David menghentikan tawanya, ia melirik ke sana kemari, saat orang-orang di perpustakaan itu serempak melihat ke arahnya."Ini, coba baca buku ini. Lucu sekali," jawab David, ia memperlihatkan isi buku yang baru saja ia baca.Gina tersenyum garing, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah di mana letak lucunya. Namun, terlihat David begitu terhibur dengan isi buku itu."Lucu, ya?" tanya Gina.David mengangguk, ia kemudian melanjutkan bacaannya."Sst ... Sst, Gina!" Dari ambang pintu, kepala Cherly terlihat menyembul dan melambaikan tangan, menyuruh Gina mendekatinya.Gina yang melihat itu, segera bangkit berdiri kemudian mendekati Cherly."Iya, kenapa, Cher?" tanya Gina."Kamu yang kenapa? Apa kamu nggak sadar, orang yang ada di hadapan kamu itu si David, monster kampus ini. Apa kamu nggak takut dikerjain lagi sama orang itu?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menoleh ke arah David yang masih sibuk membaca buku. Dengan segera, Gina menarik tangan Cherly dan mengajaknya bicara di
"Gina!" Wanita yang sudah tidak muda itu pun tak kalah terkejutnya saat melihat Gina."Ayah, apakah benar Tante Lena ini calon istri Ayah?" tanya Gina.Rusdi mengernyitkan dahinya, ia kemudian mengangguk membenarkan."Jadi, kamu sudah kenal dengan Tante Lena?" tanya Rusdi, yang disambut oleh anggukan kepala Gina."Tante Lena ini tantenya Tessa teman aku di kampus dan pemilik kedai bakso. Kebetulan aku dan Cherly juga sering jajan di sana," jawab Gina.Semua serba kebetulan, mungkin ini yang disebut dengan takdir. Tak menyangka jika Rusdi hendak menikah dengan wanita yang Gina kenal."Ya Tuhan, kok bisa kebetulan gini, ya. Tapi tidak apa-apa, Tante sangat bahagia setelah mengetahui ternyata kamu anaknya Mas Rusdi. Sebentar lagi kamu akan menjadi anakku, kamu anak baik dan Tante sangat menyukai kamu, Sayang. Sebaiknya kita ngobrol di dalam saja. Ayok, Mas, Gina, silahkan masuk!" seru tante Lena.Rusdi dan Gina pun masuk, dan dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu."Aku mau tahu dan sang
Gina kemudian mematikan teleponnya, lalu menyelesaikan aktivitas mencuci piringnya."Ayok kita pulang, Sayang. Em ... Lena, terima kasih, ya. Kamu sudah repot-repot masak banyak buat kami," ucap Rusdi.Lena tersenyum sambil mengangguk kecil."Tak apa, Mas. Aku senang kita bisa makan bersama seperti ini," sahut tante Lena.Rusdi dan Gina pun berpamitan pulang. Sampai di rumah, Gina masuk ke dalam kamar. Ia terdiam, teringat akan percakapan Cherly dengan seorang lelaki di sambungan telepon tadi."Kok aku kayak nggak asing dengan suara itu, siapa kira-kira lelaki yang bersama Cherly tadi?" Dalam hati, Gina bertanya-tanya.Malam semakin larut, Gina pun memutuskan untuk istirahat. Ia berusaha membuang jauh pikiran buruk tentang Cherly. Toh yang ia tahu, Cherly adalah saudarinya yang baik. Tidak mungkin Cherly berbuat yang tidak-tidak. Itulah yang Gina lakukan, berpikir positif walau pun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih bertanya-tanya.Keesokan harinya, Gina yang telah samp
Di dekat gerbang kampus, tampak pak Mukidi tengah berdiri bersandar pada mobil. Beberapa kali ia meniupkan asap rokok yang langsung membumbung tinggi ke udara."Hai, Pak. Sudah lama, ya nungguin?" sapa Gina, ia baru saja selesai kelas dan langsung keluar dari area kampus."Eh, Non Gina sudah keluar. Baru juga sampai, ini lagi santai dulu sambil merokok. Mau langsung pulang sekarang, Non?" tanya pak Mukidi."Jangan langsung pulang, Pak. Antar aku ke toko buku langgananku dulu," jawab Gina."Siap, Non!" Pak Mukidi mengacungkan jari jempolnya ke udara.Lantas Gina langsung masuk ke barisan belakang. Sementara pak Mukidi, bergegas ia mematikan rokok yang masih menyala itu.Sepanjang perjalanan, Gina hanya menatap jalanan dari kaca jendela mobil yang sengaja ia buka sedikit. Semilir angin langsung terasa menerpa wajah Gina. Lalu lalang kendaraan di jalanan itu tampak ramai lancar. Memperlihatkan kesibukan yang tiada hentinya di kota itu.Jarak toko buku langganan Gina cukup jauh dari kampu
Cherly yang baru saja selesai mandi. Segera makan seorang diri di kostan. Sebelum mandi, ia sempat memasak bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.Waktu telah menunjukkan pukul 17.00 sore. senja mulai menampakkan cahaya jingga. Penghuni kost lain tampak berlalu lalang, ada yang masuk dan ada yang keluar.Cherly begitu menikmati makanan yang baru saja dibuatnya. Hingga tak terasa, ia telah menghabiskan satu piring penuh, membuat perutnya merasa kekenyangan.Selesai makan, seperti biasa Cherly membereskan piring kotor kemudian mencucinya.Sejenak setelah menyelesaikan cucian piringnya. Cherly memainkan ponselnya, dengan bersandar di tembok. Namun, tiba-tiba rasa kantuk mulai menyerang. Cherly melihat jam di layar ponselnya, ternyata sudah menunjukkan waktu hampir magrib.Entah kenapa, di waktu-waktu seperti itu, selalu saja rasa kantuk itu datang. Semenjak menempati kostan itu, kebiasaan buruk Cherly itu dimulai, tidur di waktu mendekati waktu magrib."Nggak boleh tidur, aku harus
Cherly melepaskan kedua tangan dari telinga. Lantas Cherly berdiri hendak mencari ponselnya, dengan meraba lantai.Dor! Dor! Dor!"Sudah cukup!" teriak Cherly. Namun, ia terbangun dari tidurnya di atas karpet.Cherly mengusap buliran keringat yang mengumpul di dahinya. Ternyata Cherly baru terbangun dari tidurnya. Yang baru saja ia alami, hanyalah mimpi. Namun, jantung Cherly masih berdetak hebat, mimpi itu seperti nyata dan sangat menakutkan.Cherly melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Cherly menghela nafas kasar, tidak seharusnya ia kalah dengan rasa kantuk di jam-jam rawan seperti itu.Keadaan di luar sudah mulai gelap. Cherly mengintip di balik jendela. Rasa trauma akan mimpi barusan, begitu melekat di diri Cherly. Mimpi itu sangat mengerikan, tak bisa dipungkiri Cherly mulai takut dengan keadaan ini."Kenapa aku jadi seperti ini? Padahal sebelum pindah ke sini, aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Bahkan aku juga tidak pernah tidur di waktu mag
Ceklek!Pintu pun terbuka lebar, menampakkan Denis dan beberapa orang polisi berdiri di depan pintu kostan.Melihat adanya polisi, salah satu anak kost masuk ke satu kamar dan kamar yang lain. Ia memberitahu, perihal adanya polisi, yang datang ke kostan Cherly.Seketika suasana menjadi ramai setelah penghuni kost yang lain keluar dari kamar masing-masing."Cherly, kenapa bisa ada mayat di sini? Apakah terjadi sesuatu?" tanya Denis, ia begitu penasaran.Dengan susah payah, Cherly segera meminta mereka untuk masuk ke dalam."Sebaiknya kalian periksa saja di dalam dinding itu," jawab Cherly.Denis dan beberapa polisi tersebut segera masuk. Mereka tercengang, mendapati salah satu dinding yang telah berlubang."Aku tidak sengaja menemukan mayat di dalam dinding itu, setelah beberapa kali aku bermimpi buruk. Dan puncaknya, mimpi itu berakhir menunjukkan kenyataan bahwa ternyata selama aku tinggal disini, aku tinggal bersama seorang mayat," jelas Cherly, sambil menunjuk ke arah dinding berlu
"Jadi ... Sebenarnya Bapak tidak tahu tentang mayat di dalam dinding itu?" tanya polisi kepada pak Jarwo."Betul, Pak. Saya juga syok, mendengar ada mayat di kostan milik saya. Sepertinya itu ulah salah satu penghuni kost sebelumnya. Tapi saya juga tidak tahu, itu hanya dugaan saya saja," jawab pak Jarwo.Semua menyimak, dan menyimpulkan hal yang sama seperti pak Jarwo. Mungkin memang benar, mayat itu sengaja dikubur di dinding, oleh penghuni kost sebelumnya. Namun, ada motif apa di balik masalah ini? Semua masih menjadi teka-teki yang harus segera dipecahkan."Pak polisi, Pak Polisi! Pak, saya menemukan sesuatu di sana!" teriak pria yang baru saja menyelesaikan buang air kecil. Hal itu menjadikannya pusat perhatian orang-orang. Bahkan para tetangga pak Jarwo pun banyak yang keluar melihat adanya polisi di tempat itu."Ada apa? Kamu menemukan apa?" tanya polisi.Dengan nafas tersengal, susah payah pria itu mencoba untuk menjelaskan. Namun, rasa takut dan lelah menjadikannya sulit untu
Selain meninggalkan ponsel baru untuk Gina. Lena pun meninggalkan nomornya, supaya Gina menghubunginya.Gina kemudian menghubungi Lena untuk mengucapkan terima kasih. Lena begitu perhatian. Bersyukur ia memiliki ibu sambung sepertinya. Selain itu, Gina juga menanyakan kabar tentang orang tuanya. Belum begitu lama tinggal di kampung, Gina merasa sangat merindukan mereka. Entah sedang apa mereka, apakah mereka masih sibuk mencari Gina?Telepon pun tersambung, Lena segera mengangkatnya."Halo, Bunda. Bunda di mana sekarang? Maaf, tadi kata Nenek saat Bunda berkunjung, akunya nggak ada di rumah. Aku sedang ada urusan di luar. Oh iya, terima kasih banyak ya, Bun ponsel dan uangnya. Kebetulan sekali aku sangat membutuhkan ponsel ini," ucap Gina."Halo, Sayang. Iya tidak apa-apa. Bunda ada di jalan, sebentar lagi sampai di rumah," sahut Lena."Em ... Bunda, bagaimana kabar ayah? Terus ibu dan ayah Saga? Bunda juga apa kabar? Kangen aku sama kalian," imbuh Gina."Kabar ibu dan ayah Saga baik-
Beberapa saat kemudian, Farrel dan tim kepolisian kembali dengan tangan kosong. Rumiah telah lolos dari kejaran mereka. Sehingga membuat Rumiah ditetapkan menjadi DPO."Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi, kami akan berusaha semaksimal mungkin, untuk mencari keberadaan saudari Rumiah." Polisi pun pamit dari rumah Farrel."Bagaimana ini? Keadaan ini belum aman jika Rumiah masih bebas berkeliaran. Bisa saja sewaktu-waktu, dia kembali mencari Ayah dan memaksa lagi untuk memberikan semua milik Ayah. Bahkan tak segan membuat Ayah menderita lagi." Farrel merasa khawatir.Mereka terdiam untuk beberapa saat. Namun, beberapa saat kemudian Gina mengutarakan pendapatnya."Em ... Bagaimana kalau Om Romi ikut kita ke kampung saja, Rel. Sekalian kita jelaskan kepada ibu kamu," imbuh Gina.Farrel menoleh ke arah ayahnya. Pak Reno pun ikut menimpali, "Ide yang bagus. Memang sebaiknya untuk sementara waktu, Ayah kamu harus kamu bawa dari rumah ini. Bahaya jika dibiarkan tinggal sendirian, seme
"Ya Tuhan, Gina!" teriak Rumiah, ketika Gina terbatuk dan menyemburkan air di dalam mulutnya pada berkas itu."Aduh, maaf-maaf. Aku tidak sengaja, biar aku bersihkan berkasnya," ucap Gina.Gina kemudian merebut berkas itu, lalu berusaha mengeringkannya menggunakan ujung kerudung yang dipakainya."Ya ... Sobek," ujar Gina.Rumiah melotot tajam, melihat apa yang dilakukan oleh Gina. Namun, pak Reno dan juga Farrel menahan tawa atas apa yang terjadi."Kamu, ya! Kamu apakan berkas ini? Kurang ajar kamu, Gina!"Rumiah melayangkan tamparan ke arah Gina. Namun, secepatnya Farrel menahan tangan Rumiah."Berani menampar dia, maka rekaman itu akan aku berikan ke polisi dan aku sebar luaskan." Farrel memberi ancaman.Rumiah menepis tangan Farrel, ia berbalik badan menghadap Farrel."Rekaman apa yang kamu maksud? Bukankah rekaman itu sudah aku hapus? Jangan main-main denganku, Farrel. Aku tidak bisa kamu kelabuhi. Aku bukan wanita bodoh seperti yang kamu pikirkan," cetus Rumiah.Farrel tertawa be
Rumiah membeliak, saat melihat kak Reno memperlihatkan rekaman kejahatannya barusan. Farrel, Gina dan pak Reno tersenyum puas atas bukti yang telah mereka dapatkan."Sialan kalian semua, ternyata kalian menjebakku. Aku tidak akan tinggal diam. Aku hanya menuntut hakku sebagai istri Romi. Tapi kalian, berani-beraninya merekamku tanpa sepengetahuanku," ujar Rumiah.Romi bangkit lalu berdiri, ia menimpali ucapan Rumiah, "Apa? Hak? Jelas-jelas aku sudah menjatuhkan talak terhadap kamu. Lagi pula, kita hanya menikah secara siri. Jadi, tidak ada hak untuk kamu menguasai apa yang aku punya.""Jelas aku punya hak, kamu hanya memberikan sebagian kecil uang dan perhiasan. Kamu jangan hanya mau enaknya saja, Romi!" sarkas Rumiah."Kamu tidak bisa bersyukur, Rumiah. Aku sudah menolongmu dari garis kemiskinan. Aku menikahi kamu, karena aku kira kamu baik. Tapi ternyata, kamu tidak lebih dari seekor ular. Beruntung aku hanya menikahi kamu secara siri. Kamu tidak ada bedanya dengan seorang penipu. K
Dua hari kemudian, Farrel bergegas membawa kembali ayahnya untuk pulang. Terpaksa ia dan Gina tidak pulang ke kampung, karena urusan bersama ayahnya sangat penting, demi menyelesaikan misinya.Sesampainya di rumah, Romi kembali dipakaikan baju yang terakhir kali ia pakai di rumah itu. Walau pun sudah tidak nyaman. Namun, demi mengelabuhi Rumiah, Romi harus memakainya lagi.Tidak hanya itu, Farrel juga sengaja menyimpan sedikit makanan mentah di atas lantai. Seolah-olah Romi telah memakan makanan itu demi bertahan hidup.Tepat pada siang hari, Farrel, Gina dan pak Reno kembali bersembunyi saat terdengar suara mobil masuk ke dalam halaman rumah. Namun, sebelumnya pak Reno telah menyimpan sebuah kamera tersembunyi di kamar itu, untuk merekam aksi kejahatan yang akan dilakukan Rumiah."Semoga rencana ini berhasil, ya Tuhan. Aku ingin melihat Ayah dan Ibu kembali bersama lagi seperti dulu, bahagia tanpa ada wanita jahat itu. Tuhan, tolong permudah jalan kami untuk mengungkap semuanya di ha
Romi menelan sedikit demi sedikit air kelapa itu. Walau pun sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan. Namun, ia masih bisa menelan cairan yang diberikan oleh pak Reno.Romi telah menghabiskan air kelapa itu satu botol. Pak Reno membiarkan Romi setelah meminum air itu, menunggu reaksi air kelapa yang baru saja masuk ke dalam tubuhnya.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Romi sedikit demi sedikit mulai bisa menggerakkan tangannya. Hal itu membuat Farrel senang."Ayah coba gerakkan kakinya," ujar Farrel.Walau pun belum pulih sepenuhnya, sedikit demi sedikit kaki Romi pun mulai bisa di gerakkan. Romi pun kembali bisa berbicara walau pun belum lancar sepenuhnya."Aku akan panggilkan dokter, Romi. Kamu butuh dokter untuk memeriksa keadaan kamu," ujar pak Reno."Em ... Pak, apa nggak sebaiknya kita bawa saja Ayah ke rumah sakit? Lagi pula, wanita itu sudah pergi," sahut Farrel memberi usul."Ya, kamu benar, Farrel. Ayok, kita bawa Ayah kamu ke rumah sakit. Saya akan siapkan mobil saya dulu
Semua tampak bingung atas permintaan Romi. Farrel, Gina dan pak Reno saling melempar pandang."Maksud Ayah?" tanya Farrel."Jangan pergi ke mana-mana, cukup kalian di sini dan tunggu sebentar lagi. Kalian pasti akan mengetahui semuanya," jawab Romi.Mereka semakin tidak mengerti dengan segala ucapan yang terlontar dari mulut Romi. Terutama Farrel, wajahnya menunjukkan seakan menuntut penjelasan dari sang ayah."Sebentar lagi kalian akan paham maksud Ayah. Kalian sebaiknya bersembunyi, jangan sampai menampakkan batang hidung kalian saat dia datang. Ayah akan jelaskan semuanya setelah dia pergi. Tapi, Ayah minta salah satu dari kalian, bawakan Ayah air kelapa sebanyak-banyaknya," pinta Romi.Setiap perkataan Romi, begitu banyak menyimpan teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Namun, mereka akan menuruti perkataan Romi, mereka akan menunggu dan bersembunyi."Biar saya saja yang akan memesan air kelapa. Saya akan menyuruh ART saya," imbuh pak Reno, yang kemudian menghubungi ART-nya.Dari
"Loh iya, ya!" sahut Gina, mereka mulai menyusuri arah bau bangkai yang mereka cium.Farrel mengajak Gina untuk pergi ke dapur. Sesampainya di sana, mereka melihat banyaknya makanan berceceran di lantai. Isi kulkas yang menyimpan bahan makanan mentah, semua sudah berada di lantai. Dan ternyata bau bangkai yang tercium berasal dari daging mentah yang telah dikerubuti lalat hijau dan belatung.Sontak membuat mereka berdua membekap hidungnya, tak tahan dengan bau yang sangat tidak enak dan menyengat itu."Farrel, aku mau muntah!" Gina berlari ke arah kamar mandi ART di dekat dapur.Gina menumpahkan semua isi perutnya. Isi perutnya yang terasa diaduk, hingga akhirnya semua sarapan yang ia santap tadi, terkuras habis."Farrel, jangan berlama-lama di sini. Aku takut muntah lagi," ujar Gina, sehingga matanya mengeluarkan banyak air.Farrel mengangguk, mereka menjauh dari dapur. Farrel kemudian mengajak Gina untuk menuju lantai atas, kamar ayahnya.Mereka mulai menaiki anak tangga. Rumah itu
"Loh iya, ya. Kenapa bisa pecah, ya? Mungkin ada orang iseng melempar batu kali, ya!" sahut Farrel, ia pun mengamati jendela itu."Rel, apakah kita langsung masuk saja? Tapi ... Apakah tante Rumiah ada di dalam? Sebaiknya kita harus berhati-hati. Dia sangat jahat, bahkan tidak segan untuk menyakiti orang lain," ujar Gina."Tapi di sana tidak ada mobil sama sekali di garasi, semuanya tidak ada. Apa ayahku dan juga Rumiah lagi keluar, ya? Tapi kok satpam juga tidak kelihatan. Kondisi halaman juga tidak sebersih seperti biasanya," sahut Farrel.Lama mereka berdua berdiam diri sambil mengamati rumah itu. Farrel pun segera mengajak Gina untuk masuk. Ia begitu penasaran dengan kondisi di dalam. Sungguh aneh sekali. Kaca pecah, beberapa mobil yang dimiliki tidak ada satu pun yang terparkir, bahkan satpam penjaga rumah pun tidak ada. Lantas ke mana semua?Farrel mulai membuka pintu gerbang yang ternyata tidak terkunci itu. Membuat mereka senang, karena tidak kesulitan untuk masuk ke dalam rum