Part 1 Ada Yang Aneh"Ayah, Ibu!" Gina berlari menghampiri Ratri dan Saga, dengan masih mengenakan baju toga.Hari ini, Gina telah lulus SMA ternama di kota itu. Dengan senyuman lebar, ia memeluk kedua orang tuanya."Selamat ya, Sayang. Akhirnya kamu lulus SMA, Ibu sangat bangga sama kamu," ucap Ratri, beberapa kali ia mengecup kening putri sulungnya itu."Iya, Bu. Aku juga senang sekali. Oh iya, Andres ke mana? Tadi aku lihat, Ibu sama Ayah ke sini sama Andres." Gina celingukan mencari adiknya."Andres sudah pulang, dijemput sama sopirnya oma, bosan katanya. Sebaiknya kita foto bersama dulu, setelah itu kita makan siang sebelum pulang. Ayah sudah sangat lapar," ajak Saga.Ibu dan anak itu mengangguk kompak. Selain kompak, semakin besar wajah Gina semakin mirip dengan Ratri. Gina seperti fotokopian Ratri saat masih remaja.Mereka bertiga kemudian berswafoto setelah itu, mereka masuk ke dalam mobil, dan berangkat ke sebuah resto yang letaknya tak jauh dari sekolah Gina."Ngomong-ngomon
Selesai makan malam, lanjut Saga dan Ratri seperti biasa mengobrol kecil berdua di taman belakang. Sambil meminum teh hangat, mereka tampak tertawa kecil dengan cerita-cerita lucu yang mereka ceritakan berdua. Hal tersebut membuat keduanya semakin harmonis dalam berumah tangga."Aku bahagia, akhirnya kita bisa bersama lagi, Sayang. Setelah melalui cobaan yang berat, sehingga kita sempat terpisah jauh. Namun, ternyata Tuhan telah merencanakan hadiah terindah untuk kita. Kamu kembali ke rumah ini dengan kabar baik. Rumah kita menjadi ramai karena memiliki sepasang anak cantik dan tampan. Aku selalu bersyukur, semoga kebahagiaan kita tidak akan pernah berakhir," imbuh Saga.Ratri mengangguk, ia yang duduk bersebelahan dengan Saga, menyandarkan kepalanya pada bahu Saga. Tangan kekar Saga mengusap lembut kepala Ratri, dan beberapa kali ia mengecup keningnya."Alhamdulillah ... Ini semua nikmat yang Tuhan berikan untuk kita, Mas. Aku bangga memiliki suami seperti kamu, Mas. Kamu pria setia,
"Ayah, temani aku ke rumah Nenek. Tidak usah menunggu Ibu, biar nanti Ayah telepon Ibu dan suruh menyusul saja," ajak Gina.Saga mengangguk, ia setuju dengan usulan Gina."Iya, Sayang. Kalau begitu, Ayah siap-siap dulu," sahut Saga.Saga melangkah menuju kamarnya. Kemudian Gina pun segera berganti baju di kamarnya."Sebaiknya kamu pulang, Rika. Aku sama Ayah mau pergi," pinta Gina."Ya ... Baru saja aku mau bilang ikut. Jadi gimana ini, aku kan mau nginap lagi di sini," sahut Rika.Gina menghembuskan nafas kasar. Lalu menatap Rika dengan tajam. Perasaannya yang sedang sakit, kini ditambah oleh kelakuan Rika, seketika membuat Gina menjadi kesal dan ilfil."Maaf, Rika. Kamu punya rumah, kamu masih memiliki orang tua. Tidak seharusnya kamu sering-sering menginap di rumah orang. Maaf, bukan aku melarang kamu. Tapi, hargai tuan rumah. Kamu tidak bisa seenaknya seperti itu," pungkas Gina. Terpaksa ia harus berbicara tegas terhadap Rika.Mendengar ucapan Gina, Rika merasa kesal. Namun, ia be
"Ma-maksud kamu?" tanya Rika tergugup."Jalan, Pak!" titah Gina pada sopir.Pak Mukidi mengangguk, kemudian mulai menyalakan mobilnya.Di perjalanan, Gina tampak terdiam mengacuhkan Rika. Ia sangat kesal pada kelakuan Rika yang sangat tidak sopan itu."Gina, aku tidak bermaksud-""Stop, Rika! Sebaiknya kamu tidak usah datang lagi ke rumahku. Di depan aku saja, kamu sudah berani bersikap kurang ajar sama ayahku. Apa maksud kamu, Rika? Dia ayahku, dia suami ibuku. Dia sudah tua, jauh berbeda usianya dengan kamu. Apa nggak ada lelaki lain yang kamu incar?" potong Gina, ia merasa geram dengan sikap Rika.Rika terdiam, tatapannya berubah sinis."Kenapa? Kamu takut ayah kamu aku rebut? Atau jangan-jangan ... Kamu juga suka sama Om Saga? Secara dia kan ayah tiri kamu," pungkas Rika.Gina terbelalak, terkejut mendengar ucapan Rika."Apa maksud kamu bicara seperti itu, Rik? Mana mungkin aku suka sama ayahku sendiri. Memang benar ayah Saga itu ayah tiriku. Tapi dia yang merawat aku dari kecil.
Hari-hari telah berlalu, kini Gina tengah bersantai di kursi teras depan, sambil memakan camilan kesukaannya. Beruntung, setelah pertengkaran Gina dan Rika tempo hari di mobil, Rika tidak pernah datang lagi ke rumah. Gina berharap, Rika segera menyadari kesalahannya. Ia tidak mau jika kedua orang tuanya menjadi korban atas ambisi Rika yang keterlaluan itu.Seperti ucapan Rika saat menginap, kini ia telah menjadi mahasiswi di kampus yang sama dengan Gina. Namun, pertengkaran itu lantas menjadikan mereka seperti seorang musuh. Bukan musuh tepatnya, tapi Gina berusaha menjaga jarak dengan Rika. Ia tidak ingin hal buruk terjadi jika terus berdekatan dengan orang sepertinya.Keesokan harinya, Gina telah bersiap untuk pergi ke kampus, dengan ditemani oleh Saga. Karena letak kampus searah dengan kantor tempatnya bekerja, maka sekalian Saga yang mengantarkan Gina kuliah."Kamu yang semangat belajarnya. Buat ibu sama Ayahmu ini bangga, Nak," pesan Saga sebelum Gina keluar dari mobil."Iya, Yah
"Aaaaargh!" Rika berdiri dengan mulut menganga. Rambut dan bajunya basah karena guyuran air itu."Kurang ajar," pekik Rika.Semua orang di kantin terpana atas apa yang dilakukan Gina.Gina tersenyum, ia kemudian menyimpan kembali botol air mineral itu ke atas meja."Bagiamana rasanya? Tidak enak, kan? Itu juga yang aku rasakan tadi, setelah kamu menyebar gosip murahan, yang jauh dari kebenarannya," cetus Gina dengan santainya.Rika menatap Gina tajam. Ia mengepalkan tangannya kuat, mulai terpancing emosi."Jadi kamu mau balas dendam?" tanya Rika.Gina tersenyum miring seraya melipat kedua tangannya di depan dada."Jadi ... Kamu merasa aku ini sedang balas dendam sama kamu? Dari ucapanmu barusan saja, sudah terbukti kalau kamu memang mau mencari masalah denganku. Tapi sayangnya, aku tidak ada maksud balas dendam. Aku hanya ingin memberi pelajaran kepada orang yang suka playing victim seperti kamu. Miris sekali, tidak mendapatkan ayahnya, kamu malah memfitnah anaknya," ujar Gina sambil
"Hai, Gina!" Rika tersenyum ke arah Gina.Gina berdiri mematung, begitu pun dengan Tessa, ia terkejut melihat Rika ada di dalam mobil bersama Saga."Ayah, kenapa Rika bisa bersama Ayah?" tanya Gina, ia urung untuk masuk ke dalam mobil.Saga mengerutkan dahinya, ia merasa aneh dengan sikap putrinya itu. Pasalnya ia tidak tahu menahu tentang Rika seperti apa. Gina maupun Ratri belum memberitahu Saga, jika Rika berusaha mendekatinya, dan berusaha membuat rumah tangganya bersama Ratri hancur."Kok kamu nanyanya gitu, Nak. Rika kan teman kamu, memangnya kenapa kalau Rika ikut kita sekalian. Tadi Ayah lihat dia terjatuh di jalan, kakinya sakit kayaknya. Jadi, Ayah ajak saja Rika untuk pulang bareng," jelas Saga.Gina menatap tajam ke arah Rika, yang melemparkan senyuman penuh kemenangan."Pokoknya aku nggak mau satu mobil dengan Rika," ujar Gina menegaskan.Saga semakin aneh dengan sikap Gina. Ia kemudian turun dari dalam mobil, lalu mendekatinya."Kamu kenapa sih, kok jadi gitu? Dia teman
