran panas darah di lehernya, menuju ke bibir newborn itu yang menghisapnya. Tidak mungkin. Dean bukan manusia. Seharusnya, tidak ada darah.
Dean mengerang merasakan sakit di lehernya. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya tidak begini.
Newborn itu melangkah mundur dan Dean bisa melihat bibir newborn itu berwarna merah, berlumuran darah. Darah Dean. Dean menyentuh lehernya. Ia bisa merasakan darah di sana. Tidak mungkin.
Dean perlahan jatuh berlutut, sebelum tubuhnya jatuh ke samping mendarat keras di lantai. Dean menatap newborn di depannya itu. Namun, pandangannya mulai samar. Dean mengerjap dan sosok newborn itu hilang, tergantikan oleh sosok dia.
“Kau … kenapa kau …?”
“Merindukanku?” Dia tersenyum miring.
Dean seketika tersentak bangun dan menatap sekelilingnya, menyadari ia berada di kamar di kabinnya. Tangan Dean refleks terangkat menyentuh lehernya. Tak ada darah ataupun luka di sana.
Dean menghela napas sembari menurunkan tangannya. Apa-apaan mimpi barusan?
***
“Kau benar-benar harus membunuhnya begitu ada kesempatan, Dean,” pesan Gabe ketika Dean menyelipkan pistol ke balik bajunya, bersiap untuk perburuannya malam itu.
“Tidurlah yang nyenyak dan jangan menungguku, Gabe,” balas Dean seraya menyimpan rantai ke saku jaketnya.
“Jangan main-main lagi kali ini, Dean,” Gabe mengingatkan, lebih tegas.
“Aku mengerti,” sahut Dean. “Aku tidak akan membiarkan diriku tampak lebih bodoh lagi di hadapannya.”
“Yeah, jangan biarkan kecantikannya menghipnotismu lagi kali ini,” Gabe memberi semangat. “Ayolah, secantik apa pun, dia tetaplah vampir yang mengerikan!”
“Itu di luar kendaliku, Gabe,” desah Dean.
“Yah, setidaknya kau …”
“Apa ini jadi salahku jika dia tampak secantik itu?” kesal Dean. Ia tampak frustrasi.
Gabe berdehem. “Oke, baiklah, lupakan saja,” Gabe mengalah. Tampaknya ada yang salah dengan Dean dan kenyataan bahwa newborn itu cantik. Gabe jadi penasaran, secantik apa newborn itu? Tapi karena dia lebih menyayangi nyawanya, ia tidak akan menyesal jika ia tidak bisa melihat kecantikan newborn itu.
Dean mendesah lelah. “Aku pergi dulu,” pamitnya.
“Jangan lupa gunakan sabuk keselamatan,” sahut Gabe sarkatis.
Dean mendengus sebelum kemudian berjalan meninggalkan kabin, mengawasi keadaan sekitar, sebelum kemudian melompat ke arah hutan dan mulai berlari.
“Kau ingin aku mengejarmu, kan? Maka kau akan mendapatkannya,” Dean berbicara pada kegelapan malam.
***
Dean mulai frustrasi ketika sudah lewat tengah malam dan Dean belum juga menemukan newborn itu. Dean berhenti di sisi sungai di Aitkin. Dean merobohkan sebuah pohon di dekat sungai dengan menendangnya, menjatuhkannya ke arah sungai. Dean lalu mematahkan batang itu menjadi dua, dan mematahkannya lagi menjadi bagian lebih kecil. Lalu membelahnya, dengan cara menarik sisi kanan dan kiri batang yang sudah terpotong itu, hingga menjadi potongan kayu bakar.
Dalam hitungan menit, Dean sudah bosan dengan kegiatannya itu. Newborn itu belum juga lewat. Atau mungkin dia sedang berburu di kota? Dean mendengus kesal mendapati newborn itu tidak menunggunya. Tapi kemudian, Dean memaki dirinya sendiri. Memangnya untuk apa newborn itu menunggu dirinya?
