Sudah beberapa hari semenjak Ayana mengetahui tentang fakta menyakitkan yang membuatnya terus merasa bersalah. Dia terus menghindari Deon, pergi setelah sarapan dan pulang saat hampir tengah malam.Deon sendiri merasa bingung, tapi terus berusaha berpikir positif dan menebak jika Ayana memang sedang banyak beban pikiran di perusahaan. Dia tidak ingin bersikap egois dengan memaksa Ayana bicara kepadanya.“Apa kamu akan terus menghindari suamimu seperti ini? Lambat laun dia akan tahu, entah darimu atau dari orang lain. Jika nanti dia tahu dari orang lain, aku yakin kekecewaannya akan semakin besar, Ay.” Nabila mencoba menasihati setelah mendengar keluh-kesah Ayana.Nabila tahu jika semua ini sangat berat untuk Ayana, tapi ini adalah yang terbaik, jujur bagaimanapun nanti tanggapan Deon.Ayana mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia takut kehilangan pemuda itu, tapi juga merasa bersalah jika bersama dengan sebuah kebohongan.“Aku benar-benar tidak bisa me
Deon mencari Satria di rumah kontrakan yang sekarang sang kakak tinggali. Dia benar-benar harus mencari tahu sendiri apakah kebenaran yang diungkap Hyuna benar, atau itu hanya halusinasi Karin saja yang menganggap jika penabrak Tirta masih hidup.Deon sudah sampai di rumah kecil yang berbeda wilayah dengan rumah orang tuanya berada. Deon langsung menggedor pintu berulang kali untuk memanggil sang kakak.“Siapa yang gedor tidak sopan!” Satria membuka pintu sambil mengumpat kesal, hingga terkejut melihat Deon yang berdiri di hadapannya.“Mau apa kamu? Datang-datang gedor pintu kayak orang kesetanan!” amuk Satria.Deon sudah tidak bisa sabar menghadapi sang kakak. Dia mencengkram kerah baju kakaknya itu, lantas mendorong masuk membuat Satria terkejut dibuatnya.“Apa-apaan kamu, ini?” Satria ingin menepis tangan Deon tapi gagal.Deon memojokkan Satria ke tembok, mengunci sang kakak hingga tidak bisa berkutik.“Apa maumu, hah? Datang main kasar!” amuk Satria kesal.“Jawab jujur apa yang ak
“Ay, jangan bercanda!” Deon menatap tidak percaya ke Ayana, ketika mendengar apa yang diucapkan wanita itu.Tubuh Ayana bergetar melihat tatapan pemuda di hadapannya. Dia mengepalkan kedua telapak tangan yang ada di samping tubuh untuk menguatkan.“Aku tidak bercanda, De. Maaf karena sudah mengecewakanmu. Semua ini benar-benar di luar kendaliku, termasuk pernikahan kita,” ucap Ayana tanpa berani menatap ke Deon.Deon menggelengkan kepala, baginya sangat tidak masuk akal mengetahui Ayana adalah penyebab sang kakak meninggal.Deon mencengkram kedua lengan Ayana, meminta wanita itu menatapnya.“Katakan itu bohong, Ay! Katakan jika itu hanya bagian kejutan yang kamu berikan! Katakan bukan kamu yang menabrak kakakku, katakan itu tidak benar!” Deon tanpa sengaja mencengkram erat lengan Ayana karena menahan gejolak emosi yang menghantam dada.Ayana menatap Deon. Meski takut juga merasa bersalah, tapi Ayana tidak ingin dianggap hanya mencari simpati dengan cara menangis.“Maaf, De. Aku benar-
Hari berikutnya. Deon pergi ke rumah Hyuna. Dia berdiri di depan gerbang dengan wajah kusut, entah semalam tidur di mana karena yang jelas dia tidak kembali ke apartemen atau ke rumah orang tuanya.Hyuna terlihat berjalan cepat ke arah gerbang setelah mendapat pesan dari Deon yang ingin menemuinya. Gadis itu senang karena Deon mau mendatanginya.“De, ada apa?” tanya Hyuna saat melihat penampilan Deon yang kacau.“Masuklah dulu,” ajak Hyuna kemudian.“Tidak.” Deon menolak ajakan Hyuna.Hyuna pun bingung karena Deon menolak ajakannya.“Aku ingin bertemu pembantumu, ibunya Kak Karin.” Deon menyampaikan maksud kedatangannya.Hyuna pun terkejut, tapi kemudian memilih mengangguk dan menuruti permintaan Deon. Dia memanggil ibunya Karin untuk menemui Deon.Deon memilih menunggu di depan gerbang, hingga wanita paruh baya yang ingin ditemui datang bersama Hyuna.“Maaf, Non. Sebenarnya ada apa?” tanya wanita itu yang masih bingung. Dia tidak mengenali Deon karena dulu bertemu saat pemuda itu mas
Kyle memanggil Nabila ke apartemen Ayana, tentu saja dia tidak mau di sana hanya berdua dengan atasannya itu yang bisa menimbulkan fitnah.Nabila dan Kyle memandang sendu, sedih melihat kondisi Ayana yang seperti ini.“Ya, sebenarnya tidak salah Deon juga jika marah, karena memang semua berawal akibat masa lalu Ayana,” ujar Nabila yang tidak ingin menyalahkan Deon pergi meninggalkan Ayana seperti ini.“Tapi apa tidak bisa dibicarakan baik-baik dulu,” balas Kyle kemudian. Dia sudah mendengar semuanya dari Nabila tentang hal yang dialami Ayana.“Meski dibicarakan baik-baik, tetap saja amarah itu pasti ada, Kyle. Coba posisikan dirimu di tempat Deon, kamu pasti akan melakukan hal yang sama seperti pemuda itu, mungkin lebih buruk lagi,” ujar Nabila kemudian.Kyle ingin membalas ucapan Nabila, tapi terhenti dan berpikir. Apa yang dikatakan Nabila memang ada benarnya juga.Kyle dan Nabila lantas memandang Ayana yang masih berada di sofa, sedangkan keduanya berada di dapur. Nabila membuat bu
“Kenapa Anda mengurung Kak Karin, hingga dia tidak datang ke pemakaman Kak Tirta sampai akhirnya sekarang gila?” Deon langsung memberondong pertanyaan ke orang tua Karin.Deon sendiri sudah keluar dari kamar Karin meski wanita itu sebelumnya menghalangi karena takut ditinggal lagi. Deon mencoba meyakinkan kalau dia hanya bekerja dan ingin Karin tinggal di sana sampai sembuh sebab sedang sakit.Karin percaya dan akan menuruti semua ucapan Deon, bahkan berjanji untuk sembuh.Hyuna dan ibu Karin terkejut melihat Deon yang baru datang dan langsung memberondong pertanyaan. Mereka pun berdiri dan menatap bingung.“Apa maksudmu?” tanya ibu Karin yang paham maksud Deon tapi berpura-pura tidak tahu.“Bibi jangan berpura-pura, Kak Karin bilang kalau dikurung Bibi di hari pemakaman Kakak. Apa yang sebenarnya terjadi? Bibi sengaja melakukan itu untuk menutupi fakta sebenarnya karena Kak Karin tahu kejadian sesungguhnya!” Deon begitu murka terhadap wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu.Hyu
Ayana berdiri menatap isi kamar tempat Deon belajar. Semua barang masih di sana, tidak ada yang diambil atau dibawa oleh Deon ketika pergi. Bahkan ini sudah 3 hari semenjak Deon pergi, tapi pemuda itu tidak ada tanda-tanda pulang. “Apa kamu pulang ke rumah orang tuamu?” Ayana bertanya-tanya sendiri. Dia tidak berani mencari ke rumah orang tua Deon, takut jika sampai mertuanya itu murka, lantas menganggap jika pernikahan antara Deon dan Ayana pun sebenarnya hanya jebakan untuk menutupi perbuatan Ayana. Namun, tentunya itu hanya pemikiran negatif Ayana yang memang sedang kalut dan takut, tidak ada bukti jika pemikiran itu benar. Ayana masuk kamar itu, lantas duduk di meja belajar Deon. Dia mengembuskan napas kasar, kemudian membuka laptop suaminya. “Jika dia tidak membawa laptopnya, bagaimana caranya mengerjakan skripsi?” Ayana bergumam sambil membuka. Setelah menyalakan laptop, hal pertama yang dilihat ketika memandang ke layar adalah foto mereka. Deon menggunakan foto mereka seb
Ayana duduk di mobil yang terparkir di seberang jalan kafe Deon. Dari jauh memperhatikan suaminya yang sedang bekerja di kafe, membersihkan meja dan melayani pelanggan.Ini sudah dua minggu semenjak keduanya berpisah. Baik Deon maupun Ayana memang tidak ada yang menghubungi atau berniat meluruskan masalah.Ayana sudah mengungkap semua dan menunggu keputusan Deon, tapi kenyataannya pemuda itu juga diam dan tidak berniat meluruskan semuanya. Bahkan berniat melaporkan Ayana ke kantor polisi pun tidak, membuat hubungan keduanya menggantung tak jelas.Ayana masih memperhatikan suaminya yang bekerja, meski sesekali terhalang kendaraan yang berlalu-lalang di jalan itu. Hingga ponselnya berdering, membuat Ayana mengalihkan pandangan dari Deon ke ponselnya.“Halo.”“Satu jam lagi kamu ada rapat, jangan terlambat.”Suara Kyle terdengar dari seberang panggilan.“Hm … ya, aku akan kembali ke perusahaan sekarang,” ujar Ayana membalas ucapan Kyle.Ayana mengakhiri panggilan itu. Dia lantas mengemud