Gina berusaha memberontak, saat seseorang yang tidak ia ketahui siapa itu terus menariknya hendak menuju kamar.Ingin berteriak, apa daya, suara Gina tertahan karena tangan itu terus membungkam mulut Gina."Ya Tuhan, siapa orang ini? Jangan sampai dia mencelakaiku," batin Gina ketakutan.Gina terus berusaha melepaskan diri, hingga terlintas di kepalanya, untuk menginjak kaki orang itu.Buk!"Aw!" pekik orang itu, merasa kesakitan akibat diinjak cukup kuat oleh Gina.Gina terperanjat, ia merasa tidak asing dengan suara itu. Orang itu kemudian melepaskan tangannya dari mulut Gina. Saat Gina membalikkan badan menghadapnya, ia terkejut saat melihat orang itu."Sakit tahu!" seru orang itu."Cherly, ya ampun! Ternyata ini kerjaan kamu," imbuh Gina terbelalak.Cherly mengangguk, seraya duduk di pinggiran ranjang sambil mengaduh kesakitan pada kakinya. Gina kemudian duduk di sampingnya."Hehe ... Maaf ya, Saudari. Aku hanya mau memberi kejutan," ucap Cherly tersenyum tengil. Namun, ia masih m
Selain meninggalkan ponsel baru untuk Gina. Lena pun meninggalkan nomornya, supaya Gina menghubunginya.Gina kemudian menghubungi Lena untuk mengucapkan terima kasih. Lena begitu perhatian. Bersyukur ia memiliki ibu sambung sepertinya. Selain itu, Gina juga menanyakan kabar tentang orang tuanya. Belum begitu lama tinggal di kampung, Gina merasa sangat merindukan mereka. Entah sedang apa mereka, apakah mereka masih sibuk mencari Gina?Telepon pun tersambung, Lena segera mengangkatnya."Halo, Bunda. Bunda di mana sekarang? Maaf, tadi kata Nenek saat Bunda berkunjung, akunya nggak ada di rumah. Aku sedang ada urusan di luar. Oh iya, terima kasih banyak ya, Bun ponsel dan uangnya. Kebetulan sekali aku sangat membutuhkan ponsel ini," ucap Gina."Halo, Sayang. Iya tidak apa-apa. Bunda ada di jalan, sebentar lagi sampai di rumah," sahut Lena."Em ... Bunda, bagaimana kabar ayah? Terus ibu dan ayah Saga? Bunda juga apa kabar? Kangen aku sama kalian," imbuh Gina."Kabar ibu dan ayah Saga baik-
Beberapa saat kemudian, Farrel dan tim kepolisian kembali dengan tangan kosong. Rumiah telah lolos dari kejaran mereka. Sehingga membuat Rumiah ditetapkan menjadi DPO."Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi, kami akan berusaha semaksimal mungkin, untuk mencari keberadaan saudari Rumiah." Polisi pun pamit dari rumah Farrel."Bagaimana ini? Keadaan ini belum aman jika Rumiah masih bebas berkeliaran. Bisa saja sewaktu-waktu, dia kembali mencari Ayah dan memaksa lagi untuk memberikan semua milik Ayah. Bahkan tak segan membuat Ayah menderita lagi." Farrel merasa khawatir.Mereka terdiam untuk beberapa saat. Namun, beberapa saat kemudian Gina mengutarakan pendapatnya."Em ... Bagaimana kalau Om Romi ikut kita ke kampung saja, Rel. Sekalian kita jelaskan kepada ibu kamu," imbuh Gina.Farrel menoleh ke arah ayahnya. Pak Reno pun ikut menimpali, "Ide yang bagus. Memang sebaiknya untuk sementara waktu, Ayah kamu harus kamu bawa dari rumah ini. Bahaya jika dibiarkan tinggal sendirian, seme
"Ya Tuhan, Gina!" teriak Rumiah, ketika Gina terbatuk dan menyemburkan air di dalam mulutnya pada berkas itu."Aduh, maaf-maaf. Aku tidak sengaja, biar aku bersihkan berkasnya," ucap Gina.Gina kemudian merebut berkas itu, lalu berusaha mengeringkannya menggunakan ujung kerudung yang dipakainya."Ya ... Sobek," ujar Gina.Rumiah melotot tajam, melihat apa yang dilakukan oleh Gina. Namun, pak Reno dan juga Farrel menahan tawa atas apa yang terjadi."Kamu, ya! Kamu apakan berkas ini? Kurang ajar kamu, Gina!"Rumiah melayangkan tamparan ke arah Gina. Namun, secepatnya Farrel menahan tangan Rumiah."Berani menampar dia, maka rekaman itu akan aku berikan ke polisi dan aku sebar luaskan." Farrel memberi ancaman.Rumiah menepis tangan Farrel, ia berbalik badan menghadap Farrel."Rekaman apa yang kamu maksud? Bukankah rekaman itu sudah aku hapus? Jangan main-main denganku, Farrel. Aku tidak bisa kamu kelabuhi. Aku bukan wanita bodoh seperti yang kamu pikirkan," cetus Rumiah.Farrel tertawa be
