Cherly terbelalak setelah Denis mengatakan hal itu secara spontan. Denis pun terlihat gelagapan, saat menyadari jika dirinya keceplosan berkata seperti itu."Kok kamu bisa tahu kalau Cherly kedinginan?" tanya Gina, yang terus menatapnya penuh tanda tanya.Cherly menunduk pasrah jika memang harus ketahuan oleh Gina, tentang kejadian semalam. Namun, Cherly sangat berharap Denis bisa menjelaskan supaya Gina tak berprasangka buruk terhadap mereka berdua."Em ... Anu. Cuaca semalam terasa berbeda dari biasanya. Semalam yang aku rasain, di kota ini terasa sangat dingin. Jadi, aku mengira jika Cherly mungkin kedinginan, dan akibatnya dia terkena flu dan kepala pusing. Itu sih, karena biasanya aku juga suka gitu kalau tiba-tiba cuaca berbeda seperti semalam," jelas Denis, membuat Cherly bisa bernafas lega.Gina mengangkat sebelah alisnya. Ia menatap Denis seakan mengintimidasi lelaki itu."Em ... Gina, betul yang dikatakan Denis. Semalam memang cuaca menurut aku sangat dingin. Ditambah kostan
Melihat keadaan Cherly yang tak sadarkan diri, membuat Denis merasa sedih. Ia merutuki semua kebodohannya, yang tak bisa membawa Cherly keluar semalam dari perpustakaan lama.Denis mengusap punggung tangan Cherly, berdoa dalam hati, berharap Cherly lekas sadar dari pingsannya.Setelah mendapat penanganan dari dokter. Akhirnya Cherly membuka matanya, dan melihat Denis yang tengah duduk menunggunya di kursi pinggir ranjang tempatnya berbaring."Kenapa kamu ada di sini?" tanya Cherly.Denis mengerutkan dahinya, ucapan Cherly sungguh membuatnya kesal sekaligus iba."Kenapa nanyanya kayak gitu? Terserah aku dong mau nungguin kamu atau tidak. Oh iya, kata dokter kamu harus banyak istirahat dan jangan dulu melakukan aktivitas berat. Nanti, kalau kamu butuh apa-apa, jangan sungkan hubungi aku. Aku siap membantu kamu," ujar Denis.Perhatian Denis sangat menyiksa batin Cherly. Bagaimana Cherly bisa membuang rasa cintanya, sedangkan Denis memberikan perhatian lebih seperti itu."Seharusnya kamu
Gina menautkan kedua alisnya, tatkala Denis memanggilnya Cher."Em ... Maaf, Gin. Bukan ke kamu, aku kira kamu Chera sepupu aku. Dari tadi beberapa kali dia nelepon aku terus. Oh iya, ada apa kamu nelepon?" tanya Denis, tanpa Gina sadari, di seberang telepon Denis menahan kegugupannya."Oh sepupu kamu. Ini aku mau kasih tahu kamu, jam tangan kamu tadi jatuh di sini," jawab Gina.Denis merasa lega, ternyata Gina percaya dengan alasan yang dibuatnya. Denis kemudian melihat pergelangan tangannya, ternyata ia baru sadar jika jam tangannya memang sudah tidak ada di tangannya."Ya ampun, iya aku nggak sadar kalau jam aku jatuh. Kalau kamu nggak kasih tahu, mungkin aku akan terus lupa. Terima kasih sudah kasih tahu, nanti aku ambil ke rumah kamu," ucap Denis.Gina tersenyum mengangguk, mendengar suara Denis saja, membuat Gina merasa bahagia."Kok diam, ada yang ingin dibicarakan lagi?" tanya Denis.Gina tersenyum sembari tertunduk. Wajahnya memerah merona, walau pun sudah tentu Denis tidak a
Sayangnya, lagi dan lagi nomor asing itu langsung mati saat Gina membalas. Pesan Gina tidak terkirim dan hanya centang satu abu-abu.Gina menggerutu kesal, ia kembali mengedarkan pandangan ke seluruh arah. Mencari seseorang yang mencurigakan. Namun, ia tak menemukan orang-orang yang terlihat mencurigakan. Semua tampak biasa saja, mereka terlihat tengah melakukan aktivitas biasa.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Gina pun memilih kembali ke rumah. Jika lama-lama di luar, Gina khawatir jika pemilik nomor asing itu, akan berbuat jahat lebih dari waktu itu.Gina menyeberangi jalanan, ia kembali memasuki perumahan tempat tinggalnya.Tin!Gina menoleh ke belakang, ia melihat mobil Saga berhenti di belakang Gina.Gina mengerutkan dahi, bukankah pagi ini ayah sambungnya itu harusnya bekerja?Gina mendekati mobil itu, kemudian membuka pintunya."Kamu ngapain di jalan? Kamu tidak boleh keluar sendiri. Ingat, kita tidak tahu apakah ada orang jahat yang mengintai? Pokoknya Ayah tidak mau, kej
"Perut aku sakit, aku mau ke toilet dulu, ya. Kalian berdua makan saja, nanti aku balik lagi ke sini," pamit Gina, ia memegangi perutnya yang terasa sakit."Iya cepat sana, jangan lama-lama," sahut Cherly.Gina mengangguk, kemudian berlari menuju toilet. Setelah menuntaskan urusannya di toilet, bergegas Gina keluar. Saat ia berjalan hendak kembali ke kantin, tak sengaja Gina melihat Denis yang baru saja keluar dari toilet pria.Gina tersenyum, kemudian ia hendak menghampiri lelaki itu. Namun, langkahnya terhenti saat David memanggil Denis.Karena jarak yang cukup jauh, dan suara riuh mahasiswa lain, membuat Gina tidak bisa mendengar percakapan di antara Denis dan David. Namun, dari ekspresi keduanya, tampak mereka bersitegang seperti tengah bertengkar. Tampak David menunjuk-nunjuk wajah Denis dengan jari telunjuknya.Merasa penasaran, Gina mencoba berjalan mendekat. Ia berdiri di balik tembok yang tak jauh dari tempat mereka berdiri."Ingat ya, kamu tidak usah sok jagoan. Kita tidak a
"Hai, Denis!" seru Gina menyapa Denis setelah ia berada di depan gerbang kampus.Denis menoleh sambil tersenyum kecil. Ia kemudian menyerahkan helm kepada Gina, dan menyuruhnya untuk menaiki motornya."Kita bicaranya di taman saja," ujar Denis, yang langsung disambut oleh anggukan kepala Gina.Gina menaiki motor Denis, bergegas Denis pun menghidupkan dan mengendarai motor itu menuju taman kota.Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan sama sekali di antara mereka. Denis yang tengah fokus mengendarai motor, sementara Gina fokus menatap jalanan sekitar, hiruk pikuk dan bisingnya keadaan jalanan itu."Bagaimana keadaan mama kamu, aku kangen sama mama kamu," ujar Gina akhirnya lebih dulu membuka obrolan di antara mereka."Baik, keadaan mama aku baik dan sehat. Hanya saja harus siap obat untuk jaga-jaga di waktu darurat," sahut Denis.Gina tersenyum, ingin sekali ia menemui tante Rima. Sudah pasti wanita paruh baya itu akan sangat senang jika Gina datang menemuinya.Sesampainya di taman ko
Gina menerima tisu itu, kemudian menyeka air matanya."Terima kas ...." Gina menghentikan ucapannya, saat ia melihat seseorang yang baru saja menyodorkan tisu kepadanya."Kamu!" gumam Gina, ia menatap orang itu tanpa kedip."Hapus air mata kamu, jangan sampai kamu menjadi pusat perhatian orang-orang di tempat ini," ujar David.Gina mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Tampak beberapa orang tengah memperhatikannya yang sedang terisak menangis."Aku antar kamu pulang! Tunjukkan alamat rumahmu di mana," ujar David.Gina membuang muka, ia merasa was-was jika bertemu dengan lelaki ini."Mau apa? Mau bully aku lagi?" tanya Gina.Mata David mendelik ke atas, ia membuang nafas kasar."Di saat-saat seperti ini, bisa-bisanya kamu curiga sama orang yang berniat baik sama kamu," sanggah David.Gina terdiam, ia menatap David begitu tajam."Tidak usah, aku bisa pulang sendiri," tolak Gina, ia kemudian beranjak dan pergi begitu saja meninggalkan David.Gina berjalan kaki menyusuri jalanan di bawa
