Carisa memalingkan muka saat melihat Ive datang, tapi saat melihat Alex juga datang, wanita itu langsung mengubah ekspresi wajah menjadi seulas senyum.Ive sendiri memasang wajah datar sambil menatap Emanuel dan Carisa bergantian.“Pengacara sudah menunggu di dalam,” ucap Emanuel saat Ive sudah ada di hadapannya.Ive tak banyak bicara. Dia memilih masuk lebih dulu lantas disusul oleh Alex.Carisa dan Emanuel saling tatap, keduanya pun sama was-wasnya karena pengacara menginginkan kehadiran Ive.“Evelyn.” Pengacara itu langsung menyapa gadis itu.Ive tersenyum ramah sambil menganggukkan kepala. Dia kemudian duduk di kursi yang tersedia di ruangan itu.“Jadi, saya bisa mulai membacakan wasiat Pak Adit,” ucap pengacara itu membawa amplop cokelat besar yang tersegel.Ive dan Alex duduk berdua, sedangkan Carisa dan Emanuel duduk di singel sofa yang terdapat di kanan kiri sofa tempat Ive duduk.Pengacara itu memandang satu persatu keluarga mendiang kliennya, lantas meminta izin untuk membuk
“Ive.”Alex sangat panik melihat Ive yang menangis. Dia menepikan mobil lantas berhenti di bahu jalan.Ive semakin menangis sambil memeluk kertas yang dipegang di dada.Alex melepas seat belt, lantas berusaha memeluk Ive untuk menenangkan. Dia menyandarkan kepala Ive di dadanya. Alex benar-benar penasaran dengan isi surat yang dibaca karena sampai membuat Ive seperti itu.“Kenapa harus sekarang? Kenapa harus sekarang aku baru tahu?” Ive bicara sambil sesenggukan. Dia benar-benar tak menyangka semua akan terjadi kepadanya.Alex memperhatikan sekitar. Mereka tak mungkin bisa berhenti lama-lama di sana.“Kita kembali ke apartemen agar kamu bisa menenangkan diri dulu,” ucap Alex sambil mengusap rambut Ive lantas melepas pelukan.Ive tak membalas ucapan Alex. Dia masih larut dengan kesedihan akan fakta yang baru saja diketahuinya.Alex kembali memakai seat belt, lantas melajukan mobil menuju apartemen. Sepanjang jalan Ive masih menangis, membuat Alex benar-benar cemas dengan kondisi gadis
“Kita mau ke mana? Kamu tidak ke perusahaan lagi?” tanya Ive saat Alex mengajaknya pergi tapi bukan ke arah perusahaan.“Merayakan hari spesialmu, mana mungkin aku mengabaikan saja hari ulang tahunmu,” jawab Alex sambil menoleh sekilas sebelum kembali fokus di jalanan.Ive sangat terkejut melihat Alex yang sangat antusias ingin merayakan ulang tahunnya. Sikap pria itu benar-benar membuat Ive luluh dan bersyukur.Alex mengajak Ive pergi ke restoran bintang lima. Dia memesan private room untuk merayakan ulang tahun Ive.“Apa di sini ada menu kue ulang tahun?” tanya Alex ke pelayan yang memberikan buku menu ke mereka.Ive sangat terkejut mendengar pertanyaan Alex, tak menyangka pria itu menanyakan menu yang mungkin tidak bisa dipesan tanpa booking.“Untuk kue kami tidak memiliki kue untuk ulang tahun, tapi kami memiliki beberapa menu kue andalan yang bisa dijadikan untuk mengganti kue ulang tahun,” ujar pelayan.“Baiklah, tapi bisa tambah satu lilin?” Alex setuju memesan kue biasa.Pelay
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya pengacara itu. Ive tiba-tiba saja ingin tahu soal bagaimana dirinya bisa bersama ibu dan ayahnya yang sekarang, sehingga dia mencoba mencari tahu dari sahabat ayahnya itu. “Apa Paman tahu kenapa aku bisa bersama Mama? Apa aku diadopsi? Atau bagaimana?” tanya Ive penasaran. “Papamu sudah membuar rekaman untuk menjelaskan masalah siapa kamu dan dari mana berasal. Flashdisk-nya ada di kardus,” jawab pria itu karena tak tahu banyak hal soal asal Ive. Ive langsung membuka kardus yang tadi dibawa pengacara ayahnya, hingga menemukan flashdisk di sana. “Ada sesuatu yang aku sendiri tidak tahu kenapa papamu berusaha melindungimu, meski di rumah sendiri kamu seperti di neraka. Tapi yang jelas, itu semua demi keselamatanmu,” ujar pria itu. “Aku benar-benar tak tahu soal dari mana kamu berasal. Tapi satu yang aku tahu, mamamu datang membawamu dalam gendongan saat umurmu baru beberapa bulan. Dia datang dengan wajah kuyu, lantas memohon ke ayahmu untuk men
“Siapa yang menghubungimu?” tanya seorang pria ke Adit, ketika Adit masih muda dan berumur 30 tahunan.“Dia sekretaris rekan bisnisku,” jawab Adit, “dia ingin bertemu.”Sahabat Adit itu pun mengangguk-anggukan kepala, hingga dia menemani Adit untuk bertemu wanita yang dimaksud.Mereka menunggu di sebuah restoran yang sudah dijanjikan. Hingga beberapa saat kemudian seorang wanita menggendong bayi datang menghampiri Adit dan sahabatnya.“Pak Adit, maaf jika saya mengganggu waktu Anda,” kata sekretaris itu.“Tidak masalah. Saya tidak mungkin mengabaikan rekan bisnis saya sendiri,” kata Adit mempersilakan wanita itu duduk.Wanita itu melirik sahabat Adit, seolah tak nyaman jika ada orang lain di sana.“Apa kita bisa bicara berdua?” tanya wanita itu.Adit menoleh sahabatnya, hingga akhirnya teman Adit pun mempersilakan. Dia pergi dari ruangan itu.“Kamu bisa bicara sekarang,” kata Adit.Wanita itu memberikan tas yang dipegangnya ke Adit, membuat pria itu kebingungan. Belum juga kebingungan
“Swiss?” Ayana sangat terkejut saat Alex mengungkap keinginan pergi ke Swiss bersama Ive.“Ya, kami berencana bulan madu ke sana,” jawab Alex sambil menaik-turunkan kedua alis.Ayana langsung memicingkan mata curiga menatap Alex. Adiknya itu ingin menikah karena kasihan, bagaimana bisa sekarang bilang ingin bulan madu.“Kalian ini hanya akan menikah kontrak, buat apa bulan madu?” tanya Ayana.Alex melebarkan senyum, lantas menjawab, “Sudah tidak ada rencana kontrak lagi. Aku dan Ive benar-benar akan menikah,” jawab Alex.Ayana cukup terkejut mendengar ucapan Alex, tapi meski begitu dia tak langsung percaya begitu saja.“Tidak usah membohongiku, apa sebenarnya yang kamu rencanakan?” Ayana mencoba mengintimidasi agar Alex jujur.Alex membuang napas kasar, lantas membalas, “Serius, aku dan Ive benar-benar akan menikah karena memang menginginkan bukan karena kontrak, Ay. Ive membutuhkanku dan aku pun membutuhkannya.”Ayana menatap Alex dengan rasa tak percaya, tapi jika memang benar Alex
Hari itu Ive dan Alex akhirnya akan melangsungkan pernikahan meski belum mengadakan pesta. Mereka kini sudah berada di kantor urusan agama untuk melakukan prosesi pernikahan, Ayana sendiri sengaja mengundang beberapa wartawan agar mendokumentasikan pernikahan Ive dan Alex untuk menghindari fitnah di kemudian hari.“Kenapa?” tanya Ayana saat melihat Ive tak bisa duduk dengan tenang.“Tidak kenapa-napa, Kak.” Ive tersenyum canggung ke Ayana.“Gugup?” tanya Ayana.Dia duduk menemani Ive karena menunggu antrian yang sudah ditetapkan.Ive tersenyum malu mendengar pertanyaan Ayana, berpikir dirinya sekarang ini terlihat begitu aneh.Ayana meraih telapak tangan Ive, lantas menggenggamnya erat.“Tidak apa gugup, wajar jika seseorang gugup di hari spesialnya,” ujar Ayana mencoba menenangkan perasaan Ive.Ive hanya mengangguk membalas ucapan Ayana, dia pun berusaha mengontrol kegugupannya.Emanuel berdiri tak jauh dari Ive dan Ayana duduk. Dia terus memperhatikan Ive yang sedang berbincang deng
“Ada yang hilang?”Alex menemui Ive yang ada di kamar. Dia baru saja mengecek barang di kamarnya tapi tidak ada satu pun yang hilang, hingga dia menghampiri Ive yang juga sedang mengecek.Ive memperhatikan sekitar, tidak ada yang hilang. Dia hanya melihat kardus yang diberikan pengacara ayahnya sedikit berantakan.“Sepertinya yang masuk ke sini tidak mengambil apa pun, hanya membongkar itu,” jawab Ive sambil menunjuk ke kardus yang ada di dekat lemari.“Di mana surat-surat dari ayahmu?” tanya Alex lantas mengcek ulang kardus apa ad ayang rusak.Ive mungkin akan dianggap aneh, tapi apa yang dilakukannya akan membuat pencuri itu takkan menyangka jika dia menyimpan surat dari ayahnya di bawah sarung bantal, bahkan surat deposito pun di sana.“Ini, aman.” Ive menunjukkan surat-surat berharganya.Alex menoleh Ive, hingga melongo karen Ive menyimpan surat-surat berharga itu di sarung bantal.Mereka keluar dari kamar, lantas menemui satpam dan pihak pengelola gedung yang datang ke sana setel