"Pram, sebenarnya aku sudah lama memendam rasa sama kamu, sejak pertama kali bertemu. Kamu laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Jujur, apa adanya dan selalu membuat aku tertawa. Ini yang membuat aku suka sama kamu."
"Tapi aku tidak enak mau bicara sama kamu. Takutnya kamu beranggapan yang tidak baik tentang aku. Tapi malam ini, aku beranikan diri untuk bicara sama kamu."
"Pram, maukah kamu menjadi suamiku?"
Haa…..
Ternyata itu yang mau disampaikan mom Sarah. Mimpi tidak sih?Jadi.. arloji ini hadiahnya untuk melamarku?
Aku tidak percaya bagaikan petir di siang bolong.
Duaaar.
Hatiku bergemuruh. Jantungku berdegup kencang. Nafasku tidak beraturan. Mulutku menganga seolah tidak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.
Wanita anggun, cerdas dan baik hati. Dia adalah bos di tempatku kerja tiba-tiba melamarku. Apa kelebihan diriku? Laki-laki yang kadang suka melucu, sering berbuat kesalahan. Apa yang membuatnya tertarik denganku?
Kalau dibanding dengan laki-laki yang suka datang ke kantor, aku jelas kalah saingan.
Mengapa dia memilihku. Jangan-jangan mom Sarah ini suka dengan yang muda.Oh Tuhan..
"Mom!" tegasku sambil memandang matanya.
" Ini serius?" tambahku untuk meyakinkanya.
Dia mengangguk. Semburat aneh nampak di wajahnya. Perlahan kulihat telaga yang penuh dengan air siap mengalir. Aku tak sanggup melihat itu.
"Eeh… Sebentar ya Mom. Aku mau ke toilet," kataku mengalihkan perhatiannya.
Tidak ada cara lain selain menghindar. Aku tak sanggup bila melihat wanita baik itu menangis dihadapanku. Aku tidak mau merendahkannya.
Dengan tergesa aku menuju ke toilet restoran itu.
Di dalam kamar kecil itu, kutatap mukaku di cermin."Aku bukan laki laki matre!" pekikku.
"Apa yang harus kulakukan? Diterima atau ditolak."Duuh.. .Aku dalam posisi yang sulit saat ini. Aku tidak pernah membayangkan akan seperti ini. Aku hanya ingin melanjutkan kuliahku. Aku hanya ingin membahagiakan ibu dan adik perempuanku.
Mom Sarah sudah terlalu baik kepadaku. Dia banyak menolongku. Aku tidak pernah menyadarinya, kalau dia ternyata menyukaiku.
Kubasuh mukaku dengan air dari kran kamar mandi. Agar semua pikiran buruk segala lenyap. Setelah agak tenang, aku keluar dari toliet. Ternyata dia sudah tidak ada lagi di sana.
(Pram, aku menunggumu di mobil)
Sebuah pesan dari mom Sarah di ponselku.
( Baiklah Mom)
Aku menjawab pesan dari mom Sarah. Aku segera bergegas menuju ke area parkir. Ternyata bosku itu sudah berdiri di samping mobilnya.
" Kamu sakit perut lagi, Pram?" tanya mom Sarah.
Aku tidak menjawab pertanyaan darinya. Hanya anggukan kecil saja. Segera kubuka pintu mobil dan mempersilahkannya masuk. Kali ini dia ingin duduk di depan.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Sesekali kulirik wanita di sebelahku. Wanita yang baru saja melamarku. Wanita mandiri yang penuh dengan tanggung jawab.
Aku tidak berani menjawabnya. Aku sangat takut. Aku bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Dia sangat penyayang. Terlalu sempurna bagiku. Tapi perbedaan usia kami hampir lima belas tahun.Ketika mataku beradu pandang dengannya. Kucoba memberanikan diri untuk menatapnya agak lama. Seolah aku ingin kembali bertanya. Apakah ini benar?
Mom Sarah tidak banyak bicara selama di mobil. Tangannya hanya sibuk dengan ponselnya. Laju mobil itu semakin kencang menyusuri jalan di Jakarta Selatan.
Sesampainya di rumah, bosku masih diam. Pandangannya tertunduk seolah tidak berdaya.
"Makasih ya, Pram," kata mom Sarah pelan.
Tangannya memegang tanganku sambil menyelipkan sesuatu di tanganku. Ternyata dia membayarku.
"Iya Mom," jawabku lirih.
"Maaf… saya butuh waktu untuk menjawabnya, Mom."
"Santai saja, Pram," ujarnya.
"Saya pamit dulu, Mom," kataku sambil berlalu dari hadapannya.
Aku segera menuju tempat parkir untuk mengambil montorku. Lalu segera meninggalkan rumah itu. Terlihat dia melambaikan tangan kepadaku. Kubalas lambaian tangannya dan langsung melesat pergi.
☆☆
"Pagi, Mas Pram," sapa Reni temanku.
"Pagi Ren," sapaku balik.
"Telat lagi ya, Mas," sindirnya sambil tersenyum manis.
"Iya, Ren. Maklum orang kaya jadi bangunnya agak kesiangan," candaku sambil menowel pipinya yang gembul.
"Ih Mas Pram. Sakit…," keluh Reni sambil memegangi pipinya.
"Kalau dicium, sakit gak?" kelakarku tertawa kecil.
Reni hanya tersenyum manis, melihat tingkah lucuku. Dia terus memandangiku tanpa berkedip.
"Hai.. "
Tanganku mengusap wajahnya dengan kasar. Reni terlihat kelagapan. Nampak dia malu-malu dan salah tingkah.
"Liatin apa, Non?"
"Aku ganteng ya. Dirimu hingga terpesona melihatku," candaku tertawa ngakak.
"Mas Pram bisa saja ih," kata Reni genit.
Tangannya yang halus mencubit tanganku. Sejenak kami bercanda dan tertawa sebelum melakukan aktivitas kerja.
"Oh ya Ren. Mom Sarah menanyakanku tidak? Kan aku agak telat hari ini," tanyaku pada Reni dengan berisik di telinganya.
"Duuh….yang menjadi kesayangan bos," ledek Reni.
"Sstttttt….."
" Jangan begitu! Aku tidak enak. Aku kan karyawan baru. Tidak enak kalau telat terus," kataku sambil meletakkan jariku di bibir Reni.
"Mas Pram ke mana saja tidak masuk dua hari ini. Aku curiga nih ada sesuatu. Soalnya Mom Sarah sudah dua hari ini tidak berangkat ke kantor. Katanya sakit. Beliau susah dihubungi. Banyak relasi bisnisnya yang kecewa."
Deeg.
Mom Sarah sakit?
Apakah ada hubungannya dengan kejadian malam itu? Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku.
Aku terdiam lama. Reni memperhatikanku. Dia menyenggol pundakku, dan mendekatkan mukanya ke mukaku.
"Hayo… Mas Pram… Bos kamu apain?" tanyanya curiga.
Ingin saja kucium gadis manis yang ada di depanku ini kalau saja terus meledekku. Aku mengangkat kedua bahuku untuk mengisyaratkan bahwa aku tidak tahu.
"Sudah ah…Yuk kita bekerja sekarang!" ajakku pada Reni.
Seharian pikiranku tidak tenang. Wajah bosku begitu mengusik jiwaku. Tatapannya yang sendu dan tutur katanya yang halus selalu menari-nari di dipelupuk mataku.
Apakah ada hubungannya dengan lamarannya kepadaku malam itu, sehingga beliau sakit.
"Pram!" bentak seseorang di belakangku.
"Kalau kerja jangan melamun saja.! Restoran lagi rame ini. Kumohon profesional dalam bekerja!" tegurnya sangat keras.
Ternyata dia adalah Pak Sony, supervisor di restoran ini. Wajahnya sangar dengan kumis agak lebat. Dia memang beda dengan yang lain. Apalagi kalau berhadapan denganku. Kelihatan tidak suka dan hampir setiap hari aku dimarahin.
Maklum orang ganteng. Pasti banyak yang sirik dan benci. Apalagi bos sangat memperhatikanku. Pak Sony sangat tidak suka.
"Iya, Pak," jawabku terus bekerja.
Aku membersihkan meja-meja yang kotor dengan cekatan. Hari ini restoran memang sangat ramai. Semua karyawannya sangat sibuk.
Apa yang harus kulakukan ya? Apakah bosku sakit gara-gara aku. Duh..kasihan.
Apa aku harus pergi menengoknya? Sopan tidak ya?Ah…kok aku jadi galau.
Sepulang dari restoran, aku tidak langsung ke kontrakan. Aku mampir dulu ke sebuah lapak penjual bunga. Yah..malam ini aku ingin menengok bosku yang cantik itu sendirian.
Setangkai mawar putih menjadi pikiranku. Mungkin dengan bunga ini mampu membuatnya bangkit dan sembuh dari penyakitnya.
Segera kupacu motorku menuju rumah Sarah. Aku menekan tombol pagar rumahnya. . Pak satpam yang menjaga rumah bos tergopoh -gopoh keluar untuk membukakan gerbang.
Kuparkir motorku bersebelahan dengan mobilnya. Aku agak grogi ketika mau menekan bel rumah besar nan asri itu. Tapi kuberanikan diri untuk menekannya.
Bi Iyem, pembantunya Sarah, membukakan pintu untukku. Wanita tua yang agak gendut dengan kerudung tua yang sudah mulai pudar warnanya
"Mas Pram," sapa bi Iyem.
"Iya Bik," jawabku.
"Ayo masuk, Mas," ajak bi Iyem
mempersilahkan aku masuk.Aku memasuki rumah bosku dengan hati tidak karuan. Baru pertama kali ini, aku masuk ke rumahnya.
Bi Iyem mempersilahkan aku duduk di ruang tamu. Mataku tiba-tiba bergerilya mengamati foto-foto yang di pajang di dinding.Yang paling menarik perhatianku adalah foto mom Sarah bersama ketiga putranya. Lalu…dimana foto mantan suaminya?
Rumah bos tidak terlalu besar, tetapi nampak begitu asri. Tata ruang yang sederhana dan rapi. Aneka pajangan tersusun rapi. Disetiap sudut ruangan ada bunga yang ditaruh dengan rapi.
"Halo, Mas," sapa anak remaja laki-laki sekitar umur lima belas tahun mendekatiku.
"Hai," jawabku.
Aku menebak anak remaja ini adalah putra mom Sarah yang pertama. Wajahnya mirip dengan foto yang dipajang di dinding. . Tubuhnya tinggi, wajahnya putih dan ganteng. Dia duduk di sebelahku.
"Karyawannya Mom ya?" tanyanya.
"Eh iya. Agung Pramono," kataku sambil mengulurkan tangan.
"Aska," jawabnya menjabat tanganku.
Dia memandangiku lalu tersenyum.
" Mau ikut gabung ,gak? aku sedang main game Mobile Legend," pintanya sambil berdiri.
" Next time, Aska. Pasti mas gabung denganmu. Sekarang mas mau menengok mom Sarah dulu," tolakku halus.
"Baiklah, Mas Pram. " Aska berdiri dan meninggalkanku.
Bi Iyem datang menghampiriku. Wanita tua itu tersenyum kepadaku. Jadi teringat dengan ibu yang dikampung.
"Mas Pram, Mom Sarah menyuruh Mas Pram masuk ke kamarnya. Badannya masih lemah," kata bi Iyem.
Hah. Masuk ke kamar bos ? Jantungku mulai berdegup kencang. Aku sedikit grogi. Bi Iyem membawaku ke kamar si bos.
Tok…tok..
Kuketuk pintu kamarnya dengan pelan. Bunga yang tadi kubeli dari lapak bunga masih aku sembunyikan dibalik jaketku.
"Masuk." Terdengar jawaban dari dalam.
Perlahan aku buka pintu kamar. Disana nampak Sarah berbaring lemah di tempat tidurnya.
Mom Sarah memandangiku sayu. Seolah tidak ada kekuatan di matanya. Wanita tegar dan kuat yang selama ini kulihat, menjadi lemah dan tidak berdaya.
Aku duduk di kursi yang diberikan bi Iyem. Kok aku tidak tega melihat keadaan bos. Lemah, pucat dan tidak berdaya. Semburat kekecewaan nampak jelas di wajahnya.
"Mom tidak mau makan hampir dua hari Mas Pram. Biasanya tidak seperti ini kok. Bibi sampe bingung. Diajak ke dokter belum mau," kata bi Iyem menjelaskan.
"Pram…," panggil Mom Sarah.
"Iya, Mom," jawabku pelan.
"Kamu sendirian ya," tanyanya lagi sambil tersenyum.
"Iya Mom. Sengaja aku ke sini sendirian. Pikiranku tidak enak. Apakah sakitnya Mom ada hubungannya denganku?"
Mom Sarah diam. Tatapannya kosong. Dia hanya memandangiku. Seolah tidak ada cahaya di sana.
Aku serba salah. Wanita yang baik ini tergolek lemah tidak berdaya. Bagaimana dengan restorannya? Bagaimana dengan ketiga anak anaknya?
Bi Iyem datang dengan membawa semangkok bubur. Dia memberikan bubur itu kepadaku.
"Tolong Mas Pram suapin bos. Siapa tahu bos mau makan," pinta Bi Iyem.
Aku mengangguk dan menerima mangkok itu. Bi Iyem membantu mom Sarah bersandar di bantal besar agar bisa duduk dengan enak.
"Ini buat kamu," kataku sambil mengeluarkan setangkai mawar putih.
Matanya bersinar bahagia. Kulihat ada genangan air di sana. Senyumnya merekah di bibirnya yang pucat. Dia memandangiku seolah tidak percaya.
"Ini buatku, Pram?" tanyanya.
"Iya," jawabku pelan.
" Tapi ada syaratnya…"
"Apa itu?" tanya mom Sarah manja.
"Mom harus makan bubur ini. Biar bisa pulih. Kasihan karyawan dan relasi Mom. Semua menanyakan Mom. Kasihan juga tuh anak-anak Mom," ujarku.
Ups. Kok aku seperti ustad yang ceramah ya. Seperti tidak ada sekat antara aku dan mom Sarah.
Mom Sarah mengangguk. Aku kemudian menyuapinya dengan sabar. Bi Iyem ikut tersenyum, melihatku menyuapi bosnya. Mom Sarah nampak malu-malu.
**"Pram….." panggil Mom Sarah di depan pintu kamar mandi.Lamunanku langsung sirna. Kenanganku ketika pertama kali bertemu dengan mom Sarah.
" Iya sayang…sebentar," jawabku.
"Kamu gak apa -apa kan?"
Tiba-tiba mom Sarah membuka pintu kamar mandi. Ternyata pintunya lupa aku kunci.
"Belum mandi ya?" tanyanya.
Kusambar handuk yang ada di sebelahku. Dia masuk ke kamar mandi. Dia memelukku dan menciumku. Aku tidak berdaya lagi. Kubalas setiap sentuhan dan ciumannya.
Aduh ..
Mom Sarah mau ngapain lagi ya?
Pagi ini, kami sudah bersiap untuk sarapan pagi di hotel. Setelah itu kami akan menuju ke Pantai Jimbaran.Kupeluk wanitaku yang sedang berhias di depan kaca. Senyumnya begitu manis. Pergulatan semalam membuatku seperti ingin menikmati lagi candunya. Apalagi permainannya di kamar mandi yang membuatku ingin menikmatinya lagi."Sayang..kamu nampak cantik sekali," pujiku memandang wajahnya yang terpantul di cermin.Kulingkarkan tanganku dipundaknya. Kugesek-gesek kumisku yang tipis di pipinya yang halus. Dia nampak geli dan risih."Pram…." desahnya manja."Nanti kita gak jadi sarapan lo," ujarnya sambil mengelus pipiku.Gairahku kembali menggelegak. Jantungku berdegup kencang. Ada sesuatu yang bergerak dibawa
"Hari ini, kita balik ke Jakarta, Pram, " ujarnya ketika bangun pagi.Tangannya sibuk dengan ponselnya. Masih kupeluk dia dalam dekapanku. Kurenggangkan pelukanku dan menatap wajahnya." Baru dua malam sayang.." protesku.Kudekatkan bibirku mencoba menciumnya. Tangannya yang halus memegangi pipiku." Sudah.. aku ada janji dengan seseorang," jawabnya lirih.Aku bangkit dan duduk di atas ranjang. Kuraih wanitaku dalam dekapanku. Kubelai rambutnya yang panjang terurai. Harum semerbak keluar dari rambutnya yang hitam."Sayang.. aku belum mau pulang. Bagaimana nanti kalau kita di Jakarta? Aku pasti merindukanmu," rajukku.Sarah meletakkan ponselnya dan memandangku
Bab 7. Pernikahan yang disembunyikan. Aku pulang ke kontrakan dengan tubuh yang gontai. Kurebahkan tubuhku ke kasur lantai yang teronggok di kamarku. Kamar yang tidak terlalu besar, hanya berukuran dua kali dua meter. Tidak terlalu sempit untuk ukuran lajang sepertiku. Segera kuganti bajuku yang kotor dengan kaos oblong dan celana pendek. Baju itu yang dibelikan Sarah dari butik mahal di Jakarta. Sementara kaos yang aku pakai hanya kaos murahan tapi nyaman bagiku. Hah.. Aku mendesah dengan berat. Apa yang telah kulakukan? Apakah semua ini drama?Menikahi bosku sendiri secara diam-diam. ( Mas Pram, Nita minta uang) sebuah pesan masuk ke ponselku. Kulirik sebentar benda warna biru pipih yang tergeletak di sampingku. Kuambil
Bab 8. Menempati rumah kontrakan yang baruAku memasuki rumah itu dengan hati berdebar-debar. Pak supir memberikan kunci kontrakan kepadaku. Kemudian beliau pamit untuk pulang."Terima kasih ya, Pak," kataku.Kujabat tangannya dengan hormat. Laki-laki itu tersenyumkemudian melangkah pergi.Aduh sendirian. Semoga tidak ada penghuni lain selain diriku.Bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Aku tidak boleh takut. Laki-laki sejati harus berani. Rumah itu terdiri dari tiga kamar. Satu kamar tidur, ruang tamu dan dapur yang cukup lumayan.Deet … deet …Ponselku berbunyi. Sarah menelponku, aku segera mengangkatnya
Bab 9 Pencarian Aska dan sikap Aska"Pram … " teriak Sarah dari kamar mandi."Cepat mandi, Sayang! Antar aku mencari Aska!" tambahnya."Apa! Aska kemana?" Aku segera melompat dari tempat tidurku.Sarah mandi cuma sebentar. Dengan tergesa dia mengelap kering rambutnya yang basah."Cepetan mandinya!" katanya menarik tanganku masuk ke kamar mandi.Aku mandi dengan terburu-buru. Mungkin sepuluh menit aku sudah selesai mandi. Sarah sudah berpakaian rapi dan memakai hijabnya. Dia juga memberesi barangnya yang tergeletak di kasur.Aku berganti pakaian santai. Kaos oblong hitam dan celana pendek hitam. Setelah kusisir rapi rambutku, aku menemui Sarah yang suda
Bab 10 Merayu Aska.Sinar matahari pagi menyeruak masuk ke dalam kamarku melalui jendela kaca. Semalam aku lupa menutup korden kamar. Sehingga sinar matahari membangukanku.Aku menggeliyat. Tanganku meraba-raba seseorang di sisiku. Ah … aku tersenyum sendiri. Sarah tidak berada di sampingku. Ternyata hanya mimpi. Sampai kapan aku menjalani pernikahan seperti ini.Badanku masih pegal setelah kejadian semalam. Hidup seperti mimpi. Baru saja aku bercinta dengan Sarah, tiba-tiba harus pergi untuk mencari Aska.Aska? Aku teringat dengan anak remaja itu. Masihkah dia marah dengan ibunya.Aku bangun dan duduk di pinggiran ranjang empuk ini. Ruangan yang nyaman lengkap dengan fasilitasnya. Kupandangi setiap sudut k
Bab 11Aku dan Aska panik melihat Sarah pingsan di tengah pintu utama. Kugendong dan langsung kubawa dia ke kamarnya.Bi Iyem terlihat panik dengan mondar mandir di ruang dapur. Sementara Aska kelihatan cemas melihat keadaan ibunya.Sarah tergeletak lemah di atas ranjangnya. Wajahnya pucat dan bibirnya kelu. Aku panik melihat keadaan Sarah. Segera kuusap kaki dan tangannya. Bi Iyem membawakan minyak kayu putih untuk diusapkan di hidung Sarah.Aska hanya duduk di samping ranjang sembari memegangi tangan ibunya. Setelah hidungnya kuusap dengan minyak kayu putih perlahan Sarah membuka matanya. Badannya bergerak perlahan. Matanya menatapku sayu.Aku ingin segera memeluk tubuh yang lemah itu. Ingin memeluknya dalam dekapanku. Seor
Episode 12: Siapa yang tahan?Pak Sony menatapku tajam. Sebenarnya aku ingin memukul wajahnya. Tapi aku hanya diam. Namanya juga karyawan harus tunduk dengan atasan."Itu surat peringatan, Pram. Kalau kamu tidak disiplin dan tidak rajin, maka aku siap memecatmu," kata Pak Sony dengan nada tinggi.Kamu tidak tahu. Bosmu sudah berada di genggamanku. Aku tersenyum kecut melihat kesombongan Pak Sony. Entah apa yang berada di pikirannya."Satu lagi. Kamu jangan pernah tebar pesona di hadapan Mom Sarah!" ancamnya.Aku berusaha mengalah. Kutarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan."Sudah, Pak?" tanyaku sembari berdiri."Saya boleh melanjutkan kerj
Liburanku di desa sudah selesai. Kini kami sudah berada di Jakarta kembali. Sarah sudah sibuk dengan kegiatannya di restoran. Perombakan besar-besaran dilakukan Sarah. Dia mulai membenahi keuangan restauran yang sempat berantakan. Juga pengambilan modal Hans yang sangat besar.Aku juga mulai sibuk dengan caffeku yang semakin lama tambah ramai. Malah pertemuanku dengan Sarah hanya waktu jam makan siang dan pulang bareng.Setelah selesai dengan urusanku di Caffe aku selalu setia untuk menjemputnya. Terkadang Santi sesekali mengirimkan sebuah pesan. Semua itu juga aku memberitahu Sarah. Kejujuran dan kepercayaan adalah penting bagiku.Aska mulai sibuk dengan Boarding Schoolnya. Saat ini Aska memilih sekolah terpadu dengan pesantren yang ada
Sore ini semua rombongan akan pergi ke kota Semarang. Kami ingin menikmati indahnya ibu kota Jawa Tengah. Malamnya kami semua akan menginap di sebuah villa yang sudah disewa Sarah.Ibu menolak untuk ikut bersama kami. Nita sangat bahagia ketika ikut dengan rombongan. Walaupun Sarah memaksa, ibu menolak dengan cara halus. Hanya Bi Iyem yang nanti bertugas menjaga Atta dan Arsya. Akhirnya kami berangkat pergi keliling Kota Semarang. Mobil Caravel warna biru itu meninggalkan rumah ibu menuju Simpang Lima Kota Semarang. Selama perjalanan terdengar semua anak bersandau gurau. Aska nampak sibuk masih memainkan ponselnya di samping Nita. Mereka bercanda berdua. Sementara Atta dan Arsya sibuk dengan ponsel memainkan game. Sarah juga sibuk dengan ponselnya sendiri.Kulirik Sarah yang wajahnya makin cantik setelah
Bab 103Hari ini masih pagi, kumandang azan di musala dekat rumah terdengar sangat merdu. Suara Pak Ahmad sangat menggetarkan jiwa.Aku memindahkan Atta dan Arsya ke dalam kamarku. Sementara Aska sudah bangun. Ibu dan Bi Iyem sudah rapi dengan mukenanya bersiap untuk ke musola.Sarah sudah sibuk di dapur memasak air panas untuk membuat teh. Aku memeluknya dari belakang."Good morning, Cinta!" sapaku sambil mencium lehernya yang terbuka. "Good morning, Sayang," balasnya dengan membalikkan badan menghadapku."Duh menantu ibu, rajin amat, ya!" sindirku masih memeluknya."Sana gih, ke musala dulu. Soalnya tegangan
Bulan madu ke luar negeri yang sebelumnya kami rencanakan akhirnya dibatalkan. Sarah hanya ingin tahu kampung halamanku sekalian berinteraksi dengan keluargaku.Sarah akan mengajak semua anak-anaknya juga Bi Iyem. Sejenak melupakan kejadian yang telah menimpaku dan Sarah. Ibu sangat gembira ketika mendengar mereka akan ikut pulang kampung untuk liburan.Sementara semua urusan bisnis yang ada di Jakarta sudah diserahkan kepada semua pegawainya. Aku juga sudah menunjuk pegawai kepercayaanku untuk memegang kendali atas kelancaran cafe.Tidak lupa aku nanti akan memantau dari jauh perkembangan cafe dan restoran Sarah.Hari yang ditentukan semua rombongan bertolak ke Semarang. Kali ini aku kembali y
Bab 101Bang Zoel berjalan tertatih menuju ke arah kami.Tangan kanan menjulur ke arahku."Pram, selamat atas pernikahan kalian! Aku nitip anak-anak kepadamu. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Sekalian aku pamit mau ke Bali siang ini. Bisnis istriku akan segera dimulai," ujar Bang Zoel dengan tulus.Aku menjabat tangan Bang Zoel dan memeluknya."Iya, Bang Zoel. Semoga tetap menjadi saudara. Hati-hati dan semoga sukses," ucapku.Gantian Bang Zoel menatap Sarah yang masih menunduk. Entah mengapa Sarah tidak mau menatap pria yang telah memberikan tiga anak ini. Mungkin luka yang terlalu dalam Bang Zoel torehkan sehingga Sarah begitu muak meli
Sebelum balik ke kampung, Ibu dan Nita ingin menghabiskan waktu keliling Jakarta. Ibu ingin melihat banyak tempat di Kota Metroplitan ini. Seperti Monas, Taman Mini dan yang menjadi impian ibu adalah bisa salat di Masjid Istiqlal Jakarta.Hari Minggu ini kami sekeluarga akan jalan-jalan ke Taman Mini dan Masjid Istiqlal. Kebetulan bersamaan anak-anak juga libur sekolah. Sehingga bisa membawa mereka keliling Taman Mini.Segala persiapan sudah ada di dalam mobil. Dari makanan ringan hingga minuman lengkap. Bi Iyem juga memasak beberapa makanan untuk Arsya dan Atta.Ibu dan Nita sudah siap menunggu di teras rumah. Mereka nampaknya sudah bangun pagi sekali. Membantu Bi Iyem mempersiapkan bekal.&nb
Bab 99Sarah segera mengambil ponselnya. Dia nampak menyembunyikan sesuatu dariku. Namun aku tidak berani menanyakan pada Sarah. Apalagi ada ibu dan Nita. Takut merusak suasana gembira yang ada."Ibu, Sarah dan Pram pamit dulu. Ada urusan penting di restoran," ujar Sarah sambil memberi kode kepadaku."Iya, Nak," sahut ibu setelah sarapan selesai."Bi, nitip anak-anak, ya," pinta Sarah.Bi Iyem hanya mengangguk ketika Sarah menyampaikan pesan kepadanya.Ketika sampai di kamar, Sarah memberikan aku baju ganti. Celana panjang dan kaos dengan kerah."Ada apa sih, Yang?" tanyaku tidak men
Malam ini aku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa tidur di kamar Sarah tanpa harus sembunyi-sembunyi. Kamar Sarah sudah dihias dengan bunga dan sprei kesukaan Sarah.Ibu dan Nita tidur di kamar tamu. Sementara anak-anak tidur di kamar masing-masing.Hari ini tidak terlalu capai karena hanya sedikit tamu yang diundang. Seharian hanya ngobrol dengan Rere dan Paman. Kami juga menyempatkan untuk berbincang dengan karyawan yang lain.Acara sudah selesai sore tadi. Aku juga sudah berganti pakaian dengan baju koko dan sarung. Sementara Sarah sudah menukar bajunya dengan gamis biasa.Setelah acara makan malam bersama dilanjutkan dengan salat jamaah. Semua anggota keluar
Bab 97Hari Yang Ditunggu.Hari yang ditunggu telah tiba, Sarah tidak mau acara pernikahan secara besar-besaran. Semua mendadak merubah tidak sesuai jadwal. Entah apa penyebabnya. Sarah hanya mau ijab kabul di rumahnya.Hari itu, aku sudah dandan dengan memakai jas hitam celana hitam serta peci. Sementara ibu memakai baju kebaya dengan kain serta kerudung. Wajah tuanya tersenyum melihatku. Nita, adiku memakai setelan baju gamis warna merah muda. Dia sangat cantik sekali.Dari keluarga Sarah yang hadir adalah adik Sarah, Rere dengan suaminya serta anak-anaknya. Ada juga paman yang akan menjadi wali saksi pernikahanku dengan Sarah.Dari karyawan restoran, Sarah mengundang Bagas dan Reni. Aku juga mengundang karyawanku yang ada di Caffe Aska.&