"Apa hasilnya kurang memuaskan, Pak?" tanya Dikta sambil mengemudi.Sanjaya hanya diam sembari memikirkan apa yang dikatakan Theo sebelumnya di rumah itu. 'Aku masih merasa heran, kenapa anak itu sepertinya sangat membenci Rosa? Apa yang membuat dia sampai sebegitu bencinya?'Pikirannya terus saja berpikir akan hal itu. Dirinya menjadi tidak mendengar apa yang Dikta tanyakan."Pak!" seru Dikta saat melihat Sanjaya yang terus tertegun tanpa henti.Sanjaya pun berkedip, ia bangun dari lamunannya dan langsung bertanya. "Kenapa kamu memanggil saya dengan keras? Memangnya saya budeg?!" "Tadi saya tanya, tadi Anda tidak menjawabnya. Jadi, saya pikir Anda tidak mendengarnya!" jelas Dikta."Saya hanya merasa bimbang saja. Sekarang, saya juga merasa heran, kenapa Theo begitu ingin menggali masa lalu Ibu tirinya?" ungkap Sanjaya.Dikta yang ada di sampingnya hanya bisa menyimak tanpa mampu memberi saran untuk atasannya. "Tadi kamu bilang saya tidak menyahut. Setelah saya jawab, giliran kamu
Makanan yang sebelumnya dipesan pun datang ke meja."Silakan dan selamat menikmati makanannya~," ucap pelayan restoran itu dengan ramah. Lalu, ia melangkah pergi dari sana menuju tempatnya semula."Makanannya sudah datang, tapi saya tidak bisa menunggu apa yang akan Anda katakan. Karena setelah ini saya harus kembali ke kantor!" ungkap Santoso.Lantas, Sanjaya yang mendengar hal itu pun akhirnya memilih jalan terakhirnya untuk langsung bicara tanpa ada lagi drama seperti yang terjadi sebelumnya."Baik, Pak. Kalau begitu, saya bicara sekarang saja ...!"Kedua jari tangan saling menggenggam, Sanjaya mengatur nafasnya untuk bicara."Sebenarnya ... Kondisi perusahaan sedang dalam keadaan buruk. Apalagi, setelah ada masalah yang membuat saya jengkel. Namun, saya tidak menceritakan dengan lengkap. Saya hanya mau minta tolong dengan Anda, itu pun kalau Anda berkenan untuk membantu ...."Tutur kata Sanjaya ini membuat Santoso langsung menyimpulkan bahwa Sanjaya bermaksud untuk menjadi investor
Waktu terus berlalu. Tak terasa, setelah kejadian berdarah pada hari itu. Kini, sudah satu bulan setelahnya dan ini juga menjadi pertanda bahwa sebentar lagi Amilie akan melahirkan.Menurut perkiraan bidan di sana, Sekitar sehari lagi Amilie akan melahirkan. Semuanya telah dipersiapkan, termasuk segala keperluan berupa pakaian bayi dan ayunannya. "Mas, tak terasa usia pernikahan kita sudah sekitar tujuh bulan. Dan, aku pun akan melahirkan," ucap Amilie sembari berjalan perlahan dengan salah satu tangan mengelus perutnya, sedangkan tangan yang lain tolak pinggang."Iya, sayang. Aku harap hubungan kita menjadi lebih baik lagi ke depannya," sahut Theo.Di rumah sakit itu, tepatnya di dekat ruang persalinan . Mereka terus mengobrol sembari berjalan terus di lorong tersebut.Beberapa orang memandang ke arah mereka, mereka berdecak kagum saat melihat Theo dan Amilie yang begitu harmonis dan berbahagia.Hingga, tiba-tiba saja Amilie harus menghentikan langkahnya di sana. Padahal, baru saja m
"Tunggu dulu, Ma! Mama jangan asal sahut aja, karena aku pun belum selesai bicara!" ujar Stephen menegaskan. Rosalina pun menjadi penasaran dengan maksud Stephen. Rencana apalagi yang ada di kepalanya? Begitulah makna dari tatapan Rosalina kepada Stephen saat itu."Katakan sama Mama sekarang! Apa yang sudah kamu rencanakan untuk merubah hidup kita ini?" tanya Rosalina dengan antusias dan tubuh agak condong ke arah Stephen.Kali ini, ia tertarik dengan ucapan Stephen. Karena dirinya berpikir bahwa Stephen memiliki rencana yang mungkin bagus, tetapi belum diberitahukan kepada dirinya."Mama pasti sangat penasaran, ya?" Alih-alih langsung memberitahu rencana itu kepada Ibunya, Stephen malah seolah membuat Rosalina tambah penasaran dengan hal itu."Cepat beritahu Mama sekarang! Kalau tidak, Mama akan pergi dan tidak akan membantu kamu keluar dari sini!" gertaknya saat dibuat kesal dengan kelakuan Anaknya tersebut.Stephen terkekeh melihat Rosalina yang seperti itu. "Oke, Ma, oke. Sekar
"Aku harus mengikuti mereka," ucap wanita itu dengan wajah yang ditutup oleh krudungan yang dipakainya.Motor yang berseliweran di sekitar sana, membuat wanita itu tampak begitu mudahnya menghentikan salah seorang ojek online yang terus melewati sana.Tangannya langsung melambai kepada salah seorang pengendara motor yang menggunakan jaket ojek online. "Sini, Mas!" pintanya.Pengendara roda dua itu pun langsung menepikan motornya tepat di depan wanita mencurigakan tersebut. Dania dan Santoso yang baru saja melewatinya pun tidak menyadari keberadaan wanita itu, yang ternyata adalah Rosalina. "Aku tidak boleh sampai ketinggalan!" batinnya."Mau kemana Nenek ini?" tanya tukang ojek tersebut."Ikuti mobil putih yang depan. Jangan sampai ketinggian jejaknya Walaupun sedikit saja!"Beberapa saat yang lalu ia sempat pergi ke rumah Theo dan Amilie yang baru, tetapi begitu datang ke sana, rumah itu tampak sepi. Hingga, dirinya bertanya kepada sekitar yang ternyata mengetahui bahwa Amilie pe
"Sebentar lagi pasti akan bisa keluar dari penjara yang penuh sesak ini!" gumam Stephen sembari terus berkhayal. Dirinya mencoba menghibur diri dengan membayangkan keberahasilan atas sebuah rencana yang sedang dijalankan oleh Rosalina.Sementara itu, Amilie sedang menikmati kebahagiaannya dengan sang buah hati dan suami yang mencintai dirinya."Mas, aku dengar tadi seperti ada pesan masuk. Kamu sudah lihat belum?" tanya Amilie sembari memomong bayinya.Sebelumnya, Theo memang tidak memegang ponsel. Ia menikmati makanan yang baru dibelinya itu, karena memang belum makan sama sekali."Iya-kah?" sahut Theo yang masih dalam keadaan mulut penuh makanan."Iya, Mas.""Kalau begitu coba kamu buka aja!" Tetapi, saat itu Amilie hanya melirik saja ke arah ponsel tersebut tanpa menyentuhnya sama sekali. "Aku sedang menyusui bayi, Mas. Nanti saja sama kamu," jawab Amilie.Theo pun tidak menyahut, ia kembali melanjutkan makannya. Kali ini, makanan itu memang tinggal tersisa sedikit saja.Hingga
Pernyataan yang didengar itu membuat mereka syok. Lantas, mereka pun kemudian mencoba untuk masuk kembali ke ruangan itu."Pa, kita harus memberitahukan hal ini pada Amilie!" ucap Dania.Namun, pada saat yang bersamaan seorang perawat memasuki ruangan itu. "Mohon maaf, untuk saat ini kalian belum bisa masuk ke sini. Karena saya akan memeriksa kondisi bayinya," ucap perawat itu, seolah meminta Dania dan Santoso agar pergi.Tetapi, saat itu Santoso dan Dania masih berada di sana. Mereka tak kunjung pergi seperti yang diharapkan seorang wanita dengan pakaian perawat itu."Oiya, lebih baik kalian pergi dari sini sekarang karena tidak baik juga kalau menghalangi jalan seperti Ini!""Tapi, saya--....""Pulang saja, biar bayi dan Ibunya menjadi urusan saya!"Santoso pun segera menggenggam tangan Dania untuk kemudian membawanya pergi dari sana. "Sudah, Ma. Mungkin benar, di rumah sakit ini sedang ada kasus pembunuhan. Jadi, lebih baik kita pulang saja!""Tapi, Pa ... Kasih Amilie. Aku tidak
Tetapi, seketika itu juga Theo langsung menahannya. "Jangan, sayang! Kamu belum kuat untuk bepergian jauh, kamu harus tetap di sini! Biar aku saja yang mencarinya!" tegasnya kepada sang istri.Theo tahu apa yang dirasakan Amilie kini. Begitu hancur dengan kesedihan yang mendalam. Buah hati yang disayangi malah diculik oleh orang lain."Mas! Tapi, aku tidak bisa begini!"Tangisan Amilie semakin histeris, hingga membuat para dokter yang mendengarnya langsung datang ke sana untuk melihat.Klek! Pintu terbuka seketika."Ada apa ini? Apa yang terjadi?" tanya Dokter itu dengan nada bingung dengan apa yang dilihatnya itu."Dok, bayi kami yang baru lahir dibawa kabur seorang perawat! Saya harap rumah sakit ini segera bertindak sebelum saya sendiri yang bertindak!""Perawat? Perawat yang mana? Namanya siapa?"Kebetulan dalam name tag itu Theo sempat melihatnya sekilas. Tetapi, walaupun sekilas ia dapat mengingatnya saatnya."Namanya Rini Ekawati. Bukankah itu perawat yang ada di rumah sakit i