Tak lama, Jayden membawa Felicia ke salah satu restoran di Jalan Malioboro. Mereka pun memilih tempat di luar ruangan agar bisa menikmati udara malam Jogjakarta.
Setelah memesan makanannya, Felicia dan Jayden banyak diam. Meski sejak Felicia naik ke motor yang Jayden pinjam dari Ibu pemilik kontrakan tempatnya tinggal sampai sekarang tetap diam. Seakan enggan mengajak Jayden berbicara seperti dulu.
"Maaf," ucap Jayden sembari menatap Felicia dengan serius.
"Maaf untuk?" tanya Felicia yang menatap balik Jayden.
"Bikin lo salah paham."
Felicia mengerutkan keningnya. Jantungnya berdegup tidak karuan saat menatap Jayden sedekat ini, seperti dulu saat mereka masih sering bersama.
Tidak terasa sudah empat minggu Jayden dan teman-temannya melakukan PKPA di PT. Agra Lestari. Dan selama itu pula Jayden selalu menemui Felicia saat makan siang bahkan hingga sore sampai malam. Seakan mereka sedang menebus pertemuan mereka yang sempat terhambat hampir satu tahun lamanya. Mereka saling melepas rasa rindu yang tidak ada habisnya. Bahkan setelah ini, Felicia dan Jayden harus kembali menjalankan hubungan jarak jauh selagi Jayden menyelesaikan laporan dan ujian-ujiannya sembari menunggu upacara sumpah apotekernya. Setidaknya mereka harus menahan rindu lagi selama dua bulan."Jadi, tiga hari lagi lo balik ke Jakarta?" tanya Felicia dengan mata berkaca-kaca.Jayden langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Iya. Kenapa? Kangen ya?"Felicia mencebikkan bibirnya dengan kesal. "Udah tahu pake nan
Malamnya Jayden dan Felicia sudah berada di dalam kamar. Mereka pun hanya bersandar di ranjang sembari menonton TV. Mereka sama-sama berada di dalam selimut demi mencari kehangatan.Jayden menoleh ke Felicia yang tampak mengantuk. Rasanya ia tidak ingin pergi lagi dari gadis ini. Tapi mereka malah harus menjalani hubungan jarak jauh yang sebenarnya, karena hubungan mereka sudah membaik. Kesalah pahaman yang memisahkan mereka telah terselesaikan meski jarak masih tetap ada. "Nanti lo bakal kangen sama gue gak?" tanyanya membuat Felicia menoleh ke arahnya."Iyalah! Menurut lo aja. Masa gue gak kangen?" Felicia memicingkan matanya. "Atau lo yang gak kangen ya sama gue? Lo kan udah terbiasa tanpa gue.""Lo yang harus terbiasa tanpa gue. Kita kan nanti bakal jauh," ucap Jayden dengan senyum kecilnya.
"Diem aja lo kayak ayam tiren," ledek Ansel yang melihat Jayden menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Berbeda sekali dengan saat pertama pria itu menuju Yogyakarta, senyumnya yang tidak pernah lepas karena ingin segera bertemu Felicia."Gue kok ngerasa jauh banget sama Felicia ya," ucap Jayden tanpa menatap ke arah Ansel."Lebay lo kayak ABG labil," cibir Ansel lagi tapi tidak Jayden tanggapi. Pria yang duduk tepat di depan Ansel itu terlihat seperti memiliki dunianya sendiri."Jayden kenapa?" bisik Kayla yang duduk di samping Ansel. Karena biasanya Jayden banyak bicara. Tapi kali ini pria itu lebih banyak diam."Galau dia baru LDR-an lagi," ucap Ansel yang tidak terlalu ambil pusing.
Sampai jam tiga dini hari, keadaan Jayden tidak menunjukkan peningkatan. Melisa dan Jordan tampak frustasi melihat keadaan anak mereka yang begitu memilukan. Bahkan Gladys yang juga menemani Om dan Tantenya itu terus menangis di samping Jayden. Mereka merasa sangat kehilangan."Kita harus segera membawanya ke Singapore. Di sana Jayden bisa mendapat penanganan yang lebih baik lagi," ucap Glen yang lebih bisa mengontrol emosinya. Karena ia memang sudah sering mengalami hal seperti ini, melihat keluarga pasien yang menangis pilu
Karena Felicia tidak mengambil cuti lama, ia pun harus kembali ke Jogjakarta. Apalagi Jayden sudah dibawa ke Singapore. Sehingga tak ada lagi alasannya untuk berada disini, Yang ada ia hanya akan terus teringat Jayden dan mengkhawatirkan keadaan pria itu. Meski ia sendiri tidak akan tenang, mengingat keadaan Jayden yang begitu mengkhawatirkan. Bahkan pria itu tidak juga sadarkan diri sampai ia datang semalam. Padahal Felicia berharap jika ia bisa mengajak Jayden mengobrol seperti biasa. Bukan hanya menatap sosok pria itu yang tidak berdaya.
Pemakaman sore itu disertai langit yang mendung, seakan mendukung perasaan yang terjadi dari orang-orang yang datang dan berdiri di sekeliling pemakaman yang masih basah dan bertabur bunga itu.Terutama Felicia.Sejak kedatangan gadis itu kem
Luka akibat kehilangan memang menyakitkan.Kenangan yang tertinggal akan semakin menyesakkan.Tapi hidup harus terus berjalan, meski hati seperti mati rasa. Meski tubuh seakan tak memiliki jiwa.
Hari terus berganti. Tetapi hati Felicia masih merasakan luka yang begitu dalam bahkan masih terasa nyeri ketika bayangan kenangan dengan Jayden melintas di kepalanya. Yang bisa gadis itu lakukan hanya menghela nafas panjang demi meredakan nyeri yang menjalar di rongga dadanya.Felicia masih terus bekerja seperti biasa. Jika dulu ia bekerja dengan normal, kali ini ia bekerja lebih keras lagi. Bahkan ia sering lembur hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sebenarnya tidak terlalu banyak. Tapi gadis itu banyak mengerj
Perjalanan hidup memang terkadang tak sesuai ekspektasimu. Banyak rencana yang telah dibuat meski saat merealisasikannya akan sangat berbeda. Namun bukan berarti rencanamu buruk sehingga Tuhan mengubah perjalanan yang sudah kamu rencanakan, Tuhan hanya mengarahkanmu pada tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini.Tidak ada tujuan hidup yang menyakitkan. Semuanya pasti akan berakhir bahagia meski pada awalnya harus berurai air mata. Meski terkadang mungkin kamu menyesali jika ternyata semua itu tak
Hari itu pun tiba...Hari dimana Martha tak lagi bertahan. Hanya berselang tiga hari pasca operasi pengangkatan ginjalnya. Penurunan kesadaran serta meningkatnya tekanan darah wanita itu mengakibatkan pecahnya saraf di bagian kepalanya sehingga menyebabkan nyawanya tak lagi dapat diselamatkan setelah dua hari berada di masa kritis.
Malam harinya, Glen kembali secepatnya ke rumah demi Felicia. Ia pun sudah sampai di rumah mertuanya, Emily. Saat itu Ibu mertuanya masih sibuk dengan mesin jahitnya. Padahal Felicia dan Glen sudah menyarankan Emily untuk berhenti bekerja karena mereka sudah memenuhi semua kebutuhan Emily. Namun Emily memilih untuk tetap menjahit untuk menghabiskan waktunya. Waktu Emily diajak ke rumah Felicia pun, dia menolak. Katanya rumah ini penuh kenangan dengan suaminya jadi dia tidak bisa meninggalkannya. Bagi Emily, di rumah ini lah dia masih bisa merasakan kehadiran suaminya.
"Mulai sekarang, kamu harus lebih berhati-hati lagi. Karena sekarang ada anak kita di dalam sini," ucap Glen sembari mengusap perut Felicia yang masih rata. Mereka baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Istrinya sempat mual-mual lagi tapi sudah reda setelah meminum obat anti mual yang diresepkan oleh Brenda. Glen juga sudah menyiapkan teh hangat untuk istrinya demi mereda rasa mualnya.Felicia mengangguk lemah dari atas ranjangnya. Dari matanya terpancar kebahagiaan atas kehadiran calon
Saat operasi telah selesai dan Martha dibawa ke ruang perawatan selagi menunggu wanita itu sadarkan diri, Glen masih berdiri di samping brankar tempat wanita itu berbaring kini. Entah apa yang ia lakukan disini, seakan setia menunggu wanita itu terbangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Ia seharusnya segera pulang karena Felicia sendirian di rumah. Bukan malah memandangi mantan kekasihnya begini.Farel, salah satu teman kampus Glen saat menempuh kuliah kedokteran dulu jelas memahami kegelisahan pria itu. Ia tahu
Bulan madu, meski terasa singkat tapi sangat membekas dalam benak Felicia. Wanita itu semakin terlihat ceria dan sering tersenyum. Membuat rekan-rekannya di apotek jadi ikut tertular kebahagiaannya."Yang abis bulan madu, bahagia bener. Cieeee," ledek Sani yang sedang menyiapkan obat-obat untuk pasien rawat jalan siang itu.
Setelah lelah dengan perjalanan di hari pertama mereka, Felicia dan Glen memutuskan untuk makan siang di dalam cottage sekaligus beristirahat. Siang telah menjelang tapi cuaca di Dieng selalu terasa sejuk. Bahkan meski kelelahan sekalipun, Felicia sama sekali tidak berkeringat. Membuat wanita itu ingin bergelut di dalam selimut tebal dan rebahan."Wajahmu pucat," ucap Felicia yang khawatir saat melihat Glen yang berbaring di sampingnya tampak melenguh seperti menahan rasa sakit. Ia pun mengulurkan tangannya dan menyentuh
Keesokan harinya, Felicia sudah sibuk memastikan jika bawaannya tidak ada yang lupa. Sally pun sibuk menyiapkan bekal untuk perjalanan Felicia dan Glen nanti."Udah kayak anak TK yang mau jalan-jalan aja sampai dibuatkan bekal segala, Mah," cibir Gladys sembari mencicipi bitterballen buatan Sally.
Keesokan harinya, beberapa rekan dokter di rumah sakit tempat Glen dan Felicia bekerja tampak senyam senyum saat melihat Glen masuk ke ruangan tempat para dokter berkumpul saat pagi hari. Beberapa dokter yang seumuran Glen atau lebih tua hanya beberapa tahun darinya bahkan terang-terangan menarik kerah baju Glen dengan gaya bercanda."Nikah udah tiga bulan tapi tandanya baru kelihatan sekarang. Kemaren-kemaren ditandain dimana?" ledek Abbas, salah satu dokter spesialis bedah dengan wajah khas timur tengah itu.