"Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya bu Wulan, saat dokter keluar dari ruangan tempat Ratri diperiksa. Saga pun sama penasaran tentang keadaan Ratri saat ini.Dokter berhijab berparas cantik itu tersenyum. Membuat bu Wulan semakin optimis dengan asumsinya, bahwa Ratri memang hamil."Menantu Ibu tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Bu Ratri hanya masuk angin dan tekanan darahnya rendah. Sekarang sudah baikan. Nanti, Ibu bisa tebus obatnya di apotek," jawab dokter itu dengan ramah.Bu Wulan yang semula tersenyum lebar, kini perlahan senyuman itu pudar. Air mukanya berubah menjadi ekspresi kecewa. Tampak sekali gurat kekecewaan di wajahnya.Bu Wulan terduduk di kursi panjang. Perasaannya menjadi tidak karuan. Antara sedih, kecewa dan marah dengan keadaan yang ada.Dokter itu pun berpamitan untuk pergi meninggalkan Saga dan ibunya."Mama yang sabar, ya! Kami menikah Baru hitungan bulan, loh. Belum genap setahun! Mungkin belum saatnya kami diberikan kepercayaan sama Tuha
"Aduh ... Kok gerah ya, Pak!" seru Lulu, ia mengipasi lehernya menggunakan tangan. Ia juga menyibakkan rambutnya yang sengaja ia gerai. Menambah kesan sensual yang ia miliki.Saga hanya terdiam, ia memalingkan wajahnya, berusaha untuk tidak melihat ke arah Lulu. Perasaan aneh itu terus berkecamuk dalam dirinya. Rasa ingin melihat Lulu begitu besar. Namun, ia sadar akan posisi ia siapa dan Lulu siapa. Ia juga tidak suka dengan Lulu. Namun, perasaan itu?"Padahal Pak Saga sudah menyalakan AC-nya, ya? Tapi kok aku masih kegerahan," imbuh Lulu masih terus mengipasi lehernya.Saga terus saja terdiam, beberapa kali ia membetulkan posisi duduknya yang terasa tidak karuan.Tangan Lulu berhenti mengipasi lehernya. Tanpa diduga, dengan beraninya satu persatu kancing baju yang ia pakai, ia buka sampai sebatas dada. Menampilkan belahan yang tidak seharusnya orang lain lihat, apalagi oleh seorang laki-laki."Kamu apa-apaan? Keluar dan perbaiki penampilanmu," bentak Saga, ia masih bisa mengontrol d
"Maaf, Lulu. Pak Saga orang baik, aku tidak rela kamu melakukan itu dengannya," gumam Rumiah, ia menatap Lulu yang tak sadarkan diri akibat ulahnya.Rumiah membiarkan Lulu tergeletak di atas lantai. Rumiah kemudian menutupi tubuh Lulu dengan selimut yang ada di kamar itu."Ratri," gumam Saga, suaranya begitu serak karena ia sedang tinggi-tingginya.Dengan cepat, Rumiah memapah Saga, dan membawanya keluar dari rumah sewaan itu. Rumiah kemudian membawa masuk Saga ke dalam taksi online yang ia tumpangi tadi."Jalan, Pak!" titah Rumiah.Mobil pun mulai berjalan meninggalkan rumah itu.Di perjalanan, Saga beberapa kali menyandarkan kepalanya di bahu Rumiah. Akibat pengaruh obat itu, tangan Saga tak jarang bergerilya menyentuh Rumiah."Percepat jalannya, Pak," ujar Rumiah kepada sopir taksi.Lama di perjalanan, akhirnya mobil yang ditumpangi Rumiah dan Saga berhenti tepat di depan gerbang rumah Saga."Ya Tuhan, Rum. Ini suami saya kenapa?" tanya Ratri, setelah Rumiah membawa Saga masuk ke d
"Kalian habis ngapain di dalam gudang?" tanya Ratri, memergoki Saga dan Rumiah yang baru saja keluar dari dalam gudang.Saga terkejut, ia tampak gugup melihat Ratri yang berdiri menatapnya penuh selidik."Em ... Aku habis-""Tadi saya sedang membersihkan gudang, kebetulan di gudang ada tikus. Saya takut, lalu Pak Saga menolong saya untuk menangkap tikus itu," potong Rumiah.Ratri menelisik mereka berdua, mencari kebenaran atas apa yang Rumiah jelaskan. Suasana berubah menjadi tegang. Saga berusaha bersikap biasa saja. Tentu ia tidak mau membuat istrinya marah."Oh ya? Mana tikusnya?" tanya Ratri."Aku nggak berhasil menangkapnya, Sayang. Tikus itu terlalu cepat larinya," jawab Saga.Jantung Saga berdetak lebih kuat. Ia takut jika Ratri tidak percaya terhadapnya. Hal menakutkan bagi dirinya saat ini, ialah melihat Ratri kecewa terhadapnya."Oh, ok! Oh iya, Rum. Kata kamu tadi ada tamu cari saya. Tapi setelah saya lihat ke depan, tidak ada siapa-siapa," imbuh Ratri."Em ... Mungkin tamu
"Siapa itu?" gumam Lulu, ketika matanya menangkap sesosok wanita yang tengah duduk di sudut dapur.Lulu tidak bisa melihat wajahnya, sebab wanita itu menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut.Lulu mengamati wanita itu. Rambut panjang yang menjuntai hingga menyentuh lantai."Siapa, kamu?" tanya Lulu, ia memberanikan diri untuk bertanya, walau pun tidak dipungkiri, ia merasa takut saat ini."Sakit," pekik wanita itu dengan suara lirih.Lulu berdiri mematung sambil terus mengamati wanita yang entah siapa itu. Namun, mendengar wanita itu berbicara, Lulu merasa sedikit lega. Bisa dipastikan, jika wanita itu adalah manusia, bukan hantu yang seperti ia kira."Kamu siapa dan kamu kenapa ada di sini? Apakah kamu yang membanting pintu tadi?" tanya Lulu.Hu ... Hu ... Hu ....Wanita itu kembali menangis, ada kesan sakit di setiap suara yang keluar. Membuat Lulu penasaran, ia sedikit mendekat."Coba jawab pertanyaanku. Kamu siapa dan kenapa kamu bisa ada di sini?" ulang Lulu."Sakit, mereka
"Lulu, bangun, Nak. Apa yang terjadi sebenarnya dengan adik kamu, Rusdi?" tanya bu Nunik, terlihat dari wajahnya, ia sangat khawatir terhadap Lulu.Kini, Lulu telah berada di rumah bu Nunik dalam kondisi yang masih tidak sadarkan diri. Semalam, Rusdi berhasil menemukan Lulu dalam keadaan pingsan."Aku juga tidak tahu, Bu. Lulu hanya mengirimkan pesan minta dijemput di sebuah Villa, yang jauh dari mana-mana. Aku juga sempat hampir kesasar di jalan. Saat aku menemukan villa yang dimaksud, aku melihat Lulu sudah tergeletak pingsan di dalam villa itu," jelas Rusdi.Bu Nunik menghela nafas panjang. Ia dan Rusdi tidak tahu apa yang dilakukan Lulu di tempat itu. Pasalnya, Lulu tidak memberitahu mereka akan rencana yang Lulu buat bersama Rumiah untuk menjebak Saga."Sebaiknya aku tanya saja sama Rumiah. Mungkin dia tahu, sedang apa Lulu di sana," ujar Rusdi, kemudian ia menghubungi Rumiah."Halo, Mas. Ada apa?" tanya Rumiah, setelah telpon tersambung dan Rumiah mengangkatnya."Rum, aku mau ta
"Maksud Ibu apa? Arwah Tiana, maksudnya apa, Bu? Apa Ibu tahu sesuatu?" tanya Rusdi dengan tatapan penuh selidik.Bu Nunik terdiam, bahkan air matanya kini telah berhenti mengalir. Ia merasa seakan diintimidasi oleh Rusdi."Nggak, Ibu nggak bilang gitu. Kamu salah dengar kali," sangkal bu Nunik berusaha mengelak."Aku nggak tuli, Bu. Mana mungkin aku salah dengar. Aku dengar bahkan sangat jelas, kalau Ibu barusan menyebut arwah Tiana. Maksudnya apa, Bu? Apa jangan-jangan, Tiana sebenarnya tidak pergi, dan sebenarnya dia meninggal dunia. Bu, coba jelaskan, apa Ibu tahu sesuatu?" desak Rusdi, ia merasa ada yang tidak beres dengan ibunya.Bu Nunik terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Ia merasa kesal kepada dirinya sendiri, kenapa ia bisa sampai keceplosan seperti ini di hadapan Rusdi."Jawab, Bu-"Bu Nunik menyela ucapan Rusdi, "Cukup, kamu menuduh Ibu membunuh Tiana? Tega kamu, Rusdi. Aku ini Ibu kamu sendiri!"Rusdi mengusap wajahnya, setelah itu ia menatap ibunya dengan tatapan yan
Rusdi menatap gundukan tanah yang ditandai oleh sebuah batu berukuran cukup besar. Kuburan Tiana begitu tidak terurus, sehingga rumput liar banyak memenuhi kuburan itu.Rusdi berjongkok, ia mengusap batu itu. Ada rasa sesak yang ia tahan ketika ia melihat kuburan Tiana. Namun, nasi telah menjadi bubur. Ia tidak bisa mengembalikan keadaan. Sudah takdir Tiana pergi terlebih dahulu, walau pun dengan cara kejam di tangan Lulu."Rusdi, apakah kamu akan melaporkan kami ke polisi?" tanya bu Nunik memecah keheningan.Rusdi terdiam, ia merasa dilema memenuhi kepalanya.Bu Nunik menunggu jawaban Rusdi, dengan perasaan cemas."Entahlah, aku pusing dengan semua ini. Selalu saja ada masalah," jawab Rusdi sambil memijat pelipisnya.Bu Nunik kemudian mendekati Rusdi, ia mengusap punggung putranya itu."Dulu, saat Ibu melahirkan kamu. Ibu kehabisan banyak darah. Kata ayah kamu, Ibu sempat tidak sadarkan diri. Keluarga Ibu menyangka, jika Ibu telah mati setelah melahirkan kamu. Memang rasanya sakit se
Selain meninggalkan ponsel baru untuk Gina. Lena pun meninggalkan nomornya, supaya Gina menghubunginya.Gina kemudian menghubungi Lena untuk mengucapkan terima kasih. Lena begitu perhatian. Bersyukur ia memiliki ibu sambung sepertinya. Selain itu, Gina juga menanyakan kabar tentang orang tuanya. Belum begitu lama tinggal di kampung, Gina merasa sangat merindukan mereka. Entah sedang apa mereka, apakah mereka masih sibuk mencari Gina?Telepon pun tersambung, Lena segera mengangkatnya."Halo, Bunda. Bunda di mana sekarang? Maaf, tadi kata Nenek saat Bunda berkunjung, akunya nggak ada di rumah. Aku sedang ada urusan di luar. Oh iya, terima kasih banyak ya, Bun ponsel dan uangnya. Kebetulan sekali aku sangat membutuhkan ponsel ini," ucap Gina."Halo, Sayang. Iya tidak apa-apa. Bunda ada di jalan, sebentar lagi sampai di rumah," sahut Lena."Em ... Bunda, bagaimana kabar ayah? Terus ibu dan ayah Saga? Bunda juga apa kabar? Kangen aku sama kalian," imbuh Gina."Kabar ibu dan ayah Saga baik-
Beberapa saat kemudian, Farrel dan tim kepolisian kembali dengan tangan kosong. Rumiah telah lolos dari kejaran mereka. Sehingga membuat Rumiah ditetapkan menjadi DPO."Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi, kami akan berusaha semaksimal mungkin, untuk mencari keberadaan saudari Rumiah." Polisi pun pamit dari rumah Farrel."Bagaimana ini? Keadaan ini belum aman jika Rumiah masih bebas berkeliaran. Bisa saja sewaktu-waktu, dia kembali mencari Ayah dan memaksa lagi untuk memberikan semua milik Ayah. Bahkan tak segan membuat Ayah menderita lagi." Farrel merasa khawatir.Mereka terdiam untuk beberapa saat. Namun, beberapa saat kemudian Gina mengutarakan pendapatnya."Em ... Bagaimana kalau Om Romi ikut kita ke kampung saja, Rel. Sekalian kita jelaskan kepada ibu kamu," imbuh Gina.Farrel menoleh ke arah ayahnya. Pak Reno pun ikut menimpali, "Ide yang bagus. Memang sebaiknya untuk sementara waktu, Ayah kamu harus kamu bawa dari rumah ini. Bahaya jika dibiarkan tinggal sendirian, seme
"Ya Tuhan, Gina!" teriak Rumiah, ketika Gina terbatuk dan menyemburkan air di dalam mulutnya pada berkas itu."Aduh, maaf-maaf. Aku tidak sengaja, biar aku bersihkan berkasnya," ucap Gina.Gina kemudian merebut berkas itu, lalu berusaha mengeringkannya menggunakan ujung kerudung yang dipakainya."Ya ... Sobek," ujar Gina.Rumiah melotot tajam, melihat apa yang dilakukan oleh Gina. Namun, pak Reno dan juga Farrel menahan tawa atas apa yang terjadi."Kamu, ya! Kamu apakan berkas ini? Kurang ajar kamu, Gina!"Rumiah melayangkan tamparan ke arah Gina. Namun, secepatnya Farrel menahan tangan Rumiah."Berani menampar dia, maka rekaman itu akan aku berikan ke polisi dan aku sebar luaskan." Farrel memberi ancaman.Rumiah menepis tangan Farrel, ia berbalik badan menghadap Farrel."Rekaman apa yang kamu maksud? Bukankah rekaman itu sudah aku hapus? Jangan main-main denganku, Farrel. Aku tidak bisa kamu kelabuhi. Aku bukan wanita bodoh seperti yang kamu pikirkan," cetus Rumiah.Farrel tertawa be
Rumiah membeliak, saat melihat kak Reno memperlihatkan rekaman kejahatannya barusan. Farrel, Gina dan pak Reno tersenyum puas atas bukti yang telah mereka dapatkan."Sialan kalian semua, ternyata kalian menjebakku. Aku tidak akan tinggal diam. Aku hanya menuntut hakku sebagai istri Romi. Tapi kalian, berani-beraninya merekamku tanpa sepengetahuanku," ujar Rumiah.Romi bangkit lalu berdiri, ia menimpali ucapan Rumiah, "Apa? Hak? Jelas-jelas aku sudah menjatuhkan talak terhadap kamu. Lagi pula, kita hanya menikah secara siri. Jadi, tidak ada hak untuk kamu menguasai apa yang aku punya.""Jelas aku punya hak, kamu hanya memberikan sebagian kecil uang dan perhiasan. Kamu jangan hanya mau enaknya saja, Romi!" sarkas Rumiah."Kamu tidak bisa bersyukur, Rumiah. Aku sudah menolongmu dari garis kemiskinan. Aku menikahi kamu, karena aku kira kamu baik. Tapi ternyata, kamu tidak lebih dari seekor ular. Beruntung aku hanya menikahi kamu secara siri. Kamu tidak ada bedanya dengan seorang penipu. K
Dua hari kemudian, Farrel bergegas membawa kembali ayahnya untuk pulang. Terpaksa ia dan Gina tidak pulang ke kampung, karena urusan bersama ayahnya sangat penting, demi menyelesaikan misinya.Sesampainya di rumah, Romi kembali dipakaikan baju yang terakhir kali ia pakai di rumah itu. Walau pun sudah tidak nyaman. Namun, demi mengelabuhi Rumiah, Romi harus memakainya lagi.Tidak hanya itu, Farrel juga sengaja menyimpan sedikit makanan mentah di atas lantai. Seolah-olah Romi telah memakan makanan itu demi bertahan hidup.Tepat pada siang hari, Farrel, Gina dan pak Reno kembali bersembunyi saat terdengar suara mobil masuk ke dalam halaman rumah. Namun, sebelumnya pak Reno telah menyimpan sebuah kamera tersembunyi di kamar itu, untuk merekam aksi kejahatan yang akan dilakukan Rumiah."Semoga rencana ini berhasil, ya Tuhan. Aku ingin melihat Ayah dan Ibu kembali bersama lagi seperti dulu, bahagia tanpa ada wanita jahat itu. Tuhan, tolong permudah jalan kami untuk mengungkap semuanya di ha
Romi menelan sedikit demi sedikit air kelapa itu. Walau pun sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan. Namun, ia masih bisa menelan cairan yang diberikan oleh pak Reno.Romi telah menghabiskan air kelapa itu satu botol. Pak Reno membiarkan Romi setelah meminum air itu, menunggu reaksi air kelapa yang baru saja masuk ke dalam tubuhnya.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Romi sedikit demi sedikit mulai bisa menggerakkan tangannya. Hal itu membuat Farrel senang."Ayah coba gerakkan kakinya," ujar Farrel.Walau pun belum pulih sepenuhnya, sedikit demi sedikit kaki Romi pun mulai bisa di gerakkan. Romi pun kembali bisa berbicara walau pun belum lancar sepenuhnya."Aku akan panggilkan dokter, Romi. Kamu butuh dokter untuk memeriksa keadaan kamu," ujar pak Reno."Em ... Pak, apa nggak sebaiknya kita bawa saja Ayah ke rumah sakit? Lagi pula, wanita itu sudah pergi," sahut Farrel memberi usul."Ya, kamu benar, Farrel. Ayok, kita bawa Ayah kamu ke rumah sakit. Saya akan siapkan mobil saya dulu
Semua tampak bingung atas permintaan Romi. Farrel, Gina dan pak Reno saling melempar pandang."Maksud Ayah?" tanya Farrel."Jangan pergi ke mana-mana, cukup kalian di sini dan tunggu sebentar lagi. Kalian pasti akan mengetahui semuanya," jawab Romi.Mereka semakin tidak mengerti dengan segala ucapan yang terlontar dari mulut Romi. Terutama Farrel, wajahnya menunjukkan seakan menuntut penjelasan dari sang ayah."Sebentar lagi kalian akan paham maksud Ayah. Kalian sebaiknya bersembunyi, jangan sampai menampakkan batang hidung kalian saat dia datang. Ayah akan jelaskan semuanya setelah dia pergi. Tapi, Ayah minta salah satu dari kalian, bawakan Ayah air kelapa sebanyak-banyaknya," pinta Romi.Setiap perkataan Romi, begitu banyak menyimpan teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Namun, mereka akan menuruti perkataan Romi, mereka akan menunggu dan bersembunyi."Biar saya saja yang akan memesan air kelapa. Saya akan menyuruh ART saya," imbuh pak Reno, yang kemudian menghubungi ART-nya.Dari
"Loh iya, ya!" sahut Gina, mereka mulai menyusuri arah bau bangkai yang mereka cium.Farrel mengajak Gina untuk pergi ke dapur. Sesampainya di sana, mereka melihat banyaknya makanan berceceran di lantai. Isi kulkas yang menyimpan bahan makanan mentah, semua sudah berada di lantai. Dan ternyata bau bangkai yang tercium berasal dari daging mentah yang telah dikerubuti lalat hijau dan belatung.Sontak membuat mereka berdua membekap hidungnya, tak tahan dengan bau yang sangat tidak enak dan menyengat itu."Farrel, aku mau muntah!" Gina berlari ke arah kamar mandi ART di dekat dapur.Gina menumpahkan semua isi perutnya. Isi perutnya yang terasa diaduk, hingga akhirnya semua sarapan yang ia santap tadi, terkuras habis."Farrel, jangan berlama-lama di sini. Aku takut muntah lagi," ujar Gina, sehingga matanya mengeluarkan banyak air.Farrel mengangguk, mereka menjauh dari dapur. Farrel kemudian mengajak Gina untuk menuju lantai atas, kamar ayahnya.Mereka mulai menaiki anak tangga. Rumah itu
"Loh iya, ya. Kenapa bisa pecah, ya? Mungkin ada orang iseng melempar batu kali, ya!" sahut Farrel, ia pun mengamati jendela itu."Rel, apakah kita langsung masuk saja? Tapi ... Apakah tante Rumiah ada di dalam? Sebaiknya kita harus berhati-hati. Dia sangat jahat, bahkan tidak segan untuk menyakiti orang lain," ujar Gina."Tapi di sana tidak ada mobil sama sekali di garasi, semuanya tidak ada. Apa ayahku dan juga Rumiah lagi keluar, ya? Tapi kok satpam juga tidak kelihatan. Kondisi halaman juga tidak sebersih seperti biasanya," sahut Farrel.Lama mereka berdua berdiam diri sambil mengamati rumah itu. Farrel pun segera mengajak Gina untuk masuk. Ia begitu penasaran dengan kondisi di dalam. Sungguh aneh sekali. Kaca pecah, beberapa mobil yang dimiliki tidak ada satu pun yang terparkir, bahkan satpam penjaga rumah pun tidak ada. Lantas ke mana semua?Farrel mulai membuka pintu gerbang yang ternyata tidak terkunci itu. Membuat mereka senang, karena tidak kesulitan untuk masuk ke dalam rum