Gina menuruti permintaan Rusdi, ia duduk di sebelah Rusdi setelah menyalami semua yang ada di ruang tamu.Penampilan Rusdi sedikit berbeda dari sebelumnya. Yang semula rambutnya sebagian telah berwarna putih, kini seluruhnya telah berganti warna menjadi hitam. Sehingga tampak terlihat muda dari sebelumnya."Sayang, kamu habis ke mana dulu? Kok baru pulang?" tanya Saga."Aku mampir dulu di kostan Cherly, Yah!" jawab Gina.Ratri menatap wajah Ratri yang terlihat sedikit berbeda."Kamu kenapa, Nak? Kok wajah kamu terlihat sembab?" tanya Ratri, yang disambut oleh gelengan kepala Gina."Aku tidak apa-apa, Bu. Aku hanya lelah saja, hari ini kan hari pertama aku kembali masuk kuliah. Aku jadi belum terbiasa lagi menjalani aktivitas di kampus. Makanya aku mampir dulu di kostan Cherly, untuk mengusir rasa lelahku," dalih Gina.Ratri mengangguk, walau pun perasaannya sebagai seorang ibu, tahu jika putrinya seperti sedang ada masalah. Namun, ia tak ingin memaksakan bertanya, ia takut jika memaks
Gina kemudian mematikan teleponnya, lalu menyelesaikan aktivitas mencuci piringnya."Ayok kita pulang, Sayang. Em ... Lena, terima kasih, ya. Kamu sudah repot-repot masak banyak buat kami," ucap Rusdi.Lena tersenyum sambil mengangguk kecil."Tak apa, Mas. Aku senang kita bisa makan bersama seperti ini," sahut tante Lena.Rusdi dan Gina pun berpamitan pulang. Sampai di rumah, Gina masuk ke dalam kamar. Ia terdiam, teringat akan percakapan Cherly dengan seorang lelaki di sambungan telepon tadi."Kok aku kayak nggak asing dengan suara itu, siapa kira-kira lelaki yang bersama Cherly tadi?" Dalam hati, Gina bertanya-tanya.Malam semakin larut, Gina pun memutuskan untuk istirahat. Ia berusaha membuang jauh pikiran buruk tentang Cherly. Toh yang ia tahu, Cherly adalah saudarinya yang baik. Tidak mungkin Cherly berbuat yang tidak-tidak. Itulah yang Gina lakukan, berpikir positif walau pun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih bertanya-tanya.Keesokan harinya, Gina yang telah samp
"Gina!" Wanita yang sudah tidak muda itu pun tak kalah terkejutnya saat melihat Gina."Ayah, apakah benar Tante Lena ini calon istri Ayah?" tanya Gina.Rusdi mengernyitkan dahinya, ia kemudian mengangguk membenarkan."Jadi, kamu sudah kenal dengan Tante Lena?" tanya Rusdi, yang disambut oleh anggukan kepala Gina."Tante Lena ini tantenya Tessa teman aku di kampus dan pemilik kedai bakso. Kebetulan aku dan Cherly juga sering jajan di sana," jawab Gina.Semua serba kebetulan, mungkin ini yang disebut dengan takdir. Tak menyangka jika Rusdi hendak menikah dengan wanita yang Gina kenal."Ya Tuhan, kok bisa kebetulan gini, ya. Tapi tidak apa-apa, Tante sangat bahagia setelah mengetahui ternyata kamu anaknya Mas Rusdi. Sebentar lagi kamu akan menjadi anakku, kamu anak baik dan Tante sangat menyukai kamu, Sayang. Sebaiknya kita ngobrol di dalam saja. Ayok, Mas, Gina, silahkan masuk!" seru tante Lena.Rusdi dan Gina pun masuk, dan dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu."Aku mau tahu dan sang
David menghentikan tawanya, ia melirik ke sana kemari, saat orang-orang di perpustakaan itu serempak melihat ke arahnya."Ini, coba baca buku ini. Lucu sekali," jawab David, ia memperlihatkan isi buku yang baru saja ia baca.Gina tersenyum garing, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah di mana letak lucunya. Namun, terlihat David begitu terhibur dengan isi buku itu."Lucu, ya?" tanya Gina.David mengangguk, ia kemudian melanjutkan bacaannya."Sst ... Sst, Gina!" Dari ambang pintu, kepala Cherly terlihat menyembul dan melambaikan tangan, menyuruh Gina mendekatinya.Gina yang melihat itu, segera bangkit berdiri kemudian mendekati Cherly."Iya, kenapa, Cher?" tanya Gina."Kamu yang kenapa? Apa kamu nggak sadar, orang yang ada di hadapan kamu itu si David, monster kampus ini. Apa kamu nggak takut dikerjain lagi sama orang itu?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menoleh ke arah David yang masih sibuk membaca buku. Dengan segera, Gina menarik tangan Cherly dan mengajaknya bicara di
Gina menuruti permintaan Rusdi, ia duduk di sebelah Rusdi setelah menyalami semua yang ada di ruang tamu.Penampilan Rusdi sedikit berbeda dari sebelumnya. Yang semula rambutnya sebagian telah berwarna putih, kini seluruhnya telah berganti warna menjadi hitam. Sehingga tampak terlihat muda dari sebelumnya."Sayang, kamu habis ke mana dulu? Kok baru pulang?" tanya Saga."Aku mampir dulu di kostan Cherly, Yah!" jawab Gina.Ratri menatap wajah Ratri yang terlihat sedikit berbeda."Kamu kenapa, Nak? Kok wajah kamu terlihat sembab?" tanya Ratri, yang disambut oleh gelengan kepala Gina."Aku tidak apa-apa, Bu. Aku hanya lelah saja, hari ini kan hari pertama aku kembali masuk kuliah. Aku jadi belum terbiasa lagi menjalani aktivitas di kampus. Makanya aku mampir dulu di kostan Cherly, untuk mengusir rasa lelahku," dalih Gina.Ratri mengangguk, walau pun perasaannya sebagai seorang ibu, tahu jika putrinya seperti sedang ada masalah. Namun, ia tak ingin memaksakan bertanya, ia takut jika memaks
Gina menerima tisu itu, kemudian menyeka air matanya."Terima kas ...." Gina menghentikan ucapannya, saat ia melihat seseorang yang baru saja menyodorkan tisu kepadanya."Kamu!" gumam Gina, ia menatap orang itu tanpa kedip."Hapus air mata kamu, jangan sampai kamu menjadi pusat perhatian orang-orang di tempat ini," ujar David.Gina mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Tampak beberapa orang tengah memperhatikannya yang sedang terisak menangis."Aku antar kamu pulang! Tunjukkan alamat rumahmu di mana," ujar David.Gina membuang muka, ia merasa was-was jika bertemu dengan lelaki ini."Mau apa? Mau bully aku lagi?" tanya Gina.Mata David mendelik ke atas, ia membuang nafas kasar."Di saat-saat seperti ini, bisa-bisanya kamu curiga sama orang yang berniat baik sama kamu," sanggah David.Gina terdiam, ia menatap David begitu tajam."Tidak usah, aku bisa pulang sendiri," tolak Gina, ia kemudian beranjak dan pergi begitu saja meninggalkan David.Gina berjalan kaki menyusuri jalanan di bawa
"Hai, Denis!" seru Gina menyapa Denis setelah ia berada di depan gerbang kampus.Denis menoleh sambil tersenyum kecil. Ia kemudian menyerahkan helm kepada Gina, dan menyuruhnya untuk menaiki motornya."Kita bicaranya di taman saja," ujar Denis, yang langsung disambut oleh anggukan kepala Gina.Gina menaiki motor Denis, bergegas Denis pun menghidupkan dan mengendarai motor itu menuju taman kota.Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan sama sekali di antara mereka. Denis yang tengah fokus mengendarai motor, sementara Gina fokus menatap jalanan sekitar, hiruk pikuk dan bisingnya keadaan jalanan itu."Bagaimana keadaan mama kamu, aku kangen sama mama kamu," ujar Gina akhirnya lebih dulu membuka obrolan di antara mereka."Baik, keadaan mama aku baik dan sehat. Hanya saja harus siap obat untuk jaga-jaga di waktu darurat," sahut Denis.Gina tersenyum, ingin sekali ia menemui tante Rima. Sudah pasti wanita paruh baya itu akan sangat senang jika Gina datang menemuinya.Sesampainya di taman ko
