Saat pulang, Jayden benar-benar sudah tidak bersemangat. Ia pun memilih berbaring di ranjangnya sembari menatap ke langit-langit kamar.
Johan dan Ansel yang baru saja membeli makanan di luar sampai bingung melihat Jayden berbaring dengan wajah kesal.
"Kenapa lo?" tanya Ansel yang sebenarnya tidak mau peduli apalagi sejak Jayden tiba-tiba pergi.
"Menurut lo, Felicia gampang buka hati lagi gak sih?" tanya Jayden tiba-tiba.
Ansel mengerutkan keningnya lalu duduk di kursi dekat ranjang mereka. "Gak sih menurut gue. Apalagi saat dia fokus dalam satu hal, cinta-cintaan mungkin urusan ke sekian buat dia. Makanya gue sempet kaget waktu dia nerima lo."
Jayden tersenyum miring. "Itu karena pesona gue le
"Gue gak mimpi kan?" tanya Felicia sembari mencubit lengan Tere yang sudah mengernyit menahan sakit.Tere langsung menabok tangan Felicia sampai cubitan gadis itu lepas dari lengan berlemaknya. "Cubit tangan lo sendiri apa."Felicia hanya tersenyum geli. "Lupa, Re. Lagian itu." Ia menunjuk Jayden yang berjalan ke arahnya dengan senyum yang tidak dapat Felicia artikan."Hai, sayang. Udah lama kita gak ketemu ya?" tanya Jayden sembari menyandarkan punggungnya ke dinding dan menatap Felicia dengan alis yang dinaik-naikkan."L-lo kok di sini?" tanya Felicia yang terlihat gugup. "Ngapain lo di sini?"Tere yang berada di antara Felicia dan Jayden pun memilih diam."Jodoh gak kemana ya, Fel. Kita malah ketemu lagi tanpa gue mencari lo. Sepertinya Tuhan baik banget sama gue," ucap Jayden masih dengan senyum misteriusnya.Felicia menggenggam erat nampan yang dipega
Tak lama, Jayden membawa Felicia ke salah satu restoran di Jalan Malioboro. Mereka pun memilih tempat di luar ruangan agar bisa menikmati udara malam Jogjakarta.Setelah memesan makanannya, Felicia dan Jayden banyak diam. Meski sejak Felicia naik ke motor yang Jayden pinjam dari Ibu pemilik kontrakan tempatnya tinggal sampai sekarang tetap diam. Seakan enggan mengajak Jayden berbicara seperti dulu."Maaf," ucap Jayden sembari menatap Felicia dengan serius."Maaf untuk?" tanya Felicia yang menatap balik Jayden."Bikin lo salah paham."Felicia mengerutkan keningnya. Jantungnya berdegup tidak karuan saat menatap Jayden sedekat ini, seperti dulu saat mereka masih sering bersama.
Tidak terasa sudah empat minggu Jayden dan teman-temannya melakukan PKPA di PT. Agra Lestari. Dan selama itu pula Jayden selalu menemui Felicia saat makan siang bahkan hingga sore sampai malam. Seakan mereka sedang menebus pertemuan mereka yang sempat terhambat hampir satu tahun lamanya. Mereka saling melepas rasa rindu yang tidak ada habisnya. Bahkan setelah ini, Felicia dan Jayden harus kembali menjalankan hubungan jarak jauh selagi Jayden menyelesaikan laporan dan ujian-ujiannya sembari menunggu upacara sumpah apotekernya. Setidaknya mereka harus menahan rindu lagi selama dua bulan."Jadi, tiga hari lagi lo balik ke Jakarta?" tanya Felicia dengan mata berkaca-kaca.Jayden langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Iya. Kenapa? Kangen ya?"Felicia mencebikkan bibirnya dengan kesal. "Udah tahu pake nan
Malamnya Jayden dan Felicia sudah berada di dalam kamar. Mereka pun hanya bersandar di ranjang sembari menonton TV. Mereka sama-sama berada di dalam selimut demi mencari kehangatan.Jayden menoleh ke Felicia yang tampak mengantuk. Rasanya ia tidak ingin pergi lagi dari gadis ini. Tapi mereka malah harus menjalani hubungan jarak jauh yang sebenarnya, karena hubungan mereka sudah membaik. Kesalah pahaman yang memisahkan mereka telah terselesaikan meski jarak masih tetap ada. "Nanti lo bakal kangen sama gue gak?" tanyanya membuat Felicia menoleh ke arahnya."Iyalah! Menurut lo aja. Masa gue gak kangen?" Felicia memicingkan matanya. "Atau lo yang gak kangen ya sama gue? Lo kan udah terbiasa tanpa gue.""Lo yang harus terbiasa tanpa gue. Kita kan nanti bakal jauh," ucap Jayden dengan senyum kecilnya.
"Diem aja lo kayak ayam tiren," ledek Ansel yang melihat Jayden menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Berbeda sekali dengan saat pertama pria itu menuju Yogyakarta, senyumnya yang tidak pernah lepas karena ingin segera bertemu Felicia."Gue kok ngerasa jauh banget sama Felicia ya," ucap Jayden tanpa menatap ke arah Ansel."Lebay lo kayak ABG labil," cibir Ansel lagi tapi tidak Jayden tanggapi. Pria yang duduk tepat di depan Ansel itu terlihat seperti memiliki dunianya sendiri."Jayden kenapa?" bisik Kayla yang duduk di samping Ansel. Karena biasanya Jayden banyak bicara. Tapi kali ini pria itu lebih banyak diam."Galau dia baru LDR-an lagi," ucap Ansel yang tidak terlalu ambil pusing.
Sampai jam tiga dini hari, keadaan Jayden tidak menunjukkan peningkatan. Melisa dan Jordan tampak frustasi melihat keadaan anak mereka yang begitu memilukan. Bahkan Gladys yang juga menemani Om dan Tantenya itu terus menangis di samping Jayden. Mereka merasa sangat kehilangan."Kita harus segera membawanya ke Singapore. Di sana Jayden bisa mendapat penanganan yang lebih baik lagi," ucap Glen yang lebih bisa mengontrol emosinya. Karena ia memang sudah sering mengalami hal seperti ini, melihat keluarga pasien yang menangis pilu
Karena Felicia tidak mengambil cuti lama, ia pun harus kembali ke Jogjakarta. Apalagi Jayden sudah dibawa ke Singapore. Sehingga tak ada lagi alasannya untuk berada disini, Yang ada ia hanya akan terus teringat Jayden dan mengkhawatirkan keadaan pria itu. Meski ia sendiri tidak akan tenang, mengingat keadaan Jayden yang begitu mengkhawatirkan. Bahkan pria itu tidak juga sadarkan diri sampai ia datang semalam. Padahal Felicia berharap jika ia bisa mengajak Jayden mengobrol seperti biasa. Bukan hanya menatap sosok pria itu yang tidak berdaya.
Pemakaman sore itu disertai langit yang mendung, seakan mendukung perasaan yang terjadi dari orang-orang yang datang dan berdiri di sekeliling pemakaman yang masih basah dan bertabur bunga itu.Terutama Felicia.Sejak kedatangan gadis itu kem