"Kamu yang sabar ya, Cher. Em ... Gimana kalau nanti ada libur, kita kunjungi mama kamu di kampung. Kita berdua gitu, pasti seru!" seru Gina memberi saran. Gina memainkan alisnya naik turun, bermaksud menggoda Cherly.Lagi dan lagi Cherly hanya merespon biasa saja. Tak ada antusias sama sekali mendengar ajakan Gina."Cherly, kok kamu diam saja sih," ujar Gina ia berdecak kesal."Kita lihat nanti saja deh. Nanti aku kabari kamu kalau mau pulang ke kampung," sahut Cherly akhirnya.Gina mengangguk seraya tersenyum manis. Lagi-lagi, Gina memainkan bunga mawar yang sedari tadi ia pegang. Membuat Cherly mendelik ke atas, sudah muak melihat tingkah Gina yang terlihat berlebihan itu.Sepulang dari kampus, seperti biasa, Denis menunggu Gina di gerbang kampus. Pemandangan itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Cherly. Berlapang dada, hal yang selalu ia lakukan setiap kali melihat dua sejoli itu."Em ... Denis, terima kasih atas bunganya. Aku suka sekali," ucap Gina, saat mereka telah berada
Gina terkejut, tangannya berubah menjadi merah dan melepuh. Sensasi panas, perih dan gatal seketika terasa menyiksa di kedua telapak tangannya.Brak!Dari luar kamar, Saga membuka dan membanting pintu ketika mendengar suara jeritan Gina."Sayang, kamu kenapa?" tanya Saga, ia yang baru saja pulang dari kantor, panik saat mendengar suara jeritan Gina.Gina menangis, kemudian memperlihatkan kedua tangannya."Ya Tuhan, Sayang. Apa yang terjadi?" tanya Saga, ia mendekati Gina, dan menatap prihatin pada kedua tangan Gina yang tampak melepuh.Gina menggeleng, ia begitu tersiksa atas keadaan tangannya itu."Ini ada apa, kenapa Gina jerit-jerit?" Ratri dan Andres pun, yang baru saja pulang dari rumah bi Atun, segera berlari ke dalam kamar Gina."Ya ampun, tangan kamu kenapa, Sayang? Apa kamu habis main api atau memegang apa?" tanya Ratri, ia pun tak kalah panik dari Saga."Gatal, Bu. Tanganku gatal, panas dan perih, ini sangat menyiksa!" jawab Gina."Tapi kenapa tangan kamu bisa seperti ini, N
"Ya Tuhan, kamu serius, Gin?" tanya Tessa lewat sambungan telepon."Iya, maaf aku baru kasih tahu kamu. Aku kesusahan megang ponselnya, ini juga dibantu Andres, mengangkat telepon dari kamu," jawab Gina.Gina menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin. Tessa yang baru mengetahui, sontak sangat terkejut."Apa Cherly dan Denis sudah tahu masalah ini?" tanya Tessa.Gina menghembuskan nafas kasar."Denis sudah tahu, tadi dia datang buat jemput aku berangkat kuliah. Tapi Cherly, dia susah sekali dihubungi. Pokoknya aku sangat trauma, Tes, sama paket-paket misterius itu. Aku takut akan terjadi hal lebih buruk dari ini. Aku bingung, aku merasa aku nggak punya musuh di mana pun dengan siapa pun. Kenapa aku harus mengalami hal seperti ini? Terpaksa aku harus ngambil cuti, sebelum kedua tangan aku benar-benar sembuh," jelas Gina.Tessa merasa prihatin atas apa yang terjadi pada Gina. Setelah mengakhiri obrolan mereka di telepon, Tessa pun berniat untuk menjenguk Gina sepulang dari kampus nan
Keesokan harinya, sebelum pergi ke kampus, dengan sengaja Tessa mendatangi kostan Cherly. Ia ingin memastikan, apakah Cherly terlibat dalam masalah yang Gina hadapi? Entah kenapa, setelah membaca pesan dari nomor baru itu, Tessa berpikir jika orang di balik nomor baru itu, adalah Cherly.Sampai di kostan, terlihat Cherly tengah menjemur pakaiannya di depan kostan. Melihat Cherly berada di sana, dengan cepat Tessa berlari menghampiri."Loh, Tes. Kamu ke sini?" sapa Cherly, yang menyadari kedatangan Tessa."Aku mau bicara sama kamu, ini penting." Sebelum dipersilahkan masuk, dengan cepat Tessa masuk ke dalam."Ada apa sih? Kok kamu kayak ada masalah atau apa. Aneh tahu nggak sikap kamu?" tanya Cherly, yang baru saja selesai menjemur.Tessa duduk di atas karpet bulu yang tergelar di sana."Biar aku ambilkan minum dulu-""Em ... Nggak usah, Cher. Terima kasih, aku tidak haus!" potong Tessa.Cherly urung pergi ke dapur, ia kemudian duduk di hadapan Tessa."Aku cuma mau tanya sama kamu, ke
"Cherly, dipanggil bu Mita di kantor," ujar seorang mahasiswa, yang berlari tergopoh-gopoh menghampiri Cherly dan Tessa yang hendak pergi ke rumah Gina siang itu."Bu Mita? Memangnya ada apa, ya?" tanya Cherly."Saya juga tidak tahu, lebih baik temui dia sekarang. Sepertinya dia marah sama kamu. Sekarang bu Mita lagi nunggu kamu di perpustakaan lama," ujar mahasiswa itu.Cherly dan Tessa saling melempar pandang. Entah apa sebabnya bu Mita, salah satu dosen di kampus itu, marah terhadap Cherly? Cherly pun tidak merasa melakukan kesalahan."Kenapa aku disuruh ke sana? Itu kan perpustakaan yang sudah tidak digunakan. Aneh," celetuk Cherly."Saya hanya menyampaikan pesan dari bu Mita saja. Sepertinya ada yang ingin dia bicarakan sama kamu di sana. Sudah, gitu saja sih. Aku pamit," ujar mahasiswa itu, dia langsung pergi meninggalkan Cherly dan Tessa.Cherly tidak mengerti, apa yang akan bu Mita lakukan padanya. Tak bisa dipungkiri, bu Mita adalah salah satu dosen yang bisa dibilang galak d
Denis menarik tangan Cherly, membawanya untuk keluar dari tempat itu. Mereka berdua menyusuri lorong deretan rak-rak buku tua, untuk sampai di pintu keluar."Sial!" pekik Denis, setelah mereka sampai di pintu, pintu itu ternyata telah tertutup.Denis menarik-narik kenop pintu itu. Namun, benar dugaannya, ada seseorang yang menutup pintu itu lantas menguncinya dari luar.Brak!Denis menendang daun pintu itu. Frustasi dengan keadaan yang mengharuskan dirinya terjebak di tempat itu, bersama dengan Cherly."Kamu tenang, ya. Aku akan mencari cara supaya kita bisa keluar dari sini." Denis berjalan menyusuri lorong deretan rak-rak buku tua itu. Ia mencari jendela atau apa yang bisa membuat mereka keluar dari tempat itu."Denis, bisakah kamu telepon seseorang supaya bisa menolong kita di sini? Ponsel aku tadi baterainya sudah sangat lemah. Barusan aku cek lagi, ternyata sudah mati. Siapa tahu dengan kamu menelepon seseorang, kita bisa terbebas dari sini," ujar Cherly.Denis mengangguk, kemudi
Suasana berubah menjadi canggung. Tatkala tak ada percakapan sama sekali di antara Cherly dan juga Denis, setelah Denis mencium Cherly.Semakin malam, rasa kantuk mulai menghampiri keduanya. Cherly menyandarkan punggungnya ke tembok, begitu pun dengan Denis. Keduanya terlelap dalam gelapnya malam yang menyelimuti.****"Bangun, Mas, Mbak!"Denis terbangun saat ia merasa ada seseorang menepuk bahunya. Setelah ia membuka mata, ternyata seorang cleaning service tengah berdiri di hadapannya, menatapnya heran."Ah, em ... Syukurlah ada Pak Widodo ke sini. Kami terkurung di sini semalaman," ujar Denis, sementara Cherly masih tertidur nyenyak tanpa merasa terganggu."Kok bisa terkurung di sini? Ini kan perpustakaan sudah lama tidak aktif. Kenapa kalian bisa sampai masuk ke sini?" tanya pak Widodo, matanya menatap Denis dan Cherly penuh selidik.Tak ingin ada kesalahan pahaman, Denis segera menjelaskan perihal yang terjadi kepadanya dan juga Cherly, hingga mereka berdua terkurung di tempat it
