"Kan awalnya kesepakatan kita cuman kempesin bannya aja, bukan sampai buat remnya blong."
"Sumpah, aku ngajak Afdal, buat bantuin kempesin ban aja, dia juga orang bengkel jadi ngerti kayak gitu."
Darris terduduk lesu begitu juga Ilene, keduanya menyesal. Ide iseng mereka, berakhir celaka. Tapi, yang membuat mereka semakin merasa bersalah adalah melihat Azyan. Rasa tak tega saat melihat bagaimana gadis langsung terpuruk dan seperti orang gila, padahal ibu hamil tak boleh stress. Dendam mereka membahayakan nyawa orang lain. Bahkan, sampai sekarang Dennis tak sadarkan diri, Azyan terus menangis membuat Ilene dan Darris terpukul atas kejadian ini.
"Pas itu aku yang bagian kempesin bannya, dan Afdal aku nggak tahu dia ngapain."
"Bodoh kau!" maki Ilene. Darris hanya meremas rambutnya.
"Mending ide aku kalau kayak gini." Ilene hanya bolak-balik, semuanya sudah terlanjur dan mer
"Teman kamu baik bangat Ai. Dia mau bantuin kamu merawat Abang."Semua orang terdiam, tidak dengan hati Azyan yang retak seribu. Pegangan Azyan pada kursi roda itu melemah. Gadis itu urung mendorong kursi roda Dennis. Hari ini, Dennis keluar dari rumah sakit, setelah dua Minggu dirawat walau ia belum bisa berjalan normal, jadi Dennis hanya bisa beraktivitas dengan menggunakan kursi roda."Ayo." ajak Ilene pada Azyan yang hanya diam. Kata sederhana itu, meluluhkan pertahanan dan kesabaran Azyan. Rasanya Azyan ingin berlari sejauh mungkin, dan tak seorang pun dapat menemukannya dan ia bebas melakukan segala perasaannya, tanpa ia menutupi semuanya."Abang boleh ajak kawan ke rumah?" tanya Ilene pada abanganya. Dennis hanya mengangguk. Tapi, Azyan hanya berjalan dengan lemah mengikuti dua bersaudara itu dari belakang. Setelah ini, ia hanya perlu menghilang dari kehidupan lelaki ini dan amnesia seperti Dennis, dan melupakan apa ya
"Bunda mohon, tolong pikirkan ini. Bagaimana kamu mau merawat anakmu, jika kamu sendirian. Gimana kalau malam-malam perutnya mules." Azyan hanya menunduk, beribu cara Ilona membujuknya, beribu cara juga ia menghindar."Kehamilan Bella sudah lima bulan, sebentar lagi banyak drama yang keram, tak bisa gerak leluasa. Pokoknya hamil itu banyak drama, dan memang harus ada yang mendampingi tak bisa hidup sendiri kayak gini."Ilona mengantarkan Azyan mencari kontrakan terbaru. Azyan benar-benar menghilang dari kehidupan mereka. Harusnya, Azyan menjadi tanggung jawab mereka, namun gadis itu keras kepala, ditambah Dennis punya penyakit. Ah, semuanya terasa serba salah."Ya, Bella berhak marah. Tapi, pikirkan kondisi anaknya." Azyan hanya mengangguk.Dan Ilona kewalahan, bagaimana mengatur semua ini. Azyan sudah sakit hati dan kecewa, Dennis juga butuh penanganan. Dan dua anak kembarnya sudah mendapatkan hukuman mer
"Akhirnya, libur juga kita." Ilene memeluk lengan Azyan yang hanya diam.Perutnya makin membesar, sudah 7 bulan atau 32 minggu. Membuat Azyan lebih cepat merasa lelah dan juga wajahnya begitu pucat. Ia mengalami anemia."Habis ini, Bella akan fokus pada kehamilan dan juga kelahirannya." Azyan tak perlu menanggapi, karena memang ia masih marah pada dua kembar tersebut. Ia belum bisa berdamai, beruntung ia melewati masa-masa sulit."Wah, kebetulan aku lagi dapat duit hehehe. Tenang, bukan uang haram. Aku mau traktir." ujar Darris tiba-tiba sudah bergabung sambil nyegir.Ilene langsung melotot pada adiknya. "Bukan dia. Tapi abang." rasanya seperti pertahana Azyan runtuh. Tapi ia berpura-pura tegar. Jantung Azyan berdetak lebih cepat, rasanya mau copot. Gadis itu menelan ludahnya gugup, matanya sudah memanas. Ia merindukan bau itu, baju Dennis yang beberapa bulan lalu, sudah hilang baunya karena ia gosokan di
Azyan bolak-balik, sambil memegang perutnya.Kontraksi.Peluh mulai membasahi wajahnya, walau ia masih bisa menahan semuanya dan sedikit beraktivitas."Biasanya disuruh jangan makan. Puasa dulu, tapi sekarang masih lama, Bella makan aja dulu." Azyan hanya meringis memegang perutnya. Penantiannya telah tiba, tapi banyak banyak hal yang ia pikirkan. Terutama, bagaimana nasib anaknya setelah ini, karena Dennis sama sekali tak mengingatnya. Bahkan, jadi nanny juga, Azyan tak bisa menjamin ini akan berhasil. Apa ia bisa berpura-pura di depan semua orang, jika ia adalah pengasuh untuk anaknya sendiri?"Udah jangan banyak mikir yang aneh-aneh. Fokus ke kandungan, setelah keluar, semua kesakitan ini hilangnya dengan sendirinya. Ini nggak bohong, dan ini disebut keajaiban."Azyan duduk di atas atas kursi, memandang kosong ke arah salad buah di atas meja. Sakitnya bisa ia tahan, karena belum terlalu intens. Walau saatnya datang
"Saya seperti kau menyerah. Ini tidak berjalan dengan baik. Hidup bersama, ada anak, tapi abang memang nggak ingat apa-apa."Azyan tersedu sambil menggeleng, mengadu pada Ilona, sambil mengendong Danish. Bayi yang sudah berumur empat bulan. Azyan mengira, setelah 4 bulan Dennis akan sadar dari amnesia dan sadar siapa dirinya. Nyatanya semua terasa asing di mata Dennis. Laki-laki itu tetap menganggap Azyan seorang pengasuh bukan ibu dari anaknya."Bunda punya ide yang lebih bahaya lagi. Tapi nggak tahu, Bella setuju atau nggak?" kata Ilona sambil memegang tangan mungil Danish yang berusaha memasukan tangannya dalam mulut bayi itu. Azyan langsung memandang nenek Danish. Wanita yang sangat berperan besar dalam kelangsungan hidupnya. Tapi anaknya yang sakit, tak ingat apa-apa tentang dirinya, membuat Azyan ingin menyerah dan membawa Danish pergi sejauh mungkin agar Dennis tak menemukan mereka kembali. Dan laki-laki itu tahu, arti kehilangan.
Kecewa.Azyan kecewa pada Ilona yang melakukan semuanya tanpa menunggu persetujuan dari dirinya. Bukankah ia belum menjawab ide yang Ilona rencanakan? Walau Azyan memang tak punya jawaban, seperti maju salah, mundur salah. Lebih baik ia kabur dan menghindar agar tak lagi memikirkan semua hal ini.Azyan memperhatikan anak semata wayangnya yang sibuk memasukan jari-jari kaki dalam mulut dengan badan gempal karena gemuk dan terlihat makin mengemaskan. Danish adalah bayi paling mengemaskan, tapi perjuangan untuk mendapatkan bayi ini begitu susah.Azyan berbaring kembali dan mengelus-elus kepala Danish sayang. Harusnya ia menjumpai Ilona dan menyatakan keberatannya, bukan sepihak seperti ini, karena masa depannya dipertaruhkan disini, memangnya Ilona mau Danish tak punya ayah karena Dennis akhirnya jatuh cinta pada Alena? Oh sialan! Memikirkan ini Azyan tak sanggup.Azyan mengangkat Danish dan meletakan bayi it