Tapi … Dean juga menunggunya …
Astaga, cukup! Dean membentak dirinya sendiri. Ada apa dengannya? Kenapa Dean jadi seperti idiot begini hanya karena newborn kejam itu? Dean mengumpat kasar sebelum berlari menyusuri hutan ke kota berikutnya. Tak sampai satu jam, Dean sudah tiba di Brooklyn Park. Dari sana, ia mulai menimbang-nimbang untuk meneruskan ke Minneapolis atau ke Saint Paul.
Kemarin newborn itu ada di Saint Paul. Mungkin saat ini ia juga ke sana lagi. Tapi … tidak. Tidak mungkin. Dia pasti sudah berada jauh dari Saint Paul. Dean berusaha meredam kekecewaan dan melanjutkan larinya. Tapi begitu langkahnya mendarat di Minneapolis, ia merasakan keberadaan newborn itu.
Dean terdiam di tempatnya. Ia berjalan menuju pusat kota, mempertajam pendengarannya. Suara degup lambat jantung manusia yang sudah terlelap di rumah-rumah yang ia lewati tertangkap telinganya. Lalu, suara dengkur dan igauan. Dean juga sempat mendengar suara tangis bayi, yang tak lama kemudian mereda.
Lalu dari kejauhan, Dean mendengar suara tawa. Banyak tawa. Dan, akhirnya, Dean mendengar suara newborn itu.
“Jika kau memberitahukan kehadiranku pada orang-orang, akan kupastikan kau dan keluargamu yang akan mati besok,” suara yang terdengar dingin itu berucap santai. Tapi, betapa pun dinginnya suara newborn itu, di telinga Dean tetap terdengar … indah?
Dean segera mengusir pikiran terakhirnya seraya melompat ke atap rumah dan berlari menuju suara newborn itu.
“Apa kau … akan melawan mereka?” Sebuah suara lain terdengar cemas dan ketakutan.
Dean tersenyum menyadari siapa pun yang diusir newborn itu masih mencemaskan newborn itu.
“Bukan hal yang sulit,” sahut newborn itu angkuh.
Dean kembali tersenyum. Tentu saja bukan hal yang sulit.
“Apa aku … perlu memanggil polisi?” tawar suara yang tadi mencemaskan newborn itu.
“Tidak perlu,” cegah newborn itu ketus. “Pergilah, dengan begitu aku tidak perlu membunuhmu.”
Dean hampir tertawa, newborn itu benar-benar tidak tahu terima kasih. Ketika Dean tiba di gang sempit dan gelap di antara gedung-gedung tinggi, ia melihat wajah pucat seorang wanita paruh baya yang merepet di tembok di belakang newborn itu.
“Aku akan membantunya, Anda tidak perlu khawatir, Ma’am,” Dean berkata pada wanita paruh baya itu. Wajar jika dia mencemaskan newborn itu. Mungkin dia masih punya putra atau putri yang tampak seumuran dengan newborn itu. Bagaimanapun, newborn itu tampak masih cukup muda. Mungkin baru awal dua puluhan. Dan, dia cantik.
Tujuh kepala menoleh bersamaan ke arah Dean. Wanita paruh baya itu tampak lega ketika menghampiri Dean, menepuk lengannya, membisikkan terima kasih, lalu berlari pergi.
“Aku tidak perlu bantuanmu,” sambutan sengit newborn itu membuat Dean mendesah ketika kembali menatap ke depan.
“Aku hanya akan menonton, kalau begitu,” ucap Dean seraya berjalan ke tembok dan bersandar di sana.
