Dengan wajah cantik dan make-up tipis yang natural, wanita yang usinya dua puluh tiga tahun itu duduk di ruang tunggu, tepatnya di lantai sepuluh Kitten Group. Rambutnya sudah disanggul sedemikian rupa agar terlihat mempesona. Lehernya yang putih dan panjang membuat Kensky terlihat semakin anggun.
Tapi pikiran yang selalu menghantui membuat dirinya terlihat tampak gelisah. "Ya Tuhan, bagaimana aku bisa mendapatkan handphone baru? Semoga saja aku akan diterima di kantor ini agar bisa membeli handphone baru."
Sejak ibunya masih hidup, Kensky tidak pernah meminta uang pada ayahnya untuk membeli segala keperluan, karena ibunya selalu menyediakan semua kebutuhan dan keperluannya. Sejak kecil Kensky memang berbeda dari anak-anak gadis pada umumnya yang lebih dekat dengan orang tua laki-laki daripada orang tua perempuan. Kensky sejak lahir lebih dekat dengan ibunya daripada ayahnya.
Namun sejak ibunya meninggal, mau tidak mau Kensky harus menjadi pengemis pada ayahnya sendiri untuk membiayai kebutuhannya. Ia bahkan rela diperlakukan hardik oleh ayahnya demi mendapatkan uang jajan.
Lebih sangat disayangkan lagi, sejak memiliki Ibu Tiri yang serakah, uang jajan yang diberikan ayahnya selalu dikorting oleh wanita itu. Kensky kesal dan ingin memprotes, tapi ayahnya justru membela istri barunya dan mengancam Kensky untuk tidak memberikan uang jajan lagi kalau membantah.
Dengan begitu Kensky memutuskan untuk hidup hemat dan menabung dua puluh lima persen dari sebagian uang yang Eduardus berikan padanya. Karena hanya dengan cara itu ia bisa memenuhi keperluannya sendiri.
"Sky, sedang apa kau di sini?" Suara dari arah belakang membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Soraya?" Ia terkejut. "Kau sendiri sedang apa di sini?"
Rambut gadis itu panjang. Warnanya cokelat dengan tubuh yang lebih tinggi dari Kensky. Ia langsung mengambil posisi tepat di sampingnya. Gadis berwajah cantik yang menggunakan lipstik merah itu terlihat lebih tua lima tahun dari Kensky, padahal normalnya mereka hanya selisih satu tahun. Soraya semakin merapatkan tubuh dan berbisik pada Kensky, "Aku ada jadwal wawancara. Kau sendiri sedang apa, hah?" ketusnya.
"Aku juga ada wawancara," balas Kensky.
Soraya terkejut. "Tidak mungkin! Kau itu tidak pantas bekerja di sini. Sebaiknya kau pulang saja karena percuma kau ikut wawancara. Aku yakin, kau pasti tidak akan diterima di perusahaan ini."
Kensky balas meremehkan. Dengan santai ia berkata, "Oh, iya? Tapi sayangnya tim HRD dari perusahaan inilah yang mengirimkan email padaku dan memberitahukan bahwa hari ini aku akan diwawancara."
Soraya terkekeh seakan mengejek. "Kita lihat saja nanti. Kau pasti tidak akan diterima."
"Miss Oxley?"
"Suara pegawai wanita dari arah pintu membuat Kensky dan Soraya sama-sama berdiri. "Ya, saya sendiri?" Mereka sama-sama menjawab.
Wanita yang merupakan sekertaris CEO di Kitten Group itu menatap bingung. Dilihatnya berkas yang ada di tangannya. "Kensky Revina Oxley?" katanya sambil menatap Kensky dan Soraya secara bergantian.
"Saya!" Dengan cepat Kensky mengangkat tangan.
Soraya menatap kesal karena Kensky mendapat giliran lebih dulu.
"Mari ikut saya," kata si sekertaris.
Kensky tersenyum puas. Sambil membetulkan dandannya ia berkata, "Aku duluan, ya?" katanya pada Soraya dengan nada mengejek.
Sekertaris itu pun membawa Kensky masuk ke ruangan CEO, sementara Soraya menatap tajam dan langsung meraih ponsel untuk menghubungi seseorang.
"Halo?" sapanya begitu panggilan terhubung. "Ma, ternyata Kensky hari ini ikut wawancara juga! Namanya bahkan lebih dulu dariku."
"Masa, sih? Memangnya dia mengajukan permohonan di perusahan itu?"
"Aku tidak tahu! Tapi yang jelas jika dia berada di sini, itu berarti dia telah mengajukan permohonan. Mama tidak menjodohkan dia juga dengan Bernar, kan?"
"Kau sudah gila, ya? Mana mungkin Mama menjodohkan satu laki-laki untuk dua perempuan? Jelas tidaklah."
"Tapi kenapa dia bisa ada di sini? Di waktu yang bersamaan, lagi. Memang sih, tadi dia sempat bilang kalau pihak perusahan mengirim email padanya, tapi kan aneh, masa jadwalnya harus bertabrakkan denganku?"
"Kau tenang saja, meski kalian bersama-sama di waktu yang sama, meski kau memiliki nama belakang yang sama, tapi mama yakin kalau kau akan diperlakukan spesial di kantor itu. Lihat saja nanti, kau pasti akan mendapatkan posisi yang lebih tinggi daripada dia."
"Mam yakin? Pendidikanku kan tak setinggi dia."
"Memang, tapi status kalian beda."
"Status, maksud Mama?"
"Dia kan hanya pegawai biasa, sedangkan kau adalah calon istri dari pemilik perusahan itu. Jadi tidak mungkin kalau Bernar akan memberikanmu jabatan rendah."
"Aku tidak yakin, Mam."
Suara tawa di balik telepon terdengar. "Kau tidak perlu susah-susah memikirkan hal itu, Mama sudah mengatur semuanya. Percayalah. Sekarang tugasmu hanyalah bekerja di sana dan menuruti semua perintah calon suamimu. Oke?"
"Tapi kalau aku tidak diterima bagaimana? Kan Bernar belum pernah melihatku."
"Kau ini bicara apa, sih? Kau pikir aku membuatmu menunggu lama di gedung itu saat ini dengan alasan apa, hah? Bernar sendiri yang menghubungiku tadi dan menyuruhmu agar datang ke Kitten Group, untuk wawancara jam sembilan nanti. Sekarang sudah jam berapa?"
"Jam sembilan lebih."
"Ya sudah, kalau begitu tunggu saja sampai tiba giliranmu. Mama rasa Bernar melakukan ini dengan tujuan akan melakukan pendekatan dengan cara mempekerjakanmu di kantor itu. Jadi sebaiknya kau turuti saja dan jangan membuatnya kecewa. Paham?"
"Iya, iya, aku paham." Diputuskannya panggilan telepon karena tak ingin mendengarkan omelan ibunya. Soraya menarik napas panjang lalu menatap pintu cokelat di mana terdapat papan ukir yang tergantung dan bertuliskan CEO Room. "Semoga saja apa yang dikatakan Mama benar."
Di sisi lain.
"Silahkan duduk, Miss Oxley," perintah si sekertaris saat melihat sang atasan sedang berbicara via telepon. "Setelah menelepon, beliau pasti akan langsung mewawancarai Anda."
Kensky mengangguk paham. "Terima kasih, tapi aku di sini saja." Ia berdiri di depan meja CEO untuk menunggu sampai sosok berjas hitam yang berdiri membelakanginya selesai.
"Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu. Semoga berhasil."
Kensky tersenyum lembut. "Terima kasih. Sumpah, aku sangat gugup."
"Tenanglah. Aku yakin Anda pasti akan diterima." Sekertaris itu meremas tangan Kensky yang dingin lalu menunduk pamit.
Kensky pun ditinggal sendirian bersama sosok pria yang sedang berdiri di balik dinding jendela kaca. Tubuh lelaki yang tinggi dan kekar itu membuatnya terpana.
"Baiklah, aku akan menghubungi Mom nanti setelah makan siang." Diputuskannya panggilan telepon lalu memutar tubuh menghadap peserta wawancara yang pertama. "Kau?"
Kensky sama terkejut. "Ka-kau?"
Lelaki yang bernama lengkap Dean Bernardus Stewart itu adalah CEO sekaligus pewaris tunggal di Kitten Group. Lelaki yang sering disapa Bernar dan Dean itu tertawa. "Ternyata kita memang jodoh, ya? Tak kusangka kalau kita akan bertemu untuk kedua kalinya pagi ini." Ia memborong semua tubuh Kensky yang sudah mengenakan pakaian bersih dan rapi. Tatapannya tajam dari atas hingga bawah dan berhenti tepat di dadanya. "Tapi sepertinya ada yang berubah di tubuhmu setelah kejadian tadi," katanya lalu berjalan mengintari meja. Dean berdiri tak jauh dari tubuh Kensky. "Apa kau sengaja menambahkan ukurannya agar aku lebih terpikat dan menerimamu di kantor ini?"
Kensky yang melihat arah pandang Dean dan dengan cepat menutupi dadanya. "I-ini bukan ukuran aslinya. A-aku hanya .... "
Dean lebih mendekatkan dirinya pada Kensky. Wanita itu terlihat gugup dan Dean menyeringai puas. "Kau tidak perlu menjelaskan, Sayang. Aku memang menyukai wanita yang bobot tubuhnya berisi."
Mata Kensky terbelalak. "Ini bukan pelindungku! Ukuranku bukan sebesar ini. A-aku .... " Saat itulah Kensky sadar akan kata-katanya yang tidak sopan. Ia menelan kembali sisa penjelasannya dan menatap lelaki yang sedang menahan tawa.
Tapi Dean segera melontarkan pertanyaan agar Kensky mau membahas topik yang sengaja dimulainya sejak awal. "Kalau bukan punyamu, lantas itu punya siapa?" Tawa Dean hampir meledak, tapi dengan cepat ia berbalik dan membelakangi Kensky untuk menatap ke luar jendela.
Kensky yang merasa harus jujur pun langsung berkata, "Karena Anda tidak mau bertanggung jawab atas insiden tadi pagi, mau tidak mau aku meminjam kemeja, rok juga pakaian dalam temanku." Perkataan Kensky sengaja dibuat jelas agar Dean kasihan padanya dan mau ganti rugi.
Dengan cepat lelaki itu berbalik menghadap Kensky. "Kau memakai pakaian dalam temanmu?" tanyanya parau dengan alis berkerut-kerut.
Kensky menunduk sambil mengangguk sehingga tak sempat melihat senyum Dean yang begitu cepat. "Aku tidak punya waktu banyak untuk pulang ke rumah." Seandainya ia tak membutuhkan pekerjaan ini, seandainya Dean bukan CEO di perusahan ini, sudah pasti ia tak akan sudi menjelaskan panjang lebar dan berkata jujur pada lelaki itu. Ia pun harus memasang muka kasihan agar Dean mau menerimanya. "Jadi aku terpaksa ke apartemen temanku untuk meminjam pakaian padanya."
Dean mendekatinya lagi dan posisi mereka kali ini sangat dekat. "Maafkan aku, Sayang, tapi aku tidak mau calon istriku meminjam atau memakai pakaian orang lain."
Spontan Kensky marah saat mendorongnya. "Aku bukan calon istrimu!" bentaknya.
Dean tersenyum. "Baiklah, mungkin ayahmu belum menceritakannya padamu. Tapi sebagai laki-laki yang profesional, aku akan tetap bersikap wajar sampai kau mau mengakui bahwa aku adalah calon suamimu. Oke?"
"Kau gila!"
"Ya, aku gila karenamu, Sky." Tatapan Dean tajam dan dingin.
Hampir saja Kensky meledakkan emosinya, tapi lagi-lagi ia kembali disadarkan oleh pekerjaan yang sangat ia butuhkan itu. "Terserah Anda saja, yang jelas ayahku tidak pernah mengatakan bahwa diriku sudah dijodohkan."
"Mungkin ayahmu sengaja belum mengatakannya karena ingin memberimu kejutan," katanya pelan. "Baiklah, Sayang, aku tidak ingin calon istriku berdiri lama." Dean bergerak dan masuk ke balik mejanya.
Mata Kensky mengikuti dan melihat Dean sedang membuka map berwarna biru tepat di atas meja. Lelaki itu membalik-balikkan lembar kertas yang ada di dalam. Ia yakin kalau map itu adalah miliknya.
"Kensky Revina Stewart," kata Dean lalu mendongak menatap gadis yang kini sedang menatapnya tajam. Ia tertawa melihat ekpresi gadis itu. "Maaf, Sayang, tapi sebentar lagi nama belakangmu akan berubah seperti itu. "Kensky Revina Stewart. Atau kau mau disapa Mrs. Stewart?"
Kensky tak menggubris dan tak ingin membatah agar proses wawancaranya cepat selesai.
"Miss Stewart, selamat, Anda diterima dan bisa mulai bekerja di perusahaan ini."
Mata Kensky terbelalak. "Diterima? Aku diterima? Tapi Anda belum mewawancarai saya, Pak?"
Dean duduk lalu menyandarkan punggungnya di kursi. Ia menautkan kesepuluh jemarinya di atas perut. "Apa aku kurang jelas, Sayang? Kalau begitu kemarilah, aku akan menciummu agar kau percaya bahwa kau diterima."
Mata Kensky melotot. Emosinya nyaris meledak atas ketidaksopanan Dean. Tapi demi pekerjaan penting itu, lagi-lagi Kensky harus pasrah dengan perkataan yang dilontarkan Dean untuknya. "Tidak perlu. Tapi jika itu benar, aku sangat berterima kasih."
Dean tersenyum samar. "Besok kau bisa mulai bekerja di kantor ini. Kau ingin di posisi mana, menjadi asisten kepala keuangan atau menjadi sekertaris pribadiku?"
Kensky dengan cepat menjawab, "Asisten saja. A-aku ingin menjadi asisten di bagian keuangan."
Jawaban terbata-bata Kensky membuat Dean menunduk menahan tawa. "Kau yakin tidak ingin bekerja sama dengan calon suamimu?"
Seandainya bukan CEO, Kensky pasti sudah melabrak mulut lelaki itu. Ia pun tak ingin membantah soal apa yang dikatakan Dean tentang keterkaitan mereka. Yang terpenting baginya sekarang adalah, ia diterima dan resmi bergabung di Kitten Group. "Lebih baik seperti itu. Aku ..." Ia bingung menyebutkan nama Dean. Dilihatnya papan nama dari marmer hitam bertuliskan Dean Bernardus Stewart. "Aku rasa lebih baik seperti itu, Pak Dean."
Lelaki itu dengan cepat berdiri. Ia berjalan melewati meja dan mendekati Kensky. Ia berdiri tepat di hadapan gadis itu. Jarak yang sangat dekat membuat Kensky bisa menghirup parfum aroma woody dari tubuhnya. Pria itu meraup sebelah pipinya dan mengelus lembut.
Lutut Kensky nyaris lemas. Ditatapnya mata Dean yang begitu indah. Bibirnya yang tipis dan merah begitu menggoda. Rahangnya yang tegas dan berbulu membuat Kensky ingin sekali menempelkan tangannya di sana. Dalam hati Kensky berkata, "Apa benar Daddy telah menjodohkanku dengannya? Ya Tuhan, aku sangat senang jika itu benar. Dia tampan sekali. Mom, sepertinya gadismu sedang jatuh cinta."
Dean menyadari respon positif lewat tatapan Kensky. Diusapnya pipi lembut gadis dengan jempol. "Kau sekarang milikku. Sekarang dan selamanya," bisiknya parau.
Kensky bisa merasakan tubuhnya mulai merespon. Dengan cepat ia menepiskan tangan dan membelakangi Dean. "A-aku tahu, tapi tolong beri aku waktu sampai aku percaya bahwa kau benar-benar adalah calon suamiku."
Dean mendekatinya lagi. Dilingkarkannya kedua tangan di perut Kensky. Gadis itu terkejut dan hendak melepaskan diri, tapi Dean langsung mengeratkan pelukannya dan meletakkan dagunya di bahu Kensky. "Aku akan setia menunggumu, Sayang. Percayalah padaku. Aku adalah lelaki masa depanmu." Ia mengecup leher Kensky. Aroma buah dari tubuh gadis itu membuatnya mabuk dan tak mau menjauhkan hidungnya dari sana. Ketika lidah Dean menyapu leher itu, saat itulah keperkasaannya mengeras.
Kensky mengeluarkan desahan saat rasa dingin dan nikmat menyentuh lehernya, tapi dengan cepat ia melepaskan diri dan menjauhi Dean. "Aku akan percaya jika semua bukti sudah kuat. Dan aku harap Anda bisa bersikap lebih sopan terhadap karyawan lain, termasuk saya, Mr. Stewart." Wajahnya berubah datar saat menatap Dean.
Sikap tegas Kensky membuat Dean terkesan. Dilihatnya dada gadis itu yang naik turun. Dean tahu kalau Kensky merasakan hal yang sama: bergairah. "Aku mengerti. Jadi kau ingin kita berpura-pura untuk sementara waktu?"
"Ya, setidaknya begitulah sikap antara atasan dan bawahan jika sedang berada di kantor."
"Baiklah, Sayang, aku akan menuruti semua kemauanmu." Ia mendekati Kensky dan memeluknya lagi.
Ingin sekali Kensky membalas pelukan itu, tapi di satu sisi ia juga ingin melabrak Dean karena sikapnya yang kurang ajar. Pengakuan pria itu sebagai calon suami membuat Kensky cukup terkejut. Tapi meski terlihat sepuluh tahun lebih tua darinya, wajah Dean sangat mempesona. Kriteria seperti itulah yang dicari Kensky.
Tapi Kensky tak ingin senang dulu, ia harus mengumpulkan bukti nyata untuk meyakinkan pengakuan itu, termasuk menanyakan perjodohan itu secara langsung pada ayahnya. Kensky ragu, tapi ia harus meberanikan diri demi masa depannya.
Continued___
Tunggu, tunggu! Tadi bukannya Soraya adalah calon istri Dean? Atau jangan-jangan Dean salah orang? Toh nama belakang mereka sama. Simak terus kelanjutannya, ya ^^
Dengan kesal Soraya berdiri menghampiri si sekertaris. "Miss! Kenapa lama sekali? Sudah satu jam lebih aku menunggu di sini. Apa selama itukah waktu untuk peserta wawancara di perusahaan ini?" ketusnya. Sekertaris ikut berdiri. "Maaf, Miss, tapi Anda harus menunggu. Biasanya Pak Bernar akan memberikan evaluasi langsung bagi calon karyawan baru di perusahaan ini." Soraya terdiam. "E-evaluasi?" tanyanya pelan. "Iya, Miss, Pak Bernar akan memberikan beberapa pertanyaan pada setiap calon pegawai baru. Dan jika berhasil menjawab, saat itu juga beliau akan menerima peserta hari itu juga. Saya rasa Nona Kensky sedang dievaluasi." "Oh, begitu." Soraya tampak gelisah. "Hmm, apa bisa Anda memberikan bocoran tentang soal yang akan diberikan Bernar nanti?" Sekertaris itu menatap aneh. "Siapa dia? Kenapa dia menyebutkan nama kecil Pak Bernar?" katanya dalam hati. Selama dua tahun ia
Setelah lelah akibat menangis, Kensky tertidur dengan tubuh tanpa selimut. Pakaian yang minim membuatnya terasa dingin saat hamparan suhu udara mengenai pahanya yang putih mulus.Aktivitas hari pertamanya di kantor juga cukup melelahkan, sehingga Kensky terlalap tanpa mendengar bunyi notifikasi berkali-kali yang masuk di ponsel barunya itu.Karena ponsel itu sudah ada nomor kontak untuk digunakan yang diberikan si pengirim, Kensky menghargai dan membiarkan nomor itu di dalam ponsel. Nomor kontaknya yang lama terpaksa tidak digunakan lagi dan disimpan.Perlahan tubuhnya mulai menggigil karena dingin. Tak tahan dengan suhu udara yang menusuk hingga ke bagian tubuhnya yang terbuka, Kensky langsung membuka mata. Setelah matanya benar-benar terbuka, gadis itu melirik suhu ruangan yang ternyata angkanya di bawah normal. "Tapi kenapa dingin sekali, ya?" Ia melirik ke arah jendela kamar yang ternyata masih terbuka.
Dalam perjalanan menuju kantor, Dean duduk di bangku belakang sambil menatap indahnya kota New York. Melihat para pejalan kaki membuat Dean kembali teringat pada kejadian kemarin pagi saat supir pribadinya melindas air dan membasahi tubuh Kensky. Tawanya lepas saat mengingat kembali tubuh gadis itu basah akibat percikan air kotor.Sang supir yang mendengar tawanya pun dengan cepat menatap Dean dari kaca spion. "Apa Anda baik-baik saja, Pak?"Dean terkejut dan merasa malu. Dengan cepat ia mengubah raut wajahnya kembali datar. "Tidak apa-apa, Matt. Sungguh aku tidak apa-apa." Ia mengarahkan pandangan ke arah jendela. Pikiran yang tadinya diselimuti oleh wajah cantik Kensky, kini tenggantikan dengan masa lalunya yang kelam akibat perbuatan ayah Kensky. Ia menatap tajam. "Kau harus menyaksikannya, Sky! Kau harus menyaksikan bagaimana ayahmu menderita. Kau juga harus menyaksikan bagaimana caranya meyebabkan dua wanita yang paling kucintai
Dengan langkah cepat Mr. Hans keluar dari lift yang berhenti di lantai enam. Ia menghampiri seluruh staf keuangan di ruangan itu lalu menyuruh mereka semua agar berkumpul di lantai tujuh. "Semuanya naik ke atas sekarang. Ada penyampaian penting dan saya tidak mau mengulangnya."Mimik wajah Mr. Hans yang datar membuat semua Staf Accounting di lantai enam itu bertanya-tanya. Bahkan ada yang saling bisik-bisik karena penasaran."Kira-kira ada masalah apa, ya?" tanya salah satu wanita muda kepada seniornya.Setelah tiba di lantai tujuh Mr. Hans langsung mengambil posisi berdiri di depan ruangannya yang baru. Setelah semuanya sudah terkumpul, ia pun memulai. "Mohon perhatian, aku minta waktu kalian lima belas menit saja untuk menyampaikan hal ini.""Ada apa, ya? Apa ada masalah?" bisik salah satu gadis pada temannya."Sepertinya iya," balasnya begitu melihat wajah Mr. Hans yang datar.
Setelah selesai mandi, Kensky kembali ke kamar atas untuk melihat kondisi ayahnya. Dengan tubuh yang mengenakan kaos oblong berwarna putih dan celana jins biru pendek, gadis itu sedikit berlari dengan rambut yang digulung sedikit acak."Sky?" panggil Rebecca dari lantai bawah. Gadis itu menghentikan langkahnya tepat di anak tangga pertama lantai dua. "Ayo makan dulu. Makan malamnya sudah siap."Di saat yang bersamaan Soraya menuruni tangga dari lantai tiga."Soraya!" panggil Rebecca, "Ayo makan. Kalian makan malam saja dulu, biar Mama yang akan menjaga Ayah."Soraya memasang wajah sedih. "Ayah baru saja tidur, Ma. Jadi sebaiknya Mama jangan mengganggu Ayah dulu."Kensky bernapas lega mendengar itu. Tapi ia tak mengeluarkan suara atau merespon perkataan Soraya. Ia pun melangkah menuruni tangga, menuju ruang makan."Ma, memangnya Ayah sakit apa?" tanya Soraya u
Sesorang di balik telepon diam tak menjawab. "Halo, CEO?" panggil Kensky dengan nada pelan."Halo, Cantik." Suara laki-laki dari balik telepon akhirnya menyapa. "Selamat ulang tahun, Ratuku."Kensky terkejut, yang pertama karena sosok CEO itu ternyata bersuara laki-laki, yang kedua karena lelaki itu tahu kalau hari ini adalah ulang tahunnya. "Siapa kau? Kenapa kau tahu tanggal lahirku?" Kensky merasa senang, karena ada orang yang memberikannya selamat untuk pertama kali, tapi di satu sisi ia penasaran."Kau pasti akan tahu siapa aku. Percayalah, aku ini orang baik, Sky. Aku orang yang akan selalu menjaga dan melindungimu. Ngomong-ngomong kau ingin merayakan ulang tahun di mana? Katakan saja, biar aku yang akan menyiapkan tempat dan segala keperluannya. Kau juga ingin hadiah apa? Aku pasti akan memberikan apa pun yang .... ""Dari mana kau mengenal Mommy?" sergah Kensky yang dipenuhi rasa penarasan ol
Para tamu undangan sudah banyak berdatangan. Ada yang dari Kitten Group, ada juga dari instansi yang lain. Mereka terbentuk seperti kelompok. Ada yang berdiri sambil berbincang-bincang bersama kolega, ada juga yang sedang duduk menikmati makanan pembuka. Di sisi lain Dean sedang berdiri di dekat pagar, tepatnya di mana meja minuman berada. Ia menatap wajah-wajah yang hadir di pesta malam ini. Kitten Group bukanlah perusahan biasa, perusahan yang bergerak di bidang properti itu memiliki cabang yang banyak di berbagai daerah dan itu berkat kerja sama antara para karyawan-karyawan itu bersama Dean. Ia sangat bersyukur memiliki karyawan seperti mereka. Karena biar bagaimana pun, tanpa kerja keras mereka Kitten Group tidak akan menjadi perusahan besar dan terkenal di seluruh Amerika dan Eropa. Lelaki yang sering di sapa Dean atau Bernar itu melirik jam tangan. "Matt, suru mereka menutup gerbangnya." Saat ini jam sudah menunjukkan pukul sembil
Ia menatap wajah Kensky yang kelihatannya tertidur pulas. Dengan langkah pelan Dean mendekati bathup dan duduk di pinggirannya. "Sky?" panggilnya pelan seraya mengelus pipi gadis itu. Ia tersenyum saat melihat Kensky tak merespon.Karena tidak ingin gadis itu kedinginan, Dean membopong tubuh Kensky dan membawanya ke atas ranjang. Saat itulah Matt muncul sambil membawa nampan berisi botol anggur yang tadi mereka minum dan dua gelas kristal berbentuk kotak."Matt, pastikan jangan ada yang menganggu. Jika ada yang mencariku, katakan saja aku sedang ada urusan." Dean sengaja tidak mengundang para petinggi-petinggi dari perusahan lain, karena memang niatnya malam ini ingin bersama Kensky."Baik, Pak."Setelah Matt pergi, Dean segera mengunci pintu kamarnya. Perlahan ia mulai membuka jas kemudian kancing kemeja. Rasa panas akibat minuman anggur membuatnya gerah, apalagi saat melihat tubuh Kensky di bagian
Kensky bergairah. Dari awalnya hanya iseng saat mulutnya yang kecil mengulum pucuk buah dadanya Dean, kini sambil memejamkan mata ia memindah posisi dan berlutut di hadapan lelaki itu. Tangannya yang halus dengan lembut bergerak ke arah handuk dan melepaskannya. Dean terkejut. Dengan mata sayu ia menatap Kenksy yang sedang menyerang perutnya dengan kecupan-kecupan kecil hingga membuatnya terasa nikmat. Kensky yang semakin lama dilanda gairah ketika merasakan elusan lembut dari tangan Dean, kini menunduk dan melihat bagian yang mengeras dan tegas. Ia terkejut melihat bagian itu untuk pertama kalinya yang ternyata lumayan panjang dan berisi. Sambil menatap Dean ia tersenyum dan berkata, "Ini ukuran yang sangat menakjubkan, Dean." Lelaki itu mencondongkan badan dan melumat bibir Kensky. Setelah puas saling melumat, mereka melepaskan bibir dan saling bertatap. "Kau tidak perlu melakukannya, Sayang."
Di dalam kamar vila mewah dan terbesar di Amerika, Dean sedang berdiri sambil menghadap jendela kaca dengan tubuh yang hanya mengenakan celana pendek. Tubuh bagian atasnya terbuka, sedangkan sebelah tangannya menahan ponsel yang menempel di telinga."Maafkan aku, Dean. Padahal aku dan istriku ingin sekali menghadiri pernikahanmu, tapi kakak iparku mendadak menyuruh kami ke Rusia pagi tadi. Mertuaku meninggal, karena kecelakaan.""Aku turut berduka cita. Kapan pemakamannya?""Terima kasih, Dean. Pemakamannya besok. Anak-anaknya ingin mempercepat pemakaman, karena bagian tubuhnya hancur. Jadi mereka tidak mau menahan jenazah-nya lebih lama lagi.""Maafkan aku, Mister. Aku ingin sekali hadir ke pemakaman itu, tapi Anda sendiri tahukan?""Aku mengerti, Dean. Tapi ngomong-ngomong soal vila, kau suka kan tempat itu, kan? Aku sengaja memberikan kamu vila di atas puncak biar kau bisa men
"Enam sembilan?""Iya," balas Tanisa, "Tunggu di sini. Aku akan mengambil laptop dulu."Kensky menatap bingung ke arah Tanisa yang kini berjalan memasuki kamarnya."Kau harus melihat ini, Sky," kata Tanisa yang tiba-tiba muncul sambil membawa laptop. Ia duduk di sebelah Kenksy kemudian mengotak-atik benda itu, "Ini adalah situs terbaik yang pernah aku lihat."Zet!Kensky terkejut. "Kau sering melihatnya di situs ini, ya?"Tanisa tertawa. "Memangnya kenapa? Kan mencari pengalaman bukan harus mempraktekkannya saja. Sama seperti sekolah, kita akan mendapat materi dulu, baru dipraktekkan. Bukan begitu?"Kensky terdiam karena apa yang dikatakan Tanisa ada benarnya. Ia tidak perlu bercinta dulu baru mendapatkan pengalaman, tapi hanya dengan berbagi pengalaman bersama Tanisa dan melihat video di situs itu sudah cukup bagi Kensky untuk mempraktek
Mata Dean berubah sayu. Perlahan ia mulai membuka kancing kemeja Kensky hingga semuanya terlepas. Setelah semua kancing terlepas, ia membuka lebar kemeja itu hingga terlihat bagian suburnya yang tegas. Perlahan Dean membenamkan wajah di sana untuk menghirup aroma di balik pelindung tipis yang masih melekat di tubuh Kensky.Gadis itu mendesah saat Dean menyentuh bagian itu dengan lidahnya. "Dean ...."Lelaki itu mendongak menatap wajah Kensky. Tangannya perlahan menyusup ke balik punggung untuk membuka pengait yang menghalanginya.Kensky pasrah dan sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari wajah Dean. "Aku ingin sesuatu yang beda di malam pengantin kita nanti."Tepat di saat itu pengait bra gadis itu terlepas. Sambil mengangkat pelindung itu dengan pelan ia berkata, "Kau ingin apa?" Dean menunduk dan mencium pucuknya yang berwarna cokelat.Kensky memejamkan mata sambil mengusap
Dengan perasaan sedih dan bahagia Eduardus mengangguk. Ia bahkan tak bisa mengeluarkan suara, akibat air mata yang kini membasahi pipinya.Mata Kensky ikut berkaca-kaca. "Apa itu artinya Papi menerima lamaran ini?"Eduardus menarik cairan hidungnya. "Tentu saja. Tentu saja, Sayang. Papi menerima lamaran Dean merestui hubungan kalian."Dengan cepat Kensky beranjak dari sofa dan mendekati ayahnya. Mereka saling berpelukan dan menangis bersama. "Terima kasih, Pi. Terima kasih karena Papi telah mengijinkan Dean menjadi suamiku."Mrs. Stewart ikut menangis. Dalam hati ia bertanya-tanya, "Jika Eduardus tahu kalau Kensky adalah cucu kandungnya, apakah dia akan menerima Dean sebagai suami Kensky?"Dean yang duduk sambil menatap mereka pun sama pemikiran. Ia bertanya-tanya dalam hati, "Seandainya Eduardus tahu aku punya hubungan dengan keluarga Barbara, apakah dia akan menerima lamaranku
Seminggu pun berlalu. Kensky yang seharusnya sudah kembali ke Eropa akhirnya tertunda akibat permintaan Dean."Aku terlalu lama di sini. Kalau aku lebih lama lagi, yang ada pekerjaanku semakin tertunda. Aku tidak mau meskipun kau pacarku, tapi melalaikan tugas sebagai karyawanmu."Dean tersenyum sayang. Saat ini mereka sedang berada di restoran langganan sambil menikmati makan siang. "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah menghubingi Mr. Bon dan menyuruhnya untuk menangani semuanya. Kau tenang saja.""Aku tidak ingin mereka menganggap aku dispesialkan olehmu, Dean. Aku tidak ingin mereka menilai bahwa kau membeda-bedakan karyawan."Lelaki itu menyudahi makannya. "Kenapa kau harus khawatir? Kau kan memang orang yang spesial bagiku dan Kitten Group. Hanya saja mereka tidak tahu bahwa kaulah pemilik Kitten Group yang sebenarnya, bukan aku."Kensky menatap haru. Perlahan ia meraih sebe
Ekspresi Dean langsung berubah. "Saat malam ulangtahunmu yang ketujuh tahun, ibumu menemuiku waktu itu."Kensky tampak berpikir. "Kalau itu aku ingat, tapi mami tidak bilang kalau mau ke mana.""Malam itu dia datang untuk meramaikan acara yang aku, kakek da nenekmu laksanakan demi memperingati hari ulangtahunmu. Jadi setiap tanggal lima belas juni, kami merayakan ulangtahunmu tanpa kau ketahui."Mata Kensky kembali berkaca-kacaa. "Benarkah?"Dean tersenyum. "Iya. Dan saat itulah kami sepakat membuat ulang tahun Kitten Group tepat di tanggal yang sama dengan tanggal kelahiranmu.""Ya, Tuhan. Jadi barusan peringatan itu bukan karena ulang tahun kantor?""Iya, tapi peringatan untuk tanggal kelahiranmu. Dan itu tidak ada yang tahu kecuali aku dan semua keluargamu."Kensky kembali menangis. "Aku tak menyangka, ternyata keluarga mami tidak pernah melupakanku
"Dean, kumohon kabulkanlah permintaanku ini . Mungkin bagimu ini sangat tidak mungkin, tapi hanya kamulah orang yang kupercaya. Kumohon, Dean. Berjanjilah padaku bahwa kau akan menikah dengan Kensky. Hanya kau laki-laki yang kupercaya untuk menjaganya. Aku tak peduli kau mau atau tidak, pokoknya yang aku tahu Kensky harus menikah denganmu. Aku tak peduli bagaimapun caramu mendapatkannya, pokoknya kau harus menikahinya. Dan aku harap setelah membaca surat ini, kau mau berjanji dan melakukan apa yang sudah aku minta. Bertanda tangan, Barbara Stewart."Zet!Lagi-lagi Kensky terkejut. "Nama belakang mami Stewart?""Iya.""Sumpah, selama ini aku tidak tahu nama belakang mami. Yang aku tahu nama mami hanyalah Barbara Oxley."Dean mengusap pipi Kensky. "Kau ingat wanita yang kuceritkan padamu tempo hari ... wanita yang telah menolongku di depan tokonya?""Iya."
Tanpa berkata apa-apa lagi Kensky pun langsung berdiri dan memeluk Dean. "Aku juga sangat merindukanmu.""Cium aku," kata Dean.Kensky melepaskan pelukannya dan menatap Dean. "Cium?""Iya."Kensky mendunduk dan mencium dahi Dean. "Sudah.""Bibir."Wajah Kensky berubah merah. "Ini rumah sakit, Dean. Kalau perawat datang dan memperkogi kita, bagaimana?""Ini sudah larut, mereka tidak akan datang.""Tapi___""Sudah, cepat. Jangan membantah."Dengan malu-malu Kensky pun mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Perlahan ia menunduk kemudian mencium Dean.Lelaki itu tak hanya diam. Tangan sebelahnya terulur dan menehan kepala Kensky lalu membalas ciuman Kensky. Ciuman yang awalnya hanya sebuah kecupan lembut, berubah menjadi lumatan yang penuh perasaan.&nbs