Berita tentang kecelakaan pesawat menjadi trending topic di berbagai social media dan Televisi. Bahkan, Dennis bersumpah ia ingin menghancurkan Tv tersebut, karena setiap ia mengganti channel hanya berita itu yang ditampilkan. Membuatnya semakin khawatir.Entah sudah berapa ribu panggilan yang Dennis lakukan pada ponsel Azyan, tapi tidak aktif.Dan sekarang, Dennis mengacak-ngacak, laci di kamar Azyan berharap gadis itu memberi pentunjuk kemana dirinya pergi atau meninggalkan pesan seperti di novel-novel atau ada pesan tersembunyi tapi tak jumpa apa-apa. Hanya barang-barang peninggalan Azyan dan Danish yang membuat Dennis semakin lemah.Dennis berharap menemukan petunjuk, tapi tidak ada. Laki-laki itu terduduk dan mengacak rambutnya, bahkan ia tak tahu kemana harus menyusul Azyan. Operator sampai muak, karena sehari beribu kali Dennis menelpon Azyan tapi tak ada hasil.Beginikah penyesalan? Atau beginikah
Dennis semacam membenci teknologi, karena selalu membawa berita buruk dalam hidupnya. Atau memang Dennis benci dirinya sendiri, karena saat-saat seperti ini, ia tidak bisa berbuat apa-apa.Laki-laki itu butuh suatu pelampiasan untuk meledakan semua amarah yang ia simpan sendiri. Begini tak enaknya jadi lelaki, harus menahan segala emosi, membuat kasus bunuh diri lebih banyak dilakukan kamu adam. Jika wanita dianggap lemah, mak laki-laki harus serba kuat, bahkan laki-laki tak boleh menangis. Dan Dennis benci pada keadaan sekarang, ia tak bisa meluapkan semua perasannya yang terasa menyesakkan di dada. Dennis ingin berteriak di mana Azyan dan Danish sekarang? Bahkan, pesan Alena ia abaikan, seperti suara cicak di dinding yang berlalu begitu saja.Dennis pulang, pulang dengan tangan kosong, dada yang terasa berat dan kepala yang penuh prasangka yang buruk. Jika tidak bisa meminjam sempak Superman, Dennis ingin meminjam palu milik Thor. Atau t
"Manusia bisa punya rencana, tapi Tuhan yang menentukan."Kata-kata bullshit yang bikin Azyan muak. Semua orang akan sok bijak pada waktunya, dan ia tak ingin mendengar kata-kata laknat itu. Dua tahun, ia dan Dennis jungkir-balik program kehamilan dan sampai saat belum ada kabar bahagia tersebut.Setiap bulan, Azyan harus bolak-balik kamar mandi memegang testpack dan hasilnya tetap garis satu. Kadang gadis itu menangis diam-diam, tapi tak pernah tunjukan di depan suami, karena tak ingin menunjukan di depan suami kelemahannya yang membuat Dennis semakin banyak pikiran san beban. Iya tahu, Dennis juga stress dengan semua ini. Bagaimana semua cara mereka lakukan agar menambah anggota keluarga tapi tetap Tuhan belum mengizinkan atau memang Tuhan cukupkan.Danish sudah memasuki Pra Sekolah. Saat mengurus Danish, membuat perhatian Azyan sedikit teralihkan dengan anaknya. Terkadang ia berpikir, mungkin Tuhan menginginkan agar ia
"Ini serius?" Azyan berbalik pada Dennis dan mencoba bertanya meyakinkan penglihatannya. Matanya masih jernih, ia belum rabun, Azyan belum butuh kacamata, rambutnya belum putih hingga ia belum pikun dan juga, ia sedang tidak bermimpi.Siang ini, Dennis mengajaknya ke sebuah rumah makan di pinggir laut. Azyan mengira, mereka hanya makan seafood seperti orang pergi, ke rumah makan dan memesan sesukanya. Tapi Dennis mempunyai kejutan lain. Laki-laki itu, memberinya banyak kerang di hadapannya. Azyan juga mengira mereka akan berburu kerang hari ini. Tapi, Azyan selalu salah dari dugaannya. Laki-laki itu sengaja memberinya, banyak kerang yang di dalamnya terdapat banyak mutiara berbagai warna. Makanya, Azyan tak percaya dengan penglihatannya.Azyan awalnya meringis, ini disebut romantis atau menjijikan?"Saya sengaja memberi kamu ini, biar kamu tahu bahwa kamu berharga seperti mutiara. Langka tapi sangat berharga dan begitu can
