“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya pengacara itu. Ive tiba-tiba saja ingin tahu soal bagaimana dirinya bisa bersama ibu dan ayahnya yang sekarang, sehingga dia mencoba mencari tahu dari sahabat ayahnya itu. “Apa Paman tahu kenapa aku bisa bersama Mama? Apa aku diadopsi? Atau bagaimana?” tanya Ive penasaran. “Papamu sudah membuar rekaman untuk menjelaskan masalah siapa kamu dan dari mana berasal. Flashdisk-nya ada di kardus,” jawab pria itu karena tak tahu banyak hal soal asal Ive. Ive langsung membuka kardus yang tadi dibawa pengacara ayahnya, hingga menemukan flashdisk di sana. “Ada sesuatu yang aku sendiri tidak tahu kenapa papamu berusaha melindungimu, meski di rumah sendiri kamu seperti di neraka. Tapi yang jelas, itu semua demi keselamatanmu,” ujar pria itu. “Aku benar-benar tak tahu soal dari mana kamu berasal. Tapi satu yang aku tahu, mamamu datang membawamu dalam gendongan saat umurmu baru beberapa bulan. Dia datang dengan wajah kuyu, lantas memohon ke ayahmu untuk men
“Siapa yang menghubungimu?” tanya seorang pria ke Adit, ketika Adit masih muda dan berumur 30 tahunan.“Dia sekretaris rekan bisnisku,” jawab Adit, “dia ingin bertemu.”Sahabat Adit itu pun mengangguk-anggukan kepala, hingga dia menemani Adit untuk bertemu wanita yang dimaksud.Mereka menunggu di sebuah restoran yang sudah dijanjikan. Hingga beberapa saat kemudian seorang wanita menggendong bayi datang menghampiri Adit dan sahabatnya.“Pak Adit, maaf jika saya mengganggu waktu Anda,” kata sekretaris itu.“Tidak masalah. Saya tidak mungkin mengabaikan rekan bisnis saya sendiri,” kata Adit mempersilakan wanita itu duduk.Wanita itu melirik sahabat Adit, seolah tak nyaman jika ada orang lain di sana.“Apa kita bisa bicara berdua?” tanya wanita itu.Adit menoleh sahabatnya, hingga akhirnya teman Adit pun mempersilakan. Dia pergi dari ruangan itu.“Kamu bisa bicara sekarang,” kata Adit.Wanita itu memberikan tas yang dipegangnya ke Adit, membuat pria itu kebingungan. Belum juga kebingungan
“Swiss?” Ayana sangat terkejut saat Alex mengungkap keinginan pergi ke Swiss bersama Ive.“Ya, kami berencana bulan madu ke sana,” jawab Alex sambil menaik-turunkan kedua alis.Ayana langsung memicingkan mata curiga menatap Alex. Adiknya itu ingin menikah karena kasihan, bagaimana bisa sekarang bilang ingin bulan madu.“Kalian ini hanya akan menikah kontrak, buat apa bulan madu?” tanya Ayana.Alex melebarkan senyum, lantas menjawab, “Sudah tidak ada rencana kontrak lagi. Aku dan Ive benar-benar akan menikah,” jawab Alex.Ayana cukup terkejut mendengar ucapan Alex, tapi meski begitu dia tak langsung percaya begitu saja.“Tidak usah membohongiku, apa sebenarnya yang kamu rencanakan?” Ayana mencoba mengintimidasi agar Alex jujur.Alex membuang napas kasar, lantas membalas, “Serius, aku dan Ive benar-benar akan menikah karena memang menginginkan bukan karena kontrak, Ay. Ive membutuhkanku dan aku pun membutuhkannya.”Ayana menatap Alex dengan rasa tak percaya, tapi jika memang benar Alex
Hari itu Ive dan Alex akhirnya akan melangsungkan pernikahan meski belum mengadakan pesta. Mereka kini sudah berada di kantor urusan agama untuk melakukan prosesi pernikahan, Ayana sendiri sengaja mengundang beberapa wartawan agar mendokumentasikan pernikahan Ive dan Alex untuk menghindari fitnah di kemudian hari.“Kenapa?” tanya Ayana saat melihat Ive tak bisa duduk dengan tenang.“Tidak kenapa-napa, Kak.” Ive tersenyum canggung ke Ayana.“Gugup?” tanya Ayana.Dia duduk menemani Ive karena menunggu antrian yang sudah ditetapkan.Ive tersenyum malu mendengar pertanyaan Ayana, berpikir dirinya sekarang ini terlihat begitu aneh.Ayana meraih telapak tangan Ive, lantas menggenggamnya erat.“Tidak apa gugup, wajar jika seseorang gugup di hari spesialnya,” ujar Ayana mencoba menenangkan perasaan Ive.Ive hanya mengangguk membalas ucapan Ayana, dia pun berusaha mengontrol kegugupannya.Emanuel berdiri tak jauh dari Ive dan Ayana duduk. Dia terus memperhatikan Ive yang sedang berbincang deng
“Ada yang hilang?”Alex menemui Ive yang ada di kamar. Dia baru saja mengecek barang di kamarnya tapi tidak ada satu pun yang hilang, hingga dia menghampiri Ive yang juga sedang mengecek.Ive memperhatikan sekitar, tidak ada yang hilang. Dia hanya melihat kardus yang diberikan pengacara ayahnya sedikit berantakan.“Sepertinya yang masuk ke sini tidak mengambil apa pun, hanya membongkar itu,” jawab Ive sambil menunjuk ke kardus yang ada di dekat lemari.“Di mana surat-surat dari ayahmu?” tanya Alex lantas mengcek ulang kardus apa ad ayang rusak.Ive mungkin akan dianggap aneh, tapi apa yang dilakukannya akan membuat pencuri itu takkan menyangka jika dia menyimpan surat dari ayahnya di bawah sarung bantal, bahkan surat deposito pun di sana.“Ini, aman.” Ive menunjukkan surat-surat berharganya.Alex menoleh Ive, hingga melongo karen Ive menyimpan surat-surat berharga itu di sarung bantal.Mereka keluar dari kamar, lantas menemui satpam dan pihak pengelola gedung yang datang ke sana setel
[Itu semua barang yang saya lihat di kardus yang sebelumnya dibawa pengacara ayahmu. Tidak ada yang berharga, aku sudah mencari di tempat lain juga tidak ada surat wasiata atau yang lainnya.]Emanuel membaca pesan dari orang yang disuruhnya untuk masuk ke apartemen yang Ive tinggali. Dia masih tidak percaya jika Ive hanya mendapat surat dari ayahnya, Emanuel berpikir jika mungkin saja ayahnya memberikan sesuatu yang dititipkan ke pengacara tanpa sepengetahuan dirinya dan sang ibu.“Apa benar hanya ini?” Emanuel pun bertanya-tanya sendiri sambil menatap satu persatu foto barang milik Ive.“Tapi jika dipikir-pikir, Papa memang tak memiliki sisa properti selain rumah, bisa saja jika Ive hanya mendapat surat saja,” gumam Emanuel mencoba melegakan hatinya sendiri agar tak curiga dengan pengacara ayahnya.**Ive baru saja selesai mandi. Dia dan Alex benar-benar akan menginap di sana malam ini, mungkin juga sampai mereka berangkat ke Swiss.Saat keluar dari kamar mandi, Ive melihat Alex yang
“Kenapa mukamu kusut begitu?” tanya Ayana saat melihat Alex datang sambil memasang wajah masam.Ive mengulum bibir mendengar pertanyaan Ayana, lantas melirik Alex yang memasang muka cemberut.Ayana menoleh Ive, lantas menatap sang adik ipar seolah meminta penjelasan tapi Ive menggelengkan kepala pelan.Alex dan Ive duduk berhadapan dengan Ayana dan Deon, mereka pun mulai makan malam bersama.Alex masih kesal karena kegiatannya gagal padahal sudah tak sabar ingin bercocok tanam. Hal itu membuat tubuhnya tak nyaman sehingga moodnya pun ikut berubah.“Lusa visa dan tiketnya siap, kalian bisa pergi berlibur ke tempat yang kalian inginkan,” ujar Ayana di sela makan malam.“Ya,” balas Alex masih saja kesal padahal mendapat kabar baik.Ayana menaikkan satu sudut alis mendengar Alex tak bersemangat, Jonathan pun melirik Alex yang terlihat kesal.“Kenapa? Tak suka? Ga jadi pergi?” tanya Ayana keheranan.“Jadi,” jawab Alex kemudian memasukkan makanan ke mulut. Dia bahkan tak mau menatap sang ka
Alex sedang mengecek video rekaman Cctv apartemen. Dia ingin memastikan dan mencari tahu siapa yang sudah membobol apartemennya. “Bagaimana orang seperti ini bisa masuk tanpa diketahui?” Alex frustasi sendiri karena wajah pelaku tidak terlihat, apalagi pelaku selalu menunduk saat berada di tempat yang tersorot kamera Cctv. Alex pun berpikir sejenak, hingga dia merasa jika butuh bantuan Ayana yang lebih berpengalaman juga tahu segala hal di kota itu ketimbang dirinya yang baru tinggal di sana. “Ya, mungkin Ayana bisa bantu,” gumam Alex hendak berdiri. Namun, saat akan berdiri, dia kembali ingat rasa kesalnya soal Ayana yang menganggu kegiatannya tadi. Membuat Alex urung pergi dan akan bicara dengan Ayana esok hari saat pikirannya sudah tidak panas. Ive masuk kamar sambil menyembunyikan sesuatu di belakang punggung. Dia melihat Alex yang duduk di sofa kamar, membuatnya buru-buru ke kamar mandi agar Alex tak melihatnya. “Ive, kenapa lari ke kamar mandi?” tanya Alex keheranan karena