Bab 8. Menempati rumah kontrakan yang baru
Aku memasuki rumah itu dengan hati berdebar-debar. Pak supir memberikan kunci kontrakan kepadaku. Kemudian beliau pamit untuk pulang.
"Terima kasih ya, Pak," kataku.
Kujabat tangannya dengan hormat. Laki-laki itu tersenyum kemudian melangkah pergi.
Aduh sendirian. Semoga tidak ada penghuni lain selain diriku.
Bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Aku tidak boleh takut. Laki-laki sejati harus berani.
Rumah itu terdiri dari tiga kamar. Satu kamar tidur, ruang tamu dan dapur yang cukup lumayan.Deet … deet …
Ponselku berbunyi.
Sarah menelponku, aku segera mengangkatnya."Pram … bagaimana, kamu menyukainya?" tanya wanita yang sudah menjadi istriku.
"Waduh, ini berlebihan, Mom," jawabku sembari memberesi barang-barangku ke lemari pakaian yang ada di kamar.
"Gak mau dipanggil Mom," katanya judes.
"Maunya dipanggil apa?" tanyaku menggodanya.
Sarah diam tidak menjawab. Hanya Desahan nafasnya yang terdengar.
"Hei …. sayang," ujarku lembut.Terdengar dia tertawa pelan. Benar-benar manja. Usianya sudah dewasa tetapi sifat manjanya seperti anak remaja.
" Pram …. kamu kirim uang ke adikmu. Kasihan dia. Aku sebentar lagi mau meeting dengan pak Sony. Kamu baik-baik ya. Ada orang yang akan mengantarmu makanan. Besuk baru belanja ya, Sayang," ujarnya lagi.
" Berdua saja dengan pak Sony ya?" tanyaku dengan suara tinggi.
"Ingat kamu sekarang sudah jadi istriku lo!" pesanku.
"Iya sayang. Nanti Reni biar nemenin deh," ujarnya.
"Cemburu ya?" godanya.
"Sedikit," jawabku ketus.
"Duh … si ganteng sudah mulai posesif," kelakarnya.
"Hati-hati ya sayang."
Klik.
Suara telponnya berhenti.
Kurebahkan badanku di ranjang empuk di kamar itu. Kubentangkan tanganku seperti ingin terbang.Hah.Ternyata begini rasanya menjadi orang kaya. Andaikan adik dan ibuku ikut aku. Bahagia sekali. Mereka bisa menikmati semua ini. Tapi tidak. Ini semua kepunyaan Sarah. Aku pasti bisa membuktikan kepada ibuku dengan usahaku sendiri.
Setelah beristirahat sebentar, aku segera bergerak membersihkan rumah kontrakan yang baru.
Mulai dari menyapu, membersihkan dapur dan mengepel lantai. Aku sangat bersemangat membersihkan rumah ini. Pasti Sarah akan senang jika berkunjung ke sini.
Tanpa aku sadari waktu sudah sore. Setelah mandi, aku duduk di sofa sambi menonton acara televisi. Tidak lupa aku mengambil gambar sambil berpose lucu.
@@@
Malam mulai merayap, hanya terdengar suara serangga malam yang menambah syahdu suasana malam ini. Aku sendirian. Biasanya di kontrakanku yang lama, aku sudah nongkrong dengan teman-temanku untuk bermain gitar. Sekarang …
Aku seperti burung dalam sangkar.Ketika sedang asyik makan pizza kiriman ojol, tiba-tiba ada suara mobil yang masuk halaman rumah. Aku berdiri dan melihat dari balik tirai jendela ruang tamu. Sebuah mobil mercy warna merah memasuki halaman rumah kontrakan.
Sarah? Wanita itu memang membuatku tak berdaya. Malam ini dia datang untuk menengokku. Kupikir dia terlalu posesif dengan mengatur hidupku.
Kubukakan pintu dan datang menjemputnya.
" Hai sayang, " sapaku sembari membuka lebar tanganku ingin memeluknya.
Sarah langsung memelukku dan menggelayut manja di pundakku." Kangen Pram, " katanya manja.
Aku tersenyum lebar. Menyeringai ingin segera menggigitnya.Kupapah dia duduk di sofa. Nampak bidadariku kecapaian. Mukanya kelihatan letih dan lesu.
Aku berjongkok di depannya. Memandang wajahnya, mengelus pipinya dan mengusap keringat yang ada di keningnya.
"Sayang, kamu kelihatan capai. Sudah makan apa belum?" tanyaku terus memandanginya.
Sarah menggeleng. Dia sandarkan pundaknya di sofa.
Wanita ini benar-benar hebat. Dia harus menghidupi ketiga anaknya sendirian. Dia juga yang mengurus restoran.
"Sayang, aku bawa belanjaan buat kamu untuk besuk. Ada juga tepung untuk membuat pancake. Aku suka banget makan pancake," ujarnya pelan.
" Benarkah?" Mataku terbelalak.
Sarah masih sempat belanja untuk keperluanku." Sekarang kamu mandi! Aku akan buatkan pancake terenak khusus buatmu," rayuku.
Kukecup keningnya mesra. Sarah melingkarkan tangannya di leherku. Matanya terpejam.
"Stttttt. Mandi sana dulu!" perintahku pada wanita yang bandel ini.
Aku mengambil belanjaan Sarah yang masih berada di mobil. Sementara Sarah segera mandi untuk membersihkan diri.
Satu plastik penuh dengan sayuran, daging dan buah. Ada juga tepung dan minyak.
Kubereskan semua belanjaannya, dan menyimpannya di kulkas.
Aku sudah siap akan membuat pancake untuk Sarah.
Ketika Sarah keluar kamar dengan hanya memakai handuk. Sambil nyengir dia berkata," Sayang, aku lupa membawa baju ganti."
Kutengok istriku ini dan tersenyum nakal
Kutarik tangannya membawanya ke kamar." Pakai kaosku sama celana kolorku,Yang," ujarku memberikan kaos oblong kepadanya.
"Lucu pasti aku pakai itu." Sarah duduk di ranjang kamar.
"Sudah pakai saja. Kamu tetap cantik pakai ini," rayuku.
"Aku bikin surpraise Jangan keluar kamar sebelum aku menjemputmu ya!"
Dia mengangguk. Aku segera berlari ke dapur lagi untuk membuat pancake. Aku akan membuat pancake terenak buatnya.
Aku sibuk mengaduk adonan tepung dan telur untuk membuat pancake.Jreng…jreng…
Pancake sudah jadi. Aku segera menghiasnya di meja makan. Sebuah pancake berbentuk hati dengan topping warna warni sudah siap.
Aku menghampiri wanitaku dan menggandengnya." Sayang… tutup matamu!" Tanganku menutup mata Sarah.
"Kejutan apa sih,Yang," tanyanya tidak sabar.
Kugandeng tangannya dan membimbingnya duduk di meja makan. Dia hanya menurut.
"Sekarang kamu boleh membuka matamu."
"Wow," teriaknya.
Mulutnya menganga dan mata sipitnya melebar.
"Love pancake!"
Buru-buru tangannya ingin memotong kue itu. Tapi aku tahan tangannya.
"Eits. Sebentar… ada yang lupa," ujarku.
"Apa?" tanyanya tak sabar.
Aku menyodorkan pipiku ke arahnya.Dia tersenyum dan mengerti isyaratku. Segera dia mencium pipiku.
"Terima kasih, Sayangku," katanya manis sekali.
Kukerlingkan satu mataku untuk membalas ciumannya. Dia nampak sangat bahagia ketika aku menyuapinya."Pram, ini rasanya enak sekali. Bisakah ini menjadi tambahan menu baru di restoran kita?" tanyanya sembari mengunyah kue di mulutnya.
Sepertinya istriku ini kelaparan.Satu piring pancake habis dimakan sendirian. Wajahnya nampak lucu dan menggemaskan. Wanita ini tidak seperti wanita dewasa yang sudah mempunyai anak tiga tetapi seperti wanita yang manja.
"Kamu yakin?" tanyaku balik.
" Menu di restoranmu adalah Asia Food, Sayang. Sepertinya tidak cocok. Seandainya mau dijadikan menu lebih baik di kafe yang kusus anak muda."
Sarah menghentikan makannya. Dia memandangiku takjub. Wajahnya bersinar penuh dengan cahaya. Aku yang duduk di sebelahnya tersenyum geli.
Ada apa dengan wanitaku? Adakah yang salah dengan perkataanku? Apakah karena kegantenganku? Ih membuatku semakin gemas saja.
"Ide cemerlang,Yang," katanya tersenyum lebar.
"Ide apa?" tanyaku belum mengerti.
" Tunggu waktunya ya. Nanti kamu pasti tahu," tambahnya lagi.
Rencana apa lagi yang ingin dilakukan Sarah.
Setelah selesai makan, Sarah mencuci piringnya sendiri. Kuperhatikan gerak geriknya. Kaosku nampak kebesaran dipakainya. Tanpa menggunakan celana, kaki Sarah kelihatan putih sangat menggoda.Aku tidak tahan melihatnya. Segera kuhampiri wanitaku dan kupeluk dari belakang. Kucium lehernya dan pundaknya.
Sarah menikmatinya dan membalikkan badannya." Pram …" desahnya manja.
Aku sudah tidak sabar ingin segera meminum madunya. Segera Kugendong dia ke kamarku. Sarah hanya pasrah dengan melingkarkan tangannya di leherku.
Sarah dengan agresif memulai permainan. Aku juga mengimbanginya. Kami bermain dengan cara-cara terbaru.
Serangga malam ikut berbunyi mengiringi dua insan yang sedang dimabuk asmara. Hanya desahan dan lenguhan panjang yang terdengar. Sampai dua insan terkapar kelelahan.
Aku memeluk tubuhnya. Seakan tidak mau lepas. Kepalanya masih berada di bawah ketiakku. Kapan aku bisa menikmatinya setiap hari?
Deet….deet…
Ponsel Sarah berbunyi. Aku bangkit dan melihatnya. Ternyata panggilan dari bi Iyem, pembantunya Sarah.
"Sayang, telfon dari bi Iyem," kataku sembari memberikan ponsel kepadanya.
Kutengok baru jam 10 malam. Ada apa dengan bi Iyem.
Sarah nampak terkejut dan segera menjawabnya.
"Iya, Bi," kata Sarah dengan suara berat.
"Maaf, Mom," kudengar suara bi Iyem lirih.
" Aska…" Hanya suara itu yang terdengar.
Sarah kaget dan membetulkan rambut panjangnya yang berantakan.
"Ada apa dengan Aska?" tanya Sarah pada bi Iyem.Klik..
Telponnya berhenti.
Sarah langsung bangkit dan segera menuju ke kamar mandi. Aku masih bingung dengan Sarah. Kenapa dia buru-buru?
Ada apa dengan Aska, putra pertama Sarah?
Bersambung…
Penasaran dengan apa yang terjadi yuk jangan berhenti membacanya sampai disini saja. Lanjut ke episode berikutnya.
Bab 9 Pencarian Aska dan sikap Aska"Pram … " teriak Sarah dari kamar mandi."Cepat mandi, Sayang! Antar aku mencari Aska!" tambahnya."Apa! Aska kemana?" Aku segera melompat dari tempat tidurku.Sarah mandi cuma sebentar. Dengan tergesa dia mengelap kering rambutnya yang basah."Cepetan mandinya!" katanya menarik tanganku masuk ke kamar mandi.Aku mandi dengan terburu-buru. Mungkin sepuluh menit aku sudah selesai mandi. Sarah sudah berpakaian rapi dan memakai hijabnya. Dia juga memberesi barangnya yang tergeletak di kasur.Aku berganti pakaian santai. Kaos oblong hitam dan celana pendek hitam. Setelah kusisir rapi rambutku, aku menemui Sarah yang suda
Bab 10 Merayu Aska.Sinar matahari pagi menyeruak masuk ke dalam kamarku melalui jendela kaca. Semalam aku lupa menutup korden kamar. Sehingga sinar matahari membangukanku.Aku menggeliyat. Tanganku meraba-raba seseorang di sisiku. Ah … aku tersenyum sendiri. Sarah tidak berada di sampingku. Ternyata hanya mimpi. Sampai kapan aku menjalani pernikahan seperti ini.Badanku masih pegal setelah kejadian semalam. Hidup seperti mimpi. Baru saja aku bercinta dengan Sarah, tiba-tiba harus pergi untuk mencari Aska.Aska? Aku teringat dengan anak remaja itu. Masihkah dia marah dengan ibunya.Aku bangun dan duduk di pinggiran ranjang empuk ini. Ruangan yang nyaman lengkap dengan fasilitasnya. Kupandangi setiap sudut k
