“Pak, Bu Carisa datang lagi,” ujar Andre saat menemui Jonathan di ruang kerjanya. Jonathan terkejut mendengar ucapan Andre, hingga menegakkan badan. Andre melihat Jonathan yang terlihat tak nyaman dengan kehadiran Carisa. Dia pun berusaha melindungi sesuai dengan amanat Ayana. “Begini, Pak. Bagaimana kalau saya yang temui lalu menjelaskan agar dia tidak ke sini lagi?” tanya Andre memberi usul. “Menjelaskan apa?” tanya Jonathan dengan satu alis naik ke atas. “Baru mau saya pikirkan sambil turun ke lobi, yang penting Bu Carisa tidak datang mencari Anda lagi,” jawab Andre meyakinkan. Jonathan terlihat ragu, tidak yakin jika Andre sanggup mengatasi Carisa. “Sudah, serahkan kepada saya, Pak. Daripada nanti Non Ayana ngamuk lagi seperti kemarin,” bujuk Andre. “Ayana marah juga karena kamu laporan,” balas Jonathan. “Ya, saya ‘kan hanya melaksanakan tugas, Pak. Anda seperti tidak tahu saja bagaimana Non Ayana,” ujar Andre membela diri. Jonathan pun berpikir sejenak, hingga akhirnya
“Aku sangat senang kamu mau menerima undangan makan malamku,” ucap Emanuel bicara menggunakan bahasa inggris. “Aku juga senang mendapatkan jamuan makan seperti ini,” balas Damian yang bicara menggunakan bahasa inggris juga. Emanuel sangat senang, apalagi melihat latar belakang Damian yang seorang pengusaha sukses di luar negeri, membuat Emanuel berusaha mendekati Damian agar berpihak kepadanya. “Apa yang membuatmu datang kemari dan berinvestasi di perusahaan yang dulunya milik mendiang papaku?” tanya Emanuel di sela makan malam mereka. Damian terlihat tenang mendengar pertanyaan Emanuel, meski otaknya sedang mencari alasan yang pas untuk menjawab pertanyaan Emanuel. “Aku mendapat rekomendasi dari teman jika prospek usaha di sini sangat menjanjikan, sehingga aku pun nekat kemari dan ikut berinvestasi,” jawab Damian terlihat tenang dan seolah tak terganggu mendengar pertanyaan Emanuel. “Kamu mengenal dekat adik iparku?” tanya Emanuel mulai menyelidik. Damian menatap tak biasa ke
Alex memasang wajah masam saat bicara dengan sang kakak. Dia kesal karena Ayana sekali lagi mengganggu niatnya bermesraan dengan Ive. “Apa? Kenapa tatapan matamu begitu? Apa aku ini musuhmu?” Ayana sewot sendiri karena tatapan aneh Alex. “Mau bicara apa memanggilku?” tanya Alex masih kesal. Ayana menyipitkan mata mendengar pertanyaan Alex, apalagi sikap sang adik sama seperti saat malam pertama diganggu. “Kamu butuh asupan? Makanya sewot begitu? Mentang-mentang punya istri, sekarang sama aku ketush. Begitu? Lupa siapa yang sering menolongmu?” Ayana terus bicara seperti kereta ekspres yang tidak bisa direm. Alex menghela napas kasar, lantas membalas, “Iya kakakku yang cantik, manis, menggemaskan. Ada apa memanggilku.” Ayana langsung mengerutkan alis mendengar ucapan manis Alex yang diakhiri memasang ekspresi wajah masam, tapi hal itu membuat Alex menggemaskan. “Nih!” Ayana memberikan sebuah majalah ke Alex. “Apa ini?” tanya Alex kebingungan memandang majalah yang tergeletak di
“Kamu suka makan apa?” tanya Ayana sambil menoleh Ive. Hari itu Ayana izin membawa Ive jalan-jalan karena hari minggu. Dia tak mengajak Alex juga suaminya karena ingin menghabiskan waktu berdua sebagai kakak dan adik. Keduanya kini berjalan di mall sambil melihat-lihat. “Tidak ada yang kusuka,” jawab Ive, Ayana terkejut hingga langsung menoleh Ive saat mendengar jawaban adik iparnya itu. Tentu saja Ive menyadari jika sudah salah bicara, sehingga dia pun mencoba meralat ucapannya. “Maksudku semua aku makan, aku tidak pilih-pilih atau menyukai sesuatu secara berlebihan. Jadi ya semua suka, tidak ada yang khusus saja,” ujar Ive menjelaskan dengan cepat agar Ayana tidak salah paham. Ayana pun mengangguk-angguk paham, hampir saja dia salah menduga dan menganggap Ive aneh. Keduanya pun berjalan bersama menghabiskan waktu berdua, hingga keduanya pun berniat makan siang sebelum menonton bioskop. “Kak, aku ke kamar kecil sebentar,” ujar Ive sambil menunjuk ke arah toilet. “Baiklah,” b
“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya Alex saat melihat Ive masuk kamar. Ive langsung menghampiri Alex, lantas duduk di samping suaminya itu sambil memandang Alex dengan ekspresi wajah cemas. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu?” tanya Alex langsung bisa menangkap gelagat aneh istrinya. Ive menelan ludah sebelum menjawab pertanyaan Alex, lantas baru bisa bicara. “Aku tadi bertemu Eric di mall saat baru saja dari toilet,” ujar Ive akhirnya bercerita. Ive sendiri tak memberitahu Ayana, takut jika kakak iparny itu cemas. Alex langsung menegakkan badan karena terkejut mendengar ucapan Ive. “Apa kamu bilang? Dia berani menemuimu lagi?” Alex langsung kesal dan tidak terima jika Eric menganggu Ive lagi. “Aku juga terkejut dia mendadak muncul. Dia sempat ingin memaksaku ikut, tapi untungnya aku bisa melawannya,” ujar Ive menceritakan yang terjadi dengan tatapan sendu dan sedikit trauma. Alex menatap Ive yang terlihat takut. Dia pun langsung memeluk istrinya itu. “Tapi kamu tidak apa-apa, kan?
“Jadi dia suka ke klub malam saat weekend dan main wanita?” tanya Alex saat mendapat informasi itu dari Damian. “Ya, aku pun terkejut saat datang karena undangannya dan melihat dia membayar wanita malam. Dia pikir aku akan tertarik.” Damian merasa risih, tapi demi menjalankan rencana mereka. Ive menatap Alex dan Damian yang baru saja bicara, hingga gadis itu langsung protes. “Kamu tidak ikut-ikutan main wanita, kan?” Ive langsung melontarkan pertanyaan itu, takut sang kakak berhubungan dengan sembarang wanita. Damian sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, hingga dia langsung menggelengkan kepala dengan cepat. “Mana mungkin aku ikut-ikutan. Aku di sana semalam hanya minum, meski disodori wanita yang ada di sana pun aku tidak tertarik,” jawab Damian langsung menjelaskan agar sang adik tidak marah. “Awas saja kalau ikut-ikutan hanya untuk memuluskan rencana kalian!” ancam Ive kepada dua pria itu. Meski mereka membuat rencana demi membantunya balas dendam, tapi Ive tak ingin ked
Emanuel berada di lift untuk menuju ke lantai tempat ruangannya berada. Dia masuk lift dari basement, hingga pintu lift terbuka saat sampai di lobi. Ketika pintu terbuka, Emanuel melihat Ive dan Alex yang sedang ingin masuk lift. Mereka saling tatap, hingga Alex mengajak Ive masuk. Mau tidak mau Emanuel pun sedikit minggir ke sebelah kiri. Ive berada di kanan Alex, sedangkan Alex sendiri berdiri di antara Emanuel dan Ive. “Selamat pagi,” sapa Emanuel. “Pagi,” balas Alex tanpa menoleh Emanuel. Ive sendiri tak membalas sapaan sang kakak. Dia berdiri menghadap pintu lift dengan satu tangan digenggam erat oleh Alex. Emanuel melirik Ive yang berdiri santai, hingga saat mengingat apa yang dikatakan oleh Eric, membuat Emanuel memilih tak mengganggu Ive sementara waktu. “Bagaimana kondisi pekerja saat ini? Apa semua baik?” tanya Alex bersikap sebagai atasan yang sedang menginterogasi bawahannya. Emanuel cukup terkejut mendengar pertanyaan Alex, hingga kemudian menjawab, “Semua berjala
“Jangan lupa ajukan berkasnya segera agar kita bisa mendapatkan izinnya,” ucap Jonathan saat baru saja keluar dari lift bersama Andre. “Baik, Pak.” Andre berjalan mengikuti Jonathan sambil mendengarkan apa yang diucapkan oleh atasannya itu. Merek berjalan di lobi menuju pintu keluar, hingga Jonathan dan Andre terkejut melihat Carisa di sana. Jonathan pun sedikit memiringkan kepala ke arah Andre, hingga kemudian berbisik, “Kamu bilang sudah mengatasinya.” “Ya, memang sudah, Pak. Tapi saya tidak tahu, kenapa dia datang ke sini lagi,” balas Andre berbisik. Jonathan berdeham mendengar ucapan Andre. Dia pun berusaha tenang dan biasa saja ketika Carisa datang mendekat. “Aku perlu bicara dengan Anda,” kata Carisa saat sudah berdiri di hadapan Jonathan. Meski Jonathan terkejut, tapi berusaha untuk tetap biasa saja. “Jam berapa bertemu klien?” tanya Jonathan ke Andre. Dia tidak bisa menolak ajakan Carisa tanpa alasan, tapi juga tak bisa mengabaikan. Andre terkejut mendengar pertanyaan