"Sudah ganteng suami aku, wangi, rapi!" seru Ratri, sembari membantu Saga memasangkan dasi."Tapi kayaknya ada yang kurang," sahut Saga.Ratri mengernyit, ia menatap penampilan Saga dari atas sampai ke bawah."Nggak kok, nggak ada yang kurang. Perfect kok," ujar Ratri."Ada, coba sini deketan, lihat aku!" sahut Saga.Ratri menuruti ucapan Saga, ia mendekat ke arah Saga lalu menatap wajahnya.Cup!"Ih aku kira apaan, nanti dilihat anak-anak bahaya loh! Sudah sana, nanti telat loh, kerjanya," ujar Ratri, ia memukul pelan dada Saga.Saga terkekeh melihat ekspresi terkejut Ratri."Sudah jadi istri aku, kok masih kaku saja. Ya sudah, aku kerja dulu, ya! Nanti, biar aku yang jemput anak-anak di sekolah. Kamu nggak usah capek-capek. Kamu cukup lakuin apa yang kamu suka saja. Mau rebahan, mau nonton tv, atau nulis novel, terserah kamu, Sayang," sahut Saga.Ratri mengangguk, kemudian ia memanggil Gina dan Cherly, yang masih berada di kamar mereka."Kami sudah siap, Ayah!" seru Gina, ia tampak
Ratri menoleh ke arah seseorang itu. Ia terkejut, ternyata orang itu tak lain adalah Rusdi, mantan suaminya."Mas Rusdi," gumam Ratri, ia terpaku atas kedatangan Rusdi yang tiba-tiba."Boleh aku ikut duduk?" tanya Rusdi meminta ijin.Ratri menggeser duduknya, kemudian ia hendak bangkit meninggalkan tempat itu."Kamu mau ke mana? Aku mau bicara sama kamu," cegah Rusdi.Ratri berdiri mematung, ia menatap Rusdi dengan bingung."Mau bicara apa? Sepertinya tidak ada yang perlu kita bicarakan. Aku mau pulang," tolak Ratri yang kemudian hendak pergi.Dengan sigap, Rusdi mencekal tangan Ratri. Membuat Ratri meronta ingin melepaskan diri."Kamu apa-apaan, Mas? Lepasin!" Ratri menepis tangan Rusdi."Maaf, aku tidak bermaksud kurang ajar sama kamu. Aku hanya ingin membicarakan sesuatu saja sama kamu. Tidak lama kok. Aku mohon, sebentar saja," mohon Rusdi, ia tampak memelas.Ratri terdiam, ia pun penasaran, apa yang hendak dibicarakan Rusdi."Langsung saja, mau bicara apa? Aku tidak punya banyak
"Kenapa, Sayang?" tanya Saga, ia heran ketika melihat ekspresi tak biasa Ratri.Ratri memberikan ponselnya kepada Saga.Saga terbelalak ketika melihat sebuah foto, yang menunjukkan Ratri dan Rusdi berpegangan tangan di depan toko baju."Mas, ini nggak seperti yang kamu lihat. Aku bisa jelaskan, mas Rusdi-"Ucapan Ratri terpotong, ketika jari telunjuk Saga ditempelkan di bibir Ratri."Aku percaya sama kamu, ini pasti kejadiannya tadi, kan?" tanya Saga.Ratri mengangguk, ia merasa lega ternyata Saga percaya terhadapnya, tanpa Ratri sempat menjelaskan."Iya, ini kejadiannya tadi, saat mas Rusdi memohon untuk mendapatkan ijin dariku, untuk bertemu dengan Gina," jawab Ratri.Saga mengangguk, kemudian ia menghubungi balik bu Wulan, menggunakan ponsel Ratri."Halo, Ratri. Apa maksud kamu, berpegangan tangan dengan laki-laki lain? Siapa dia?" tanya bu Wulan, yang langsung menginterogasi Ratri."Ini aku, Ma, Saga. Mama tenang dulu, ya! Mama sepertinya salah paham. Memangnya dari mana Mama dapa
"Suara apa itu?" batin Ratri.Ratri mengurungkan niatnya ke kamar. Ia justru ingin mencari tahu, suara apa yang ia dengar barusan.Ratri berjalan menuju dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat Rumiah tengah menumbuk sesuatu yang entah apa, Ratri pun tidak tahu."Kamu sedang apa, Rum?" tanya Ratri begitu penasaran.Rumiah menoleh, ia kemudian berdiri menghadap Ratri. Seperti biasa, ia akan menunduk tak berani menatap wajah Ratri."Maaf, Bu. Saya sudah mengganggu, pasti suaranya berisik, Ya? Saya sedang membuat ramuan obat. Kebetulan tadi saya tidak sengaja menjatuhkan pisau, sampai menancap di kaki saya. Ibu bisa lihat sendiri!" Rumiah memperlihatkan sebelah kakinya yang banyak mengeluarkan darah.Ratri yang melihatnya, merasa ngilu. Apalagi banyak darah yang keluar, membuatnya ngeri."Ya ampun, Rum. Kok bisa sampai tertancap. Lebih baik kita obati di klinik saja. Biar saya antar," imbuh Ratri."Tidak usah, Bu. Tidak usah repot-repot. Saya tidak apa-apa, kok. Sebentar lagi
"Suara itu!" batin Saga.Saga mengangkat wajahnya, seketika ia tercengang ketika melihat Lulu berdiri di hadapannya."Kamu!" Saga berdiri menatap tajam ke arah Lulu."Maaf, Pak. Apakah ada masalah? Saya hanya mengantarkan kopi saja ke sini, sesuai perintah," ucap Lulu.Saga menatap Lulu dari atas sampai ke bawah. Lulu berpenampilan layaknya office girl di kantor itu."Sejak kapan kamu bekerja di sini?" tanya Saga."Baru hari ini, Pak. Kenapa ya, Pak? Apakah Bapak akan memecat saya di hari pertama saya bekerja? Padahal saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Hanya kantor ini yang mau menerima saya bekerja," ucap Lulu.Saga terdiam, kemudian ia menyuruh Lulu untuk keluar dari ruangannya.Saga kemudian menelepon bagian penerima karyawan baru. Ia menanyakan tentang diterimanya Lulu di kantor itu. Namun, jawaban yang ia dapatkan, karena tidak ada alasan untuk tidak menerimanya. Saga pun tidak bisa gegabah dalam memecat karyawannya, tanpa ada alasan yang jelas. Apalagi ia tidak ingin menyang
Seminggu telah berlalu."Bu, aku kangen sama ayah. Boleh kan, Bu, kalau aku menginap di rumah nenek?" ujar Gina.Semenjak Ratri dan Saga mengijinkan Rusdi bertemu dengan Gina. Kini, Gina kembali dekat dengan Rusdi. Bahkan, tak jarang Gina selalu meminta untuk diperbolehkan menginap di rumah bu Nunik."Kan di sini juga ada ayah Saga, Nak. Kenapa kamu ingin menginap di rumah nenek? Lagi pula, di sini juga ada Cherly, kasihan dia kalau ditinggal menginap oleh kamu," sahut Ratri."Kenapa sih, Ibu selalu saja jawabannya seperti itu? Aku mau seperti teman-teman aku. Ayah dan ibunya berkumpul di rumah yang sama. Kenapa aku enggak, Bu?" tanya Gina.Ratri tertegun, ia merasa heran, kenapa anaknya tiba-tiba berbicara seperti itu. Bukankah Saga sudah seperti ayah kandung bagi Gina?"Ibu minta maaf, Sayang. Ibu tidak bisa. Kan sudah ada ayah Saga, dia juga ayah kamu," jawab Ratri.Gina menunduk sambil memainkan ujung bajunya."Kalau tidak bisa, ya sudah, Ibu sama ayah sama ayah Saga tinggal baren
Saga melihat Ratri berdiri di ambang pintu kamar, tepat di belakang Saga."Sedang apa, kalian?" tanya Ratri dengan dada naik turun.Saga terbelalak, ia kemudian melepaskan pelukannya. Wanita yang baru saja dipeluk Saga membalikkan badan, terlihat wajahnya sangat ketakutan."Rumiah," gumam Saga. Ternyata wanita yang ia peluk, tidak lain adalah Rumiah, ART-nya sendiri."Sa-sayang, aku kira dia bukan Rumiah. Aku kira itu kamu, karena bajunya sama," ujar Saga. Seketika ia merasa bersalah terhadap keduanya.Ratri menoleh ke arah Rumiah dan menatapnya dari atas sampai ke bawah. Terlihat Rumiah tengah menunduk ketakutan."Aku minta maaf, Sayang. Aku juga minta maaf, Rumiah. Dari belakang, aku kira itu kamu, Ratri," ucap Saga.Ratri mendekati Rumiah yang tidak berani mengangkat wajahnya."Rum, kenapa bisa baju kamu samaan dengan milik saya? Kenapa kamu juga tidak memberontak saat suami saya memeluk kamu? Setidaknya kamu teriak atau panggil saya," imbuh Ratri."Sa-saya minta maaf, Bu. Tadi say
Suasana toko buku yang juga milik keluarga Saga, tengah riuh ramai dipenuhi oleh para tamu, sekaligus penggemar novel yang Ratri ciptakan.Bertepatan hari ini, Saga bersama karyawan lain, telah mempersiapkan dengan matang, mengadakan acara launching novel cetak karya Ratri.Selain karyawan dan pelanggan yang hadir di toko itu. Saga juga mengundang rekan-rekan bisnisnya dari perusahaan lain. Mereka adalah orang-orang yang sangat berpengaruh dan sangat dihormati. Bisa dipastikan, jika keluarga Saga memang bukan orang sembarangan.Di kediaman Saga, Ratri tengah dirias sedemikan rupa. Saga sengaja mengundang MUA ternama di kota itu, untuk merias Ratri dan juga anak-anak."Kamu cantik sekali, Sayang. Aku pasti akan kewalahan nanti, kalau kita sudah sampai ke tempat diadakannya launching," ujar Saga.Ratri yang telah selesai dirias, merasa bingung dengan ucapan Saga. Ia sama sekali tidak paham apa maksudnya dari kewalahan."Maksud kamu, Mas?" tanya Ratri."Maksud aku, aku pasti bakalan kewa
"Siapa, kamu?" tanya Saga, ia bangkit dan berusaha menahan sakit di kakinya yang terluka cukup dalam.Tak banyak bicara, pria yang bernama Agus itu kemudian melayangkan balok kayu itu ke arah Saga.Saga yang telah membaca pergerakan Agus, dengan cepat ia menghindar. Sehingga tak terkena pukulan itu.Dalam gempuran rasa sakit di kakinya yang terluka cukup dalam. Saga mempertahankan diri supaya ia tidak terkalahkan oleh pria tersebut.Buk!Buk!Buk!Beberapa kali Saga menangkis setiap pukulan Agus. Beberapa kali Agus pun terjungkal ke belakang, nyaris kewalahan karena Saga tak memberinya ruang untuk membalasnya."Hentikan semua ini, atau saya akan seret kamu ke kantor polisi," ujar Saga memberi ancaman.Pria itu seakan tidak takut atas ancaman Saga. Ia terus saja melayangkan berbagai pukulan ke tubuh Saga tanpa henti.Buk!Saga hampir kehilangan kesadaran, saat sebuah stik bola baseball melayang ke arah tengkuknya."Aaaaargh!" Saga memekik kesakitan, ia mempertahankan kesadarannya sekua
"Gila, kamu sudah gila, Rika. Lepaskan, saya mau pulang!" sergah Saga, ia begitu emosi dengan tingkah gila Rika."Aku memang gila, Om. Aku gila karena Om, aku tergila-gila. Aku mohon, terima aku sebagai kekasih Om. Lambat laun, Om pasti akan nyaman denganku. Aku bisa membahagiakan Om, aku janji," sahut Rika.Saga terus memberontak ingin melepaskan diri. Namun, Rika tak membiarkannya lepas begitu saja. Sekuat tenaga ia kerahkan untuk menahan Saga supaya tidak pergi dari tempat itu.Saga akhirnya terdiam, ia menyentuh punggung tangan Rika."Kamu yakin akan ucapanmu itu?" tanya Saga mulai luluh.Mendengar pertanyaan itu, tentu Rika merasa senang. Seperti ada harapan yang menghampiri, di saat dirinya susah payah membuat Saga luluh."Tentu saja, Om. Aku tidak akan main-main dengan ucapanku. Aku cinta sama Om, apa pun akan aku lakukan demi Om. Asal Om terima cinta aku," jawab Rika."Apa pun?" tanya Saga."Tentu, Om!""Lepaskan dulu saya, saya tidak bisa bergerak leluasa jika kamu memeluk sa
"Ayah, jemput aku di rumah teman. Aku mau pulang, ini aku pakai nomor temanku. Ini aku Gina, jangan hubungi nomorku, ponsel aku mati." Saga menerima sebuah pesan dari nomor baru yang mengaku sebagai Gina. Kemudian mengirimkan alamat rumah yang Saga pun belum tahu rumah teman Gina yang mana."Oke, Ayah akan ke situ. Ayah bersiap dulu, sekarang sudah waktunya jam pulang," balas Saga.Saga bergegas membereskan semua berkas, menutup laptop dan menjinjing tas kerjanya hendak pulang.Saga mengemudikan mobilnya, hendak menuju tempat di mana Gina berada.Jalanan cukup macet, karena saat ini jam menunjukkan pukul 4 sore. Di mana kebanyakan orang-orang baru saja selesai bekerja, dan hendak pulang ke rumah masing-masing.Sampai Saga menunggu 15 menit di dalam kemacetan yang cukup parah. Akhirnya mobil Saga terbebas dari drama kemacetan yang menghambat setiap pergerakan di sore itu.Sore telah beranjak malam, Saga telah menemukan alamat yang dikirim Gina. Dengan cepat, ia turun dari dalam mobil,
Perlahan, penutup kotak makanan itu terbuka, menampakkan sesuatu yang membuat Gina terpaku."Siapa kira-kira yang menitipkan ini pada Dudung? Apakah David lagi? Ah ... Rasanya nggak mungkin," gumam Gina.Di dalam kotak makanan itu, terdapat makanan yang dibentuk menyerupai wajah berkerudung."Ehem ... Apaan itu? Bagus banget," ujar Cherly yang mengejutkan Gina."Entah, tadi Dudung yang ngasih ini sama aku. Katanya ini titipan buatku," sahut Gina."Dudung? Apa jangan-jangan dari kak David? Soalnya kan waktu itu juga, dia yang disuruh David buat ngasih kertas surat buat kamu. Tapi ... Apa iya, ini dari kak David? Kok aku percaya nggak percaya ya!" timpal Tessa.Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa bingung."Ah entahlah, mau nggak nih Tes?" Gina menyodorkan kotak makanan tersebut kepada Tessa."Serius ini buat aku? Tapi sayang loh, ini bagus banget. Kok bisa sih dibentuk kayak wajah kamu? Jadi nggak tega makannya," sahut Tessa."Ya sudah kalau nggak mau, aku kasih saja sama satpam d
Gina dan Rusdi terbelalak mendengar suara Cherly yang sepertinya sedang ketakutan."Ayah, itu Cherly kenapa?" ujar Gina merasa khawatir, begitu pun dengan Rusdi.Mereka saling melempar pandang, dalam tatapan penuh kecemasan."Coba buka, apakah pintunya dikunci? Takutnya ada orang yang mau berbuat jahat kepada Cherly," imbuh Rusdi.Gina mengangguk, lantas ia memutar kenop pintu itu dengan cepat.Ceklek!Gina merasa lega, pintu kosan Cherly ternyata tidak dikunci. Sehingga memudahkan keduanya masuk ke dalam kamar Cherly tanpa hambatan apa pun.Gina dan Rusdi berlari masuk ke dalam. Langkah mereka terhenti, saat mendapati Cherly tengah duduk di atas kasur, dengan posisi membelakanginya."Cherly," panggil Gina.Cherly menoleh mendengar suara Gina. Ia tersenyum dengan keadaan wajah sudah dipenuhi keringat."Gina, kamu ke sini?" tanya Cherly.Gina dan Rusdi menatap heran ke arah Cherly. Baru saja mereka mendengar Cherly teriak ketakutan. Namun, yang mereka lihat saat ini, Cherly terlihat ba
"Kayaknya ada tamu," gumam Gina, setelah ia keluar dari mobil.Pintu utama tampak terbuka lebar, menjadikan Gina berasumsi seperti itu.Gina berjalan masuk menuju pintu utama. Saat kakinya melangkah mulai menapaki ruang tamu, ia terperanjat ketika melihat seseorang yang tengah duduk berkumpul di sofa bersama Ratri dan juga Saga."A-ayah," gumam Gina, ia begitu terpaku sehingga dirinya berdiam di ambang pintu."Gina!" Seru Rusdi, saat dirinya melihat Gina yang baru saja datang.Rusdi terlihat berubah setelah lama ditahan. Sebagian rambutnya telah memutih dan tubuhnya tampak kurus."Ayah!" Gina berjalan cepat, kemudian memeluk Rusdi begitu erat.Gina dan Rusdi menangis di dalam pelukan. Mereka menumpahkan rasa rindu yang salam ini terpendam di dalam diri mereka masing-masing."Ayah ada di sini?" Terdengar suara Gina parau karena tangisan yang tumpah."Iya, Nak. Ayah sudah bebas kemarin, kita bisa bertemu kapan pun yang kita mau. Ayah sudah bebas, Nak," sahut Rusdi dengan suara bergetar.
Lelaki itu menatap Gina, tanpa terganggu sedikit pun dengan bau yang berasal dari pakaian Gina."Mari aku bantu berdiri!" seru lelaki itu."Aku-""Gina, ya ampun!" Dari kejauhan, Tessa dan Cherly berlari saat melihat Gina sudah dalam kondisi kacau."Ya Tuhan ... Kenapa baju kamu bisa kotor seperti ini, Gina?" tanya Cherly, kemudian membantu Gina berdiri."Biasa, aku kena bully lagi. Aku sudah seperti seekor keledai. Jatuh di lubang yang sama," jawab Gina sambil tersenyum getir.Tessa dan Cherly menarik tangan Gina hendak membawanya ke kosan Cherly. Sementara laki-laki yang baru saja menabrak Gina, menatap Gina sampai ia tak terlihat lagi."Kok bisa kamu kena bully lagi?" tanya Cherly, setelah mereka berada di kosan.Kini, Gina telah berganti baju milik Cherly.Gina pun menceritakan awal kenapa ia sampai terkena bully lagi, sampai keadaannya lebih parah dari sebelumnya."Ya Tuhan ... Memang benar-benar ya mereka. Kesal sekali aku, semoga mereka mendapatkan balasan," timpal Tessa yang m
Beberapa hari kemudian, seperti biasa Gina tengah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus.Sebenarnya Gina merasa malas, setiap hari ia harus berhati-hati dengan keadaan kampus. Ah, bukan keadaan tepatnya, melainkan ketiga monster kampus yang selalu membuatnya kesal. Beberapa kali Gina mengalami bullying seperti dilempar telur, disiram air, dilempar tepung, dan masih banyak lagi. Tak habis pikir, ketiga monster kampus itu masih tetap saja aman di kampus itu. Dari sekian banyaknya mahasiswa di sana, tak ada seorang pun yang berani melawan atau melapor mereka. Pernah beberapa kali, Gina ingin melaporkan kasus bullying itu. Namun, selalu gagal karena ketiga monster itu tidak membiarkan Gina melakukannya."Sayang, sepertinya aku bakalan pulang cepat lagi nanti. Em ... Aku mau makan siang sama kamu berdua di pinggir danau," ujar Saga, saat mereka sedang sarapan pagi."Ehem ... Jadi hanya berdua nih? Aku sama Andres nggak diajak?" timpal Gina sambil melirik Andres."Hanya kami berdua,
Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa ragu sama seperti yang dirasakan Tessa.Kosan yang baru saja disewa Cherly terlihat tidak terawat. Bukan berarti kumuh, akan tetapi, keadaanya yang terlihat lembab."Entahlah, aku juga ragu, Tes. Kosan ini juga berada di paling ujung berbatasan dengan kebun pisang," sahut Gina."Em ... Apa kita kasih saran saja sama Cherly, buat cari lagi kosan yang lain? Aku saja sekarang ini, kok kurang nyaman, ya!" seru Tessa.Gina terdiam, ucapan Tessa ada benarnya juga. Namun, apakah Cherly setuju?"Tapi Cherly sudah membayar sewa selama beberapa bulan ke depan, Tes. Tapi ... Kita coba tanyakan saja nanti kalau dia sudah kembali," sahut Gina.Tak berselang lama, Cherly kembali dengan membawa 3 cup minuman dingin yang ditenteng di dalam kantong kresek bening."Ini buat kalian, huhhh haus banget," ujar Cherly, lantas memberikan 2 cup minuman itu kepada Gina dan Tessa."Terima kasih, Cher. Em ... Cher, kamu yakin mau tinggal di kosan ini?" tanya Gina memasti