Hancur, berantakan, tak bersisa. Disaat, masa depan depan yang telah ia rancang hilang hanya dalam satu malam. Satu malam, menggerogoti habis seluruh sendi-sendi kehidupan Azyan.
Azyan hanya terduduk di sisi ranjang, sambil menangis dan memeluk lututnya. Ia tak pasti, sekarang jam berapa. Tapi ... Azyan harus pergi, tak peduli jika sekarang dini hari, atau tengah malam dan kena palak preman. Hidupnya sudah sial.
Setelah puas menangis, Azyan menggapai pakainnya dan memakainya kembali. Walau rasa di bagian bawah tubuhnya seperti disilet dan sayat-sayat. Tapi Azyan tak peduli, dirinya lebih hancur dari itu.
Dengan kondisi yang berantakan Azyan bergegas bangun memakai pakaiannya kembali, dan membuka pintu dengan perlahan. Jangan sampai ia menyadarkan yang lain. Azyan tak perlu melihat wajah lelaki itu, karena ia akan membenci
selamanya.Azyan berjalan perlahan seperti pencuri, sambil berjinjit karena tak
"Oy ..."Ilene mengetuk pintu kamar Irish, setelah meminta izin Ilene diperbolehkan untuk menjumpai Azyan. Walau sedari tadi tak ada sahutan."Anybody home? I'm home now, please open the door." Ilene mengetuk lagi, tapi tak ada respon yang berarti dari dalam."Bell ... Aku bawa boneka Anabelle kalau kau tak buka. Buka ya, kenapa nggak masuk kampus hari ini?""Bellanin. Buka oy." Ilene menoleh ke belakang, melihat abangnya yang hanya berdiri kaku disana. Kalau tak ingat uang tadi sia-sia melayang, maka Ilene ingin menendang abangnya."Bell ..."Dennis hanya berdiri disana, perlahan laki-laki itu mendekati pintu tadi dan berdiri seperti patung, berharap si empu kamar membuka pintu. Laki-laki itu ingin semua masalah secepatnya kelar."Bella ... Kawanku yang paling sabar. Pacar si cangcut ya hehehe." gurau Ilene. Azyan yang berdiri di balik pintu merasa tak te
"Mungkin kalian butuh waktu untuk membicarakan ini. Bunda percaya, Bella sudah dewasa. Kecewa hanya sekali diperbolehkan, selanjutnya jangan terus tergerus dengan rasa kecewa. Rasa kecewa bisa membawa dendam yang akan merugikan diri sendiri."Ilona menepuk belakang Azyan pelan. Gadis itu hanya menatap tak percaya, pada wanita cantik yang terlalu bijak hari ini. Walau semuanya terasa masuk akal. Gadis itu menarik napas panjang, dan menyeka semua air matanya.Ilona keluar dari kamar. Azyan hanya menunduk, ya ia masih berduka kehilangan permatanya sebagai wanita. Gadis itu menunduk, sambil memainkan jari-jari tangannya. Menimang apa yang harus ia lakukan sekarang? Kata-kata sok bijak Ilona terdengar masuk akal di telinganya."Boleh saya masuk?" Azyan langsung mengangkat wajahnya, dan lelaki laknat yang berani membuat dirinya hancur seperti ini. Walau penampilan lelaki itu tak kalah sepertinya, dalam artian mereka sama-sama st
Sedang ingin menyendiri.Azyan tak ingin diganggu siapapun, bahkan Dennis. Gadis itu ingin merenungi semua ini, sampai ia benar-benar memutuskan dan membuatnya takkan menyesal di kemudia hari. Waktu tak dapat diputar benar? Jadi, Azyan tak ingin menyesal karena ketololan yang menghantui hidupnya, karena ia tak mempertimbangkan semuanya dengan matang.Azyan masih merenungi nasibnya, walau perlahan ia kembali melihat dunia yang luas dan kembali menjalankan kegiatan kampus seperti mahasiswa yang lain. Beruntung ada Ilene yang selalu membantunya, ketika ia sedang kesusahan. Hal lain yang mendasari, Azyan menerima Dennis adalah karena sudah mengenal keluarga itu. Bagaimana perlakuan bundanya, dan Azyan tahu wanita cantik itu berhati mulia.Walau Azyan masih dilema bagaimana memutuskan hubungannya dengan Darris. Bagaimana mungkin, ia sudah jebol dengan yang lain dan berstatus kekasih orang lain? Walau Azyan sama sekali tak meras
"Cukup!"Ilona bergegas menarik Darris yang meninju abangnya membabi-buta. Ketika berhasil melepaskan, Darris berdiri masih dengan mengepalkan tangannya dan mencari kesempatan untuk menendang abangnya."Si sialan ini, nggak usah lagi datang ke rumah ini!" Darris menunjuk Dennis."Udah ..." Ilona menepuk pundak anak bungsunya menenangkan, ia sangat mengerti bagaimana patah hati Darris. Tapi memang, Dennis sudah mencuri start duluan. Mungkin memang sudah takdirnya untuk anak sulungnya yang kaku memiliki pasangan."Adek masuk kamar dulu. Bunda mau ngomong sama Abang."Ketika Darris melewati hadapan Azyan, gadis itu hanya menunduk tak berani menatap mantannya. Azyan yakin, Darris mengira dirinya wanita murahan. Walau mungkin begitu kenyataannya. Hamil dari lelaki, yang ia tak tahu betul bagaimana sifatnya.Akhirnya, Dennis duduk di hadapan bundanya dan meraba-raba wajah tampan
Azyan tak tahu, jika dua kembar kompak tidak menegurnya. Hal ini sontak membuat Azyan bersedih. Apa ia tak pantas bahagia? Harusnya mereka menerima dirinya dengan lapang dada, suka tak suka Azyan sudah menjadi bagian anggota keluarga mereka."Aku tak mau kawan sama orang yang suka nusuk dari belakang. Abang-adek diambil. Kenapa nggak sekalian tuh papah?"Kata tajam Ilene membuat Azyan memasukan dalam hati. Gadis itu merasa sedih dan hanya murung. Andai, mereka tahu kebenarannya. Dan Azyan juga tak munafik, jika orang yang telah membuat hidupnya seperti ini juga telah membuatnya jatuh cinta. Semua tingkah kaku, dan tak terduga Dennis membuat Azyan jatuh cinta pada semua perlakuan kecil itu, bagaimana Dennis memperlakukan dirinya dan begitu perhatian dan menjadikan Azyan pusat dunianya, membuat Azyan merasa besar kepala karena ini pertama kalinya ia diperlakukan oleh lawan jenis dengan berbeda.Saat bersama Darris, Azyan tak
"Adek." tegur Dennis. Azyan yang sedang serapan langsung tersedak, agar sedikit meyakinkan pemirsa."Lanjutkan makannya." Azyan mengangguk dan mencium aroma tubuh Dennis yang wangi. Semenjak hamil, Azyan semakin suka dengan aroma tubuh Dennis. Pagi ini Azyan sarapan roti panggang dan susu ibu hamil yang telah Dennis siapkan dan laki-laki itu bersiap mandi, untuk mengantarkan Azyan ke kampus. Terkadang, Azyan merasa ia masuk dalam kehidupan Dennis khusus untuk menyusahkan lelaki ini. Tapi bukankah, ia memang tanggung jawab Dennis?"Makan yang banyak. Dan mulai sekarang dipanggil Adek.""Heh? Kenapa gitu?""Kenapa?""Ditanyain." Azyan memajukan bibirnya, sambil menekuk wajahnya. Dennis terlalu memanjakan dirinya, hingga ia gadis mandiri berubah jadi seorang wanita manja.Dennis mengelus pipi Azyan, membuat gadis itu menutup matanya. Ah, semua sentuhan kecil ini membuatnya la
"Kan awalnya kesepakatan kita cuman kempesin bannya aja, bukan sampai buat remnya blong.""Sumpah, aku ngajak Afdal, buat bantuin kempesin ban aja, dia juga orang bengkel jadi ngerti kayak gitu."Darris terduduk lesu begitu juga Ilene, keduanya menyesal. Ide iseng mereka, berakhir celaka. Tapi, yang membuat mereka semakin merasa bersalah adalah melihat Azyan. Rasa tak tega saat melihat bagaimana gadis langsung terpuruk dan seperti orang gila, padahal ibu hamil tak boleh stress. Dendam mereka membahayakan nyawa orang lain. Bahkan, sampai sekarang Dennis tak sadarkan diri, Azyan terus menangis membuat Ilene dan Darris terpukul atas kejadian ini."Pas itu aku yang bagian kempesin bannya, dan Afdal aku nggak tahu dia ngapain.""Bodoh kau!" maki Ilene. Darris hanya meremas rambutnya."Mending ide aku kalau kayak gini." Ilene hanya bolak-balik, semuanya sudah terlanjur dan mer
"Teman kamu baik bangat Ai. Dia mau bantuin kamu merawat Abang."Semua orang terdiam, tidak dengan hati Azyan yang retak seribu. Pegangan Azyan pada kursi roda itu melemah. Gadis itu urung mendorong kursi roda Dennis. Hari ini, Dennis keluar dari rumah sakit, setelah dua Minggu dirawat walau ia belum bisa berjalan normal, jadi Dennis hanya bisa beraktivitas dengan menggunakan kursi roda."Ayo." ajak Ilene pada Azyan yang hanya diam. Kata sederhana itu, meluluhkan pertahanan dan kesabaran Azyan. Rasanya Azyan ingin berlari sejauh mungkin, dan tak seorang pun dapat menemukannya dan ia bebas melakukan segala perasaannya, tanpa ia menutupi semuanya."Abang boleh ajak kawan ke rumah?" tanya Ilene pada abanganya. Dennis hanya mengangguk. Tapi, Azyan hanya berjalan dengan lemah mengikuti dua bersaudara itu dari belakang. Setelah ini, ia hanya perlu menghilang dari kehidupan lelaki ini dan amnesia seperti Dennis, dan melupakan apa ya