"Sebentar lagi pasti akan bisa keluar dari penjara yang penuh sesak ini!" gumam Stephen sembari terus berkhayal. Dirinya mencoba menghibur diri dengan membayangkan keberahasilan atas sebuah rencana yang sedang dijalankan oleh Rosalina.Sementara itu, Amilie sedang menikmati kebahagiaannya dengan sang buah hati dan suami yang mencintai dirinya."Mas, aku dengar tadi seperti ada pesan masuk. Kamu sudah lihat belum?" tanya Amilie sembari memomong bayinya.Sebelumnya, Theo memang tidak memegang ponsel. Ia menikmati makanan yang baru dibelinya itu, karena memang belum makan sama sekali."Iya-kah?" sahut Theo yang masih dalam keadaan mulut penuh makanan."Iya, Mas.""Kalau begitu coba kamu buka aja!" Tetapi, saat itu Amilie hanya melirik saja ke arah ponsel tersebut tanpa menyentuhnya sama sekali. "Aku sedang menyusui bayi, Mas. Nanti saja sama kamu," jawab Amilie.Theo pun tidak menyahut, ia kembali melanjutkan makannya. Kali ini, makanan itu memang tinggal tersisa sedikit saja.Hingga
Pernyataan yang didengar itu membuat mereka syok. Lantas, mereka pun kemudian mencoba untuk masuk kembali ke ruangan itu."Pa, kita harus memberitahukan hal ini pada Amilie!" ucap Dania.Namun, pada saat yang bersamaan seorang perawat memasuki ruangan itu. "Mohon maaf, untuk saat ini kalian belum bisa masuk ke sini. Karena saya akan memeriksa kondisi bayinya," ucap perawat itu, seolah meminta Dania dan Santoso agar pergi.Tetapi, saat itu Santoso dan Dania masih berada di sana. Mereka tak kunjung pergi seperti yang diharapkan seorang wanita dengan pakaian perawat itu."Oiya, lebih baik kalian pergi dari sini sekarang karena tidak baik juga kalau menghalangi jalan seperti Ini!""Tapi, saya--....""Pulang saja, biar bayi dan Ibunya menjadi urusan saya!"Santoso pun segera menggenggam tangan Dania untuk kemudian membawanya pergi dari sana. "Sudah, Ma. Mungkin benar, di rumah sakit ini sedang ada kasus pembunuhan. Jadi, lebih baik kita pulang saja!""Tapi, Pa ... Kasih Amilie. Aku tidak
Tetapi, seketika itu juga Theo langsung menahannya. "Jangan, sayang! Kamu belum kuat untuk bepergian jauh, kamu harus tetap di sini! Biar aku saja yang mencarinya!" tegasnya kepada sang istri.Theo tahu apa yang dirasakan Amilie kini. Begitu hancur dengan kesedihan yang mendalam. Buah hati yang disayangi malah diculik oleh orang lain."Mas! Tapi, aku tidak bisa begini!"Tangisan Amilie semakin histeris, hingga membuat para dokter yang mendengarnya langsung datang ke sana untuk melihat.Klek! Pintu terbuka seketika."Ada apa ini? Apa yang terjadi?" tanya Dokter itu dengan nada bingung dengan apa yang dilihatnya itu."Dok, bayi kami yang baru lahir dibawa kabur seorang perawat! Saya harap rumah sakit ini segera bertindak sebelum saya sendiri yang bertindak!""Perawat? Perawat yang mana? Namanya siapa?"Kebetulan dalam name tag itu Theo sempat melihatnya sekilas. Tetapi, walaupun sekilas ia dapat mengingatnya saatnya."Namanya Rini Ekawati. Bukankah itu perawat yang ada di rumah sakit i
"Berhenti di sini saja, Pak!" pinta Rosalina kepada taksi itu.Rosalina pun membayar ongkosnya, lalu bergegas pergi memasuki gang kecil menuju rumahnya. Di gang kecil itu, ia langsung melepas kacamata dan masker yang sempat menutupi serta menyamarkan wajahnya.Sesekali ia melihat ke belakang, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya."Aku harus segera masuk ke dalam rumah! Tak seorang pun yang boleh tahu kalau akulah pembunuh itu!"Meskipun, saat ini dirinya selamat dan belum ada yang mengetahui akan apa yang dilakukan sebelumnya terhadap seorang perawat wanita. Tetap saja, hatinya tidak bisa dibohongi.Brakk! Rosalina menutup pintu itu dengan keras. Dirinya pun langsung meletakkan bayi itu di sana. Namun, tiba-tiba saja bayi itu menangis karena merasa lapar dan butuh asupan ke dalam tubuhnya."Mana bayinya malah nangis! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!" batinnya.Rosalina mengambil kembali bayi itu dan mencoba menimang-nimangnya agar tidak menangis. Namun sayang,
"Mas, kita bahkan tidak punya uang sebanyak itu? Dari mana kita mendapatkannya?" lirih Amilie sembari menangis.Lalu, kemudian ia mengingat sesuatu yang membuat dirinya menyeka air matanya segera dan langsung mengambil ponsel."Kamu mau apa, sayang?" "Mau harus minta tolong sama Papa, Mas. Untuk uang sebanyak itu, aku yakin tidak sulit untuk Papa memberikannya!" sahut Amilie dengan serius.Theo pun kemudian terdiam, ia tak lagi menyahut apa yang Amilie katakan. Lantas, Theo pun kemudian mencoba untuk menghubungi beberapa rekannya dengan menawarkan restoran miliknya. Tetapi, tak satupun dari mereka yang tertarik dengan itu."Sepertinya aku masih memiliki foto itu!" batin Theo.Amilie yang mencoba menghubungi Santoso pun terus melakukannya sampai sang Ayah menjawab telepon darinya."Kenapa Papa tak menjawab telepon dariku?" umpat Amilie kesal.Ia mencobanya lagi dan tau menyerah sebelum dirinya mendapatkan kepastian akan hal itu."Sayang, lebih baik kamu urungkan niat kamu untuk meng
Theo terus mengemudi dan mengemudikan mobilnya ke tempat yang telah disebutkan itu. Tetapi, dirinya tak menemukan tempat yang disebutkan tersebut. Hingga, pada akhirnya ia turun dari mobil untuk menanyakan alamat itu kepada orang sekitar.Dengan membawa sebuah tas yang berisi uang, ia pun kemudian berjalan kepada seorang penjaga kios yang ada di sana."Permisi, apa boleh saya tanya?" ucap Theo.Penjaga kios itu menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menoleh ke arah Theo. "Boleh. Mau tanya apa?" sahutnya dengan nada datar."Apa kamu tahu dimana letak sebuah rumah tua yang ada di dekat kontrakan sekitar sini?" tanya Theo lagi."Oh, kalau itu ... Dari sini kamu berjalan lurus. Sekitar lima langkah dari sini ada sebuah gang kecil, kamu jalan yang itu terus saja ikuti gangnya. Nah, setelah itu kamu sampai!" jelasnya."Kalau begitu, terima kasih," ucap Theo kepada orang itu.Sembari tersenyum, penjaga kios itu pun menyahutnya. "Iya, sama-sama. Mau minum kopi dulu, Pak?" tanyanya basa-basi
"Cepat lemparkan tas itu sekarang!" teriak seseorang yang datang terakhir itu. Lantas, Theo pun kemudian melemparkan tas itu ke wajahnya. Pada saat yang bersamaan, seorang pria datang ke tempat itu dan mendahului mengambil has tersebut.Theo pun dibuat heran dengan sosok tak dikenalnya itu. Lalu, secara beruntun yang lainnya datang ke tempat itu dan melawan ketiga penjahat tersebut.Rosalina dalam balutan topeng di wajahnya itu dibuat syok. "Hah! Siapa mereka?" gumamnya dengan melirik ke setiap orang yang datang dan seolah hendak membantu Theo.Tetapi, di sisi lain Theo merasa senang karena sepertinya mereka akan membantunya dari orang-orang jahat tersebut.Di sana mereka bersiap melawan para penjahat. Begitu pun, para penjahat yang seolah tidak takut dengan mereka.Namun, tak berselang lama setelah itu, kini para polisi datang ke tempat itu bersama para bodyguard Santoso. Hingga, tempat itu terkepung. "Serahkan bayi itu sekarang!"Alih-alih menyerah, Rosalina malah menggunakan bay
Di dalam sebuah ruangan rumah sakit tersebut, Amilie duduk sembari melihat ke arah jendela. Ia menunggu kedatangan suaminya yang sampai kini pun belum kembali."Mas, kamu dimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" ucap Amilie. Ia terus berbicara sendiri.Klek! Pintu pun terbuka.Theo datang ke rumah sakit itu dengan bayi yang ada di dalam pelukannya. Suara tangisan bayi itu semakin terdengar nyaring. Hal ini membuat Amilie langsung berlari menuju Theo. "Mas, berikan dia padaku, aku yakin dia merasa lapar ...!" pinta Amilie kepada suaminya yang masih memeluk erat bayi itu.Perlahan, Theo pun memberikan bayi itu kepada Amilie. Ia memeluknya dengan penuh cinta, lalu berjalan menuju ranjang sana. Dirinya duduk, lalu memberikan asi kepada bayinya."Mas, tidak terjadi sesuatu sama kamu, 'kan?" tanya Amilie sembari menyusui."Tidak ada, sayang. Aku baik-baik saja," jawabnya.Tetapi, wajahnya seolah menahan rasa sakit. Sayangnya, saat itu Amilie tidak menyadari keadaan suaminya. Yang ia paling ped