Bab 11Aku dan Aska panik melihat Sarah pingsan di tengah pintu utama. Kugendong dan langsung kubawa dia ke kamarnya.Bi Iyem terlihat panik dengan mondar mandir di ruang dapur. Sementara Aska kelihatan cemas melihat keadaan ibunya.Sarah tergeletak lemah di atas ranjangnya. Wajahnya pucat dan bibirnya kelu. Aku panik melihat keadaan Sarah. Segera kuusap kaki dan tangannya. Bi Iyem membawakan minyak kayu putih untuk diusapkan di hidung Sarah.Aska hanya duduk di samping ranjang sembari memegangi tangan ibunya. Setelah hidungnya kuusap dengan minyak kayu putih perlahan Sarah membuka matanya. Badannya bergerak perlahan. Matanya menatapku sayu.Aku ingin segera memeluk tubuh yang lemah itu. Ingin memeluknya dalam dekapanku. Seor
Episode 12: Siapa yang tahan?Pak Sony menatapku tajam. Sebenarnya aku ingin memukul wajahnya. Tapi aku hanya diam. Namanya juga karyawan harus tunduk dengan atasan."Itu surat peringatan, Pram. Kalau kamu tidak disiplin dan tidak rajin, maka aku siap memecatmu," kata Pak Sony dengan nada tinggi.Kamu tidak tahu. Bosmu sudah berada di genggamanku. Aku tersenyum kecut melihat kesombongan Pak Sony. Entah apa yang berada di pikirannya."Satu lagi. Kamu jangan pernah tebar pesona di hadapan Mom Sarah!" ancamnya.Aku berusaha mengalah. Kutarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan."Sudah, Pak?" tanyaku sembari berdiri."Saya boleh melanjutkan kerj
Bab 13. Ungkapan cinta Reni.Restoran sangat ramai hari ini. Aku tidak sempat bertemu dengan Sarah. Apalagi Pak Sony seperti hantu yang membayangiku. Tangannya selalu berkacak pinggang mengamati kami yang sedang bekerja.Sesekali Sarah mengirim pesan di ponselku mengingatkanku untuk makan. Disertai dengan emoji love yang banyak. Dia memang profesional. Selama di tempat kerja, tidak membedakan antara aku dan karyawan lainnya.Sarah belum menjawab pertanyaan tentang janji makan malam dengan Pak Iqbal. Kalau saja dia pergi tanpa sepengetahuanku, aku akan menggigitnya.Hah…tak terasa waktu sudah sore. Aku istirahat sebentar di ruangan belakang. Restoran masih rame. Apalagi malam minggu. Banyak keluarga yang makan di restoran Sarah. Tapi aku mendapatkan jatah kerja pagi. Jam kerjaku
Aku melangkah ke arah mobil warna merah yang berhenti di sisi jalan. Aku seperti mengenalnya. Seperti mobil Sarah?Semakin dekat, aku tahu kalau itu mobilnya Sarah yang membuntutiku. Katanya tidak cemburu. Mengapa dia menguntitku. Awas saja nanti..Kuketuk pintu mobilnya. Spion kaca terbuka. Benar saja. Sarah nyengir sambil menahan tawa."Maaf, Bu. Mobil Anda menggangguku. Silahkan anda mendahuluiku," kataku dengan nada agak tinggi."Maaf!" katanya. "Kamu nguntit aku ya, Sayang," ujarku sembari masuk ke dalam mobilnya."'Katanya gak cemburu. Kok nguntit," ledekku. Tanganku memegang tangannya dan menciumnya.Dia hanya diam. Merajuk manja. Mulutnya menger
Setelah menerima telpon dari seseorang, Sarah nampak murung. Wajahnya gelisah. Dia duduk di tepi ranjang dengan muka tertunduk. Dia melempar ponselnya di atas kasur. Air matanya mengalir dari kedua matanya.Kuhampiri Sarah yang sedang bersedih. Aku duduk di depannya. Rambutnya yang panjang terurai menutupi wajahnya. Tanganku menyibak rambut hitamnya. Menghapus air matanya."Sayang…." kataku lirih menatap wajahnya sendu." Apakah kamu tidak bisa berbagi denganku. Apa kamu menganggap aku ini suamimu atau hanya menjadi kesenanganmu."Sarah malah terisak. Mungkin bebanmu terlalu berat. Kekuatanmu begitu rapuh. Setelah menjadi suamimu, aku merasa aku telah menjadi pria dewasa. Tidak lagi anak muda yang suka nongkrong dan main gitar dengan te
Aku sudah sampai di Mall Pondok Indah. Setelah membayar parkir aku segera mencari rumah makan yang dimaksut Sarah. Hari Minggu ini, swalayan nampak ramai. Banyak sekali yang menghabiskan waktu untuk jalan atau belanja. Mall ini terkenal dengan tempat belanja orang yang berduit di kota ini. Lokasinya juga sangat strategis di Jakarta Selatan. Aku langsung menuju ke lantai 2 ke tempat restoran Jepang yang dimaksut Sarah. Hari ini kita mau makan shabu-shabu di restoran Jepang. Sebelum masuk ke restoran itu, aku mampir di sebuah gallery di samping restoran. Melihat-lihat lukisan yang indah di sana. Tiing… sebuah pesan masuk ke ponselku.Ternyata dari Sarah. (Pram, aku sudah datang dengan anak-a
Liburanku di desa sudah selesai. Kini kami sudah berada di Jakarta kembali. Sarah sudah sibuk dengan kegiatannya di restoran. Perombakan besar-besaran dilakukan Sarah. Dia mulai membenahi keuangan restauran yang sempat berantakan. Juga pengambilan modal Hans yang sangat besar.Aku juga mulai sibuk dengan caffeku yang semakin lama tambah ramai. Malah pertemuanku dengan Sarah hanya waktu jam makan siang dan pulang bareng.Setelah selesai dengan urusanku di Caffe aku selalu setia untuk menjemputnya. Terkadang Santi sesekali mengirimkan sebuah pesan. Semua itu juga aku memberitahu Sarah. Kejujuran dan kepercayaan adalah penting bagiku.Aska mulai sibuk dengan Boarding Schoolnya. Saat ini Aska memilih sekolah terpadu dengan pesantren yang ada
Sore ini semua rombongan akan pergi ke kota Semarang. Kami ingin menikmati indahnya ibu kota Jawa Tengah. Malamnya kami semua akan menginap di sebuah villa yang sudah disewa Sarah.Ibu menolak untuk ikut bersama kami. Nita sangat bahagia ketika ikut dengan rombongan. Walaupun Sarah memaksa, ibu menolak dengan cara halus. Hanya Bi Iyem yang nanti bertugas menjaga Atta dan Arsya. Akhirnya kami berangkat pergi keliling Kota Semarang. Mobil Caravel warna biru itu meninggalkan rumah ibu menuju Simpang Lima Kota Semarang. Selama perjalanan terdengar semua anak bersandau gurau. Aska nampak sibuk masih memainkan ponselnya di samping Nita. Mereka bercanda berdua. Sementara Atta dan Arsya sibuk dengan ponsel memainkan game. Sarah juga sibuk dengan ponselnya sendiri.Kulirik Sarah yang wajahnya makin cantik setelah
Bab 103Hari ini masih pagi, kumandang azan di musala dekat rumah terdengar sangat merdu. Suara Pak Ahmad sangat menggetarkan jiwa.Aku memindahkan Atta dan Arsya ke dalam kamarku. Sementara Aska sudah bangun. Ibu dan Bi Iyem sudah rapi dengan mukenanya bersiap untuk ke musola.Sarah sudah sibuk di dapur memasak air panas untuk membuat teh. Aku memeluknya dari belakang."Good morning, Cinta!" sapaku sambil mencium lehernya yang terbuka. "Good morning, Sayang," balasnya dengan membalikkan badan menghadapku."Duh menantu ibu, rajin amat, ya!" sindirku masih memeluknya."Sana gih, ke musala dulu. Soalnya tegangan
Bulan madu ke luar negeri yang sebelumnya kami rencanakan akhirnya dibatalkan. Sarah hanya ingin tahu kampung halamanku sekalian berinteraksi dengan keluargaku.Sarah akan mengajak semua anak-anaknya juga Bi Iyem. Sejenak melupakan kejadian yang telah menimpaku dan Sarah. Ibu sangat gembira ketika mendengar mereka akan ikut pulang kampung untuk liburan.Sementara semua urusan bisnis yang ada di Jakarta sudah diserahkan kepada semua pegawainya. Aku juga sudah menunjuk pegawai kepercayaanku untuk memegang kendali atas kelancaran cafe.Tidak lupa aku nanti akan memantau dari jauh perkembangan cafe dan restoran Sarah.Hari yang ditentukan semua rombongan bertolak ke Semarang. Kali ini aku kembali y
Bab 101Bang Zoel berjalan tertatih menuju ke arah kami.Tangan kanan menjulur ke arahku."Pram, selamat atas pernikahan kalian! Aku nitip anak-anak kepadamu. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Sekalian aku pamit mau ke Bali siang ini. Bisnis istriku akan segera dimulai," ujar Bang Zoel dengan tulus.Aku menjabat tangan Bang Zoel dan memeluknya."Iya, Bang Zoel. Semoga tetap menjadi saudara. Hati-hati dan semoga sukses," ucapku.Gantian Bang Zoel menatap Sarah yang masih menunduk. Entah mengapa Sarah tidak mau menatap pria yang telah memberikan tiga anak ini. Mungkin luka yang terlalu dalam Bang Zoel torehkan sehingga Sarah begitu muak meli
Sebelum balik ke kampung, Ibu dan Nita ingin menghabiskan waktu keliling Jakarta. Ibu ingin melihat banyak tempat di Kota Metroplitan ini. Seperti Monas, Taman Mini dan yang menjadi impian ibu adalah bisa salat di Masjid Istiqlal Jakarta.Hari Minggu ini kami sekeluarga akan jalan-jalan ke Taman Mini dan Masjid Istiqlal. Kebetulan bersamaan anak-anak juga libur sekolah. Sehingga bisa membawa mereka keliling Taman Mini.Segala persiapan sudah ada di dalam mobil. Dari makanan ringan hingga minuman lengkap. Bi Iyem juga memasak beberapa makanan untuk Arsya dan Atta.Ibu dan Nita sudah siap menunggu di teras rumah. Mereka nampaknya sudah bangun pagi sekali. Membantu Bi Iyem mempersiapkan bekal.&nb
Bab 99Sarah segera mengambil ponselnya. Dia nampak menyembunyikan sesuatu dariku. Namun aku tidak berani menanyakan pada Sarah. Apalagi ada ibu dan Nita. Takut merusak suasana gembira yang ada."Ibu, Sarah dan Pram pamit dulu. Ada urusan penting di restoran," ujar Sarah sambil memberi kode kepadaku."Iya, Nak," sahut ibu setelah sarapan selesai."Bi, nitip anak-anak, ya," pinta Sarah.Bi Iyem hanya mengangguk ketika Sarah menyampaikan pesan kepadanya.Ketika sampai di kamar, Sarah memberikan aku baju ganti. Celana panjang dan kaos dengan kerah."Ada apa sih, Yang?" tanyaku tidak men
Malam ini aku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa tidur di kamar Sarah tanpa harus sembunyi-sembunyi. Kamar Sarah sudah dihias dengan bunga dan sprei kesukaan Sarah.Ibu dan Nita tidur di kamar tamu. Sementara anak-anak tidur di kamar masing-masing.Hari ini tidak terlalu capai karena hanya sedikit tamu yang diundang. Seharian hanya ngobrol dengan Rere dan Paman. Kami juga menyempatkan untuk berbincang dengan karyawan yang lain.Acara sudah selesai sore tadi. Aku juga sudah berganti pakaian dengan baju koko dan sarung. Sementara Sarah sudah menukar bajunya dengan gamis biasa.Setelah acara makan malam bersama dilanjutkan dengan salat jamaah. Semua anggota keluar
Bab 97Hari Yang Ditunggu.Hari yang ditunggu telah tiba, Sarah tidak mau acara pernikahan secara besar-besaran. Semua mendadak merubah tidak sesuai jadwal. Entah apa penyebabnya. Sarah hanya mau ijab kabul di rumahnya.Hari itu, aku sudah dandan dengan memakai jas hitam celana hitam serta peci. Sementara ibu memakai baju kebaya dengan kain serta kerudung. Wajah tuanya tersenyum melihatku. Nita, adiku memakai setelan baju gamis warna merah muda. Dia sangat cantik sekali.Dari keluarga Sarah yang hadir adalah adik Sarah, Rere dengan suaminya serta anak-anaknya. Ada juga paman yang akan menjadi wali saksi pernikahanku dengan Sarah.Dari karyawan restoran, Sarah mengundang Bagas dan Reni. Aku juga mengundang karyawanku yang ada di Caffe Aska.&