[Itu semua barang yang saya lihat di kardus yang sebelumnya dibawa pengacara ayahmu. Tidak ada yang berharga, aku sudah mencari di tempat lain juga tidak ada surat wasiata atau yang lainnya.]Emanuel membaca pesan dari orang yang disuruhnya untuk masuk ke apartemen yang Ive tinggali. Dia masih tidak percaya jika Ive hanya mendapat surat dari ayahnya, Emanuel berpikir jika mungkin saja ayahnya memberikan sesuatu yang dititipkan ke pengacara tanpa sepengetahuan dirinya dan sang ibu.“Apa benar hanya ini?” Emanuel pun bertanya-tanya sendiri sambil menatap satu persatu foto barang milik Ive.“Tapi jika dipikir-pikir, Papa memang tak memiliki sisa properti selain rumah, bisa saja jika Ive hanya mendapat surat saja,” gumam Emanuel mencoba melegakan hatinya sendiri agar tak curiga dengan pengacara ayahnya.**Ive baru saja selesai mandi. Dia dan Alex benar-benar akan menginap di sana malam ini, mungkin juga sampai mereka berangkat ke Swiss.Saat keluar dari kamar mandi, Ive melihat Alex yang
“Kenapa mukamu kusut begitu?” tanya Ayana saat melihat Alex datang sambil memasang wajah masam.Ive mengulum bibir mendengar pertanyaan Ayana, lantas melirik Alex yang memasang muka cemberut.Ayana menoleh Ive, lantas menatap sang adik ipar seolah meminta penjelasan tapi Ive menggelengkan kepala pelan.Alex dan Ive duduk berhadapan dengan Ayana dan Deon, mereka pun mulai makan malam bersama.Alex masih kesal karena kegiatannya gagal padahal sudah tak sabar ingin bercocok tanam. Hal itu membuat tubuhnya tak nyaman sehingga moodnya pun ikut berubah.“Lusa visa dan tiketnya siap, kalian bisa pergi berlibur ke tempat yang kalian inginkan,” ujar Ayana di sela makan malam.“Ya,” balas Alex masih saja kesal padahal mendapat kabar baik.Ayana menaikkan satu sudut alis mendengar Alex tak bersemangat, Jonathan pun melirik Alex yang terlihat kesal.“Kenapa? Tak suka? Ga jadi pergi?” tanya Ayana keheranan.“Jadi,” jawab Alex kemudian memasukkan makanan ke mulut. Dia bahkan tak mau menatap sang ka
Alex sedang mengecek video rekaman Cctv apartemen. Dia ingin memastikan dan mencari tahu siapa yang sudah membobol apartemennya. “Bagaimana orang seperti ini bisa masuk tanpa diketahui?” Alex frustasi sendiri karena wajah pelaku tidak terlihat, apalagi pelaku selalu menunduk saat berada di tempat yang tersorot kamera Cctv. Alex pun berpikir sejenak, hingga dia merasa jika butuh bantuan Ayana yang lebih berpengalaman juga tahu segala hal di kota itu ketimbang dirinya yang baru tinggal di sana. “Ya, mungkin Ayana bisa bantu,” gumam Alex hendak berdiri. Namun, saat akan berdiri, dia kembali ingat rasa kesalnya soal Ayana yang menganggu kegiatannya tadi. Membuat Alex urung pergi dan akan bicara dengan Ayana esok hari saat pikirannya sudah tidak panas. Ive masuk kamar sambil menyembunyikan sesuatu di belakang punggung. Dia melihat Alex yang duduk di sofa kamar, membuatnya buru-buru ke kamar mandi agar Alex tak melihatnya. “Ive, kenapa lari ke kamar mandi?” tanya Alex keheranan karena
Alex terlihat begitu segar di pagi hari. Dia keluar dari kamar lebih dulu karena ingin membuat kopi. Hingga Alex berpapasan dengan Ayana yang membawa secangkir kopi untuk suaminya.“Ay.” Alex memanggil Ayana karena ingin membahas soal keinginannya semalam. Lagi pula sekarang moodnya sudah bagus, jadi dia sudah tak kesal lagi.Ayana langsung menyipitkan mata melihat Alex menghampirinya, hingga memandang rambut sang adik yang masih setengah basah.“Apa? Sudah ga ngambek lagi? Sudah mau bicara lagi? Sudah dapat asupan, ya.” Ayana langsung menggoda sang adik karena ingat kekonyolan tingkah Alex semalam.Tentu saja ucapan Ayana membuat wajah Alex bersemu merah. Dia benar-benar tak menyangka kalau Ayana akan menggodanya.Alex mencebik untuk menutupi rasa malunya, lantas memilih mengambil cangkir di tangan Ayana lantas menyesapnya.Ayana sangat terkejut karena adiknya itu malah mengambil kopi miliknya.“Lex!” Ayana ingin mengambil kembali cangkir itu, sayangnya Alex sudah lebih dulu menyesap
“Di Swiss bulan ini sangat dingin karena memasuki musim dingin. Jadi kamu harus punya baju lebih tebal,” ujar Alex.Siang itu Alex mengajak Ive berbelanja pakaian dan kebutuhan lain, sebelum besok malam berangkat ke Swiss.Ive hanya menuruti perintah Alex saja, lagi pula pria itu yang akan menghabiskan uang untuk belanja, bukan dirinya.Mereka masuk ke toko yang menjual jaket dan mantel. Alex sendiri yang memilihkan pakaian untuk Ive, sedangkan gadis itu memilih mengambil apa pun yang Alex tawarkan.“Sepertinya sudah semua,” ucap Alex sambil mengecek banyaknya paper bag di meja kasir.“Setelah dari Swiss, pakaian ini tidak akan terpakai,” ujar Ive memandang barang-barang yang dibeli Alex.“Jika ke Swiss tidak memakai pakaian tebal, kamu akan jadi manusia salju,” balas Alex saat mendengar Ive menggerutu.Alex meminta toko untuk mengirimkan semua barang belanjaannya karena dia masih ingin mengajak Ive jalan-jalan.Mereka berjalan di mall sambil melihat-lihat pertokoan yang berjajar rapi
“Hati-hati di sana. Cuaca di sana sedang dingin-dinginnya, jadi jangan lupa pakai mantel tebal,” ucap Ayana saat mengantar Alex dan Ive di bandara. “Iya, Kak. Kami sudah mempersiapkan semuanya,” balas Ive. Ayana mengangguk, lantas menoleh Alex yang berdiri di samping Ive. “Jaga Ive dengan baik. Jika terjadi sesuatu, segera pulang,” kata Ayana ke Alex. “Siap, kamu jangan mencemaskan kami,” balas Alex. Alex mengambil koper Ive, lantas mengajak istrinya itu untuk masuk ke ruang tunggu. Ayana dan Deon berdiri memandang Alex yang pergi bersama Ive. “Tidak kusangka, mereka benar-benar menikah karena saling menginginkan. Ya, aku bersyukur karena mereka tak harus membuat perjanjian seperti kita,” ujar Ayana lantas menoleh Deon yang ada di sampingnya. Deon ternyata sudah memandang Ayana. Pemuda itu lantas merangkul pundak wanita itu. “Tapi meski ada surat perjanjian, jika mereka akhirnya saling menyukai, tidak ada kata terlambat untuk mengubahnya, kan? Seperti kita,” ucap Deon lantas m
Alex dan Ive akhirnya sampai di Swiss, mereka pergi ke hotel lebih dulu untuk beristirahat, sebelum pergi ke bank di hari berikutnya untuk mengecek surat deposito milik Ive. “Dingin?” tanya Alex saat melihat hidung dan pipi Ive yang merah. Bahkan gadis itu beberapa kali meniupkan udara ke tangan. Ive menoleh Alex lantas mengangguk. Kamar hotel itu memiliki pemanas ruangan tapi tetap saja masih terasa dingin karena hawa dingin dari luar masih menempel di tubuh mereka. Alex mendekat ke Ive, lantas memeluk istrinya itu agar lebih hangat. “Sudah hangat?” tanya Alex. Ive memulas senyum mendengar pertanyaan Alex, lantas mengangguk-anggukan kepala. Alex mempererat pelukan agar Ive merasa nyaman, hingga tiba-tiba terdengar suara bunyi perut yang membuat Alex menahan senyum. “Kamu lapar?” tanya Alex sambil menunduk agar bisa melihat wajah Ive. “Iya,” jawab Ive tanpa malu. Alex melepas pelukan, lantas pergi meraih gagang telepon untuk menghubungi bagian resepsionis untuk memesan makanan
“Bagaimana?” tanya Ive saat melihat Alex berusaha menghubungi nomor yang pernah mengirim pesan ke Ive.“Tidak bisa dihubungi,” jawab Alex.Ive menggigit ujung kuku jempolnya, dia cemas juga penasaran apakah benar yang mengiriminya pesan adalah kakaknya.“Jika benar aku punya kakak, apa dia juga mengingatku?” tanya Ive ke Alex.Mereka kini berada di hotel karena ingin segera mencari tahu soal kakak Ive.“Kita tidak tahu umurnya sekarang berapa, mungkin dia tahu kalau punya adik, tapi aku yakin dia tidak mengenalimu karena kalian berpisah sejak sangat kecil,” jawab Alex.Ive menatap cemas dan bingung ke Alex. Dia hanya ingin tahu siapa saudaranya karena selama ini berpikir tak punya saudara kandung.“Aku coba hubungi Chris untuk bertanya apakah sudah ada informasi soal nomor yang menghubungimu,” ujar Alex lantas mendial nomor Chris.Di waktu Indonesia sekarang, Alex yakin jika Chris sudah berada di rumah setelah seharian bekerja di perusahaan.Ive pun mengangguk, menunggu Alex bertanya
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida