"Tunggu dulu, Ma! Mama jangan asal sahut aja, karena aku pun belum selesai bicara!" ujar Stephen menegaskan. Rosalina pun menjadi penasaran dengan maksud Stephen. Rencana apalagi yang ada di kepalanya? Begitulah makna dari tatapan Rosalina kepada Stephen saat itu."Katakan sama Mama sekarang! Apa yang sudah kamu rencanakan untuk merubah hidup kita ini?" tanya Rosalina dengan antusias dan tubuh agak condong ke arah Stephen.Kali ini, ia tertarik dengan ucapan Stephen. Karena dirinya berpikir bahwa Stephen memiliki rencana yang mungkin bagus, tetapi belum diberitahukan kepada dirinya."Mama pasti sangat penasaran, ya?" Alih-alih langsung memberitahu rencana itu kepada Ibunya, Stephen malah seolah membuat Rosalina tambah penasaran dengan hal itu."Cepat beritahu Mama sekarang! Kalau tidak, Mama akan pergi dan tidak akan membantu kamu keluar dari sini!" gertaknya saat dibuat kesal dengan kelakuan Anaknya tersebut.Stephen terkekeh melihat Rosalina yang seperti itu. "Oke, Ma, oke. Sekar
"Aku harus mengikuti mereka," ucap wanita itu dengan wajah yang ditutup oleh krudungan yang dipakainya.Motor yang berseliweran di sekitar sana, membuat wanita itu tampak begitu mudahnya menghentikan salah seorang ojek online yang terus melewati sana.Tangannya langsung melambai kepada salah seorang pengendara motor yang menggunakan jaket ojek online. "Sini, Mas!" pintanya.Pengendara roda dua itu pun langsung menepikan motornya tepat di depan wanita mencurigakan tersebut. Dania dan Santoso yang baru saja melewatinya pun tidak menyadari keberadaan wanita itu, yang ternyata adalah Rosalina. "Aku tidak boleh sampai ketinggalan!" batinnya."Mau kemana Nenek ini?" tanya tukang ojek tersebut."Ikuti mobil putih yang depan. Jangan sampai ketinggian jejaknya Walaupun sedikit saja!"Beberapa saat yang lalu ia sempat pergi ke rumah Theo dan Amilie yang baru, tetapi begitu datang ke sana, rumah itu tampak sepi. Hingga, dirinya bertanya kepada sekitar yang ternyata mengetahui bahwa Amilie pe
"Sebentar lagi pasti akan bisa keluar dari penjara yang penuh sesak ini!" gumam Stephen sembari terus berkhayal. Dirinya mencoba menghibur diri dengan membayangkan keberahasilan atas sebuah rencana yang sedang dijalankan oleh Rosalina.Sementara itu, Amilie sedang menikmati kebahagiaannya dengan sang buah hati dan suami yang mencintai dirinya."Mas, aku dengar tadi seperti ada pesan masuk. Kamu sudah lihat belum?" tanya Amilie sembari memomong bayinya.Sebelumnya, Theo memang tidak memegang ponsel. Ia menikmati makanan yang baru dibelinya itu, karena memang belum makan sama sekali."Iya-kah?" sahut Theo yang masih dalam keadaan mulut penuh makanan."Iya, Mas.""Kalau begitu coba kamu buka aja!" Tetapi, saat itu Amilie hanya melirik saja ke arah ponsel tersebut tanpa menyentuhnya sama sekali. "Aku sedang menyusui bayi, Mas. Nanti saja sama kamu," jawab Amilie.Theo pun tidak menyahut, ia kembali melanjutkan makannya. Kali ini, makanan itu memang tinggal tersisa sedikit saja.Hingga
Pernyataan yang didengar itu membuat mereka syok. Lantas, mereka pun kemudian mencoba untuk masuk kembali ke ruangan itu."Pa, kita harus memberitahukan hal ini pada Amilie!" ucap Dania.Namun, pada saat yang bersamaan seorang perawat memasuki ruangan itu. "Mohon maaf, untuk saat ini kalian belum bisa masuk ke sini. Karena saya akan memeriksa kondisi bayinya," ucap perawat itu, seolah meminta Dania dan Santoso agar pergi.Tetapi, saat itu Santoso dan Dania masih berada di sana. Mereka tak kunjung pergi seperti yang diharapkan seorang wanita dengan pakaian perawat itu."Oiya, lebih baik kalian pergi dari sini sekarang karena tidak baik juga kalau menghalangi jalan seperti Ini!""Tapi, saya--....""Pulang saja, biar bayi dan Ibunya menjadi urusan saya!"Santoso pun segera menggenggam tangan Dania untuk kemudian membawanya pergi dari sana. "Sudah, Ma. Mungkin benar, di rumah sakit ini sedang ada kasus pembunuhan. Jadi, lebih baik kita pulang saja!""Tapi, Pa ... Kasih Amilie. Aku tidak
Tetapi, seketika itu juga Theo langsung menahannya. "Jangan, sayang! Kamu belum kuat untuk bepergian jauh, kamu harus tetap di sini! Biar aku saja yang mencarinya!" tegasnya kepada sang istri.Theo tahu apa yang dirasakan Amilie kini. Begitu hancur dengan kesedihan yang mendalam. Buah hati yang disayangi malah diculik oleh orang lain."Mas! Tapi, aku tidak bisa begini!"Tangisan Amilie semakin histeris, hingga membuat para dokter yang mendengarnya langsung datang ke sana untuk melihat.Klek! Pintu terbuka seketika."Ada apa ini? Apa yang terjadi?" tanya Dokter itu dengan nada bingung dengan apa yang dilihatnya itu."Dok, bayi kami yang baru lahir dibawa kabur seorang perawat! Saya harap rumah sakit ini segera bertindak sebelum saya sendiri yang bertindak!""Perawat? Perawat yang mana? Namanya siapa?"Kebetulan dalam name tag itu Theo sempat melihatnya sekilas. Tetapi, walaupun sekilas ia dapat mengingatnya saatnya."Namanya Rini Ekawati. Bukankah itu perawat yang ada di rumah sakit i
"Berhenti di sini saja, Pak!" pinta Rosalina kepada taksi itu.Rosalina pun membayar ongkosnya, lalu bergegas pergi memasuki gang kecil menuju rumahnya. Di gang kecil itu, ia langsung melepas kacamata dan masker yang sempat menutupi serta menyamarkan wajahnya.Sesekali ia melihat ke belakang, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya."Aku harus segera masuk ke dalam rumah! Tak seorang pun yang boleh tahu kalau akulah pembunuh itu!"Meskipun, saat ini dirinya selamat dan belum ada yang mengetahui akan apa yang dilakukan sebelumnya terhadap seorang perawat wanita. Tetap saja, hatinya tidak bisa dibohongi.Brakk! Rosalina menutup pintu itu dengan keras. Dirinya pun langsung meletakkan bayi itu di sana. Namun, tiba-tiba saja bayi itu menangis karena merasa lapar dan butuh asupan ke dalam tubuhnya."Mana bayinya malah nangis! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!" batinnya.Rosalina mengambil kembali bayi itu dan mencoba menimang-nimangnya agar tidak menangis. Namun sayang,
"Mas, kita bahkan tidak punya uang sebanyak itu? Dari mana kita mendapatkannya?" lirih Amilie sembari menangis.Lalu, kemudian ia mengingat sesuatu yang membuat dirinya menyeka air matanya segera dan langsung mengambil ponsel."Kamu mau apa, sayang?" "Mau harus minta tolong sama Papa, Mas. Untuk uang sebanyak itu, aku yakin tidak sulit untuk Papa memberikannya!" sahut Amilie dengan serius.Theo pun kemudian terdiam, ia tak lagi menyahut apa yang Amilie katakan. Lantas, Theo pun kemudian mencoba untuk menghubungi beberapa rekannya dengan menawarkan restoran miliknya. Tetapi, tak satupun dari mereka yang tertarik dengan itu."Sepertinya aku masih memiliki foto itu!" batin Theo.Amilie yang mencoba menghubungi Santoso pun terus melakukannya sampai sang Ayah menjawab telepon darinya."Kenapa Papa tak menjawab telepon dariku?" umpat Amilie kesal.Ia mencobanya lagi dan tau menyerah sebelum dirinya mendapatkan kepastian akan hal itu."Sayang, lebih baik kamu urungkan niat kamu untuk meng
Theo terus mengemudi dan mengemudikan mobilnya ke tempat yang telah disebutkan itu. Tetapi, dirinya tak menemukan tempat yang disebutkan tersebut. Hingga, pada akhirnya ia turun dari mobil untuk menanyakan alamat itu kepada orang sekitar.Dengan membawa sebuah tas yang berisi uang, ia pun kemudian berjalan kepada seorang penjaga kios yang ada di sana."Permisi, apa boleh saya tanya?" ucap Theo.Penjaga kios itu menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menoleh ke arah Theo. "Boleh. Mau tanya apa?" sahutnya dengan nada datar."Apa kamu tahu dimana letak sebuah rumah tua yang ada di dekat kontrakan sekitar sini?" tanya Theo lagi."Oh, kalau itu ... Dari sini kamu berjalan lurus. Sekitar lima langkah dari sini ada sebuah gang kecil, kamu jalan yang itu terus saja ikuti gangnya. Nah, setelah itu kamu sampai!" jelasnya."Kalau begitu, terima kasih," ucap Theo kepada orang itu.Sembari tersenyum, penjaga kios itu pun menyahutnya. "Iya, sama-sama. Mau minum kopi dulu, Pak?" tanyanya basa-basi