Rumiah membeliak, saat melihat kak Reno memperlihatkan rekaman kejahatannya barusan. Farrel, Gina dan pak Reno tersenyum puas atas bukti yang telah mereka dapatkan."Sialan kalian semua, ternyata kalian menjebakku. Aku tidak akan tinggal diam. Aku hanya menuntut hakku sebagai istri Romi. Tapi kalian, berani-beraninya merekamku tanpa sepengetahuanku," ujar Rumiah.Romi bangkit lalu berdiri, ia menimpali ucapan Rumiah, "Apa? Hak? Jelas-jelas aku sudah menjatuhkan talak terhadap kamu. Lagi pula, kita hanya menikah secara siri. Jadi, tidak ada hak untuk kamu menguasai apa yang aku punya.""Jelas aku punya hak, kamu hanya memberikan sebagian kecil uang dan perhiasan. Kamu jangan hanya mau enaknya saja, Romi!" sarkas Rumiah."Kamu tidak bisa bersyukur, Rumiah. Aku sudah menolongmu dari garis kemiskinan. Aku menikahi kamu, karena aku kira kamu baik. Tapi ternyata, kamu tidak lebih dari seekor ular. Beruntung aku hanya menikahi kamu secara siri. Kamu tidak ada bedanya dengan seorang penipu. K
Dua hari kemudian, Farrel bergegas membawa kembali ayahnya untuk pulang. Terpaksa ia dan Gina tidak pulang ke kampung, karena urusan bersama ayahnya sangat penting, demi menyelesaikan misinya.Sesampainya di rumah, Romi kembali dipakaikan baju yang terakhir kali ia pakai di rumah itu. Walau pun sudah tidak nyaman. Namun, demi mengelabuhi Rumiah, Romi harus memakainya lagi.Tidak hanya itu, Farrel juga sengaja menyimpan sedikit makanan mentah di atas lantai. Seolah-olah Romi telah memakan makanan itu demi bertahan hidup.Tepat pada siang hari, Farrel, Gina dan pak Reno kembali bersembunyi saat terdengar suara mobil masuk ke dalam halaman rumah. Namun, sebelumnya pak Reno telah menyimpan sebuah kamera tersembunyi di kamar itu, untuk merekam aksi kejahatan yang akan dilakukan Rumiah."Semoga rencana ini berhasil, ya Tuhan. Aku ingin melihat Ayah dan Ibu kembali bersama lagi seperti dulu, bahagia tanpa ada wanita jahat itu. Tuhan, tolong permudah jalan kami untuk mengungkap semuanya di ha
Romi menelan sedikit demi sedikit air kelapa itu. Walau pun sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan. Namun, ia masih bisa menelan cairan yang diberikan oleh pak Reno.Romi telah menghabiskan air kelapa itu satu botol. Pak Reno membiarkan Romi setelah meminum air itu, menunggu reaksi air kelapa yang baru saja masuk ke dalam tubuhnya.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Romi sedikit demi sedikit mulai bisa menggerakkan tangannya. Hal itu membuat Farrel senang."Ayah coba gerakkan kakinya," ujar Farrel.Walau pun belum pulih sepenuhnya, sedikit demi sedikit kaki Romi pun mulai bisa di gerakkan. Romi pun kembali bisa berbicara walau pun belum lancar sepenuhnya."Aku akan panggilkan dokter, Romi. Kamu butuh dokter untuk memeriksa keadaan kamu," ujar pak Reno."Em ... Pak, apa nggak sebaiknya kita bawa saja Ayah ke rumah sakit? Lagi pula, wanita itu sudah pergi," sahut Farrel memberi usul."Ya, kamu benar, Farrel. Ayok, kita bawa Ayah kamu ke rumah sakit. Saya akan siapkan mobil saya dulu
Semua tampak bingung atas permintaan Romi. Farrel, Gina dan pak Reno saling melempar pandang."Maksud Ayah?" tanya Farrel."Jangan pergi ke mana-mana, cukup kalian di sini dan tunggu sebentar lagi. Kalian pasti akan mengetahui semuanya," jawab Romi.Mereka semakin tidak mengerti dengan segala ucapan yang terlontar dari mulut Romi. Terutama Farrel, wajahnya menunjukkan seakan menuntut penjelasan dari sang ayah."Sebentar lagi kalian akan paham maksud Ayah. Kalian sebaiknya bersembunyi, jangan sampai menampakkan batang hidung kalian saat dia datang. Ayah akan jelaskan semuanya setelah dia pergi. Tapi, Ayah minta salah satu dari kalian, bawakan Ayah air kelapa sebanyak-banyaknya," pinta Romi.Setiap perkataan Romi, begitu banyak menyimpan teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Namun, mereka akan menuruti perkataan Romi, mereka akan menunggu dan bersembunyi."Biar saya saja yang akan memesan air kelapa. Saya akan menyuruh ART saya," imbuh pak Reno, yang kemudian menghubungi ART-nya.Dari
"Loh iya, ya!" sahut Gina, mereka mulai menyusuri arah bau bangkai yang mereka cium.Farrel mengajak Gina untuk pergi ke dapur. Sesampainya di sana, mereka melihat banyaknya makanan berceceran di lantai. Isi kulkas yang menyimpan bahan makanan mentah, semua sudah berada di lantai. Dan ternyata bau bangkai yang tercium berasal dari daging mentah yang telah dikerubuti lalat hijau dan belatung.Sontak membuat mereka berdua membekap hidungnya, tak tahan dengan bau yang sangat tidak enak dan menyengat itu."Farrel, aku mau muntah!" Gina berlari ke arah kamar mandi ART di dekat dapur.Gina menumpahkan semua isi perutnya. Isi perutnya yang terasa diaduk, hingga akhirnya semua sarapan yang ia santap tadi, terkuras habis."Farrel, jangan berlama-lama di sini. Aku takut muntah lagi," ujar Gina, sehingga matanya mengeluarkan banyak air.Farrel mengangguk, mereka menjauh dari dapur. Farrel kemudian mengajak Gina untuk menuju lantai atas, kamar ayahnya.Mereka mulai menaiki anak tangga. Rumah itu
"Loh iya, ya. Kenapa bisa pecah, ya? Mungkin ada orang iseng melempar batu kali, ya!" sahut Farrel, ia pun mengamati jendela itu."Rel, apakah kita langsung masuk saja? Tapi ... Apakah tante Rumiah ada di dalam? Sebaiknya kita harus berhati-hati. Dia sangat jahat, bahkan tidak segan untuk menyakiti orang lain," ujar Gina."Tapi di sana tidak ada mobil sama sekali di garasi, semuanya tidak ada. Apa ayahku dan juga Rumiah lagi keluar, ya? Tapi kok satpam juga tidak kelihatan. Kondisi halaman juga tidak sebersih seperti biasanya," sahut Farrel.Lama mereka berdua berdiam diri sambil mengamati rumah itu. Farrel pun segera mengajak Gina untuk masuk. Ia begitu penasaran dengan kondisi di dalam. Sungguh aneh sekali. Kaca pecah, beberapa mobil yang dimiliki tidak ada satu pun yang terparkir, bahkan satpam penjaga rumah pun tidak ada. Lantas ke mana semua?Farrel mulai membuka pintu gerbang yang ternyata tidak terkunci itu. Membuat mereka senang, karena tidak kesulitan untuk masuk ke dalam rum