Dengan terpaksa, Cherly pun menuruti permintaan Gina. Walau pun berat rasanya, jika harus mendengar suaranya.Setelah panggilan tersambung, Cherly kemudian mengaktifkan pengeras suara pada ponsel itu."Halo, Gina. Ada apa? Oh iya, aku minta maaf kemarin aku tidak jadi datang ke rumah kamu. Ada urusan mendadak yang mengharuskan aku pergi, dan mengurungkan niatku menjenguk kamu. Kamu tidak marah, kan?" sapa Denis pada sambungan telepon.Cherly merasa lega, Denis tidak menceritakan apa yang dialami Denis bersamanya kepada Gina di perpustakaan lama semalam."Iya tidak apa-apa, aku hanya khawatir saja sama kamu. Semalaman beberapa kali aku telepon kamu tapi tidak kamu angkat. Iya syukurlah kalau kamu tidak apa-apa," sahut Gina."Iya, terima kasih, Gina atas pengertiannya. Sekarang aku mau ke rumah kamu. Sekalian aku mau bawakan sesuatu dari mama. Mama nitipin sesuatu untuk diberikan kepada kamu. Sekarang aku berangkat dari rumah. Aku tutup dulu ya, teleponnya," ucap Denis.Denis pun mengak
"Apa? Jadi ... Pak Jarwo melakukan pesugihan penglaris kostan, dan saya target selanjutnya untuk dijadikan tumbal?" tanya Cherly, ia tak habis pikir dengan apa yang terjadi. Bisa-bisanya di zaman modern seperti ini, masih ada orang yang melakukan jalan pintas seperti itu."Benar, itulah pengakuan dari saudara Jarwo tadi. Bahkan mayat yang ada di dalam dinding kostan Mbak Cherly, adalah salah satu korbannya. Yang lebih nahasnya, wanita itu adalah istrinya sendiri. Selain itu, di kebun belakang rumahnya, ada beberapa jasad yang ditemukan oleh tim kami. Di antara mereka adalah anak kandungnya pak Jarwo dan beberapa penghuni kost yang dulu dinyatakan hilang, ternyata menjadi korban keserakahan saudara Jarwo," jelas polisi.Cherly menghembuskan nafas kasar. Namun, beruntung ia masih diberikan keselamatan. Jika ia tidak peka akan mimpi itu, entah akan seperti apa nasib Cherly selanjutnya. Yang lebih penting, ia percaya, Tuhan selalu melindunginya dari segala marabahaya, dan Cherly sangat be
"Jadi ... Sebenarnya Bapak tidak tahu tentang mayat di dalam dinding itu?" tanya polisi kepada pak Jarwo."Betul, Pak. Saya juga syok, mendengar ada mayat di kostan milik saya. Sepertinya itu ulah salah satu penghuni kost sebelumnya. Tapi saya juga tidak tahu, itu hanya dugaan saya saja," jawab pak Jarwo.Semua menyimak, dan menyimpulkan hal yang sama seperti pak Jarwo. Mungkin memang benar, mayat itu sengaja dikubur di dinding, oleh penghuni kost sebelumnya. Namun, ada motif apa di balik masalah ini? Semua masih menjadi teka-teki yang harus segera dipecahkan."Pak polisi, Pak Polisi! Pak, saya menemukan sesuatu di sana!" teriak pria yang baru saja menyelesaikan buang air kecil. Hal itu menjadikannya pusat perhatian orang-orang. Bahkan para tetangga pak Jarwo pun banyak yang keluar melihat adanya polisi di tempat itu."Ada apa? Kamu menemukan apa?" tanya polisi.Dengan nafas tersengal, susah payah pria itu mencoba untuk menjelaskan. Namun, rasa takut dan lelah menjadikannya sulit untu
Ceklek!Pintu pun terbuka lebar, menampakkan Denis dan beberapa orang polisi berdiri di depan pintu kostan.Melihat adanya polisi, salah satu anak kost masuk ke satu kamar dan kamar yang lain. Ia memberitahu, perihal adanya polisi, yang datang ke kostan Cherly.Seketika suasana menjadi ramai setelah penghuni kost yang lain keluar dari kamar masing-masing."Cherly, kenapa bisa ada mayat di sini? Apakah terjadi sesuatu?" tanya Denis, ia begitu penasaran.Dengan susah payah, Cherly segera meminta mereka untuk masuk ke dalam."Sebaiknya kalian periksa saja di dalam dinding itu," jawab Cherly.Denis dan beberapa polisi tersebut segera masuk. Mereka tercengang, mendapati salah satu dinding yang telah berlubang."Aku tidak sengaja menemukan mayat di dalam dinding itu, setelah beberapa kali aku bermimpi buruk. Dan puncaknya, mimpi itu berakhir menunjukkan kenyataan bahwa ternyata selama aku tinggal disini, aku tinggal bersama seorang mayat," jelas Cherly, sambil menunjuk ke arah dinding berlu
Cherly melepaskan kedua tangan dari telinga. Lantas Cherly berdiri hendak mencari ponselnya, dengan meraba lantai.Dor! Dor! Dor!"Sudah cukup!" teriak Cherly. Namun, ia terbangun dari tidurnya di atas karpet.Cherly mengusap buliran keringat yang mengumpul di dahinya. Ternyata Cherly baru terbangun dari tidurnya. Yang baru saja ia alami, hanyalah mimpi. Namun, jantung Cherly masih berdetak hebat, mimpi itu seperti nyata dan sangat menakutkan.Cherly melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Cherly menghela nafas kasar, tidak seharusnya ia kalah dengan rasa kantuk di jam-jam rawan seperti itu.Keadaan di luar sudah mulai gelap. Cherly mengintip di balik jendela. Rasa trauma akan mimpi barusan, begitu melekat di diri Cherly. Mimpi itu sangat mengerikan, tak bisa dipungkiri Cherly mulai takut dengan keadaan ini."Kenapa aku jadi seperti ini? Padahal sebelum pindah ke sini, aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Bahkan aku juga tidak pernah tidur di waktu mag
Cherly yang baru saja selesai mandi. Segera makan seorang diri di kostan. Sebelum mandi, ia sempat memasak bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.Waktu telah menunjukkan pukul 17.00 sore. senja mulai menampakkan cahaya jingga. Penghuni kost lain tampak berlalu lalang, ada yang masuk dan ada yang keluar.Cherly begitu menikmati makanan yang baru saja dibuatnya. Hingga tak terasa, ia telah menghabiskan satu piring penuh, membuat perutnya merasa kekenyangan.Selesai makan, seperti biasa Cherly membereskan piring kotor kemudian mencucinya.Sejenak setelah menyelesaikan cucian piringnya. Cherly memainkan ponselnya, dengan bersandar di tembok. Namun, tiba-tiba rasa kantuk mulai menyerang. Cherly melihat jam di layar ponselnya, ternyata sudah menunjukkan waktu hampir magrib.Entah kenapa, di waktu-waktu seperti itu, selalu saja rasa kantuk itu datang. Semenjak menempati kostan itu, kebiasaan buruk Cherly itu dimulai, tidur di waktu mendekati waktu magrib."Nggak boleh tidur, aku harus
Di dekat gerbang kampus, tampak pak Mukidi tengah berdiri bersandar pada mobil. Beberapa kali ia meniupkan asap rokok yang langsung membumbung tinggi ke udara."Hai, Pak. Sudah lama, ya nungguin?" sapa Gina, ia baru saja selesai kelas dan langsung keluar dari area kampus."Eh, Non Gina sudah keluar. Baru juga sampai, ini lagi santai dulu sambil merokok. Mau langsung pulang sekarang, Non?" tanya pak Mukidi."Jangan langsung pulang, Pak. Antar aku ke toko buku langgananku dulu," jawab Gina."Siap, Non!" Pak Mukidi mengacungkan jari jempolnya ke udara.Lantas Gina langsung masuk ke barisan belakang. Sementara pak Mukidi, bergegas ia mematikan rokok yang masih menyala itu.Sepanjang perjalanan, Gina hanya menatap jalanan dari kaca jendela mobil yang sengaja ia buka sedikit. Semilir angin langsung terasa menerpa wajah Gina. Lalu lalang kendaraan di jalanan itu tampak ramai lancar. Memperlihatkan kesibukan yang tiada hentinya di kota itu.Jarak toko buku langganan Gina cukup jauh dari kampu
