“Kita mau ke mana? Kamu tidak ke perusahaan lagi?” tanya Ive saat Alex mengajaknya pergi tapi bukan ke arah perusahaan.“Merayakan hari spesialmu, mana mungkin aku mengabaikan saja hari ulang tahunmu,” jawab Alex sambil menoleh sekilas sebelum kembali fokus di jalanan.Ive sangat terkejut melihat Alex yang sangat antusias ingin merayakan ulang tahunnya. Sikap pria itu benar-benar membuat Ive luluh dan bersyukur.Alex mengajak Ive pergi ke restoran bintang lima. Dia memesan private room untuk merayakan ulang tahun Ive.“Apa di sini ada menu kue ulang tahun?” tanya Alex ke pelayan yang memberikan buku menu ke mereka.Ive sangat terkejut mendengar pertanyaan Alex, tak menyangka pria itu menanyakan menu yang mungkin tidak bisa dipesan tanpa booking.“Untuk kue kami tidak memiliki kue untuk ulang tahun, tapi kami memiliki beberapa menu kue andalan yang bisa dijadikan untuk mengganti kue ulang tahun,” ujar pelayan.“Baiklah, tapi bisa tambah satu lilin?” Alex setuju memesan kue biasa.Pelay
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya pengacara itu. Ive tiba-tiba saja ingin tahu soal bagaimana dirinya bisa bersama ibu dan ayahnya yang sekarang, sehingga dia mencoba mencari tahu dari sahabat ayahnya itu. “Apa Paman tahu kenapa aku bisa bersama Mama? Apa aku diadopsi? Atau bagaimana?” tanya Ive penasaran. “Papamu sudah membuar rekaman untuk menjelaskan masalah siapa kamu dan dari mana berasal. Flashdisk-nya ada di kardus,” jawab pria itu karena tak tahu banyak hal soal asal Ive. Ive langsung membuka kardus yang tadi dibawa pengacara ayahnya, hingga menemukan flashdisk di sana. “Ada sesuatu yang aku sendiri tidak tahu kenapa papamu berusaha melindungimu, meski di rumah sendiri kamu seperti di neraka. Tapi yang jelas, itu semua demi keselamatanmu,” ujar pria itu. “Aku benar-benar tak tahu soal dari mana kamu berasal. Tapi satu yang aku tahu, mamamu datang membawamu dalam gendongan saat umurmu baru beberapa bulan. Dia datang dengan wajah kuyu, lantas memohon ke ayahmu untuk men
“Siapa yang menghubungimu?” tanya seorang pria ke Adit, ketika Adit masih muda dan berumur 30 tahunan.“Dia sekretaris rekan bisnisku,” jawab Adit, “dia ingin bertemu.”Sahabat Adit itu pun mengangguk-anggukan kepala, hingga dia menemani Adit untuk bertemu wanita yang dimaksud.Mereka menunggu di sebuah restoran yang sudah dijanjikan. Hingga beberapa saat kemudian seorang wanita menggendong bayi datang menghampiri Adit dan sahabatnya.“Pak Adit, maaf jika saya mengganggu waktu Anda,” kata sekretaris itu.“Tidak masalah. Saya tidak mungkin mengabaikan rekan bisnis saya sendiri,” kata Adit mempersilakan wanita itu duduk.Wanita itu melirik sahabat Adit, seolah tak nyaman jika ada orang lain di sana.“Apa kita bisa bicara berdua?” tanya wanita itu.Adit menoleh sahabatnya, hingga akhirnya teman Adit pun mempersilakan. Dia pergi dari ruangan itu.“Kamu bisa bicara sekarang,” kata Adit.Wanita itu memberikan tas yang dipegangnya ke Adit, membuat pria itu kebingungan. Belum juga kebingungan
“Swiss?” Ayana sangat terkejut saat Alex mengungkap keinginan pergi ke Swiss bersama Ive.“Ya, kami berencana bulan madu ke sana,” jawab Alex sambil menaik-turunkan kedua alis.Ayana langsung memicingkan mata curiga menatap Alex. Adiknya itu ingin menikah karena kasihan, bagaimana bisa sekarang bilang ingin bulan madu.“Kalian ini hanya akan menikah kontrak, buat apa bulan madu?” tanya Ayana.Alex melebarkan senyum, lantas menjawab, “Sudah tidak ada rencana kontrak lagi. Aku dan Ive benar-benar akan menikah,” jawab Alex.Ayana cukup terkejut mendengar ucapan Alex, tapi meski begitu dia tak langsung percaya begitu saja.“Tidak usah membohongiku, apa sebenarnya yang kamu rencanakan?” Ayana mencoba mengintimidasi agar Alex jujur.Alex membuang napas kasar, lantas membalas, “Serius, aku dan Ive benar-benar akan menikah karena memang menginginkan bukan karena kontrak, Ay. Ive membutuhkanku dan aku pun membutuhkannya.”Ayana menatap Alex dengan rasa tak percaya, tapi jika memang benar Alex
