Alex memasang wajah masam saat bicara dengan sang kakak. Dia kesal karena Ayana sekali lagi mengganggu niatnya bermesraan dengan Ive. “Apa? Kenapa tatapan matamu begitu? Apa aku ini musuhmu?” Ayana sewot sendiri karena tatapan aneh Alex. “Mau bicara apa memanggilku?” tanya Alex masih kesal. Ayana menyipitkan mata mendengar pertanyaan Alex, apalagi sikap sang adik sama seperti saat malam pertama diganggu. “Kamu butuh asupan? Makanya sewot begitu? Mentang-mentang punya istri, sekarang sama aku ketush. Begitu? Lupa siapa yang sering menolongmu?” Ayana terus bicara seperti kereta ekspres yang tidak bisa direm. Alex menghela napas kasar, lantas membalas, “Iya kakakku yang cantik, manis, menggemaskan. Ada apa memanggilku.” Ayana langsung mengerutkan alis mendengar ucapan manis Alex yang diakhiri memasang ekspresi wajah masam, tapi hal itu membuat Alex menggemaskan. “Nih!” Ayana memberikan sebuah majalah ke Alex. “Apa ini?” tanya Alex kebingungan memandang majalah yang tergeletak di
“Kamu suka makan apa?” tanya Ayana sambil menoleh Ive. Hari itu Ayana izin membawa Ive jalan-jalan karena hari minggu. Dia tak mengajak Alex juga suaminya karena ingin menghabiskan waktu berdua sebagai kakak dan adik. Keduanya kini berjalan di mall sambil melihat-lihat. “Tidak ada yang kusuka,” jawab Ive, Ayana terkejut hingga langsung menoleh Ive saat mendengar jawaban adik iparnya itu. Tentu saja Ive menyadari jika sudah salah bicara, sehingga dia pun mencoba meralat ucapannya. “Maksudku semua aku makan, aku tidak pilih-pilih atau menyukai sesuatu secara berlebihan. Jadi ya semua suka, tidak ada yang khusus saja,” ujar Ive menjelaskan dengan cepat agar Ayana tidak salah paham. Ayana pun mengangguk-angguk paham, hampir saja dia salah menduga dan menganggap Ive aneh. Keduanya pun berjalan bersama menghabiskan waktu berdua, hingga keduanya pun berniat makan siang sebelum menonton bioskop. “Kak, aku ke kamar kecil sebentar,” ujar Ive sambil menunjuk ke arah toilet. “Baiklah,” b
“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya Alex saat melihat Ive masuk kamar. Ive langsung menghampiri Alex, lantas duduk di samping suaminya itu sambil memandang Alex dengan ekspresi wajah cemas. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu?” tanya Alex langsung bisa menangkap gelagat aneh istrinya. Ive menelan ludah sebelum menjawab pertanyaan Alex, lantas baru bisa bicara. “Aku tadi bertemu Eric di mall saat baru saja dari toilet,” ujar Ive akhirnya bercerita. Ive sendiri tak memberitahu Ayana, takut jika kakak iparny itu cemas. Alex langsung menegakkan badan karena terkejut mendengar ucapan Ive. “Apa kamu bilang? Dia berani menemuimu lagi?” Alex langsung kesal dan tidak terima jika Eric menganggu Ive lagi. “Aku juga terkejut dia mendadak muncul. Dia sempat ingin memaksaku ikut, tapi untungnya aku bisa melawannya,” ujar Ive menceritakan yang terjadi dengan tatapan sendu dan sedikit trauma. Alex menatap Ive yang terlihat takut. Dia pun langsung memeluk istrinya itu. “Tapi kamu tidak apa-apa, kan?
“Jadi dia suka ke klub malam saat weekend dan main wanita?” tanya Alex saat mendapat informasi itu dari Damian. “Ya, aku pun terkejut saat datang karena undangannya dan melihat dia membayar wanita malam. Dia pikir aku akan tertarik.” Damian merasa risih, tapi demi menjalankan rencana mereka. Ive menatap Alex dan Damian yang baru saja bicara, hingga gadis itu langsung protes. “Kamu tidak ikut-ikutan main wanita, kan?” Ive langsung melontarkan pertanyaan itu, takut sang kakak berhubungan dengan sembarang wanita. Damian sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, hingga dia langsung menggelengkan kepala dengan cepat. “Mana mungkin aku ikut-ikutan. Aku di sana semalam hanya minum, meski disodori wanita yang ada di sana pun aku tidak tertarik,” jawab Damian langsung menjelaskan agar sang adik tidak marah. “Awas saja kalau ikut-ikutan hanya untuk memuluskan rencana kalian!” ancam Ive kepada dua pria itu. Meski mereka membuat rencana demi membantunya balas dendam, tapi Ive tak ingin ked
Emanuel berada di lift untuk menuju ke lantai tempat ruangannya berada. Dia masuk lift dari basement, hingga pintu lift terbuka saat sampai di lobi. Ketika pintu terbuka, Emanuel melihat Ive dan Alex yang sedang ingin masuk lift. Mereka saling tatap, hingga Alex mengajak Ive masuk. Mau tidak mau Emanuel pun sedikit minggir ke sebelah kiri. Ive berada di kanan Alex, sedangkan Alex sendiri berdiri di antara Emanuel dan Ive. “Selamat pagi,” sapa Emanuel. “Pagi,” balas Alex tanpa menoleh Emanuel. Ive sendiri tak membalas sapaan sang kakak. Dia berdiri menghadap pintu lift dengan satu tangan digenggam erat oleh Alex. Emanuel melirik Ive yang berdiri santai, hingga saat mengingat apa yang dikatakan oleh Eric, membuat Emanuel memilih tak mengganggu Ive sementara waktu. “Bagaimana kondisi pekerja saat ini? Apa semua baik?” tanya Alex bersikap sebagai atasan yang sedang menginterogasi bawahannya. Emanuel cukup terkejut mendengar pertanyaan Alex, hingga kemudian menjawab, “Semua berjala
“Jangan lupa ajukan berkasnya segera agar kita bisa mendapatkan izinnya,” ucap Jonathan saat baru saja keluar dari lift bersama Andre. “Baik, Pak.” Andre berjalan mengikuti Jonathan sambil mendengarkan apa yang diucapkan oleh atasannya itu. Merek berjalan di lobi menuju pintu keluar, hingga Jonathan dan Andre terkejut melihat Carisa di sana. Jonathan pun sedikit memiringkan kepala ke arah Andre, hingga kemudian berbisik, “Kamu bilang sudah mengatasinya.” “Ya, memang sudah, Pak. Tapi saya tidak tahu, kenapa dia datang ke sini lagi,” balas Andre berbisik. Jonathan berdeham mendengar ucapan Andre. Dia pun berusaha tenang dan biasa saja ketika Carisa datang mendekat. “Aku perlu bicara dengan Anda,” kata Carisa saat sudah berdiri di hadapan Jonathan. Meski Jonathan terkejut, tapi berusaha untuk tetap biasa saja. “Jam berapa bertemu klien?” tanya Jonathan ke Andre. Dia tidak bisa menolak ajakan Carisa tanpa alasan, tapi juga tak bisa mengabaikan. Andre terkejut mendengar pertanyaan
“Ada apa? Kenapa wajahmu kusut begitu?” Ayana terkejut melihat Azlan datang ke kantornya sambil memasang wajah masam.Ayana sampai menoleh Deon, hingga keduanya menghampiri Azlan yang duduk di sofa sambil memasang wajah sedih.“Apa ada masalah?” tanya Ayana yang mencemaskan kondisi adiknya itu.Azlan mengusap kasar wajah, lantas memandang Ayana yang duduk berseberangan dengannya.“Tentu saja ada masalah sejak Hyuna tak menjawab panggilanku,” jawab Azlan.Ayana mengerutkan dahi mendengar ucapan Azlan. Dia sampai menoleh Deon yang duduk di sampingnya.“Mungkin dia sibuk,” kata Deon agar Azlan tidak berpikiran negatif.“Kupikir bukan karena itu,” balas Azlan.Ayana dan Deon pun penasaran, ada apa sebenarnya hingga membuat Azlan frustasi begitu. Sepengetahuan mereka, hubungan Azlan dan Hyuna juga baik-baik saja selama ini.“Ada apa? Ceritalah, siapa tahu kami bisa membantu,” kata Ayana agar sang adik bisa lebih lega jika menceritakan masalahnya.Azlan mendengkus kasar, lantas memandang ka
“Ingatlah, Ive. Bersikap biasa seolah kamu benar-benar di sebuah pesta, jangan memperlihatkan kalau kamu dekat dengan Damian. Usahakan bicara pun seperlunya.” Alex mengingatkan agar Ive tidak lupa tujuan mereka. Malam di mana mereka akan melancarkan aksi balas dendam pun tiba. Alex memang ingin mendapatkan senjata agar bisa menendang Emanuel dari perusahaan. Ive pun menganggukkan kepala. Dia akan menuruti semua perintah Alex, serta mengingat apa saja yang tak boleh dilakukannya. Mobil mereka pun sampai di hotel tempat Damian mengadakan pesta. Damian mengundang petinggi perusahaan dengan alasan pesta itu untuk merayakan bergabungnya dia di perusahaan milik Alex. Ive merangkul lengan Alex, mereka masuk ke private room yang sudah dipesan khusus oleh Damian. Saat sampai di sana, ternyata Emanuel dan beberapa petinggi perusahaan di sana. Ive pun mulai terlihat tegang, dia takut jika sampai salah bicara atau bertindak jika panik. “Tidak apa, tetaplah tersenyum. Kamu juga bukan satu-s
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida