Ive ikut rapat bersama Alex. Dia di sana memang untuk belajar sambil memahami apa saja yang dibutuhkan perusahaan agar bisa bertahan.“Jadi ini ide yang sudah kami kembangkan, apa ada masukan dari Anda, Pak?” tanya staff yang didatangkan khusus dari London.Siang itu Alex memang mengadakan rapat tertutup dengan staff kepercayaannya.“Ive.” Alex menoleh Ive untuk meminta pendapat istrinya itu sebab Ive yang memberikan ide itu sebelumnya.Ive terkejut mendengar Alex memanggil karena sedang fokus mencatat, hingga dia menyadari jika tatapan semua orang tertuju kepadanya.“Bagaimana pendapatmu soal pengembangan ide yang dibuat oleh tim kita?” tanya Alex.Ive menunduk untuk membaca ulang catatannya, lantas mulai mengemukakan pendapat.“Pengembangannya aku nilai sangat kreatif dan menarik. Konsepnya pun sudah sesuai dengan target pasar kita. Jadi kurasa tak ada yang perlu diubah atau dikritik lagi karena sudah cocok dengan apa yang ingin kita kembangkan,” ujar Ive memberikan penilaiannya, se
“Setiap makan di restoran kamu selalu reservasi untuk private room, apa kamu tidak nyaman makan di tempat terbuka?” tanya Alex karena kakak iparnya itu seperti anti sosial. “Ya, karena terbiasa bersembunyi dan jarang memperlihatkan diri ke publik, membuatku lebih nyaman di tempat tertutup,” ujar Damian lantas menyesap kopi yang dipesannya sambil menunggu Ive dan Alex datang. Damian meletakkan cangkir di meja, lantas mengambil alat makan yang tersedia karena makan siang mereka sudah tersaji. “Kenapa kalian tidak mulai makan?” tanya Damian keheranan. Ive pun mengangguk, lantas mengambil alat makan untuk mulai menyantap hidangan yang ada. Mereka pun makan siang bersama sambil membicarakan bagaimana Damian bisa bertahan sampai sekarang. Di luar restoran. Pria suruhan Emanuel masih menunggu di mobil untuk memantau Ive dan Alex. Dia sudah berusaha masuk, tapi pelayan restoran mencegah karena tak memesan meja di sana. Ponsel pria itu berdering. Nama Emanuel terpampang di layar. “Apa
“Apa yang dikatakan Andre benar?” Ayana langsung menemui Jonathan saat baru saja sampai rumah. Dia mendapat kabar kalau Carisa datang menemui Jonathan, bahkan tak sekali mencari di perusahaan. Jonathan pun terkejut mendengar pertanyaan Ayana. Dia tak menyangka Ayana akan langsung melontarkan pertanyaan seperti itu padahal baru saja sampai rumah. Suci pun bingung karena Ayana terlihat tak senang, hingga dia pun mencoba bertanya apa yang terjadi. “Ada apa sih, Ay. Datang-datang kok emosi begitu?” tanya Suci keheranan. Deon sendiri hanya diam melihat Ayana yang kesal karena tahu betul jika istrinya itu sangat tak menyukai Carisa. “Papa, didatangi janda tak tahu diri itu. Padahal sudah tahu wanita itu jahat, bahkan sering menindas Ive, tapi malah dibaik-baikin,” ujar Ayana yang benar-benar tak menyukai Carisa. Suci pun masih bingung mendengar ucapan Ayana, hingga menatap Jonathan yang duduk di sebelahnya sedang memangku Ansel. “Apa yang Ayana maksud wanita kemarin itu?” tanya Suci
“Bagaiamana menurutmu, Ive?” tanya Alex setelah mendengar ucapan Ayana dan Deon. “Kamu yang tahu betul bagaimana kelakuan ibu tirimu itu. Aku hanya tidak mau jika sampai Papa tertarik dengan wanita itu, yang ada nantinya akan tambah masalah baru,” ujar Ayana akan terus kekeh takkan membiarkan Carisa mendekati Jonathan. Ive pun merasa cemas jika sampai Carisa terus mendekati Jonathan, hingga akhirnya dia angkat bicara. “Bagaimana kalau aku menemuinya, lantas bicara langsung dengannya?” tanya Ive. Semua orang pun terkejut hingga memandang Ive karena ucapan gadis itu. “Tidak, aku tidak mengizinkan kamu bertemu dengan wanita itu sendirian. Apalagi wanita itu selalu berbuat buruk kepadamu, bisa-bisa kamu keluar dari rumahnya dalam kondisi tak utuh!” Alex langsung menolak mentah-mentah niatan Ive. Ayana dan Deon saja sampai terkejut mendengar Alex bicara keras dan lantang seperti itu. “Ya, bagaimana? Mana mungkin kamu atau Kak Ayana tiba-tiba melabraknya, bukankah aneh sedangkan belu
“Pak, Bu Carisa datang lagi,” ujar Andre saat menemui Jonathan di ruang kerjanya. Jonathan terkejut mendengar ucapan Andre, hingga menegakkan badan. Andre melihat Jonathan yang terlihat tak nyaman dengan kehadiran Carisa. Dia pun berusaha melindungi sesuai dengan amanat Ayana. “Begini, Pak. Bagaimana kalau saya yang temui lalu menjelaskan agar dia tidak ke sini lagi?” tanya Andre memberi usul. “Menjelaskan apa?” tanya Jonathan dengan satu alis naik ke atas. “Baru mau saya pikirkan sambil turun ke lobi, yang penting Bu Carisa tidak datang mencari Anda lagi,” jawab Andre meyakinkan. Jonathan terlihat ragu, tidak yakin jika Andre sanggup mengatasi Carisa. “Sudah, serahkan kepada saya, Pak. Daripada nanti Non Ayana ngamuk lagi seperti kemarin,” bujuk Andre. “Ayana marah juga karena kamu laporan,” balas Jonathan. “Ya, saya ‘kan hanya melaksanakan tugas, Pak. Anda seperti tidak tahu saja bagaimana Non Ayana,” ujar Andre membela diri. Jonathan pun berpikir sejenak, hingga akhirnya
“Aku sangat senang kamu mau menerima undangan makan malamku,” ucap Emanuel bicara menggunakan bahasa inggris. “Aku juga senang mendapatkan jamuan makan seperti ini,” balas Damian yang bicara menggunakan bahasa inggris juga. Emanuel sangat senang, apalagi melihat latar belakang Damian yang seorang pengusaha sukses di luar negeri, membuat Emanuel berusaha mendekati Damian agar berpihak kepadanya. “Apa yang membuatmu datang kemari dan berinvestasi di perusahaan yang dulunya milik mendiang papaku?” tanya Emanuel di sela makan malam mereka. Damian terlihat tenang mendengar pertanyaan Emanuel, meski otaknya sedang mencari alasan yang pas untuk menjawab pertanyaan Emanuel. “Aku mendapat rekomendasi dari teman jika prospek usaha di sini sangat menjanjikan, sehingga aku pun nekat kemari dan ikut berinvestasi,” jawab Damian terlihat tenang dan seolah tak terganggu mendengar pertanyaan Emanuel. “Kamu mengenal dekat adik iparku?” tanya Emanuel mulai menyelidik. Damian menatap tak biasa ke
Alex memasang wajah masam saat bicara dengan sang kakak. Dia kesal karena Ayana sekali lagi mengganggu niatnya bermesraan dengan Ive. “Apa? Kenapa tatapan matamu begitu? Apa aku ini musuhmu?” Ayana sewot sendiri karena tatapan aneh Alex. “Mau bicara apa memanggilku?” tanya Alex masih kesal. Ayana menyipitkan mata mendengar pertanyaan Alex, apalagi sikap sang adik sama seperti saat malam pertama diganggu. “Kamu butuh asupan? Makanya sewot begitu? Mentang-mentang punya istri, sekarang sama aku ketush. Begitu? Lupa siapa yang sering menolongmu?” Ayana terus bicara seperti kereta ekspres yang tidak bisa direm. Alex menghela napas kasar, lantas membalas, “Iya kakakku yang cantik, manis, menggemaskan. Ada apa memanggilku.” Ayana langsung mengerutkan alis mendengar ucapan manis Alex yang diakhiri memasang ekspresi wajah masam, tapi hal itu membuat Alex menggemaskan. “Nih!” Ayana memberikan sebuah majalah ke Alex. “Apa ini?” tanya Alex kebingungan memandang majalah yang tergeletak di
“Kamu suka makan apa?” tanya Ayana sambil menoleh Ive. Hari itu Ayana izin membawa Ive jalan-jalan karena hari minggu. Dia tak mengajak Alex juga suaminya karena ingin menghabiskan waktu berdua sebagai kakak dan adik. Keduanya kini berjalan di mall sambil melihat-lihat. “Tidak ada yang kusuka,” jawab Ive, Ayana terkejut hingga langsung menoleh Ive saat mendengar jawaban adik iparnya itu. Tentu saja Ive menyadari jika sudah salah bicara, sehingga dia pun mencoba meralat ucapannya. “Maksudku semua aku makan, aku tidak pilih-pilih atau menyukai sesuatu secara berlebihan. Jadi ya semua suka, tidak ada yang khusus saja,” ujar Ive menjelaskan dengan cepat agar Ayana tidak salah paham. Ayana pun mengangguk-angguk paham, hampir saja dia salah menduga dan menganggap Ive aneh. Keduanya pun berjalan bersama menghabiskan waktu berdua, hingga keduanya pun berniat makan siang sebelum menonton bioskop. “Kak, aku ke kamar kecil sebentar,” ujar Ive sambil menunjuk ke arah toilet. “Baiklah,” b