Gina kemudian mematikan teleponnya, lalu menyelesaikan aktivitas mencuci piringnya."Ayok kita pulang, Sayang. Em ... Lena, terima kasih, ya. Kamu sudah repot-repot masak banyak buat kami," ucap Rusdi.Lena tersenyum sambil mengangguk kecil."Tak apa, Mas. Aku senang kita bisa makan bersama seperti ini," sahut tante Lena.Rusdi dan Gina pun berpamitan pulang. Sampai di rumah, Gina masuk ke dalam kamar. Ia terdiam, teringat akan percakapan Cherly dengan seorang lelaki di sambungan telepon tadi."Kok aku kayak nggak asing dengan suara itu, siapa kira-kira lelaki yang bersama Cherly tadi?" Dalam hati, Gina bertanya-tanya.Malam semakin larut, Gina pun memutuskan untuk istirahat. Ia berusaha membuang jauh pikiran buruk tentang Cherly. Toh yang ia tahu, Cherly adalah saudarinya yang baik. Tidak mungkin Cherly berbuat yang tidak-tidak. Itulah yang Gina lakukan, berpikir positif walau pun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih bertanya-tanya.Keesokan harinya, Gina yang telah samp
"Gina!" Wanita yang sudah tidak muda itu pun tak kalah terkejutnya saat melihat Gina."Ayah, apakah benar Tante Lena ini calon istri Ayah?" tanya Gina.Rusdi mengernyitkan dahinya, ia kemudian mengangguk membenarkan."Jadi, kamu sudah kenal dengan Tante Lena?" tanya Rusdi, yang disambut oleh anggukan kepala Gina."Tante Lena ini tantenya Tessa teman aku di kampus dan pemilik kedai bakso. Kebetulan aku dan Cherly juga sering jajan di sana," jawab Gina.Semua serba kebetulan, mungkin ini yang disebut dengan takdir. Tak menyangka jika Rusdi hendak menikah dengan wanita yang Gina kenal."Ya Tuhan, kok bisa kebetulan gini, ya. Tapi tidak apa-apa, Tante sangat bahagia setelah mengetahui ternyata kamu anaknya Mas Rusdi. Sebentar lagi kamu akan menjadi anakku, kamu anak baik dan Tante sangat menyukai kamu, Sayang. Sebaiknya kita ngobrol di dalam saja. Ayok, Mas, Gina, silahkan masuk!" seru tante Lena.Rusdi dan Gina pun masuk, dan dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu."Aku mau tahu dan sang
David menghentikan tawanya, ia melirik ke sana kemari, saat orang-orang di perpustakaan itu serempak melihat ke arahnya."Ini, coba baca buku ini. Lucu sekali," jawab David, ia memperlihatkan isi buku yang baru saja ia baca.Gina tersenyum garing, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah di mana letak lucunya. Namun, terlihat David begitu terhibur dengan isi buku itu."Lucu, ya?" tanya Gina.David mengangguk, ia kemudian melanjutkan bacaannya."Sst ... Sst, Gina!" Dari ambang pintu, kepala Cherly terlihat menyembul dan melambaikan tangan, menyuruh Gina mendekatinya.Gina yang melihat itu, segera bangkit berdiri kemudian mendekati Cherly."Iya, kenapa, Cher?" tanya Gina."Kamu yang kenapa? Apa kamu nggak sadar, orang yang ada di hadapan kamu itu si David, monster kampus ini. Apa kamu nggak takut dikerjain lagi sama orang itu?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menoleh ke arah David yang masih sibuk membaca buku. Dengan segera, Gina menarik tangan Cherly dan mengajaknya bicara di