Hari itu Ive dan Alex akhirnya akan melangsungkan pernikahan meski belum mengadakan pesta. Mereka kini sudah berada di kantor urusan agama untuk melakukan prosesi pernikahan, Ayana sendiri sengaja mengundang beberapa wartawan agar mendokumentasikan pernikahan Ive dan Alex untuk menghindari fitnah di kemudian hari.“Kenapa?” tanya Ayana saat melihat Ive tak bisa duduk dengan tenang.“Tidak kenapa-napa, Kak.” Ive tersenyum canggung ke Ayana.“Gugup?” tanya Ayana.Dia duduk menemani Ive karena menunggu antrian yang sudah ditetapkan.Ive tersenyum malu mendengar pertanyaan Ayana, berpikir dirinya sekarang ini terlihat begitu aneh.Ayana meraih telapak tangan Ive, lantas menggenggamnya erat.“Tidak apa gugup, wajar jika seseorang gugup di hari spesialnya,” ujar Ayana mencoba menenangkan perasaan Ive.Ive hanya mengangguk membalas ucapan Ayana, dia pun berusaha mengontrol kegugupannya.Emanuel berdiri tak jauh dari Ive dan Ayana duduk. Dia terus memperhatikan Ive yang sedang berbincang deng
“Ada yang hilang?”Alex menemui Ive yang ada di kamar. Dia baru saja mengecek barang di kamarnya tapi tidak ada satu pun yang hilang, hingga dia menghampiri Ive yang juga sedang mengecek.Ive memperhatikan sekitar, tidak ada yang hilang. Dia hanya melihat kardus yang diberikan pengacara ayahnya sedikit berantakan.“Sepertinya yang masuk ke sini tidak mengambil apa pun, hanya membongkar itu,” jawab Ive sambil menunjuk ke kardus yang ada di dekat lemari.“Di mana surat-surat dari ayahmu?” tanya Alex lantas mengcek ulang kardus apa ad ayang rusak.Ive mungkin akan dianggap aneh, tapi apa yang dilakukannya akan membuat pencuri itu takkan menyangka jika dia menyimpan surat dari ayahnya di bawah sarung bantal, bahkan surat deposito pun di sana.“Ini, aman.” Ive menunjukkan surat-surat berharganya.Alex menoleh Ive, hingga melongo karen Ive menyimpan surat-surat berharga itu di sarung bantal.Mereka keluar dari kamar, lantas menemui satpam dan pihak pengelola gedung yang datang ke sana setel
[Itu semua barang yang saya lihat di kardus yang sebelumnya dibawa pengacara ayahmu. Tidak ada yang berharga, aku sudah mencari di tempat lain juga tidak ada surat wasiata atau yang lainnya.]Emanuel membaca pesan dari orang yang disuruhnya untuk masuk ke apartemen yang Ive tinggali. Dia masih tidak percaya jika Ive hanya mendapat surat dari ayahnya, Emanuel berpikir jika mungkin saja ayahnya memberikan sesuatu yang dititipkan ke pengacara tanpa sepengetahuan dirinya dan sang ibu.“Apa benar hanya ini?” Emanuel pun bertanya-tanya sendiri sambil menatap satu persatu foto barang milik Ive.“Tapi jika dipikir-pikir, Papa memang tak memiliki sisa properti selain rumah, bisa saja jika Ive hanya mendapat surat saja,” gumam Emanuel mencoba melegakan hatinya sendiri agar tak curiga dengan pengacara ayahnya.**Ive baru saja selesai mandi. Dia dan Alex benar-benar akan menginap di sana malam ini, mungkin juga sampai mereka berangkat ke Swiss.Saat keluar dari kamar mandi, Ive melihat Alex yang
“Kenapa mukamu kusut begitu?” tanya Ayana saat melihat Alex datang sambil memasang wajah masam.Ive mengulum bibir mendengar pertanyaan Ayana, lantas melirik Alex yang memasang muka cemberut.Ayana menoleh Ive, lantas menatap sang adik ipar seolah meminta penjelasan tapi Ive menggelengkan kepala pelan.Alex dan Ive duduk berhadapan dengan Ayana dan Deon, mereka pun mulai makan malam bersama.Alex masih kesal karena kegiatannya gagal padahal sudah tak sabar ingin bercocok tanam. Hal itu membuat tubuhnya tak nyaman sehingga moodnya pun ikut berubah.“Lusa visa dan tiketnya siap, kalian bisa pergi berlibur ke tempat yang kalian inginkan,” ujar Ayana di sela makan malam.“Ya,” balas Alex masih saja kesal padahal mendapat kabar baik.Ayana menaikkan satu sudut alis mendengar Alex tak bersemangat, Jonathan pun melirik Alex yang terlihat kesal.“Kenapa? Tak suka? Ga jadi pergi?” tanya Ayana keheranan.“Jadi,” jawab Alex kemudian memasukkan makanan ke mulut. Dia bahkan tak mau menatap sang ka
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida