Dengan langkah gontai dia berjalan menuju dapur lalu memasangkan regulator pada kepala tabung gas.
"Lain kali kamu belajar masang sendiri," pinta Dirga.
"Baik Tuan, aku baru pertama pakai kompor gas. Di kampung saya pakai tungku," lirih Ayu.
"Apa, tungku?"
Dirga mengerutkan dahi, ada rasa ingin tertawa namun dia tidak tega pada Ayu.
"Jaman sekarang pakai tungku," ucap Dirga dalam hati.
Bangun dari jongkoknya dan berkata. " Ya sudah, kerjakan tugas yang kamu mau."
Matanya terpokus pada bungkusan yang tadi dia lemparkan.
"Kenapa bungkusan ini tidak kamu buang?" tanya Dirga dengan memicingkan mata.
Ayo lalu berjalan mendekati kantong yang berisikan makanan itu.
"Nasi uduk ini tidak kotor. Kenapa harus di buang?" jawab Ayu.
Dirga yang awalnya tidak ingin tertawa namun dia mentertawakan dengan nada yang jahat.
"Hahaha"
"Kamu mau sakit? Itu makanan tadi pagi," ucap Dirga yang menunjuk pada bungkusan itu.
Tidak habis kata-kata Ayu kembali menjawab. "Kata Ibu jangan suka membuang-buang makanan, masih banyak orang di luaran sana tidak bisa makan. Kalaupun sudah tidak layak di makan bisa di berikan pada hewan," tutur Ayu yang mengingat Ibunya di kampung.
Semakin kesal Dirga di buatnya. Dia tidak bisa menjawabnya.
"Tapi, disini tidak ada hewan?"
"Aku tadi lihat ada kampung di belakang sana, banyak yang pelihara ternak," jawab Ayu dengan santai.
Dirga hanya tersenyum miring menanggapinya, rasanya dia ingin membungkam mulutnya.
"Sudahlah, terserah kamu. Aku tidak mau di rumah ini berantakan," sanggah Dirga lalu pergi meninggalkan Ayu di dapur.
Dirga beranjak pergi meninggalkan Ayu di dapur yang akan memasak. Dia menuju ruang sebelah untuk menonton, dia duduk sambil membuka ponselnya dan menggulir layar ponsel melihat wanita pujaannya.
"Sayang, kapan kamu pulang, aku sepi tanpamu," ucap Dirga dengan lirih.
Sesekali dia perbesar dan perkecil gambar di layarnya. Dirga tersenyum sendiri lalu dia kecup gambar di depannya.
"Apa yang tuan lakukan? Apa seperti itu kalau punya gawai, lama-lama aku bisa gila," cicit Ayu yang mengintip di balik pilar.
Dirga saat mengecup layar itu dia menghirup udara yang tidak enak, aromanya seperti saat Michelle memasak tadi pagi.
Hidungnya mengembang dan mengempis.
"Gososng?"
Dirga mengendus kembali dan dia pikir. "Iya ini gosong, apa gosong?"
"Gosong" Dirga berteriak lalu menghampiri sumber bau.
Mata Dirga terbelalak saat ada api yang menempel pada kain serbet.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu mau membakar rumahku?" cerocos Dirga yang mengangkat wook pan itu.
"Maaf Tuan, saya tidak terbiasa memasak pakai kompor, saya di sana pakai .... " ucap Ayu terpotong.
"Tungku, iyakan? Maaf ya Neng ini kota. Enggak ada yang jual kayu," ungkap Dirga yang mengangkat kedua tangannya karena kesal.
"Maksud saya saya juga kadang pakai kompor, tapi kompor minyak tanah, bukan kompor gas," jawab Ayu yang ketakutan melihat mata Dirga yang membola.
Ayu menundukkan wajahnya, lalu terdengar suara ketukan pintu.
Tok tok tok
"Biar saya yang buka tuan," pinta Ayu.
"Tidak perlu, saya bisa buka sendiri. Nanti kamu rusak pintu rumah saya, di kampung tidak pakai pintu kaca kan?" sindir Dirga yang beranjak pergi meninggalkan Ayu di dapur.
Hatinya yang jengkel kini berubah tenang saat Michelle datang.
"Sayang," sapa Michelle yang memeluk dan mengecup kilas bibir Dirga.
Tangan Dirga di tarik Michel masuk kedalam, dalam langkahnya dia bertanya.
"Apakah asisten baru kita sudah datang?"
"Sudah," jawab Dirga kesal.
