Begitu acara pernikahan selesai, Felicia dibawa pulang ke rumah keluarga Glen. Padahal seharusnya mereka bisa tinggal di hotel yang berada di gedung yang sama dengan gedung pernikahan mereka. Tapi Glen mengaku tidak bisa tidur jika bukan di rumahnya sendiri. Felicia pun tidak mau berkomentar. Setelah pamit dengan Emily, ia pun masuk ke mobil Glen dan pulang bersama pria itu.
Tidak ada obrolan di antara mereka. Glen hanya fokus dengan jalanan di depannya. Sekitar setengah jam kemudian, mereka sampai di sebuah rumah megah bergay
Ternyata Felicia benar-benar dibawa oleh Glen ke rumah baru mereka yang letaknya di sebuah perumahan yang tak jauh dari rumah sakit tempat mereka bekerja. Rumah dengan desain minimalis dan halaman yang luas itu terlihat cukup nyaman. Perabotan di dalamnya pun sudah lengkap walau semuanya ditutupi oleh kain putih dan tampak sudah lama tidak terpakai."Aku membeli rumah ini dua tahun yang lalu. Hanya sebagai tempat saat aku tidak ingin diganggu keluargaku," ucap Glen sembari menarik satu persatu kain putih dan duduk di sofa empu
Saat pulang ke rumahnya, Glen melihat keadaan rumahnya telah gelap. Ia yakin jika Felicia sudah tidur. Ia pun berjalan menuju lantai atas, tempat kamarnya berada. Pria itu melirik kamar yang tepat berada di sebelah kamarnya, kamar yang ia buat untuk Felicia. Pintu kamar gadis itu sedikit terbuka dan dari sini ia dapat melihat Felicia yang tertidur di atas ranjangnya dengan posisi meringkuk. Pria itu tersenyum tipis kemudian menarik daun pintu sampai tertutup dengan perlahan, agar tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan gadis itu.
"Mikirin apa, Kak?" tanya Ayni, salah satu asisten apoteker yang sedang menyiapkan obat di dekat Felicia. Ia melihat sedari tadi atasannya itu banyak melamun meski tangannya tetap cekatan membuat salinan resep untuk para pasien."Eh?" Felicia tersadar dari lamunannya kemudian ia menggeleng. "Aku gak apa-apa kok."
Sekitar jam setengah delapan malam, Felicia dan Glen baru sampai di sebuah restoran yang berada di tepi danau sentul. Mereka pun memilih tempat duduk di lantai dua yang membuat mereka bisa melihat pemandangan danau sentul yang indah pada malam hari.Felicia hanya memesan sepiring nasi goreng seafood dan mix jus, sementara Glen memesan chicken mozarella crispy dan minuman bersoda. Mereka saling diam saat menunggu makanan datang. Ketika makanan mereka sudah datang, mereka hanya makan tanpa berbicara satu sama lain.
Malam itu, untuk pertama kalinya Felicia dan Glen mencoba tidur bersama dengan saling memeluk satu sama lain. Sebagai langkah awal mereka untuk mulai saling mendekatkan diri. Meski masih tak senyaman dan sehangat pelukan Jayden, tapi Felicia mampu tertidur nyenyak malam ini. Bahkan untuk pertama kalinya ia bermimpi Jayden menghampirinya dengan senyum yang begitu tulus dan memperlihatkan kelegaan pria itu. Meski sangat singkat, tapi senyuman Jayden mampu menghapus seluruh kerinduan yang selama ini Felicia pendam.
Setelah kejadian tak terduga itu, Glen pun memutuskan untuk mengajak Felicia pulang. Untungnya Felicia tidak terluka sementara dirinya hanya lecet di bagian siku karena menahan tubuh istrinya serta dirinya yang hanya mengenakan kaos lengan pendek saat itu."Makasih ya tadi udah nolongin," ucap Felicia yang masih tidak enak dengan kejadian yang baru dialaminya.
"Maaf," bisik Glen lagi ketika Felicia mengulurkan pelukan mereka dan hanya terisak di depannya.Felicia mengusap air matanya dan mengangkat wajahnya."Apa dia sudah melakukan sesuatu padamu?" tanya Glen dengan rahang mengeras karena menahan emosi. Jika saja Jery tak menahannya, mungkin ia akan
"Jery tidak mengatakan yang macam-macam kan?" tanya Glen ketika dalam perjalanan pulang bersama Felicia.Felicia menggeleng pelan. "Dia hanya minta maaf dan bilang jika dia putus sama Johan.""Baguslah. Pria brengsek seperti itu tidak pantas dinikahi," ucap Glen dengan nada tajam.
Perjalanan hidup memang terkadang tak sesuai ekspektasimu. Banyak rencana yang telah dibuat meski saat merealisasikannya akan sangat berbeda. Namun bukan berarti rencanamu buruk sehingga Tuhan mengubah perjalanan yang sudah kamu rencanakan, Tuhan hanya mengarahkanmu pada tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini.Tidak ada tujuan hidup yang menyakitkan. Semuanya pasti akan berakhir bahagia meski pada awalnya harus berurai air mata. Meski terkadang mungkin kamu menyesali jika ternyata semua itu tak
Hari itu pun tiba...Hari dimana Martha tak lagi bertahan. Hanya berselang tiga hari pasca operasi pengangkatan ginjalnya. Penurunan kesadaran serta meningkatnya tekanan darah wanita itu mengakibatkan pecahnya saraf di bagian kepalanya sehingga menyebabkan nyawanya tak lagi dapat diselamatkan setelah dua hari berada di masa kritis.
Malam harinya, Glen kembali secepatnya ke rumah demi Felicia. Ia pun sudah sampai di rumah mertuanya, Emily. Saat itu Ibu mertuanya masih sibuk dengan mesin jahitnya. Padahal Felicia dan Glen sudah menyarankan Emily untuk berhenti bekerja karena mereka sudah memenuhi semua kebutuhan Emily. Namun Emily memilih untuk tetap menjahit untuk menghabiskan waktunya. Waktu Emily diajak ke rumah Felicia pun, dia menolak. Katanya rumah ini penuh kenangan dengan suaminya jadi dia tidak bisa meninggalkannya. Bagi Emily, di rumah ini lah dia masih bisa merasakan kehadiran suaminya.
"Mulai sekarang, kamu harus lebih berhati-hati lagi. Karena sekarang ada anak kita di dalam sini," ucap Glen sembari mengusap perut Felicia yang masih rata. Mereka baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Istrinya sempat mual-mual lagi tapi sudah reda setelah meminum obat anti mual yang diresepkan oleh Brenda. Glen juga sudah menyiapkan teh hangat untuk istrinya demi mereda rasa mualnya.Felicia mengangguk lemah dari atas ranjangnya. Dari matanya terpancar kebahagiaan atas kehadiran calon
Saat operasi telah selesai dan Martha dibawa ke ruang perawatan selagi menunggu wanita itu sadarkan diri, Glen masih berdiri di samping brankar tempat wanita itu berbaring kini. Entah apa yang ia lakukan disini, seakan setia menunggu wanita itu terbangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Ia seharusnya segera pulang karena Felicia sendirian di rumah. Bukan malah memandangi mantan kekasihnya begini.Farel, salah satu teman kampus Glen saat menempuh kuliah kedokteran dulu jelas memahami kegelisahan pria itu. Ia tahu
Bulan madu, meski terasa singkat tapi sangat membekas dalam benak Felicia. Wanita itu semakin terlihat ceria dan sering tersenyum. Membuat rekan-rekannya di apotek jadi ikut tertular kebahagiaannya."Yang abis bulan madu, bahagia bener. Cieeee," ledek Sani yang sedang menyiapkan obat-obat untuk pasien rawat jalan siang itu.
Setelah lelah dengan perjalanan di hari pertama mereka, Felicia dan Glen memutuskan untuk makan siang di dalam cottage sekaligus beristirahat. Siang telah menjelang tapi cuaca di Dieng selalu terasa sejuk. Bahkan meski kelelahan sekalipun, Felicia sama sekali tidak berkeringat. Membuat wanita itu ingin bergelut di dalam selimut tebal dan rebahan."Wajahmu pucat," ucap Felicia yang khawatir saat melihat Glen yang berbaring di sampingnya tampak melenguh seperti menahan rasa sakit. Ia pun mengulurkan tangannya dan menyentuh
Keesokan harinya, Felicia sudah sibuk memastikan jika bawaannya tidak ada yang lupa. Sally pun sibuk menyiapkan bekal untuk perjalanan Felicia dan Glen nanti."Udah kayak anak TK yang mau jalan-jalan aja sampai dibuatkan bekal segala, Mah," cibir Gladys sembari mencicipi bitterballen buatan Sally.
Keesokan harinya, beberapa rekan dokter di rumah sakit tempat Glen dan Felicia bekerja tampak senyam senyum saat melihat Glen masuk ke ruangan tempat para dokter berkumpul saat pagi hari. Beberapa dokter yang seumuran Glen atau lebih tua hanya beberapa tahun darinya bahkan terang-terangan menarik kerah baju Glen dengan gaya bercanda."Nikah udah tiga bulan tapi tandanya baru kelihatan sekarang. Kemaren-kemaren ditandain dimana?" ledek Abbas, salah satu dokter spesialis bedah dengan wajah khas timur tengah itu.