Ratri menoleh ke arah seseorang itu. Ia terkejut, ternyata orang itu tak lain adalah Rusdi, mantan suaminya."Mas Rusdi," gumam Ratri, ia terpaku atas kedatangan Rusdi yang tiba-tiba."Boleh aku ikut duduk?" tanya Rusdi meminta ijin.Ratri menggeser duduknya, kemudian ia hendak bangkit meninggalkan tempat itu."Kamu mau ke mana? Aku mau bicara sama kamu," cegah Rusdi.Ratri berdiri mematung, ia menatap Rusdi dengan bingung."Mau bicara apa? Sepertinya tidak ada yang perlu kita bicarakan. Aku mau pulang," tolak Ratri yang kemudian hendak pergi.Dengan sigap, Rusdi mencekal tangan Ratri. Membuat Ratri meronta ingin melepaskan diri."Kamu apa-apaan, Mas? Lepasin!" Ratri menepis tangan Rusdi."Maaf, aku tidak bermaksud kurang ajar sama kamu. Aku hanya ingin membicarakan sesuatu saja sama kamu. Tidak lama kok. Aku mohon, sebentar saja," mohon Rusdi, ia tampak memelas.Ratri terdiam, ia pun penasaran, apa yang hendak dibicarakan Rusdi."Langsung saja, mau bicara apa? Aku tidak punya banyak
"Kenapa, Sayang?" tanya Saga, ia heran ketika melihat ekspresi tak biasa Ratri.Ratri memberikan ponselnya kepada Saga.Saga terbelalak ketika melihat sebuah foto, yang menunjukkan Ratri dan Rusdi berpegangan tangan di depan toko baju."Mas, ini nggak seperti yang kamu lihat. Aku bisa jelaskan, mas Rusdi-"Ucapan Ratri terpotong, ketika jari telunjuk Saga ditempelkan di bibir Ratri."Aku percaya sama kamu, ini pasti kejadiannya tadi, kan?" tanya Saga.Ratri mengangguk, ia merasa lega ternyata Saga percaya terhadapnya, tanpa Ratri sempat menjelaskan."Iya, ini kejadiannya tadi, saat mas Rusdi memohon untuk mendapatkan ijin dariku, untuk bertemu dengan Gina," jawab Ratri.Saga mengangguk, kemudian ia menghubungi balik bu Wulan, menggunakan ponsel Ratri."Halo, Ratri. Apa maksud kamu, berpegangan tangan dengan laki-laki lain? Siapa dia?" tanya bu Wulan, yang langsung menginterogasi Ratri."Ini aku, Ma, Saga. Mama tenang dulu, ya! Mama sepertinya salah paham. Memangnya dari mana Mama dapa
"Suara apa itu?" batin Ratri.Ratri mengurungkan niatnya ke kamar. Ia justru ingin mencari tahu, suara apa yang ia dengar barusan.Ratri berjalan menuju dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat Rumiah tengah menumbuk sesuatu yang entah apa, Ratri pun tidak tahu."Kamu sedang apa, Rum?" tanya Ratri begitu penasaran.Rumiah menoleh, ia kemudian berdiri menghadap Ratri. Seperti biasa, ia akan menunduk tak berani menatap wajah Ratri."Maaf, Bu. Saya sudah mengganggu, pasti suaranya berisik, Ya? Saya sedang membuat ramuan obat. Kebetulan tadi saya tidak sengaja menjatuhkan pisau, sampai menancap di kaki saya. Ibu bisa lihat sendiri!" Rumiah memperlihatkan sebelah kakinya yang banyak mengeluarkan darah.Ratri yang melihatnya, merasa ngilu. Apalagi banyak darah yang keluar, membuatnya ngeri."Ya ampun, Rum. Kok bisa sampai tertancap. Lebih baik kita obati di klinik saja. Biar saya antar," imbuh Ratri."Tidak usah, Bu. Tidak usah repot-repot. Saya tidak apa-apa, kok. Sebentar lagi
"Suara itu!" batin Saga.Saga mengangkat wajahnya, seketika ia tercengang ketika melihat Lulu berdiri di hadapannya."Kamu!" Saga berdiri menatap tajam ke arah Lulu."Maaf, Pak. Apakah ada masalah? Saya hanya mengantarkan kopi saja ke sini, sesuai perintah," ucap Lulu.Saga menatap Lulu dari atas sampai ke bawah. Lulu berpenampilan layaknya office girl di kantor itu."Sejak kapan kamu bekerja di sini?" tanya Saga."Baru hari ini, Pak. Kenapa ya, Pak? Apakah Bapak akan memecat saya di hari pertama saya bekerja? Padahal saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Hanya kantor ini yang mau menerima saya bekerja," ucap Lulu.Saga terdiam, kemudian ia menyuruh Lulu untuk keluar dari ruangannya.Saga kemudian menelepon bagian penerima karyawan baru. Ia menanyakan tentang diterimanya Lulu di kantor itu. Namun, jawaban yang ia dapatkan, karena tidak ada alasan untuk tidak menerimanya. Saga pun tidak bisa gegabah dalam memecat karyawannya, tanpa ada alasan yang jelas. Apalagi ia tidak ingin menyang
Seminggu telah berlalu."Bu, aku kangen sama ayah. Boleh kan, Bu, kalau aku menginap di rumah nenek?" ujar Gina.Semenjak Ratri dan Saga mengijinkan Rusdi bertemu dengan Gina. Kini, Gina kembali dekat dengan Rusdi. Bahkan, tak jarang Gina selalu meminta untuk diperbolehkan menginap di rumah bu Nunik."Kan di sini juga ada ayah Saga, Nak. Kenapa kamu ingin menginap di rumah nenek? Lagi pula, di sini juga ada Cherly, kasihan dia kalau ditinggal menginap oleh kamu," sahut Ratri."Kenapa sih, Ibu selalu saja jawabannya seperti itu? Aku mau seperti teman-teman aku. Ayah dan ibunya berkumpul di rumah yang sama. Kenapa aku enggak, Bu?" tanya Gina.Ratri tertegun, ia merasa heran, kenapa anaknya tiba-tiba berbicara seperti itu. Bukankah Saga sudah seperti ayah kandung bagi Gina?"Ibu minta maaf, Sayang. Ibu tidak bisa. Kan sudah ada ayah Saga, dia juga ayah kamu," jawab Ratri.Gina menunduk sambil memainkan ujung bajunya."Kalau tidak bisa, ya sudah, Ibu sama ayah sama ayah Saga tinggal baren
Saga melihat Ratri berdiri di ambang pintu kamar, tepat di belakang Saga."Sedang apa, kalian?" tanya Ratri dengan dada naik turun.Saga terbelalak, ia kemudian melepaskan pelukannya. Wanita yang baru saja dipeluk Saga membalikkan badan, terlihat wajahnya sangat ketakutan."Rumiah," gumam Saga. Ternyata wanita yang ia peluk, tidak lain adalah Rumiah, ART-nya sendiri."Sa-sayang, aku kira dia bukan Rumiah. Aku kira itu kamu, karena bajunya sama," ujar Saga. Seketika ia merasa bersalah terhadap keduanya.Ratri menoleh ke arah Rumiah dan menatapnya dari atas sampai ke bawah. Terlihat Rumiah tengah menunduk ketakutan."Aku minta maaf, Sayang. Aku juga minta maaf, Rumiah. Dari belakang, aku kira itu kamu, Ratri," ucap Saga.Ratri mendekati Rumiah yang tidak berani mengangkat wajahnya."Rum, kenapa bisa baju kamu samaan dengan milik saya? Kenapa kamu juga tidak memberontak saat suami saya memeluk kamu? Setidaknya kamu teriak atau panggil saya," imbuh Ratri."Sa-saya minta maaf, Bu. Tadi say
Suasana toko buku yang juga milik keluarga Saga, tengah riuh ramai dipenuhi oleh para tamu, sekaligus penggemar novel yang Ratri ciptakan.Bertepatan hari ini, Saga bersama karyawan lain, telah mempersiapkan dengan matang, mengadakan acara launching novel cetak karya Ratri.Selain karyawan dan pelanggan yang hadir di toko itu. Saga juga mengundang rekan-rekan bisnisnya dari perusahaan lain. Mereka adalah orang-orang yang sangat berpengaruh dan sangat dihormati. Bisa dipastikan, jika keluarga Saga memang bukan orang sembarangan.Di kediaman Saga, Ratri tengah dirias sedemikan rupa. Saga sengaja mengundang MUA ternama di kota itu, untuk merias Ratri dan juga anak-anak."Kamu cantik sekali, Sayang. Aku pasti akan kewalahan nanti, kalau kita sudah sampai ke tempat diadakannya launching," ujar Saga.Ratri yang telah selesai dirias, merasa bingung dengan ucapan Saga. Ia sama sekali tidak paham apa maksudnya dari kewalahan."Maksud kamu, Mas?" tanya Ratri."Maksud aku, aku pasti bakalan kewa
"Kamu lanjutin saja, saya ke depan dulu," ujar Ratri, yang disambut oleh anggukan Rumiah.Ratri bergegas pergi ke depan. Ia melihat Saga tengah berada di ruang tamu."Kamu kenapa, Mas? Aku dengar tadi kamu teriak!" ujar Ratri, ia duduk di sebelah Saga."Tadi, setelah aku memindahkan anak-anak ke kamar. Aku berniat untuk menutup pintu. Tapi, tidak sengaja aku melihat orang mencoba menyelinap masuk ke halaman rumah ini. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena tertutup masker dan topi," jelas Saga."Siapa ya kira-kira? Kok akhir-akhir ini, ada yang janggal. Dimulai dari orang yang manjat pagar, terus tadi aku juga sempat kena lemparan batu, lalu kamu melihat ada yang mencoba menyelinap, siang-siang lagi," sahut Ratri.Saga menatap Ratri, "kapan kamu dilempar batu? Kenapa kamu nggak bilang? Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus menghubungi polisi. Aku yakin, sepertinya orang itu adalah orang yang sama," ujar Saga."Tadi, saat aku hendak masuk. Aku terlalu lelah tadi. Jadi, aku biarkan saja,
Selain meninggalkan ponsel baru untuk Gina. Lena pun meninggalkan nomornya, supaya Gina menghubunginya.Gina kemudian menghubungi Lena untuk mengucapkan terima kasih. Lena begitu perhatian. Bersyukur ia memiliki ibu sambung sepertinya. Selain itu, Gina juga menanyakan kabar tentang orang tuanya. Belum begitu lama tinggal di kampung, Gina merasa sangat merindukan mereka. Entah sedang apa mereka, apakah mereka masih sibuk mencari Gina?Telepon pun tersambung, Lena segera mengangkatnya."Halo, Bunda. Bunda di mana sekarang? Maaf, tadi kata Nenek saat Bunda berkunjung, akunya nggak ada di rumah. Aku sedang ada urusan di luar. Oh iya, terima kasih banyak ya, Bun ponsel dan uangnya. Kebetulan sekali aku sangat membutuhkan ponsel ini," ucap Gina."Halo, Sayang. Iya tidak apa-apa. Bunda ada di jalan, sebentar lagi sampai di rumah," sahut Lena."Em ... Bunda, bagaimana kabar ayah? Terus ibu dan ayah Saga? Bunda juga apa kabar? Kangen aku sama kalian," imbuh Gina."Kabar ibu dan ayah Saga baik-
Beberapa saat kemudian, Farrel dan tim kepolisian kembali dengan tangan kosong. Rumiah telah lolos dari kejaran mereka. Sehingga membuat Rumiah ditetapkan menjadi DPO."Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi, kami akan berusaha semaksimal mungkin, untuk mencari keberadaan saudari Rumiah." Polisi pun pamit dari rumah Farrel."Bagaimana ini? Keadaan ini belum aman jika Rumiah masih bebas berkeliaran. Bisa saja sewaktu-waktu, dia kembali mencari Ayah dan memaksa lagi untuk memberikan semua milik Ayah. Bahkan tak segan membuat Ayah menderita lagi." Farrel merasa khawatir.Mereka terdiam untuk beberapa saat. Namun, beberapa saat kemudian Gina mengutarakan pendapatnya."Em ... Bagaimana kalau Om Romi ikut kita ke kampung saja, Rel. Sekalian kita jelaskan kepada ibu kamu," imbuh Gina.Farrel menoleh ke arah ayahnya. Pak Reno pun ikut menimpali, "Ide yang bagus. Memang sebaiknya untuk sementara waktu, Ayah kamu harus kamu bawa dari rumah ini. Bahaya jika dibiarkan tinggal sendirian, seme
"Ya Tuhan, Gina!" teriak Rumiah, ketika Gina terbatuk dan menyemburkan air di dalam mulutnya pada berkas itu."Aduh, maaf-maaf. Aku tidak sengaja, biar aku bersihkan berkasnya," ucap Gina.Gina kemudian merebut berkas itu, lalu berusaha mengeringkannya menggunakan ujung kerudung yang dipakainya."Ya ... Sobek," ujar Gina.Rumiah melotot tajam, melihat apa yang dilakukan oleh Gina. Namun, pak Reno dan juga Farrel menahan tawa atas apa yang terjadi."Kamu, ya! Kamu apakan berkas ini? Kurang ajar kamu, Gina!"Rumiah melayangkan tamparan ke arah Gina. Namun, secepatnya Farrel menahan tangan Rumiah."Berani menampar dia, maka rekaman itu akan aku berikan ke polisi dan aku sebar luaskan." Farrel memberi ancaman.Rumiah menepis tangan Farrel, ia berbalik badan menghadap Farrel."Rekaman apa yang kamu maksud? Bukankah rekaman itu sudah aku hapus? Jangan main-main denganku, Farrel. Aku tidak bisa kamu kelabuhi. Aku bukan wanita bodoh seperti yang kamu pikirkan," cetus Rumiah.Farrel tertawa be
Rumiah membeliak, saat melihat kak Reno memperlihatkan rekaman kejahatannya barusan. Farrel, Gina dan pak Reno tersenyum puas atas bukti yang telah mereka dapatkan."Sialan kalian semua, ternyata kalian menjebakku. Aku tidak akan tinggal diam. Aku hanya menuntut hakku sebagai istri Romi. Tapi kalian, berani-beraninya merekamku tanpa sepengetahuanku," ujar Rumiah.Romi bangkit lalu berdiri, ia menimpali ucapan Rumiah, "Apa? Hak? Jelas-jelas aku sudah menjatuhkan talak terhadap kamu. Lagi pula, kita hanya menikah secara siri. Jadi, tidak ada hak untuk kamu menguasai apa yang aku punya.""Jelas aku punya hak, kamu hanya memberikan sebagian kecil uang dan perhiasan. Kamu jangan hanya mau enaknya saja, Romi!" sarkas Rumiah."Kamu tidak bisa bersyukur, Rumiah. Aku sudah menolongmu dari garis kemiskinan. Aku menikahi kamu, karena aku kira kamu baik. Tapi ternyata, kamu tidak lebih dari seekor ular. Beruntung aku hanya menikahi kamu secara siri. Kamu tidak ada bedanya dengan seorang penipu. K
Dua hari kemudian, Farrel bergegas membawa kembali ayahnya untuk pulang. Terpaksa ia dan Gina tidak pulang ke kampung, karena urusan bersama ayahnya sangat penting, demi menyelesaikan misinya.Sesampainya di rumah, Romi kembali dipakaikan baju yang terakhir kali ia pakai di rumah itu. Walau pun sudah tidak nyaman. Namun, demi mengelabuhi Rumiah, Romi harus memakainya lagi.Tidak hanya itu, Farrel juga sengaja menyimpan sedikit makanan mentah di atas lantai. Seolah-olah Romi telah memakan makanan itu demi bertahan hidup.Tepat pada siang hari, Farrel, Gina dan pak Reno kembali bersembunyi saat terdengar suara mobil masuk ke dalam halaman rumah. Namun, sebelumnya pak Reno telah menyimpan sebuah kamera tersembunyi di kamar itu, untuk merekam aksi kejahatan yang akan dilakukan Rumiah."Semoga rencana ini berhasil, ya Tuhan. Aku ingin melihat Ayah dan Ibu kembali bersama lagi seperti dulu, bahagia tanpa ada wanita jahat itu. Tuhan, tolong permudah jalan kami untuk mengungkap semuanya di ha
Romi menelan sedikit demi sedikit air kelapa itu. Walau pun sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan. Namun, ia masih bisa menelan cairan yang diberikan oleh pak Reno.Romi telah menghabiskan air kelapa itu satu botol. Pak Reno membiarkan Romi setelah meminum air itu, menunggu reaksi air kelapa yang baru saja masuk ke dalam tubuhnya.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Romi sedikit demi sedikit mulai bisa menggerakkan tangannya. Hal itu membuat Farrel senang."Ayah coba gerakkan kakinya," ujar Farrel.Walau pun belum pulih sepenuhnya, sedikit demi sedikit kaki Romi pun mulai bisa di gerakkan. Romi pun kembali bisa berbicara walau pun belum lancar sepenuhnya."Aku akan panggilkan dokter, Romi. Kamu butuh dokter untuk memeriksa keadaan kamu," ujar pak Reno."Em ... Pak, apa nggak sebaiknya kita bawa saja Ayah ke rumah sakit? Lagi pula, wanita itu sudah pergi," sahut Farrel memberi usul."Ya, kamu benar, Farrel. Ayok, kita bawa Ayah kamu ke rumah sakit. Saya akan siapkan mobil saya dulu
Semua tampak bingung atas permintaan Romi. Farrel, Gina dan pak Reno saling melempar pandang."Maksud Ayah?" tanya Farrel."Jangan pergi ke mana-mana, cukup kalian di sini dan tunggu sebentar lagi. Kalian pasti akan mengetahui semuanya," jawab Romi.Mereka semakin tidak mengerti dengan segala ucapan yang terlontar dari mulut Romi. Terutama Farrel, wajahnya menunjukkan seakan menuntut penjelasan dari sang ayah."Sebentar lagi kalian akan paham maksud Ayah. Kalian sebaiknya bersembunyi, jangan sampai menampakkan batang hidung kalian saat dia datang. Ayah akan jelaskan semuanya setelah dia pergi. Tapi, Ayah minta salah satu dari kalian, bawakan Ayah air kelapa sebanyak-banyaknya," pinta Romi.Setiap perkataan Romi, begitu banyak menyimpan teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Namun, mereka akan menuruti perkataan Romi, mereka akan menunggu dan bersembunyi."Biar saya saja yang akan memesan air kelapa. Saya akan menyuruh ART saya," imbuh pak Reno, yang kemudian menghubungi ART-nya.Dari
"Loh iya, ya!" sahut Gina, mereka mulai menyusuri arah bau bangkai yang mereka cium.Farrel mengajak Gina untuk pergi ke dapur. Sesampainya di sana, mereka melihat banyaknya makanan berceceran di lantai. Isi kulkas yang menyimpan bahan makanan mentah, semua sudah berada di lantai. Dan ternyata bau bangkai yang tercium berasal dari daging mentah yang telah dikerubuti lalat hijau dan belatung.Sontak membuat mereka berdua membekap hidungnya, tak tahan dengan bau yang sangat tidak enak dan menyengat itu."Farrel, aku mau muntah!" Gina berlari ke arah kamar mandi ART di dekat dapur.Gina menumpahkan semua isi perutnya. Isi perutnya yang terasa diaduk, hingga akhirnya semua sarapan yang ia santap tadi, terkuras habis."Farrel, jangan berlama-lama di sini. Aku takut muntah lagi," ujar Gina, sehingga matanya mengeluarkan banyak air.Farrel mengangguk, mereka menjauh dari dapur. Farrel kemudian mengajak Gina untuk menuju lantai atas, kamar ayahnya.Mereka mulai menaiki anak tangga. Rumah itu
"Loh iya, ya. Kenapa bisa pecah, ya? Mungkin ada orang iseng melempar batu kali, ya!" sahut Farrel, ia pun mengamati jendela itu."Rel, apakah kita langsung masuk saja? Tapi ... Apakah tante Rumiah ada di dalam? Sebaiknya kita harus berhati-hati. Dia sangat jahat, bahkan tidak segan untuk menyakiti orang lain," ujar Gina."Tapi di sana tidak ada mobil sama sekali di garasi, semuanya tidak ada. Apa ayahku dan juga Rumiah lagi keluar, ya? Tapi kok satpam juga tidak kelihatan. Kondisi halaman juga tidak sebersih seperti biasanya," sahut Farrel.Lama mereka berdua berdiam diri sambil mengamati rumah itu. Farrel pun segera mengajak Gina untuk masuk. Ia begitu penasaran dengan kondisi di dalam. Sungguh aneh sekali. Kaca pecah, beberapa mobil yang dimiliki tidak ada satu pun yang terparkir, bahkan satpam penjaga rumah pun tidak ada. Lantas ke mana semua?Farrel mulai membuka pintu gerbang yang ternyata tidak terkunci itu. Membuat mereka senang, karena tidak kesulitan untuk masuk ke dalam rum