Kebahagiaan demi kebahagiaan menghampiri Azyan. Saat ini, usia Danish sudah berumur 2 tahun. Tentu, makin pintar dan tetap mengemaskan seperti biasa. Dennis hanya bisa geleng-geleng, jika anak semata wayangnya sangat cerewet seperti neneknya si raja hutan.Ngomong-ngomong raja hutan, Azyan masih tak percaya jika ia mempunya mertua yang cantik, enerjik dan tak pernah terlihat tua. Garis kecantikannya masih bersinar, walau sudah kepala lima.Azyan menoleh pada anaknya yang sedang bermain. Gigi Danish yang dulunya hanya dua biji, sekarang sudah banyak gigi. Bahkan, Danish rajin menyikat gigi, karena ajaran dari ibunya. Membuat Dennis tak berhenti bersyukur dan kagum, dengan didikan Azyan. Dia benar ibu yang hebat, Dennis tak salah memilih orang. Berawal dari musibah, mereka menjadi keluarga kecil yang sempurna, di dalam rumah mereka hanya ada kebahagiaan di dalamnya. Membuat semua orang betah bertamu ke rumah Dennis.Darris s
Terdiam untuk waktu yang lama. Semua orang sedang senyap, mengheningkan cipta. Hanya Danish yang mulai risih berada dalam gendongan ibunya."Mam.." Danish mengulurkan tangannya, meminta biskuit yang ibunya beri karena bayi ini tak bisa diam dalam gendongan. Tak puas, karena terus terkurung dalam gendongan, Danish ingin turun. Bayi itu terus menunjuk ke bawah, minta diturunkan. Ayolah, dia sudah bisa jalan kenapa harus digendong terus?Dennis menoleh mengode pada istrinya agar menurut saja, karena bayi itu risih dan belum mengerti apa yang terjadi.Azyan akhirnya pergi dari sana.Hari ini adalah peringatan hari kematian Jasmine. Tanggal 24 Agustus. Dan Dennis hadir untuk memperingati kepergian Jasmine untuk selamanya, dan datanglah semua keluarga Jasmine.Saat Azyan pergi, Danish menangis tangannya ia ulur padanya. Danish ingin bersama Yaya."Yaya." Azyan menggeleng. Tapi D
Azyan tengah bersiap-siap, untuk pergi memenuhi undangan Dennis. Surprise. Walau ia sudah menduga surprise seperti apa. Tapi, Azyan akan pura-pura tak tahu, bahagia demi menyenangkan hati pasangannya.Anak mereka—sebut saja anak mereka, karena buatnya berdua. Danish sedang bermain, Azyan senang bayi itu sudah pandai bermain. Ia akan jengkel dan menangis ketika mainan yang ia mau tak bisa dikunyah.Azyan sudah memandikan Danish memakaikan baju yang rapi, bedak, minyak wangi. Azyan tak tahu, jika sudah besar wajah Danish terlihat lebih mirip seperti Dennis sekarang, padahal dulu saat bayi ia senang wajah Danish mirip dirinya.Azyan sedang menyisir rambutnya dan mungkin sedikit bedak yang tipis di pipinya. Ia merasa hari-harinya berubah. Saat Dennis sudah tahu segalanya, ia tak perlu berpura-pura di hadapan suaminya. Azyan mendekati anaknya yang sedang enteng bermain. Dennis benar membelikan banyak mainan untuk Danish. Membuat bayi itu langsung banya
"Bunda ..." Dennis berbalik pada bundanya. Dennis tahu, pasti bundanya juga menyimpan sesuatu yang tak beres disini."Kejarlah. Dia pasti punya alasan."Dennis langsung berlari, turun dari panggung. Ia mencari di mana ponselnya, dan segera menyusul Azyan.Ketika menjumpai ponselnya, Dennis melihat Azyan memberinya pesan.ABella : Jumpa di cafe Tebing.Sekarang masih siang, tapi cuaca selalu mendung seperti suasana hati Dennis tak sudah karuan seperti sekarang. Laki-laki itu memasukan ponsel dalam sakunya dan bergegas pergi. Ia harus mengejar Azyan, dan meminta penjelasan dari semua ini. Mengapa tiba-tiba Azyan menolaknya? Apa gadis itu sudah menemukan sesorang pengganti dirinya? Kenapa Azyan bisa begitu tega menolaknya? Padahal Dennis tahu, gadis itu juga mencintainya. Siapa yang tiba-tiba mencuci otak gadis itu?Dengan gerimis yang mengundang rindu, Dennis menyusul Azyan
Minggu yang sibuk.Dennis ingin memastikan semuanya berjalan seperti yang ia mau. Sempurna—untuk orang yang sempurna."Saya ingin dekornya warna hijau, jadi nanti panggungnya dibuat bulat gitu." Dennis menjelaskan bagaimana dekornya nanti. Ia yang turun tangan sendiri, memastikan semuanya seperti yang ia inginkan. Biasanya, hal-hal seperti ini bundanya yang akan turun tangan, tapi sekarang Dennis ingin membuatnya sendiri, ingin membuat Azyan terkesima dan meyakinkan gadis itu, ia tak pernah salah memilih.Pekerjaan telah dimulai, besok hari H. Dan saat itu, Dennis akan berdidih dengan gagah dan berani, sambil meminta anak gadis orang untuk menghabiskan masa tua mereka bersama."Zyan, maukah kamu menemani saya sampai hari tua?""Zyan, saya tahu. Saya dulu brengsek dan juga bodoh, telah menyia-nyiakan kamu, sekarang saya ingin kita menghabiskan masa kita bersama, menua bersama bersama
"Maaf, saya hanya laki-laki brengsek dan juga pengecut mungkin. Membawa kamu terbang tinggi dan tiba-tiba harus memutuskan ini tiba-tiba." ujar Dennis sungguh-sungguh. Ia sudah memikirkan semuanya dengan matang dan ya, Azyan rumah terakhirnya. Tempatnya berlabuh. Azyan dan Danish harta yang paling berharga yang tak bisa ia sia-siakan.Dennis juga sedikit banyak, sudah tahu bagaimana sifat Azyan yang sebenarnya. Gadis pemalu, kalem dan juga, ia akan bersifat manja sewaktu-waktu. Keluarga bahagia impiannya sebentar lagi tercapai."Jadi maaf sekali lagi.""Hahaha. Santai aja, sebenarnya aku cuman bantu kamu dulu buat kamu ingat kembali ke masa lalu, maksudnya ingat keluarga kecilmu, ingat anakmu. Tapi sepertinya nggak ya?" tanya Alena seperti merasa tak enak pada amnesia yang dialami Dennis."Ya saya tak ingat sama sekali, yang saya tahu Zyan hanya pengasuh buat Danish. Bayi yang diadopsi dari panti asuhan. B
Dennis semacam membenci teknologi, karena selalu membawa berita buruk dalam hidupnya. Atau memang Dennis benci dirinya sendiri, karena saat-saat seperti ini, ia tidak bisa berbuat apa-apa.Laki-laki itu butuh suatu pelampiasan untuk meledakan semua amarah yang ia simpan sendiri. Begini tak enaknya jadi lelaki, harus menahan segala emosi, membuat kasus bunuh diri lebih banyak dilakukan kamu adam. Jika wanita dianggap lemah, mak laki-laki harus serba kuat, bahkan laki-laki tak boleh menangis. Dan Dennis benci pada keadaan sekarang, ia tak bisa meluapkan semua perasannya yang terasa menyesakkan di dada. Dennis ingin berteriak di mana Azyan dan Danish sekarang? Bahkan, pesan Alena ia abaikan, seperti suara cicak di dinding yang berlalu begitu saja.Dennis pulang, pulang dengan tangan kosong, dada yang terasa berat dan kepala yang penuh prasangka yang buruk. Jika tidak bisa meminjam sempak Superman, Dennis ingin meminjam palu milik Thor. Atau t