Hidung Michelle mencium aroma gosong, tangan lentiknya mendorong dada Dirga.
"Kamu seperti sudah kemping saja, bau asap," ucap Michelle yang menutup hidung dengan tangannya.
Dirga kemudian mencium bajunya dan ternyata iya benar adanya.
"Mana asistennya?" tanya Michelle.
"Ada di dapur, sayang," jawab Dirga memutar bola matanya.
Dirga cemburu karena yang ditanyakan Michelle adalah Ayu.
Dengan senyum manis di mengusap pipi Dirga dan menuju ke arah dapur.
"Hssst"
Dirga menarik nafasnya.
"Kenapa dia malah peduli sama dia sih," gerutu Dirga dalam hati.
Mengikuti langkah istrinya ke dapur dan melihat Michelle yang sedang mengobrol dengan Ayu.
"Rupanya kamu masih belia, aku kira kamu sepantaran Bi Muti," ucap Michelle.
"Iya Nyonya, saya bekerja menggantikan Ibu. Saat ibu akan kemari saya melarangnya," jawab Ayu.
"Kenapa kamu larang?"
"Aku tidak tega kalau ibu kerja, makanya saya yang menggantikannya. Di tambah saya ingin sambil kuliah di kota," jawab Ayu dengan jujur.
Terlihat mata polosnya dia begitu senang saat Michelle yang jadi majikannya.
"Nyonya, saya sangat senang kalau Nyonya majikan saya. Kapan-kapan aku ingin foto bareng sama Nyonya Michelle," ujar Ayu dengan memegangi tangannya.
Lalu Michelle mengeluarkan ponselnya.
"Kenapa harus nanti, sekarang saja tidak apa-apa."
"Tapi Nyonya, kan studio foto dimana?"
Michelle langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Ayu. Begitu juga dengan Dirga yang sedari tadi mendengar percakapan mereka.
"CEKREK"
"Apa itu nyonya? Aku sering melihatnya di televisi tetangga," ujar Ayu.
"Ini ponsel, masa kamu tidak tahu?" tanya Michelle.
"Yang dia tahu adalah tungku," ucap Dirga yang berdiri menyandar pada pilar yang tadi Ayu mengintip.
"Apa itu nyonya? Aku sering melihatnya di televisi tetangga," ujar Ayu. "Ini ponsel, masa kamu tidak tahu?" tanya Michelle. "Yang dia tahu adalah tungku," ucap Dirga yang berdiri menyandar pada pilar yang tadi Ayu mengintip. Michelle langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Dirga. "Hahaha" Michelle mengahampiri Dirga dan memegangi kedua pipinya. "Kamu itu, kasih tahu dong kalau kita tidak punya tungku adanya kompor," seloroh Michelle yang mencolek hidung Dirga. Ayu hanya tersenyum di paksakan, karena tak enak melihat kemesraan di depan matanya. "Saya permisi, mau membersihkan atas ualahku," ucap Ayu yang gugup. Moch dan Dirga menuju kamarnya, tingkah Ayu masih ada dalam pikiran Michelle. "Kenapa kamu tertawa terus sayang?" tanya Dirga. "Tidak apa-apa
Memegangi rasa sakit di kepalanya, Michelle lalu melihat ke arah Ayu. "Kamu tidak apa-apa Yu?" tanya Michelle. Dirga benar-benar di buat kesal oleh Ayu, rasanya ingin mengeluarkan dari mobilnya. Tapi kemauan Michelle tidak bisa dia tolak, terlalu sayang Dirga pada Michelle. Sesampainya di restoran bintang lima tempat yang bersih dan asri membuat siapapun pengunjung yang datang akan betah termasuk Ayu. Michelle menggandeng lengan Dirga, sesekali dia tersenyum melihat ke arah samping. "Andai saja si udik tidak ikut, mungkin ini malam yang romantis untukku dan Michelle," keluh Dirga. Dari arah belakang terdengar suara memanggil-manggil, sehingga Dirga dan Michelle melihat ke sumber suara. "Nona, nona," teriak penjaga keamanan. Dirga mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi?" Penjaga keamanan menahan nafasny
Kalau kamu tidak suka, kamu makan tenderloin ini," sambung Michelle. Ayu tidak menyangka kalau majikannya itu begitu baik padanya. Hanya rasa syukur yang Ayu punya. "Kenapa bengong ayo makan," ucap Michelle yang menyodorkan piring berisi daging panggang itu. Dirga merasa cemburu, namun bukan Michelle namanya kalau tidak bisa membuat Dirga tersenyum. "Buka mulutmu sayang," pinta Michelle yang memegangi garpu di ujungnya sudah ada daging yang menempel. Kedua sudut bibir Dirga tersenyum riang dia langsung membuka mulutnya dan hati yang sangat senang. "Pluk" Daging yang sedang potong namun terlempar tepat di wajah Dirga. Wajahnya memerah, hidungnya mengembang dan matanya sedikit membola. Ayu hanya menyengir, dengan menggigit garpu itu, dia langsung mendekati Dirga yang akan mengusap wajahnya dengan saputangan, namun t
"Baiklah, besok kita jadwalkan untuk pergi liburan," pinta Dirga. Anggukkan kecil di berikan Michelle. Mereka berdua lalu berpelukan dan Ayu pun tidak jadi di pecat. Di dalam kamar Michelle berbicara pada Dirga. "Mas, kita mau berangkat kemana?" Dirga yang baru keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk yang melilit di pinggang dan tangannya menggosokkan handuk di kepalanya. "Mau kamunya kemana? Aku sih kemana saja. Yang penting bersama kamu," jawab Dirga yang membaringkan tubuhnya di ranjang size king. Michelle menepisnya. "Sayang pakai baju dulu, nanti kamu masuk angin," teriak Michelle suaranya yang tertahan karena Dirga memeluk erat tubuhnya. "Aku ingin kamu malam ini?" Hanya senyum yan di
"Pak, saya di utus oleh Pak Dirga untuk mengantarkan berkas ini," ujar Ayu. "DEGH" Mata Bayu memandang Ayu begitu terpesona tidak ada Kedipan yang di berikan di antara keduanya. Billy menggaruk kepala belakangnya, dia kemudian menghampiri Ayu. "Ini gadis yang makan di restoran kemarin, wajahnya lebih cantik dari kalau dari dekat," ucap Billy dalam hati. "Tampan sekali orang ini," ucap Ayu dalam hati. "Maaf, ini Tuan berkas dari Tuan Dirga," ucapnya sembari menyodorkan berkas itu. "Oh iya," jawab Billy yang masih terpesona. Ayu tidak lama di kantor Dirga lalu dia berpamitan untuk pulang. "Ya sudah Pak, saya pamit. Permisi," ujar Ayu. *** 
Dirga yang kini terkena rayuan istrinya mulai mau berbicara lagi dan menanggapi apa yang di mau Michelle. "Kamu yakin?" tanya Dirga. "Iya sayang," sahut Michelle seraya mengecup kilas bibir Dirga. Setelah masalahnya di anggap selesai Michelle lalu berpamitan pada Dirga untuk berangkat menuju tempat pemotretan. Setelah Michelle berangkat pemotretan, kini Dirga sendiri lagi di rumah namun berbeda seperti biasanya dulu ada Mutia namun sekarang yang Ayu. Segala keperluannya di urus oleh Ayu. "Kenapa seperti ini, malam yang harusnya bersamanya malah kembali ke rumah," gumam Dirga. "Aaaaaah," Terdengar suara teriakan dari arah dapur. Dirga yang sedang berdiri di atas balkon kini terperanjat dan segera mendekati ke sumber suara. "Ada apa ini?" tanya Dirg
"Tuan, saya berangkat lebih pagi. Tadi sudah mencoba membangunkan Tuan tapi anda tidak bangun. Saya pulang agak terlambat karena saya mau ospek, kalau Tuan pulang lebih awal, Nasi dan lauknya sudah ada di kulkas, tinggal Tuan panaskan saja, teetanda Ayu cantik," ucap Dirga yang menahan tawa dan kesal. "Dasar bocil bisa-bisanya dia menyuruhku."Dirga kesal dia mengepalkan kertas itu menjadi sebuah bola-bola. Namun lapar Dirga mengalahkan egonya, tangannya kini memgangi sendok lalu memasukkannya ke dalam mulut. "Enak juga," pikir Dirga yang mengunyah makanan tersebut. "Lagi ah," Dirga menyendokkan yang kedua. "Aduh apa karena lapar. Bodo amat dah, dia aku gaji. Aku makan saha makanan ini," menyendokkan nasi yang ketiga, keempat, hingga tersisalah piring dan sendoknya saja.
Suatu malam yang indah untuk keluarga Dirgantara. "Hai Ibu," sapa Dirga. "Kamu kemana saja? Tega sekali meninggalkan Ibumu ini," balas Helena Ibu dari Dirga. "Bu, aku sudah dewasa," jawab Dirga dengan santai. "Mana bapak tua?" tanya Dirga dengan menyisir ruangan itu.Helena tertawa mendengar pertanyaan putra semata wayangnya itu. "Bapak tua itu adalah ayahmu Nak," jawab Helena yang menutupi mulutnya. Tiba-tiba ada seseorang yang menyapa Dirga, dia Prayuda ayah dari Dirga. "Hei, bujang lapuk. Apa kabarmu? Sampai lupa pulang. Sesibuk apa pekerjaan kamu hingga lupa pada orangtuamu yang sudah menginginkan cucu," sindir Prayuda. "Ayah," lirih Dirga. Mereka berdua berpelukan, saling menepuk pundak. "Apa kabarmu Ayah?" "Baik Nak," jawab Prayuda memandang Dirga. "Apa ini di rambutmu?" tanya Prayuda.
"Tuan, saya berangkat lebih pagi. Tadi sudah mencoba membangunkan Tuan tapi anda tidak bangun. Saya pulang agak terlambat karena saya mau ospek, kalau Tuan pulang lebih awal, Nasi dan lauknya sudah ada di kulkas, tinggal Tuan panaskan saja, teetanda Ayu cantik," ucap Dirga yang menahan tawa dan kesal. "Dasar bocil bisa-bisanya dia menyuruhku."Dirga kesal dia mengepalkan kertas itu menjadi sebuah bola-bola. Namun lapar Dirga mengalahkan egonya, tangannya kini memgangi sendok lalu memasukkannya ke dalam mulut. "Enak juga," pikir Dirga yang mengunyah makanan tersebut. "Lagi ah," Dirga menyendokkan yang kedua. "Aduh apa karena lapar. Bodo amat dah, dia aku gaji. Aku makan saha makanan ini," menyendokkan nasi yang ketiga, keempat, hingga tersisalah piring dan sendoknya saja.
Dirga yang kini terkena rayuan istrinya mulai mau berbicara lagi dan menanggapi apa yang di mau Michelle. "Kamu yakin?" tanya Dirga. "Iya sayang," sahut Michelle seraya mengecup kilas bibir Dirga. Setelah masalahnya di anggap selesai Michelle lalu berpamitan pada Dirga untuk berangkat menuju tempat pemotretan. Setelah Michelle berangkat pemotretan, kini Dirga sendiri lagi di rumah namun berbeda seperti biasanya dulu ada Mutia namun sekarang yang Ayu. Segala keperluannya di urus oleh Ayu. "Kenapa seperti ini, malam yang harusnya bersamanya malah kembali ke rumah," gumam Dirga. "Aaaaaah," Terdengar suara teriakan dari arah dapur. Dirga yang sedang berdiri di atas balkon kini terperanjat dan segera mendekati ke sumber suara. "Ada apa ini?" tanya Dirg
"Pak, saya di utus oleh Pak Dirga untuk mengantarkan berkas ini," ujar Ayu. "DEGH" Mata Bayu memandang Ayu begitu terpesona tidak ada Kedipan yang di berikan di antara keduanya. Billy menggaruk kepala belakangnya, dia kemudian menghampiri Ayu. "Ini gadis yang makan di restoran kemarin, wajahnya lebih cantik dari kalau dari dekat," ucap Billy dalam hati. "Tampan sekali orang ini," ucap Ayu dalam hati. "Maaf, ini Tuan berkas dari Tuan Dirga," ucapnya sembari menyodorkan berkas itu. "Oh iya," jawab Billy yang masih terpesona. Ayu tidak lama di kantor Dirga lalu dia berpamitan untuk pulang. "Ya sudah Pak, saya pamit. Permisi," ujar Ayu. *** 
"Baiklah, besok kita jadwalkan untuk pergi liburan," pinta Dirga. Anggukkan kecil di berikan Michelle. Mereka berdua lalu berpelukan dan Ayu pun tidak jadi di pecat. Di dalam kamar Michelle berbicara pada Dirga. "Mas, kita mau berangkat kemana?" Dirga yang baru keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk yang melilit di pinggang dan tangannya menggosokkan handuk di kepalanya. "Mau kamunya kemana? Aku sih kemana saja. Yang penting bersama kamu," jawab Dirga yang membaringkan tubuhnya di ranjang size king. Michelle menepisnya. "Sayang pakai baju dulu, nanti kamu masuk angin," teriak Michelle suaranya yang tertahan karena Dirga memeluk erat tubuhnya. "Aku ingin kamu malam ini?" Hanya senyum yan di
Kalau kamu tidak suka, kamu makan tenderloin ini," sambung Michelle. Ayu tidak menyangka kalau majikannya itu begitu baik padanya. Hanya rasa syukur yang Ayu punya. "Kenapa bengong ayo makan," ucap Michelle yang menyodorkan piring berisi daging panggang itu. Dirga merasa cemburu, namun bukan Michelle namanya kalau tidak bisa membuat Dirga tersenyum. "Buka mulutmu sayang," pinta Michelle yang memegangi garpu di ujungnya sudah ada daging yang menempel. Kedua sudut bibir Dirga tersenyum riang dia langsung membuka mulutnya dan hati yang sangat senang. "Pluk" Daging yang sedang potong namun terlempar tepat di wajah Dirga. Wajahnya memerah, hidungnya mengembang dan matanya sedikit membola. Ayu hanya menyengir, dengan menggigit garpu itu, dia langsung mendekati Dirga yang akan mengusap wajahnya dengan saputangan, namun t
Memegangi rasa sakit di kepalanya, Michelle lalu melihat ke arah Ayu. "Kamu tidak apa-apa Yu?" tanya Michelle. Dirga benar-benar di buat kesal oleh Ayu, rasanya ingin mengeluarkan dari mobilnya. Tapi kemauan Michelle tidak bisa dia tolak, terlalu sayang Dirga pada Michelle. Sesampainya di restoran bintang lima tempat yang bersih dan asri membuat siapapun pengunjung yang datang akan betah termasuk Ayu. Michelle menggandeng lengan Dirga, sesekali dia tersenyum melihat ke arah samping. "Andai saja si udik tidak ikut, mungkin ini malam yang romantis untukku dan Michelle," keluh Dirga. Dari arah belakang terdengar suara memanggil-manggil, sehingga Dirga dan Michelle melihat ke sumber suara. "Nona, nona," teriak penjaga keamanan. Dirga mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi?" Penjaga keamanan menahan nafasny
"Apa itu nyonya? Aku sering melihatnya di televisi tetangga," ujar Ayu. "Ini ponsel, masa kamu tidak tahu?" tanya Michelle. "Yang dia tahu adalah tungku," ucap Dirga yang berdiri menyandar pada pilar yang tadi Ayu mengintip. Michelle langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Dirga. "Hahaha" Michelle mengahampiri Dirga dan memegangi kedua pipinya. "Kamu itu, kasih tahu dong kalau kita tidak punya tungku adanya kompor," seloroh Michelle yang mencolek hidung Dirga. Ayu hanya tersenyum di paksakan, karena tak enak melihat kemesraan di depan matanya. "Saya permisi, mau membersihkan atas ualahku," ucap Ayu yang gugup. Moch dan Dirga menuju kamarnya, tingkah Ayu masih ada dalam pikiran Michelle. "Kenapa kamu tertawa terus sayang?" tanya Dirga. "Tidak apa-apa
Dengan langkah gontai dia berjalan menuju dapur lalu memasangkan regulator pada kepala tabung gas. "Lain kali kamu belajar masang sendiri," pinta Dirga. "Baik Tuan, aku baru pertama pakai kompor gas. Di kampung saya pakai tungku," lirih Ayu. "Apa, tungku?" Dirga mengerutkan dahi, ada rasa ingin tertawa namun dia tidak tega pada Ayu. "Jaman sekarang pakai tungku," ucap Dirga dalam hati. Bangun dari jongkoknya dan berkata. " Ya sudah, kerjakan tugas yang kamu mau." Matanya terpokus pada bungkusan yang tadi dia lemparkan. "Kenapa bungkusan ini tidak kamu buang?" tanya Dirga dengan memicingkan mata. Ayo lalu berjalan mendekati kantong yang berisikan makanan itu. "Nasi uduk ini tidak koto
Pagi yang cerah itu dihiasi dengan ayam tepung yang gosong, namun Dirga begitu menerima kemampuan Michelle. "Sayang, maaf ya. Nanti aku belajar kursus memasak untuk kamu," ucap Michelle dengan manjanya. Setelah menunggu beberapa lama terdengar suara ketukan pintu. Tok tok tok "Siapa yang datang? Masa pembantu itu sudah datang lagi," ujar Dirga. Dia kemudian menuju pintu depan masih dengan celana pendeknya. "Ceklek" Saat dibuka ternyata yang berdiri di depan pintu adalah seorang pria berjaket hijau. "Ada apa ya?" tanya Dirga penasaran. "Ini Pak, ada pesanan atas namanya Michelle,"