“Apa yang dikatakan Andre benar?” Ayana langsung menemui Jonathan saat baru saja sampai rumah. Dia mendapat kabar kalau Carisa datang menemui Jonathan, bahkan tak sekali mencari di perusahaan. Jonathan pun terkejut mendengar pertanyaan Ayana. Dia tak menyangka Ayana akan langsung melontarkan pertanyaan seperti itu padahal baru saja sampai rumah. Suci pun bingung karena Ayana terlihat tak senang, hingga dia pun mencoba bertanya apa yang terjadi. “Ada apa sih, Ay. Datang-datang kok emosi begitu?” tanya Suci keheranan. Deon sendiri hanya diam melihat Ayana yang kesal karena tahu betul jika istrinya itu sangat tak menyukai Carisa. “Papa, didatangi janda tak tahu diri itu. Padahal sudah tahu wanita itu jahat, bahkan sering menindas Ive, tapi malah dibaik-baikin,” ujar Ayana yang benar-benar tak menyukai Carisa. Suci pun masih bingung mendengar ucapan Ayana, hingga menatap Jonathan yang duduk di sebelahnya sedang memangku Ansel. “Apa yang Ayana maksud wanita kemarin itu?” tanya Suci
“Bagaiamana menurutmu, Ive?” tanya Alex setelah mendengar ucapan Ayana dan Deon. “Kamu yang tahu betul bagaimana kelakuan ibu tirimu itu. Aku hanya tidak mau jika sampai Papa tertarik dengan wanita itu, yang ada nantinya akan tambah masalah baru,” ujar Ayana akan terus kekeh takkan membiarkan Carisa mendekati Jonathan. Ive pun merasa cemas jika sampai Carisa terus mendekati Jonathan, hingga akhirnya dia angkat bicara. “Bagaimana kalau aku menemuinya, lantas bicara langsung dengannya?” tanya Ive. Semua orang pun terkejut hingga memandang Ive karena ucapan gadis itu. “Tidak, aku tidak mengizinkan kamu bertemu dengan wanita itu sendirian. Apalagi wanita itu selalu berbuat buruk kepadamu, bisa-bisa kamu keluar dari rumahnya dalam kondisi tak utuh!” Alex langsung menolak mentah-mentah niatan Ive. Ayana dan Deon saja sampai terkejut mendengar Alex bicara keras dan lantang seperti itu. “Ya, bagaimana? Mana mungkin kamu atau Kak Ayana tiba-tiba melabraknya, bukankah aneh sedangkan belu
“Pak, Bu Carisa datang lagi,” ujar Andre saat menemui Jonathan di ruang kerjanya. Jonathan terkejut mendengar ucapan Andre, hingga menegakkan badan. Andre melihat Jonathan yang terlihat tak nyaman dengan kehadiran Carisa. Dia pun berusaha melindungi sesuai dengan amanat Ayana. “Begini, Pak. Bagaimana kalau saya yang temui lalu menjelaskan agar dia tidak ke sini lagi?” tanya Andre memberi usul. “Menjelaskan apa?” tanya Jonathan dengan satu alis naik ke atas. “Baru mau saya pikirkan sambil turun ke lobi, yang penting Bu Carisa tidak datang mencari Anda lagi,” jawab Andre meyakinkan. Jonathan terlihat ragu, tidak yakin jika Andre sanggup mengatasi Carisa. “Sudah, serahkan kepada saya, Pak. Daripada nanti Non Ayana ngamuk lagi seperti kemarin,” bujuk Andre. “Ayana marah juga karena kamu laporan,” balas Jonathan. “Ya, saya ‘kan hanya melaksanakan tugas, Pak. Anda seperti tidak tahu saja bagaimana Non Ayana,” ujar Andre membela diri. Jonathan pun berpikir sejenak, hingga akhirnya
“Aku sangat senang kamu mau menerima undangan makan malamku,” ucap Emanuel bicara menggunakan bahasa inggris. “Aku juga senang mendapatkan jamuan makan seperti ini,” balas Damian yang bicara menggunakan bahasa inggris juga. Emanuel sangat senang, apalagi melihat latar belakang Damian yang seorang pengusaha sukses di luar negeri, membuat Emanuel berusaha mendekati Damian agar berpihak kepadanya. “Apa yang membuatmu datang kemari dan berinvestasi di perusahaan yang dulunya milik mendiang papaku?” tanya Emanuel di sela makan malam mereka. Damian terlihat tenang mendengar pertanyaan Emanuel, meski otaknya sedang mencari alasan yang pas untuk menjawab pertanyaan Emanuel. “Aku mendapat rekomendasi dari teman jika prospek usaha di sini sangat menjanjikan, sehingga aku pun nekat kemari dan ikut berinvestasi,” jawab Damian terlihat tenang dan seolah tak terganggu mendengar pertanyaan Emanuel. “Kamu mengenal dekat adik iparku?” tanya Emanuel mulai menyelidik. Damian menatap tak biasa ke
Alex memasang wajah masam saat bicara dengan sang kakak. Dia kesal karena Ayana sekali lagi mengganggu niatnya bermesraan dengan Ive. “Apa? Kenapa tatapan matamu begitu? Apa aku ini musuhmu?” Ayana sewot sendiri karena tatapan aneh Alex. “Mau bicara apa memanggilku?” tanya Alex masih kesal. Ayana menyipitkan mata mendengar pertanyaan Alex, apalagi sikap sang adik sama seperti saat malam pertama diganggu. “Kamu butuh asupan? Makanya sewot begitu? Mentang-mentang punya istri, sekarang sama aku ketush. Begitu? Lupa siapa yang sering menolongmu?” Ayana terus bicara seperti kereta ekspres yang tidak bisa direm. Alex menghela napas kasar, lantas membalas, “Iya kakakku yang cantik, manis, menggemaskan. Ada apa memanggilku.” Ayana langsung mengerutkan alis mendengar ucapan manis Alex yang diakhiri memasang ekspresi wajah masam, tapi hal itu membuat Alex menggemaskan. “Nih!” Ayana memberikan sebuah majalah ke Alex. “Apa ini?” tanya Alex kebingungan memandang majalah yang tergeletak di
“Kamu suka makan apa?” tanya Ayana sambil menoleh Ive. Hari itu Ayana izin membawa Ive jalan-jalan karena hari minggu. Dia tak mengajak Alex juga suaminya karena ingin menghabiskan waktu berdua sebagai kakak dan adik. Keduanya kini berjalan di mall sambil melihat-lihat. “Tidak ada yang kusuka,” jawab Ive, Ayana terkejut hingga langsung menoleh Ive saat mendengar jawaban adik iparnya itu. Tentu saja Ive menyadari jika sudah salah bicara, sehingga dia pun mencoba meralat ucapannya. “Maksudku semua aku makan, aku tidak pilih-pilih atau menyukai sesuatu secara berlebihan. Jadi ya semua suka, tidak ada yang khusus saja,” ujar Ive menjelaskan dengan cepat agar Ayana tidak salah paham. Ayana pun mengangguk-angguk paham, hampir saja dia salah menduga dan menganggap Ive aneh. Keduanya pun berjalan bersama menghabiskan waktu berdua, hingga keduanya pun berniat makan siang sebelum menonton bioskop. “Kak, aku ke kamar kecil sebentar,” ujar Ive sambil menunjuk ke arah toilet. “Baiklah,” b
“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya Alex saat melihat Ive masuk kamar. Ive langsung menghampiri Alex, lantas duduk di samping suaminya itu sambil memandang Alex dengan ekspresi wajah cemas. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu?” tanya Alex langsung bisa menangkap gelagat aneh istrinya. Ive menelan ludah sebelum menjawab pertanyaan Alex, lantas baru bisa bicara. “Aku tadi bertemu Eric di mall saat baru saja dari toilet,” ujar Ive akhirnya bercerita. Ive sendiri tak memberitahu Ayana, takut jika kakak iparny itu cemas. Alex langsung menegakkan badan karena terkejut mendengar ucapan Ive. “Apa kamu bilang? Dia berani menemuimu lagi?” Alex langsung kesal dan tidak terima jika Eric menganggu Ive lagi. “Aku juga terkejut dia mendadak muncul. Dia sempat ingin memaksaku ikut, tapi untungnya aku bisa melawannya,” ujar Ive menceritakan yang terjadi dengan tatapan sendu dan sedikit trauma. Alex menatap Ive yang terlihat takut. Dia pun langsung memeluk istrinya itu. “Tapi kamu tidak apa-apa, kan?
“Jadi dia suka ke klub malam saat weekend dan main wanita?” tanya Alex saat mendapat informasi itu dari Damian. “Ya, aku pun terkejut saat datang karena undangannya dan melihat dia membayar wanita malam. Dia pikir aku akan tertarik.” Damian merasa risih, tapi demi menjalankan rencana mereka. Ive menatap Alex dan Damian yang baru saja bicara, hingga gadis itu langsung protes. “Kamu tidak ikut-ikutan main wanita, kan?” Ive langsung melontarkan pertanyaan itu, takut sang kakak berhubungan dengan sembarang wanita. Damian sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, hingga dia langsung menggelengkan kepala dengan cepat. “Mana mungkin aku ikut-ikutan. Aku di sana semalam hanya minum, meski disodori wanita yang ada di sana pun aku tidak tertarik,” jawab Damian langsung menjelaskan agar sang adik tidak marah. “Awas saja kalau ikut-ikutan hanya untuk memuluskan rencana kalian!” ancam Ive kepada dua pria itu. Meski mereka membuat rencana demi membantunya balas dendam, tapi Ive tak ingin ked
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida