"Maaf, Lulu. Pak Saga orang baik, aku tidak rela kamu melakukan itu dengannya," gumam Rumiah, ia menatap Lulu yang tak sadarkan diri akibat ulahnya.Rumiah membiarkan Lulu tergeletak di atas lantai. Rumiah kemudian menutupi tubuh Lulu dengan selimut yang ada di kamar itu."Ratri," gumam Saga, suaranya begitu serak karena ia sedang tinggi-tingginya.Dengan cepat, Rumiah memapah Saga, dan membawanya keluar dari rumah sewaan itu. Rumiah kemudian membawa masuk Saga ke dalam taksi online yang ia tumpangi tadi."Jalan, Pak!" titah Rumiah.Mobil pun mulai berjalan meninggalkan rumah itu.Di perjalanan, Saga beberapa kali menyandarkan kepalanya di bahu Rumiah. Akibat pengaruh obat itu, tangan Saga tak jarang bergerilya menyentuh Rumiah."Percepat jalannya, Pak," ujar Rumiah kepada sopir taksi.Lama di perjalanan, akhirnya mobil yang ditumpangi Rumiah dan Saga berhenti tepat di depan gerbang rumah Saga."Ya Tuhan, Rum. Ini suami saya kenapa?" tanya Ratri, setelah Rumiah membawa Saga masuk ke d
"Kalian habis ngapain di dalam gudang?" tanya Ratri, memergoki Saga dan Rumiah yang baru saja keluar dari dalam gudang.Saga terkejut, ia tampak gugup melihat Ratri yang berdiri menatapnya penuh selidik."Em ... Aku habis-""Tadi saya sedang membersihkan gudang, kebetulan di gudang ada tikus. Saya takut, lalu Pak Saga menolong saya untuk menangkap tikus itu," potong Rumiah.Ratri menelisik mereka berdua, mencari kebenaran atas apa yang Rumiah jelaskan. Suasana berubah menjadi tegang. Saga berusaha bersikap biasa saja. Tentu ia tidak mau membuat istrinya marah."Oh ya? Mana tikusnya?" tanya Ratri."Aku nggak berhasil menangkapnya, Sayang. Tikus itu terlalu cepat larinya," jawab Saga.Jantung Saga berdetak lebih kuat. Ia takut jika Ratri tidak percaya terhadapnya. Hal menakutkan bagi dirinya saat ini, ialah melihat Ratri kecewa terhadapnya."Oh, ok! Oh iya, Rum. Kata kamu tadi ada tamu cari saya. Tapi setelah saya lihat ke depan, tidak ada siapa-siapa," imbuh Ratri."Em ... Mungkin tamu
"Siapa itu?" gumam Lulu, ketika matanya menangkap sesosok wanita yang tengah duduk di sudut dapur.Lulu tidak bisa melihat wajahnya, sebab wanita itu menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut.Lulu mengamati wanita itu. Rambut panjang yang menjuntai hingga menyentuh lantai."Siapa, kamu?" tanya Lulu, ia memberanikan diri untuk bertanya, walau pun tidak dipungkiri, ia merasa takut saat ini."Sakit," pekik wanita itu dengan suara lirih.Lulu berdiri mematung sambil terus mengamati wanita yang entah siapa itu. Namun, mendengar wanita itu berbicara, Lulu merasa sedikit lega. Bisa dipastikan, jika wanita itu adalah manusia, bukan hantu yang seperti ia kira."Kamu siapa dan kamu kenapa ada di sini? Apakah kamu yang membanting pintu tadi?" tanya Lulu.Hu ... Hu ... Hu ....Wanita itu kembali menangis, ada kesan sakit di setiap suara yang keluar. Membuat Lulu penasaran, ia sedikit mendekat."Coba jawab pertanyaanku. Kamu siapa dan kenapa kamu bisa ada di sini?" ulang Lulu."Sakit, mereka
"Lulu, bangun, Nak. Apa yang terjadi sebenarnya dengan adik kamu, Rusdi?" tanya bu Nunik, terlihat dari wajahnya, ia sangat khawatir terhadap Lulu.Kini, Lulu telah berada di rumah bu Nunik dalam kondisi yang masih tidak sadarkan diri. Semalam, Rusdi berhasil menemukan Lulu dalam keadaan pingsan."Aku juga tidak tahu, Bu. Lulu hanya mengirimkan pesan minta dijemput di sebuah Villa, yang jauh dari mana-mana. Aku juga sempat hampir kesasar di jalan. Saat aku menemukan villa yang dimaksud, aku melihat Lulu sudah tergeletak pingsan di dalam villa itu," jelas Rusdi.Bu Nunik menghela nafas panjang. Ia dan Rusdi tidak tahu apa yang dilakukan Lulu di tempat itu. Pasalnya, Lulu tidak memberitahu mereka akan rencana yang Lulu buat bersama Rumiah untuk menjebak Saga."Sebaiknya aku tanya saja sama Rumiah. Mungkin dia tahu, sedang apa Lulu di sana," ujar Rusdi, kemudian ia menghubungi Rumiah."Halo, Mas. Ada apa?" tanya Rumiah, setelah telpon tersambung dan Rumiah mengangkatnya."Rum, aku mau ta
"Maksud Ibu apa? Arwah Tiana, maksudnya apa, Bu? Apa Ibu tahu sesuatu?" tanya Rusdi dengan tatapan penuh selidik.Bu Nunik terdiam, bahkan air matanya kini telah berhenti mengalir. Ia merasa seakan diintimidasi oleh Rusdi."Nggak, Ibu nggak bilang gitu. Kamu salah dengar kali," sangkal bu Nunik berusaha mengelak."Aku nggak tuli, Bu. Mana mungkin aku salah dengar. Aku dengar bahkan sangat jelas, kalau Ibu barusan menyebut arwah Tiana. Maksudnya apa, Bu? Apa jangan-jangan, Tiana sebenarnya tidak pergi, dan sebenarnya dia meninggal dunia. Bu, coba jelaskan, apa Ibu tahu sesuatu?" desak Rusdi, ia merasa ada yang tidak beres dengan ibunya.Bu Nunik terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Ia merasa kesal kepada dirinya sendiri, kenapa ia bisa sampai keceplosan seperti ini di hadapan Rusdi."Jawab, Bu-"Bu Nunik menyela ucapan Rusdi, "Cukup, kamu menuduh Ibu membunuh Tiana? Tega kamu, Rusdi. Aku ini Ibu kamu sendiri!"Rusdi mengusap wajahnya, setelah itu ia menatap ibunya dengan tatapan yan
Rusdi menatap gundukan tanah yang ditandai oleh sebuah batu berukuran cukup besar. Kuburan Tiana begitu tidak terurus, sehingga rumput liar banyak memenuhi kuburan itu.Rusdi berjongkok, ia mengusap batu itu. Ada rasa sesak yang ia tahan ketika ia melihat kuburan Tiana. Namun, nasi telah menjadi bubur. Ia tidak bisa mengembalikan keadaan. Sudah takdir Tiana pergi terlebih dahulu, walau pun dengan cara kejam di tangan Lulu."Rusdi, apakah kamu akan melaporkan kami ke polisi?" tanya bu Nunik memecah keheningan.Rusdi terdiam, ia merasa dilema memenuhi kepalanya.Bu Nunik menunggu jawaban Rusdi, dengan perasaan cemas."Entahlah, aku pusing dengan semua ini. Selalu saja ada masalah," jawab Rusdi sambil memijat pelipisnya.Bu Nunik kemudian mendekati Rusdi, ia mengusap punggung putranya itu."Dulu, saat Ibu melahirkan kamu. Ibu kehabisan banyak darah. Kata ayah kamu, Ibu sempat tidak sadarkan diri. Keluarga Ibu menyangka, jika Ibu telah mati setelah melahirkan kamu. Memang rasanya sakit se
"Suara apa itu?" gumam Gina, ia menatap sekeliling. Namun, tidak ada siapa-siapa di ruang makan."Gina, ayok cepat, Nak!" panggil Rusdi.Gina pun berlari meninggalkan ruang makan. Setelah mereka berada di dalam satu mobil, Rusdi kemudian segera membawa Gina pulang.Sampai di rumah Saga, Rusdi mengantar Gina ke teras. Di sana, Saga dan Ratri telah berdiri menyambut kedatangan Gina."Aku langsung pulang saja, terima kasih sudah mengijinkan aku mengajak Gina main," ucap Rusdi."Ya, sama-sama, Mas!" sahut Ratri.Rusdi pun segera pamit pulang. Sementara Gina, ia berlari ke dalam rumah dan memasuki kamarnya."Hai, Cherly! Kamu lagi ngapain?" tanya Gina, ia menyimpan boneka kecilnya di atas meja belajar."Aku lagi menggambar," jawab Cherly tanpa menoleh sedikit pun ke arah Gina.Gina menghampiri Cherly, ia melihat Cherly tengah menggambar seorang wanita dan pria, lalu di tengahnya ada seorang anak perempuan yang masih kecil."Itu gambar siapa, Cherly?" tanya Gina."Ini mama, papa dan aku," j
Saga mengernyit setelah membaca isi tulisan pada kertas itu. Ia kemudian memperlihatkannya kepada Ratri."Siapa kira-kira menulis ini?" tanya Ratri, membuat Saga menggedikkan bahu.Ratri dan Saga berpikir keras tentang maksud tulisan itu."Sudahlah, mungkin ini kerjaan orang iseng saja. Aku lihat dulu anak-anak," ujar Ratri, ia segera melangkah menuju kamar anak-anak.Sampai di depan pintu kamar, Ratri mendengar Gina menangis sambil bercerita kepada Cherly."Aku tidak mau punya adik, Cherly. Kata ayah dan nenek tadi, kalau ibu dan ayah Saga punya bayi, maka kasih sayangnya akan lebih besar kepada adik bayi dari pada aku. Aku takut, aku tidak mau punya adik."Ratri yang berdiri di balik pintu, kini paham perubahan atas sikap anaknya itu. Ternyata mantan suami dan mantan mertuanya yang telah mencuci otak Gina. Entah ada maksud apa keluarga Rusdi, sehingga menghasut anak sekecil Gina.Ratri mengepalkan tangannya. Ternyata orang jahat tetaplah orang jahat. Rusdi dan mantan mertuanya meman
"Siapa, kamu?" tanya Saga, ia bangkit dan berusaha menahan sakit di kakinya yang terluka cukup dalam.Tak banyak bicara, pria yang bernama Agus itu kemudian melayangkan balok kayu itu ke arah Saga.Saga yang telah membaca pergerakan Agus, dengan cepat ia menghindar. Sehingga tak terkena pukulan itu.Dalam gempuran rasa sakit di kakinya yang terluka cukup dalam. Saga mempertahankan diri supaya ia tidak terkalahkan oleh pria tersebut.Buk!Buk!Buk!Beberapa kali Saga menangkis setiap pukulan Agus. Beberapa kali Agus pun terjungkal ke belakang, nyaris kewalahan karena Saga tak memberinya ruang untuk membalasnya."Hentikan semua ini, atau saya akan seret kamu ke kantor polisi," ujar Saga memberi ancaman.Pria itu seakan tidak takut atas ancaman Saga. Ia terus saja melayangkan berbagai pukulan ke tubuh Saga tanpa henti.Buk!Saga hampir kehilangan kesadaran, saat sebuah stik bola baseball melayang ke arah tengkuknya."Aaaaargh!" Saga memekik kesakitan, ia mempertahankan kesadarannya sekua
"Gila, kamu sudah gila, Rika. Lepaskan, saya mau pulang!" sergah Saga, ia begitu emosi dengan tingkah gila Rika."Aku memang gila, Om. Aku gila karena Om, aku tergila-gila. Aku mohon, terima aku sebagai kekasih Om. Lambat laun, Om pasti akan nyaman denganku. Aku bisa membahagiakan Om, aku janji," sahut Rika.Saga terus memberontak ingin melepaskan diri. Namun, Rika tak membiarkannya lepas begitu saja. Sekuat tenaga ia kerahkan untuk menahan Saga supaya tidak pergi dari tempat itu.Saga akhirnya terdiam, ia menyentuh punggung tangan Rika."Kamu yakin akan ucapanmu itu?" tanya Saga mulai luluh.Mendengar pertanyaan itu, tentu Rika merasa senang. Seperti ada harapan yang menghampiri, di saat dirinya susah payah membuat Saga luluh."Tentu saja, Om. Aku tidak akan main-main dengan ucapanku. Aku cinta sama Om, apa pun akan aku lakukan demi Om. Asal Om terima cinta aku," jawab Rika."Apa pun?" tanya Saga."Tentu, Om!""Lepaskan dulu saya, saya tidak bisa bergerak leluasa jika kamu memeluk sa
"Ayah, jemput aku di rumah teman. Aku mau pulang, ini aku pakai nomor temanku. Ini aku Gina, jangan hubungi nomorku, ponsel aku mati." Saga menerima sebuah pesan dari nomor baru yang mengaku sebagai Gina. Kemudian mengirimkan alamat rumah yang Saga pun belum tahu rumah teman Gina yang mana."Oke, Ayah akan ke situ. Ayah bersiap dulu, sekarang sudah waktunya jam pulang," balas Saga.Saga bergegas membereskan semua berkas, menutup laptop dan menjinjing tas kerjanya hendak pulang.Saga mengemudikan mobilnya, hendak menuju tempat di mana Gina berada.Jalanan cukup macet, karena saat ini jam menunjukkan pukul 4 sore. Di mana kebanyakan orang-orang baru saja selesai bekerja, dan hendak pulang ke rumah masing-masing.Sampai Saga menunggu 15 menit di dalam kemacetan yang cukup parah. Akhirnya mobil Saga terbebas dari drama kemacetan yang menghambat setiap pergerakan di sore itu.Sore telah beranjak malam, Saga telah menemukan alamat yang dikirim Gina. Dengan cepat, ia turun dari dalam mobil,
Perlahan, penutup kotak makanan itu terbuka, menampakkan sesuatu yang membuat Gina terpaku."Siapa kira-kira yang menitipkan ini pada Dudung? Apakah David lagi? Ah ... Rasanya nggak mungkin," gumam Gina.Di dalam kotak makanan itu, terdapat makanan yang dibentuk menyerupai wajah berkerudung."Ehem ... Apaan itu? Bagus banget," ujar Cherly yang mengejutkan Gina."Entah, tadi Dudung yang ngasih ini sama aku. Katanya ini titipan buatku," sahut Gina."Dudung? Apa jangan-jangan dari kak David? Soalnya kan waktu itu juga, dia yang disuruh David buat ngasih kertas surat buat kamu. Tapi ... Apa iya, ini dari kak David? Kok aku percaya nggak percaya ya!" timpal Tessa.Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa bingung."Ah entahlah, mau nggak nih Tes?" Gina menyodorkan kotak makanan tersebut kepada Tessa."Serius ini buat aku? Tapi sayang loh, ini bagus banget. Kok bisa sih dibentuk kayak wajah kamu? Jadi nggak tega makannya," sahut Tessa."Ya sudah kalau nggak mau, aku kasih saja sama satpam d
Gina dan Rusdi terbelalak mendengar suara Cherly yang sepertinya sedang ketakutan."Ayah, itu Cherly kenapa?" ujar Gina merasa khawatir, begitu pun dengan Rusdi.Mereka saling melempar pandang, dalam tatapan penuh kecemasan."Coba buka, apakah pintunya dikunci? Takutnya ada orang yang mau berbuat jahat kepada Cherly," imbuh Rusdi.Gina mengangguk, lantas ia memutar kenop pintu itu dengan cepat.Ceklek!Gina merasa lega, pintu kosan Cherly ternyata tidak dikunci. Sehingga memudahkan keduanya masuk ke dalam kamar Cherly tanpa hambatan apa pun.Gina dan Rusdi berlari masuk ke dalam. Langkah mereka terhenti, saat mendapati Cherly tengah duduk di atas kasur, dengan posisi membelakanginya."Cherly," panggil Gina.Cherly menoleh mendengar suara Gina. Ia tersenyum dengan keadaan wajah sudah dipenuhi keringat."Gina, kamu ke sini?" tanya Cherly.Gina dan Rusdi menatap heran ke arah Cherly. Baru saja mereka mendengar Cherly teriak ketakutan. Namun, yang mereka lihat saat ini, Cherly terlihat ba
"Kayaknya ada tamu," gumam Gina, setelah ia keluar dari mobil.Pintu utama tampak terbuka lebar, menjadikan Gina berasumsi seperti itu.Gina berjalan masuk menuju pintu utama. Saat kakinya melangkah mulai menapaki ruang tamu, ia terperanjat ketika melihat seseorang yang tengah duduk berkumpul di sofa bersama Ratri dan juga Saga."A-ayah," gumam Gina, ia begitu terpaku sehingga dirinya berdiam di ambang pintu."Gina!" Seru Rusdi, saat dirinya melihat Gina yang baru saja datang.Rusdi terlihat berubah setelah lama ditahan. Sebagian rambutnya telah memutih dan tubuhnya tampak kurus."Ayah!" Gina berjalan cepat, kemudian memeluk Rusdi begitu erat.Gina dan Rusdi menangis di dalam pelukan. Mereka menumpahkan rasa rindu yang salam ini terpendam di dalam diri mereka masing-masing."Ayah ada di sini?" Terdengar suara Gina parau karena tangisan yang tumpah."Iya, Nak. Ayah sudah bebas kemarin, kita bisa bertemu kapan pun yang kita mau. Ayah sudah bebas, Nak," sahut Rusdi dengan suara bergetar.
Lelaki itu menatap Gina, tanpa terganggu sedikit pun dengan bau yang berasal dari pakaian Gina."Mari aku bantu berdiri!" seru lelaki itu."Aku-""Gina, ya ampun!" Dari kejauhan, Tessa dan Cherly berlari saat melihat Gina sudah dalam kondisi kacau."Ya Tuhan ... Kenapa baju kamu bisa kotor seperti ini, Gina?" tanya Cherly, kemudian membantu Gina berdiri."Biasa, aku kena bully lagi. Aku sudah seperti seekor keledai. Jatuh di lubang yang sama," jawab Gina sambil tersenyum getir.Tessa dan Cherly menarik tangan Gina hendak membawanya ke kosan Cherly. Sementara laki-laki yang baru saja menabrak Gina, menatap Gina sampai ia tak terlihat lagi."Kok bisa kamu kena bully lagi?" tanya Cherly, setelah mereka berada di kosan.Kini, Gina telah berganti baju milik Cherly.Gina pun menceritakan awal kenapa ia sampai terkena bully lagi, sampai keadaannya lebih parah dari sebelumnya."Ya Tuhan ... Memang benar-benar ya mereka. Kesal sekali aku, semoga mereka mendapatkan balasan," timpal Tessa yang m
Beberapa hari kemudian, seperti biasa Gina tengah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus.Sebenarnya Gina merasa malas, setiap hari ia harus berhati-hati dengan keadaan kampus. Ah, bukan keadaan tepatnya, melainkan ketiga monster kampus yang selalu membuatnya kesal. Beberapa kali Gina mengalami bullying seperti dilempar telur, disiram air, dilempar tepung, dan masih banyak lagi. Tak habis pikir, ketiga monster kampus itu masih tetap saja aman di kampus itu. Dari sekian banyaknya mahasiswa di sana, tak ada seorang pun yang berani melawan atau melapor mereka. Pernah beberapa kali, Gina ingin melaporkan kasus bullying itu. Namun, selalu gagal karena ketiga monster itu tidak membiarkan Gina melakukannya."Sayang, sepertinya aku bakalan pulang cepat lagi nanti. Em ... Aku mau makan siang sama kamu berdua di pinggir danau," ujar Saga, saat mereka sedang sarapan pagi."Ehem ... Jadi hanya berdua nih? Aku sama Andres nggak diajak?" timpal Gina sambil melirik Andres."Hanya kami berdua,
Gina menggedikkan bahunya, ia juga merasa ragu sama seperti yang dirasakan Tessa.Kosan yang baru saja disewa Cherly terlihat tidak terawat. Bukan berarti kumuh, akan tetapi, keadaanya yang terlihat lembab."Entahlah, aku juga ragu, Tes. Kosan ini juga berada di paling ujung berbatasan dengan kebun pisang," sahut Gina."Em ... Apa kita kasih saran saja sama Cherly, buat cari lagi kosan yang lain? Aku saja sekarang ini, kok kurang nyaman, ya!" seru Tessa.Gina terdiam, ucapan Tessa ada benarnya juga. Namun, apakah Cherly setuju?"Tapi Cherly sudah membayar sewa selama beberapa bulan ke depan, Tes. Tapi ... Kita coba tanyakan saja nanti kalau dia sudah kembali," sahut Gina.Tak berselang lama, Cherly kembali dengan membawa 3 cup minuman dingin yang ditenteng di dalam kantong kresek bening."Ini buat kalian, huhhh haus banget," ujar Cherly, lantas memberikan 2 cup minuman itu kepada Gina dan Tessa."Terima kasih, Cher. Em ... Cher, kamu yakin mau tinggal di kosan ini?" tanya Gina memasti