“Ay, jangan bercanda!” Deon menatap tidak percaya ke Ayana, ketika mendengar apa yang diucapkan wanita itu.Tubuh Ayana bergetar melihat tatapan pemuda di hadapannya. Dia mengepalkan kedua telapak tangan yang ada di samping tubuh untuk menguatkan.“Aku tidak bercanda, De. Maaf karena sudah mengecewakanmu. Semua ini benar-benar di luar kendaliku, termasuk pernikahan kita,” ucap Ayana tanpa berani menatap ke Deon.Deon menggelengkan kepala, baginya sangat tidak masuk akal mengetahui Ayana adalah penyebab sang kakak meninggal.Deon mencengkram kedua lengan Ayana, meminta wanita itu menatapnya.“Katakan itu bohong, Ay! Katakan jika itu hanya bagian kejutan yang kamu berikan! Katakan bukan kamu yang menabrak kakakku, katakan itu tidak benar!” Deon tanpa sengaja mencengkram erat lengan Ayana karena menahan gejolak emosi yang menghantam dada.Ayana menatap Deon. Meski takut juga merasa bersalah, tapi Ayana tidak ingin dianggap hanya mencari simpati dengan cara menangis.“Maaf, De. Aku benar-
Hari berikutnya. Deon pergi ke rumah Hyuna. Dia berdiri di depan gerbang dengan wajah kusut, entah semalam tidur di mana karena yang jelas dia tidak kembali ke apartemen atau ke rumah orang tuanya.Hyuna terlihat berjalan cepat ke arah gerbang setelah mendapat pesan dari Deon yang ingin menemuinya. Gadis itu senang karena Deon mau mendatanginya.“De, ada apa?” tanya Hyuna saat melihat penampilan Deon yang kacau.“Masuklah dulu,” ajak Hyuna kemudian.“Tidak.” Deon menolak ajakan Hyuna.Hyuna pun bingung karena Deon menolak ajakannya.“Aku ingin bertemu pembantumu, ibunya Kak Karin.” Deon menyampaikan maksud kedatangannya.Hyuna pun terkejut, tapi kemudian memilih mengangguk dan menuruti permintaan Deon. Dia memanggil ibunya Karin untuk menemui Deon.Deon memilih menunggu di depan gerbang, hingga wanita paruh baya yang ingin ditemui datang bersama Hyuna.“Maaf, Non. Sebenarnya ada apa?” tanya wanita itu yang masih bingung. Dia tidak mengenali Deon karena dulu bertemu saat pemuda itu mas
Kyle memanggil Nabila ke apartemen Ayana, tentu saja dia tidak mau di sana hanya berdua dengan atasannya itu yang bisa menimbulkan fitnah.Nabila dan Kyle memandang sendu, sedih melihat kondisi Ayana yang seperti ini.“Ya, sebenarnya tidak salah Deon juga jika marah, karena memang semua berawal akibat masa lalu Ayana,” ujar Nabila yang tidak ingin menyalahkan Deon pergi meninggalkan Ayana seperti ini.“Tapi apa tidak bisa dibicarakan baik-baik dulu,” balas Kyle kemudian. Dia sudah mendengar semuanya dari Nabila tentang hal yang dialami Ayana.“Meski dibicarakan baik-baik, tetap saja amarah itu pasti ada, Kyle. Coba posisikan dirimu di tempat Deon, kamu pasti akan melakukan hal yang sama seperti pemuda itu, mungkin lebih buruk lagi,” ujar Nabila kemudian.Kyle ingin membalas ucapan Nabila, tapi terhenti dan berpikir. Apa yang dikatakan Nabila memang ada benarnya juga.Kyle dan Nabila lantas memandang Ayana yang masih berada di sofa, sedangkan keduanya berada di dapur. Nabila membuat bu
“Kenapa Anda mengurung Kak Karin, hingga dia tidak datang ke pemakaman Kak Tirta sampai akhirnya sekarang gila?” Deon langsung memberondong pertanyaan ke orang tua Karin.Deon sendiri sudah keluar dari kamar Karin meski wanita itu sebelumnya menghalangi karena takut ditinggal lagi. Deon mencoba meyakinkan kalau dia hanya bekerja dan ingin Karin tinggal di sana sampai sembuh sebab sedang sakit.Karin percaya dan akan menuruti semua ucapan Deon, bahkan berjanji untuk sembuh.Hyuna dan ibu Karin terkejut melihat Deon yang baru datang dan langsung memberondong pertanyaan. Mereka pun berdiri dan menatap bingung.“Apa maksudmu?” tanya ibu Karin yang paham maksud Deon tapi berpura-pura tidak tahu.“Bibi jangan berpura-pura, Kak Karin bilang kalau dikurung Bibi di hari pemakaman Kakak. Apa yang sebenarnya terjadi? Bibi sengaja melakukan itu untuk menutupi fakta sebenarnya karena Kak Karin tahu kejadian sesungguhnya!” Deon begitu murka terhadap wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu.Hyu
Ayana berdiri menatap isi kamar tempat Deon belajar. Semua barang masih di sana, tidak ada yang diambil atau dibawa oleh Deon ketika pergi. Bahkan ini sudah 3 hari semenjak Deon pergi, tapi pemuda itu tidak ada tanda-tanda pulang. “Apa kamu pulang ke rumah orang tuamu?” Ayana bertanya-tanya sendiri. Dia tidak berani mencari ke rumah orang tua Deon, takut jika sampai mertuanya itu murka, lantas menganggap jika pernikahan antara Deon dan Ayana pun sebenarnya hanya jebakan untuk menutupi perbuatan Ayana. Namun, tentunya itu hanya pemikiran negatif Ayana yang memang sedang kalut dan takut, tidak ada bukti jika pemikiran itu benar. Ayana masuk kamar itu, lantas duduk di meja belajar Deon. Dia mengembuskan napas kasar, kemudian membuka laptop suaminya. “Jika dia tidak membawa laptopnya, bagaimana caranya mengerjakan skripsi?” Ayana bergumam sambil membuka. Setelah menyalakan laptop, hal pertama yang dilihat ketika memandang ke layar adalah foto mereka. Deon menggunakan foto mereka seb
Ayana duduk di mobil yang terparkir di seberang jalan kafe Deon. Dari jauh memperhatikan suaminya yang sedang bekerja di kafe, membersihkan meja dan melayani pelanggan.Ini sudah dua minggu semenjak keduanya berpisah. Baik Deon maupun Ayana memang tidak ada yang menghubungi atau berniat meluruskan masalah.Ayana sudah mengungkap semua dan menunggu keputusan Deon, tapi kenyataannya pemuda itu juga diam dan tidak berniat meluruskan semuanya. Bahkan berniat melaporkan Ayana ke kantor polisi pun tidak, membuat hubungan keduanya menggantung tak jelas.Ayana masih memperhatikan suaminya yang bekerja, meski sesekali terhalang kendaraan yang berlalu-lalang di jalan itu. Hingga ponselnya berdering, membuat Ayana mengalihkan pandangan dari Deon ke ponselnya.“Halo.”“Satu jam lagi kamu ada rapat, jangan terlambat.”Suara Kyle terdengar dari seberang panggilan.“Hm … ya, aku akan kembali ke perusahaan sekarang,” ujar Ayana membalas ucapan Kyle.Ayana mengakhiri panggilan itu. Dia lantas mengemud
Deon duduk menatap ponsel. Dia melihat nama Ayana dan terus memandangnya tanpa tahu harus bagaimana.“Meski aku melaporkanmu ke polisi, apa sekarang itu berguna?”Deon tersenyum getir mengingat kebimbangannya sendiri yang tidak tahu harus bagaimana.Dia meletakkan ponsel ke meja, lantas membaringkan tubuh di matras kecil yang tersedia di kamar itu. Berbaring sambil menggunakan satu lengan untuk bantal, memandang langit-langit kamar.Deon mencoba memejamkan mata, tapi tiba-tiba saja ucapan Gery terus terngiang-ngiang di telinga.“Sial!” gerutu Deon sambil membuka kelopak matanya lagi.Deon kembali bangun dengan ekspresi wajah kesal. Dia benar-benar bingung harus apa.Deon memilih berdiri, menyambar jaket dan pergi meninggalkan kafe.Deon pergi naik taksi. Dia masih belum bisa membuat keputusan, tapi juga bimbang dengan yang dilakukannya sekarang.Taksi yang ditumpangi Deon berhenti di dekat pintu masuk apartemen Ayana. Dia lantas turun dan berjalan masuk, tapi langkahnya kembali terhen
Ayana menatap kosong sisi ranjangnya. Biasanya setiap pagi ada yang membangunkan dengan suara manja yang membuat moodnya bagus di pagi hari, tapi selama dua minggu ini begitu hampa.Ayana meraih ponsel, lantas menatap fotonya dengan Deon saat bermain di taman bermain.“Sampai kapan kamu akan mengabaikanku, De.”Jika dibilang dia tidak peduli suaminya pergi, tentu saja itu tidak benar. Ayana terus memikirkan sampai kurang tidur dan tidak nafsu makan. Bahkan kini pipinya lebih tirus dari sebelumnya, menandakan jika Ayana kehilangan berat badan cukup banyak.Ayana masih berbaring di ranjang, rasanya malas ketika mengingat jika tidak ada lagi sapaan hangat di pagi hari yang ditujukan untuknya.“Ay, kamu tidak ke kantor?”Suara Azlan terdengar dari luar, bahkan beberapa kali terdengar ketukan pintu.Ayana mendengkus kasar. Sang adik memang suka sekali berisik, berbanding terbalik dengan Ayana yang lebih tenang. Ayana memang terkesan membenci Azlan ketika berada di hadapan kedua orang tua m