***
Never knew it would be this longTo take you by my side“Aku hanya akan menonton, kalau begitu,” ucap Dean seraya berjalan ke tembok dan bersandar di sana.“Jika kau menyerangku saat aku sibuk dengan mereka, aku tidak akan …”“Aku bukan jenis orang yang menyerang dari belakang,” Dean menyela. “Silakan menikmati makan malammu,” lanjutnya seraya mengedikkan kepala ke arah lima orang pria yang berdiri tak lebih dari dua meter di depan newborn itu.Newborn itu mendecih kesal, sebelum kemudian, dengan kecepatan yang menakjubkan, menancapkan taringnya di leher korban pertamanya. Empat pria lainnya tampak terkejut, tapi kemudian, newborn itu kembali menyerang pria lainnya sebelum mereka tersadar dari keterkejutan mereka. Tiga pria lainnya yang tampak ketakutan, berlari ke arah Dean. Tapi, salah seorang dari mereka berhasil ditahan newborn
I know I have to kill youI just can’tYou got me hypnotizedTeriakan histeris Gabe menyambut kedatangan Dean dengan seorang newborn cantik dalam gendongannya.“Sialan, Dean! Kau membawa monster itu kemari?!” amuk Gabe.“Tutup mulutmu, Gabe. Suaramu membuat telingaku sakit,” balas Dean kesal.“Kau masih mengkhawatirkan telingamu padahal kau sedang menggendong monster yang sudah membunuh begitu banyak nyawa dengan kejam?!” raung Gabe.Dean mendengus seraya berjalan melewati Gabe, –yang tanpa diperintah sudah memberi jalan selebar mungkin, menuju kamarnya. Gabe mengikuti di belakang Dean dengan hati-hati. Gabe bersembunyi di balik dinding dan hanya berani memunculkan kepalanya untuk melihat newborn itu.“Dia akan membunuh kita,” gumam Gabe ngeri.“Tidak akan,” sahut Dean enteng.Namun, k
The sweetest appleCould be a poisoned one“Siapa namamu?” Dean mengajukan pertanyaan pertamanya seraya berdiri di sisi jendela. Tatapannya tertuju pada newborn itu.Newborn itu memalingkan wajah dengan kasar, tak berniat memberikan informasi apa pun pada Dean. Gabe yang duduk di luar kamar Dean mengedikkan bahu.“Baiklah jika kau tak mau mengatakannya dengan cara baik-baik,” desah Dean. “Sambutlah matahari pertamamu di kabinku yang hangat ini, Newborn.” Tangan Dean bergerak untuk menyibak tirai jendela kamarnya.Newborn itu mengernyit kesakitan ketika sinar matahari menerobos masuk ke kamar itu. Newborn itu beringsut ke ujung tempat tidur hingga menabrak dinding di belakangnya. Sinar matahari ini tidak hanya melumpuhkan newborn itu, tapi juga menyakitinya. Mungkin itu juga karena pengaruh rantai yang sudah melemahkannya sejak d
Apa yang akan kau lakukanKetika musuh mendapatkan kelemahanmu?“Dean …” Panggilan Gabe itu membuat Dean membenci dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia membiarkan Gabe berada dalam bahaya karena dirinya seperti ini?“Newborn itu tidak bersalah, omong-omong,” ucap Gabe. “Dia tidak membunuhku, kan? Lagipula, aku tahu dia hanya bercanda,” lanjutnya.Dean memejamkan mata. Ia tahu Gabe mengatakan itu karena tidak ingin membuat Dean merasa bersalah. Mereka sudah bersama selama hampir dua puluh tahun. Sejak Gabe masih sekolah, saat ia masih berumur enam belas tahun, hingga saat ini. Mereka pernah membicarakan masalah ini, Dean bahkan sudah tak menghitung berapa kali ia mengusir Gabe karena tidak ingin Gabe terluka karena dirinya. Namun, berapa kali pun Dean mengusirnya, Gabe tetap bertahan dan berkeras bahwa Dean tidak berhak mengatur hidupnya. Mereka baru berhenti mendebatkan t
I know you’re a dangerI just can’t help myselfTo not killing you“Aku berusaha mencari beberapa laporan tentang gadis yang hilang dengan nama Annabeth selama tiga bulan terakhir,” lapor Gabe ketika ia keluar dari kamarnya malam itu, membawa serta laptopnya, dan bergabung dengan Dean di ruang tengah. “Ada beberapa korban bernama Annabeth di seluruh dunia, omong-omong, tapi aku tidak bisa memastikan apakah mereka semua menghilang karena ulah Warren,” sambung Gabe.“Coba telusuri nama Annabeth dari San Jose hingga Kanada, di daerah-daerah sepanjang pantainya,” perintah Dean. “Jika mendengar cerita Annabeth, seharusnya dia diserang Warren ketika Warren lolos dariku di San Jose.”Gabe mem-filter lagi data yang ia peroleh. “Ada empat Annabeth yang dilaporkan hilang. Salah seorangnya anak kecil berumur sepuluh tahun, seorangnya lagi wanita
I can’t find a reasonTo let you go“Kenapa kau tidak langsung membunuhku saja, Hunter?” Suara Annabeth begitu penuh kebencian ketika Dean masuk ke kamarnya di hari keenam keberadaan Annabeth di sana.Dean mengabaikan kata-kata Annabeth dan menghampiri lemarinya untuk mengganti kausnya.“Aku butuh darah, Hunter,” kata Annabeth lagi.“Kau masih bisa bertahan sampai besok atau lusa, Annabeth,” sahut Dean santai seraya menarik kemeja merah dari lemarinya, lalu memakainya dengan cepat di atas kausnya.“Tubuhku mulai terasa terbakar, Hunter,” keluh Annabeth. “Aku tidak akan bisa bertahan bahkan sampai besok.”Dean mendengus seraya menghampiri Annabeth yang sudah tampak semakin pucat. “Aku tahu lebih banyak darimu, Annabeth. Dan aku, tidak pernah menuruti kata-kata newborn.”Annabeth menggeram marah, sementa
I can’t find a reasonTo kill youSo, just stay Dean memainkan rantai di tangannya seraya menunggu Annabeth keluar dari kamar mandi. Dean mendengar suara shower dimatikan, lalu beberapa saat kemudian, Annabeth keluar dengan hanya menggunakan handuk putih yang melilit tubuhnya.“Apa aku harus memakai rantai itu lagi?” keluh Annabeth seraya menatap rantai di tangan Dean.Dean yang tadinya terpaku terpesona pada Annabeth, berdehem untuk mengusir keterpesonaannya. Ada apa dengan kepalanya, sungguh?“Aku tidak mau mengambil resiko,” sahut Dean seraya melingkarkan rantai itu di tangan kiri Annabeth. “Kau harus mengenakan rantai itu setiap kali meninggalkan kamar itu. Itu salah satu alasanku untuk tidak membunuhmu saat ini.” Dan satu alasan bodoh lainnya, tambah Dean dalam hati.Annabeth memberengut, tapi ia tak lagi protes ketika b
Stay by my sideSo I can make you safe“Kenapa aku tidak boleh memburu manusia?” keluh Annabeth ketika mereka kembali dari acara berburu beruang mereka.“Kau akan minum darah manusia tanpa membunuh mereka,” sahut Dean.“Benarkah?” sinis Annabeth.Dean mengangguk. “Aku biasanya begitu. Meski terkadang aku juga memburu para penjahat, tapi aku tidak membunuh sesering dirimu,” balasnya.“Tapi, bagaimana bisa kita meminum darah manusia jika tidak membunuh manusia? Merampok bank darah?” dengus Annabeth. Meski jika dipikir-pikir, itu boleh juga.“Tidak. Aku tidak harus merampok bank darah untuk mendapatkan darah manusia,” balas Dean diikuti dengusan gusar.“Lalu, dari mana kau mendapatkan darah itu?” Annabeth penasaran.“Dari seseorang, seorang pemimpin di House of Hunter.
Jika dunia tidak bisa Menjadi tempat yang aman bagimu Maka aku akan menciptakan Dunia yang aman bagimu “Aunt Jane, hari ini kau makan apa?” tanya Owen lewat telepon sembari berlatih melompat di halaman kastil. “Teman dari temanmu,” jawab Jane dari seberang. Owen seketika berhenti melompat. “Apa dia menjahatimu, Aunt Jane?” tanya Owen. “Tidak, akulah yang jahat,” Jane membalas. “Ah, dia titip salam untuk temanmu yang bernama Teddy. Duh, beruang yang malang.” Owen mencebik, tampak akan menangis. “Aunt Jane hanya bercanda, Sayang,” Annabeth segera menghibur Owen. “Kau tahu, Aunt Jane tidak minum darah binatang.” “Kemarikan ponselnya, Owen.” Dean yang baru mendarat di depan Owen mengulurkan tangan pada anak itu. “Dad harus bicara dengan Aunt Jane.” Owen mengangguk dan menyerahkan ponsel di tangannya pada Dean. Dean lantas
Why would you want to leaveWhen you’re already at home?Sementara Owen sibuk dengan Robert, Jane, Annabeth, dan Dean pergi ke salah satu ruangan di kastil itu untuk bicara dengan Gabe. Keanu juga sudah ada di sana.“Untuk saat ini, kita diskusikan dulu semuanya, sebelum memberitahu yang lain,” Keanu berkata.“Semuanya … tentang apa?” tanya Annabeth bingung.Keanu menghela napas. “Serangan yang tertuju pada kalian,” sebutnya. “Lalu … kemampuan Owen.”“Aku yang menghubungi Gabe dan memintanya untuk memberitahukan hanya pada Keanu dulu,” Dean menjelaskan. “Kau hanya menghubungi Robert dan memberitahunya tentang serangan itu, tapi aku menjelaskan semuanya pada Gabe.”Jane hanya menghela napas dan mengangguk.“Apakah kau punya dugaan tentang dalang di balik serangan itu?” tanya Annabeth.&ld
Jika ada awalMaka ada akhir “Aku tidak bisa melihat dia menjalani hidup yang berbahaya sepertimu,” Dean berkata pada Jane.Jane menghela napas. “Aku tahu kalian khawatir pada Owen, tapi biar kukatakan pada kalian.” Jane melipat lengan di dada, tampak frustrasi. “Kekuatan Owen berbeda dengan kekuatanku. Dia cukup cepat untuk menghindari serangan. Dia cukup kuat untuk melawan. Dia lebih dari cukup untuk menyelamatkan dirinya sendiri jika dia berada dalam bahaya.“Dan jika memang dia punya kekebalan dari kemampuan khusus seperti milikku, itu justru lebih bagus lagi. Semua lawannya adalah vampir biasa, sementara dia punya kemampuan vampir berumur ratusan tahun. Itulah situasinya.“Dan, lebih dari keberadaanku di kastil, jika memang Owen memiliki kekebalan sehebat itu, dari matahari, dari senjata, dari kemampuan khusus, dia akan menjadi pelindung yang sempurna di kastil. D
As long as we’re togetherNothing can break us down“Jane, aku tahu kau ingin melatih Owen, tapi … bahkan meski Owen berusaha melawan, dia tak akan bisa melawan kekuatanmu,” ucap Dean setelah lagi-lagi latihan Owen gagal.Owen belum bisa melawan kekuatan Jane yang mengendalikan pikirannya. Dean sebenarnya tak yakin jika Owen bisa melakukannya. Namun, Jane masih berkeras tentang itu dan Annabeth mendukung Jane.“Dad, aku baik-baik saja,” Owen berkata, tapi punggung tangannya mengusap air mata yang jatuh ke pipinya.Tentu saja, mencekik ibunya sendiri pastilah sangat menyiksa Owen. Setiap kali mereka berlatih seperti ini, Owen akan menghabiskan beberapa jam untuk meminta maaf pada Annabeth.Jane mengabaikan protes Dean dan berbicara pada Owen, “Jika kau sudah lebih tenang, kita mulai lagi latihannya.” Jane menatap Owen tajam. “Jika kekuatanmu hanya seperti i
Some people only needA family Ketika Jane sudah akan pergi, Dean berkata,“Bahkan meski serangan seperti itu terjadi lagi, aku akan melindungimu, Jane.”Jane urung pergi dan mendengus meledek menanggapi Dean. “Aku bisa melindungi diriku sendiri.”“Aku tetap akan melindungimu,” Dean berkeras. “Karena kau adalah keluargaku.”Ah … keluarga.“Kau tahu, Dean, kau lebih baik hidup jauh dariku,” sebut Jane. “Kau sudah memiliki keluarga sekarang, jadi …”“Ya, aku sudah memiliki keluarga, dan mereka juga keluargamu, Jane. Mereka menginginkanmu. Mereka juga khawatir padamu. Karena itu, kau tak harus berusaha pergi dari keluargamu. Apa pun yang terjadi, dalam situasi apa pun, kami adalah keluargamu,” urai Dean panjang-lebar.Jane tak sempat mendebat Dean karena adiknya itu sudah kembali ke tempat Annab
If you have a death wishCome to meJane tak menemukan apa pun setelah berkeliling di kawasan hutan. Ia memastikan situasi di sekitar tempat istirahat Dean dan Annabeth aman sebelum kembali ke tempat Dean dan Annabeth.Namun, pikiran Jane masih tertuju pada orang misterius itu. Bagaimana jika dia benar-benar melakukan sesuatu pada Owen?Ketika Jane kembali ke tempat Dean dan Annabeth, keduanya sudah duduk di bawah pohon dengan Owen duduk di pangkuan Dean. Jane menghampiri mereka.“Bagaimana?” tanya Jane.Annabeth menggeleng. “Tidak terjadi apa-apa,” jawabnya. “Aku tak tahu apakah dia mengalami hal yang sama sepertimu tentang kekuatannya, tapi dia tidak menunjukkan apa pun ketika kulatih dengan caraku berlatih dulu.”Jane menghela napas lega. “Semoga saja aku salah.” Jane menatap Owen. Jane tak ingin anak ini mengalami hal-hal mengerikan seperti yang dialam
No matter how mad I at youI can’t leave you Jane biasa mengendalikan pikiran banyak orang sekaligus. Namun, ketika serangan dibuat berlapis seperti ini … merepotkan juga. Belum lagi hujan tembakan dari jarak jauh seperti ini. Hingga tiba-tiba, sesuatu melesat cepat, mengempaskan barisan lingkaran vampir yang menerjang ke arah Jane.Jane terkejut mendapati keberadaan Dean di sana. Tak hanya Dean, tapi Annabeth juga tampak melumpuhkan belasan vampir sekaligus, membuat mereka jatuh berlutut, lemas, seolah kehabisan kekuatan. Tak hanya itu, gadis itu lantas melompat tinggi dan membakar satu lingkaran vampir yang mengepungnya.Namun, serangan terus berlanjut. Meski, tak ada harapan bagi lawan mereka untuk menang. Jane melompat meninggalkan medan pertempuran untuk menangkap para penembak dalam jangkauan kekuatannya. Saat itulah, Jane sekilas melihat Owen di dahan salah satu pohon, dan ada sosok yang mendek
The risk of powerThe risk of being the strongest Dean menunduk menatap Owen yang sejak mereka pergi tadi terus menyurukkan kepala di dada Dean. Dean akhirnya berhenti ketika mereka sudah memasuki kota sebelah. Annabeth menghampirinya.“Ada apa, Dean?” tanya Annabeth.Dean tak menjawab, tapi ia menunduk menatap Owen di gendongannya.“Owen,” panggil Annabeth.Owen mendongak menatap Annabeth dengan wajah muram.“Kau kenapa? Apa kau takut karena Dad bergerak terlalu cepat?” tanya Annabeth lembut.Owen menggeleng.“Lalu, kenapa?” tanya Annabeth lagi.“Aunt Jane,” sebut Owen.Dean menegang mendengar Owen menyebutkan nama itu.“Ada apa dengan Aunt Jane?” Annabeth mengambil alih Owen ke gendongannya.“Aunt Jane pergi ke mana, Mom?” tanya Owen.“Dia harus melakukan sesuatu,
Sometimes we broke each otherCause we’re too much care each otherSetelah Jane pergi seperti tadi, Owen tampak murung. Maka, seharian itu Annabeth mengajak Owen mengobrol dan bermain untuk menghiburnya. Meski tetap saja, malam itu Owen masih tampak murung dan memutuskan untuk pergi ke tenda sendirian.Setelah Owen masuk ke tenda, Annabeth menghela napas dengan tatapan sedih ke arah tenda tempat Owen berada. Dean yang sedari tadi hanya mengamati, melompat ke hadapan Annabeth.“Apa yang membuatmu murung, Annabeth?” tanya Dean.Annabeth menatap Dean. “Dean, aku merasa … ini tidak benar.”“Apa yang kau bicarakan?” Dean kembali bertanya.“Jane… kita …” Annabeth menggeleng. “Seharusnya tidak seperti ini, kan?”Dean menatap tepat ke mata Annabeth. “Lalu, seharusnya seperti apa?” Dean b