"Perut aku sakit, aku mau ke toilet dulu, ya. Kalian berdua makan saja, nanti aku balik lagi ke sini," pamit Gina, ia memegangi perutnya yang terasa sakit."Iya cepat sana, jangan lama-lama," sahut Cherly.Gina mengangguk, kemudian berlari menuju toilet. Setelah menuntaskan urusannya di toilet, bergegas Gina keluar. Saat ia berjalan hendak kembali ke kantin, tak sengaja Gina melihat Denis yang baru saja keluar dari toilet pria.Gina tersenyum, kemudian ia hendak menghampiri lelaki itu. Namun, langkahnya terhenti saat David memanggil Denis.Karena jarak yang cukup jauh, dan suara riuh mahasiswa lain, membuat Gina tidak bisa mendengar percakapan di antara Denis dan David. Namun, dari ekspresi keduanya, tampak mereka bersitegang seperti tengah bertengkar. Tampak David menunjuk-nunjuk wajah Denis dengan jari telunjuknya.Merasa penasaran, Gina mencoba berjalan mendekat. Ia berdiri di balik tembok yang tak jauh dari tempat mereka berdiri."Ingat ya, kamu tidak usah sok jagoan. Kita tidak a
Sayangnya, lagi dan lagi nomor asing itu langsung mati saat Gina membalas. Pesan Gina tidak terkirim dan hanya centang satu abu-abu.Gina menggerutu kesal, ia kembali mengedarkan pandangan ke seluruh arah. Mencari seseorang yang mencurigakan. Namun, ia tak menemukan orang-orang yang terlihat mencurigakan. Semua tampak biasa saja, mereka terlihat tengah melakukan aktivitas biasa.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Gina pun memilih kembali ke rumah. Jika lama-lama di luar, Gina khawatir jika pemilik nomor asing itu, akan berbuat jahat lebih dari waktu itu.Gina menyeberangi jalanan, ia kembali memasuki perumahan tempat tinggalnya.Tin!Gina menoleh ke belakang, ia melihat mobil Saga berhenti di belakang Gina.Gina mengerutkan dahi, bukankah pagi ini ayah sambungnya itu harusnya bekerja?Gina mendekati mobil itu, kemudian membuka pintunya."Kamu ngapain di jalan? Kamu tidak boleh keluar sendiri. Ingat, kita tidak tahu apakah ada orang jahat yang mengintai? Pokoknya Ayah tidak mau, kej
Gina menautkan kedua alisnya, tatkala Denis memanggilnya Cher."Em ... Maaf, Gin. Bukan ke kamu, aku kira kamu Chera sepupu aku. Dari tadi beberapa kali dia nelepon aku terus. Oh iya, ada apa kamu nelepon?" tanya Denis, tanpa Gina sadari, di seberang telepon Denis menahan kegugupannya."Oh sepupu kamu. Ini aku mau kasih tahu kamu, jam tangan kamu tadi jatuh di sini," jawab Gina.Denis merasa lega, ternyata Gina percaya dengan alasan yang dibuatnya. Denis kemudian melihat pergelangan tangannya, ternyata ia baru sadar jika jam tangannya memang sudah tidak ada di tangannya."Ya ampun, iya aku nggak sadar kalau jam aku jatuh. Kalau kamu nggak kasih tahu, mungkin aku akan terus lupa. Terima kasih sudah kasih tahu, nanti aku ambil ke rumah kamu," ucap Denis.Gina tersenyum mengangguk, mendengar suara Denis saja, membuat Gina merasa bahagia."Kok diam, ada yang ingin dibicarakan lagi?" tanya Denis.Gina tersenyum sembari tertunduk. Wajahnya memerah merona, walau pun sudah tentu Denis tidak a