Karena Felicia tidak mengambil cuti lama, ia pun harus kembali ke Jogjakarta. Apalagi Jayden sudah dibawa ke Singapore. Sehingga tak ada lagi alasannya untuk berada disini, Yang ada ia hanya akan terus teringat Jayden dan mengkhawatirkan keadaan pria itu. Meski ia sendiri tidak akan tenang, mengingat keadaan Jayden yang begitu mengkhawatirkan. Bahkan pria itu tidak juga sadarkan diri sampai ia datang semalam. Padahal Felicia berharap jika ia bisa mengajak Jayden mengobrol seperti biasa. Bukan hanya menatap sosok pria itu yang tidak berdaya.
Pemakaman sore itu disertai langit yang mendung, seakan mendukung perasaan yang terjadi dari orang-orang yang datang dan berdiri di sekeliling pemakaman yang masih basah dan bertabur bunga itu.Terutama Felicia.Sejak kedatangan gadis itu kem
Luka akibat kehilangan memang menyakitkan.Kenangan yang tertinggal akan semakin menyesakkan.Tapi hidup harus terus berjalan, meski hati seperti mati rasa. Meski tubuh seakan tak memiliki jiwa.
Hari terus berganti. Tetapi hati Felicia masih merasakan luka yang begitu dalam bahkan masih terasa nyeri ketika bayangan kenangan dengan Jayden melintas di kepalanya. Yang bisa gadis itu lakukan hanya menghela nafas panjang demi meredakan nyeri yang menjalar di rongga dadanya.Felicia masih terus bekerja seperti biasa. Jika dulu ia bekerja dengan normal, kali ini ia bekerja lebih keras lagi. Bahkan ia sering lembur hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sebenarnya tidak terlalu banyak. Tapi gadis itu banyak mengerj
Glen menatap rumah sederhana di depannya. Ia sudah beberapa kali ke sini semenjak kepindahannya ke Jakarta satu tahun yang lalu. Ya, tentu saja karena Felicia sudah memulai kuliah apotekernya lagi dan gadis itu baru saja pelantikan sumpah Apoteker hari ini. Meski hanya berdiam diri di depannya, Glen hanya memastikan jika gadis itu selalu pulang dengan selamat ke rumahnya. Ia memang belum pernah masuk ke dalam rumah sederhana itu. Lebih tepatnya, belum saatnya.Tapi saat ini, Glen merasa waktunya sudah tepat. Felicia sudah lulu
Felicia menatap gedung pencakar langit di depannya. Ia pun menghela nafas pasrah dan berusaha untuk optimis soal email undangan interview yang di dapatkannya dua hari yang lalu. Sebelumnya ia juga mendapat kabar dari beberapa teman kelas apoteker yang seangkatan dengannya jika kampus mereka merekomendasikan beberapa mahasiswa ke perusahaan dan rumah sakit. Sehingga sangat besar kemungkinannya jika mendapat panggilan interview. Dan soal rumah sakit milik kakeknya Jayden, mungkin hanya kebetulan saja.Karena katanya perusahaan b
Lagi, di sore itu Felicia duduk di samping makam Jayden. Tempat itu menjadi tempat favoritnya selama setahun belakangan ini. Semenjak ia telah kembali ke Jakarta. Meski Jayden sudah tidak ada lagi di dunia ini, tapi pria itu akan tetap ada dalam hatinya."Apa yang sebenernya lo rencanain, Jay? Bahkan di saat-saat kritis lo aja, lo masih sempet mikirin gue. Padahal gue gak bisa ada di samping lo saat itu. Apa ini semua benar-benar keinginan lo? Apa gue bisa menemukan kebahagiaan lain tanpa elo?" gumam Felicia sembari menatap gu
Sepulang kerja, Felicia benar-benar dibawa Glen untuk menemui keluarganya. Ternyata Glen hanya memiliki seorang Ibu dan satu adik perempuan, Gladys. Ya, seperti yang Felicia tahu, Gladys adalah gadis yang pernah membuatnya salah paham soal Jayden beberapa tahun yang lalu. Meski mereka memang pada akhirnya tidak dekat meski Felicia akhirnya tahu jika gadis itu hanyalah sepupu Jayden, tapi Gladys tampak canggung saat melihat Felicia duduk berdampingan dengan kakak laki-lakinya.Seorang wanita paruh baya dengan wajah yang masih t
Begitu acara pernikahan selesai, Felicia dibawa pulang ke rumah keluarga Glen. Padahal seharusnya mereka bisa tinggal di hotel yang berada di gedung yang sama dengan gedung pernikahan mereka. Tapi Glen mengaku tidak bisa tidur jika bukan di rumahnya sendiri. Felicia pun tidak mau berkomentar. Setelah pamit dengan Emily, ia pun masuk ke mobil Glen dan pulang bersama pria itu.Tidak ada obrolan di antara mereka. Glen hanya fokus dengan jalanan di depannya. Sekitar setengah jam kemudian, mereka sampai di sebuah rumah megah bergay
Perjalanan hidup memang terkadang tak sesuai ekspektasimu. Banyak rencana yang telah dibuat meski saat merealisasikannya akan sangat berbeda. Namun bukan berarti rencanamu buruk sehingga Tuhan mengubah perjalanan yang sudah kamu rencanakan, Tuhan hanya mengarahkanmu pada tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini.Tidak ada tujuan hidup yang menyakitkan. Semuanya pasti akan berakhir bahagia meski pada awalnya harus berurai air mata. Meski terkadang mungkin kamu menyesali jika ternyata semua itu tak
Hari itu pun tiba...Hari dimana Martha tak lagi bertahan. Hanya berselang tiga hari pasca operasi pengangkatan ginjalnya. Penurunan kesadaran serta meningkatnya tekanan darah wanita itu mengakibatkan pecahnya saraf di bagian kepalanya sehingga menyebabkan nyawanya tak lagi dapat diselamatkan setelah dua hari berada di masa kritis.
Malam harinya, Glen kembali secepatnya ke rumah demi Felicia. Ia pun sudah sampai di rumah mertuanya, Emily. Saat itu Ibu mertuanya masih sibuk dengan mesin jahitnya. Padahal Felicia dan Glen sudah menyarankan Emily untuk berhenti bekerja karena mereka sudah memenuhi semua kebutuhan Emily. Namun Emily memilih untuk tetap menjahit untuk menghabiskan waktunya. Waktu Emily diajak ke rumah Felicia pun, dia menolak. Katanya rumah ini penuh kenangan dengan suaminya jadi dia tidak bisa meninggalkannya. Bagi Emily, di rumah ini lah dia masih bisa merasakan kehadiran suaminya.
"Mulai sekarang, kamu harus lebih berhati-hati lagi. Karena sekarang ada anak kita di dalam sini," ucap Glen sembari mengusap perut Felicia yang masih rata. Mereka baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Istrinya sempat mual-mual lagi tapi sudah reda setelah meminum obat anti mual yang diresepkan oleh Brenda. Glen juga sudah menyiapkan teh hangat untuk istrinya demi mereda rasa mualnya.Felicia mengangguk lemah dari atas ranjangnya. Dari matanya terpancar kebahagiaan atas kehadiran calon
Saat operasi telah selesai dan Martha dibawa ke ruang perawatan selagi menunggu wanita itu sadarkan diri, Glen masih berdiri di samping brankar tempat wanita itu berbaring kini. Entah apa yang ia lakukan disini, seakan setia menunggu wanita itu terbangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Ia seharusnya segera pulang karena Felicia sendirian di rumah. Bukan malah memandangi mantan kekasihnya begini.Farel, salah satu teman kampus Glen saat menempuh kuliah kedokteran dulu jelas memahami kegelisahan pria itu. Ia tahu
Bulan madu, meski terasa singkat tapi sangat membekas dalam benak Felicia. Wanita itu semakin terlihat ceria dan sering tersenyum. Membuat rekan-rekannya di apotek jadi ikut tertular kebahagiaannya."Yang abis bulan madu, bahagia bener. Cieeee," ledek Sani yang sedang menyiapkan obat-obat untuk pasien rawat jalan siang itu.
Setelah lelah dengan perjalanan di hari pertama mereka, Felicia dan Glen memutuskan untuk makan siang di dalam cottage sekaligus beristirahat. Siang telah menjelang tapi cuaca di Dieng selalu terasa sejuk. Bahkan meski kelelahan sekalipun, Felicia sama sekali tidak berkeringat. Membuat wanita itu ingin bergelut di dalam selimut tebal dan rebahan."Wajahmu pucat," ucap Felicia yang khawatir saat melihat Glen yang berbaring di sampingnya tampak melenguh seperti menahan rasa sakit. Ia pun mengulurkan tangannya dan menyentuh
Keesokan harinya, Felicia sudah sibuk memastikan jika bawaannya tidak ada yang lupa. Sally pun sibuk menyiapkan bekal untuk perjalanan Felicia dan Glen nanti."Udah kayak anak TK yang mau jalan-jalan aja sampai dibuatkan bekal segala, Mah," cibir Gladys sembari mencicipi bitterballen buatan Sally.
Keesokan harinya, beberapa rekan dokter di rumah sakit tempat Glen dan Felicia bekerja tampak senyam senyum saat melihat Glen masuk ke ruangan tempat para dokter berkumpul saat pagi hari. Beberapa dokter yang seumuran Glen atau lebih tua hanya beberapa tahun darinya bahkan terang-terangan menarik kerah baju Glen dengan gaya bercanda."Nikah udah tiga bulan tapi tandanya baru kelihatan sekarang. Kemaren-kemaren ditandain dimana?" ledek Abbas, salah satu dokter spesialis bedah dengan wajah khas timur tengah itu.