“Ada apa?” tanya Azlan karena Hyuna terlihat lemas.“Tidak ada. Mama tumben minta aku pulang cepet, sudah gitu sambil marah-marah,” jawab Hyuna, kemudian memasukkan ponsel ke tas.“Kalau gitu kita pulang saja, takutnya nanti mamamu semakin marah,” ujar Azlan sambil mengajak berdiri Hyuna.Hyuna terlihat belum rela pulang karena masih ingin menghabiskan waktu bersama Azlan. Jarang-jarang mereka punya waktu berdua sebanyak ini karena Azlan terus bekerja.“Ayo.” Azlan sudah berdiri sambil mengulurkan tangan ke Hyuna.Hyuna menggapai tanga Azlan, lantas berdiri untuk meninggalkan tempat itu.“Aku akan mengantarmu ke apartemen dulu,” kata Hyuna saat keduanya sampai di parkiran mobil.“Tidak usah, aku bisa naik bus atau taksi. Kamu pulang saja tidak usah mengantarku,” ujar Azlan sambil membuka pintu untuk Hyuna.“Kamu yakin? Aku bisa mengantarmu sebentar,” balas Hyuna meyakinkan.“Iya yakin,” ucap Azlan, “rumahmu dan apartemen Ayana berlawanan arah, nanti akan makan waktu lama dan mamamu bi
“Sarapan, Lan. Jangan lihat ponsel terus.”Ayana memperhatikan sang adik yang terus memandangi ponsel ketika sedang sarapan.Deon yang duduk di sebelah Ayana pun memandang Azlan yang terlihat gusar.Azlan meletakkan ponsel di meja, kemudian menghela napas kasar.“Ini aneh,” ujar Azlan.“Aneh apanya?” tanya Deon kemudian memasukkan suapan ke mulut.“Sejak dari semalam, pesanku tidak dibaca Hyuna,” jawab Azlan kemudian memandang Deon dan Ayana bergantian.Ayana dan Deon langsung mengerutkan alis mendengar jawaban Azlan.“Apanya yang aneh? Mungkin dia sudah tidur atau memang sedang tidak buka ponsel,” ujar Ayana merasa adiknya yang aneh karena galau pesan chat tidak dibalas sang kekasih.“Ga mungkin, Ay. Hyuna itu tidak pernah sekalipun melewatkan chatku, bahkan dia tidak pernah membuatku menunggu. Dia selalu balas pesanku jika memang belum tidur, kalau sudah tidur, biasanya pagi-pagi sudah balas. Ini aku chat pun tidak dibaca,” balas Azlan menyanggah pendapat sang kakak.Azlan mendadak
Azlan benar-benar pergi ke rumah orang tua Hyuna. Dia baru saja turun dari taksi, kini memandang ke gerbang yang menjulang tinggi dengan rumah mewah yang berdiri di dalamnya.Sesuai ucapan Deon, rumah itu benar-benar tertutup dari gerbang, sehingga Azlan pun pergi mendekat ke pos yang ada di dekat gerbang bagian dalam.“Permisi!” Azlan mencoba memanggil satpam.Seorang pria paruh baya keluar dari pos, menatap Azlan yang ada di luar gerbang.Azlan tersenyum sambil mengangguk, lantas menyampaikan maksud kedatangannya.“Maaf, saya mau ketemu Hyuna. Apa dia ada di rumah?” tanya Azlan sopan.“Memang kamu siapa Non Hyuna?” tanya satpam itu menanggapi ucapan Azlan.Azlan bingung harus menyebut dirinya apa, kalau menyebut kekasih, takutnya jadi masalah sebab Azlan belum tahu masalah yang terjadi di rumah itu.“Bisa katakan, Azlan ingin bertemu.” Azlan hanya bisa menjawab seperti itu.Satpam itu memperhatikan penampilan Azlan, hingga kemudian meminta Azlan untuk menunggu di sana. Satpam itu ti
Shirly menjaga bagian depan sendirian karena Azlan pergi. Kafe tidak terlalu ramai sebelum jam makan siang, sehingga Shirly pun tidak terlalu repot bekerja sendiri.Suara pintu terbuka terdengar, Shirly langsung menyambut ramah orang yang baru saja menginjakkan kaki di kafe.“Selamat datang,” sapa Shirly dengan senyum hangat di wajah.Pria yang baru masuk ternyata Gery. Dia langsung berjalan menghampiri meja Shirly.“Mau pesan apa? Kami ada menu promosi spesial hari ini,” ucap Shirly dengan ramah dan lincah saat melayani pelanggan.“Oh … aku tidak ingin memesan sesuatu, hanya ingin bertemu Deon. Dia ada?” tanya Gery to the point.“Mas Deon? Dengan siapa, ya? Biar aku sampaikan,” kata Shirly.“Bilang saja Gery nyari,” ujar Gery.Shirly mengangguk lantas pergi ke pintu yang terhubung dengan dapur. Dia membuka sedikit pintu dan melongokkan kepala ke dalam.“Mas, ada temannya. Namanya Gery.”Deon sedang membersihkan sayuran saat mendengar suara Shirly, lantas menoleh dan melihat Shirly me
“Ada apa? Kamu sudah bertemu Hyuna? Dia baik-baik saja, kan?”Deon mengajak masuk Azlan ke ruangannya, sebab adik iparnya itu terlihat frustasi. Mengajak duduk berdua, mungkin bisa membuat Azlan mau menceritakan apa yang terjadi.Azlan mengusap kasar wajahnya, hingga mendengkus seperti ada beban berat yang sedang ditanggungnya.Deon pun sabar menunggu sampai Azlan benar-benar siap untuk bercerita.“Aku ke rumah Hyuna dan bertemu ibunya,” ujar Azlan membuka cerita.Deon menunggu sambil mendengarkan cerita Azlan.“Aku tidak bertemu Hyuna. Sepertinya dia baik, hanya saja memang tidak boleh menemuiku,” ujar Azlan lagi.“Bibi melarangmu bertemu dengan Hyuna? Alasannya?” tanya Deon menyelidik.Azlan lagi-lagi mendengkus kasar, hingga kemudian menceritakan semua yang terjadi. Dia sekarang benar-benar harus bagaimana.“Jalan apa pun yang aku ambil, semua sama-sama akan menusukku. Aku harus bagaimana?” tanya Azlan sambil memandang Deon.Deon pun diam sambil berpikir setelah mendengar cerita Az
“Di mana Azlan?” tanya Ayana begitu datang ke kafe.Deon terpaksa menghubungi Ayana karena Azlan terus berada di ruangan Deon tak mau keluar.“Dia di ruanganku,” jawab Deon sambil menunjuk ke pintu yang berada di samping pintu dapur.Ayana berjalan menuju ruangan Deon, lantas masuk dan melihat sang adik berbaring sambil menutup kedua mata menggunakan lengan.Ayana menutup pintu perlahan, kemudian berjalan menghampiri Azlan lantas duduk di sisi adiknya itu.“Lan.” Ayana menyentuh lengan Azlan perlahan agar tidak terkejut.Azlan terkejut hingga membuka mata dengan cepat. Dia melihat Ayana yang sudah memandangnya. Dia buru-buru duduk saat melihat sang kakak di sana.“Kamu ke sini untuk makan siang?” tanya Azlan kemudian mengusap wajahnya kasar.Ayana menatap sang adik, melihat mata Azlan yang merah dan kelopak mata sedikit bengkak.“Apa ada masalah? Kenapa nangis?” tanya Ayana penuh kelembutan.Azlan terkejut mendengar pertanyaan Ayana, hingga kemudian menggelengkan kepala.“Tidak ada, a
“Azlan sudah terlihat lebih baik. Kamu bicara apa saja dengannya tadi siang?” tanya Deon. Malam harinya, Ayana dan Deon berada di kamar berdua. Siang tadi Deon tidak bertanya apa saja yang dikatakan Ayana, sebab ada Azlan. Dia hanya tak ingin kembali membuat sang adik ipar sedih, jika mengingatkan kembali akan permintaan ibu Hyuna. “Hanya membicarakan hal yang terbaik untuknya,” jawab Ayana sambil memulas senyum ke suaminya. Deon mengerutkan alis mendengar jawaban Ayana. Dia pun menunggu sang istri cerita secara menyeluruh. Ayana meraih tangan Deon, lantas melingkarkan di belakang lehernya hingga kini Ayana bersandar pada bahu suaminya itu. “Aku tidak bisa membiarkan senyum Azlan hilang begitu saja. Bagaimana bisa aku tega merebut kebahagiaannya, hanya karena ingin dia berpihak kepadaku. Jadi kuberi dia sebuah keputusan, tapi tanpa merusak hubungan kami,” ujar Ayana menjelaskan. “Apa itu?” tanya Deon penasaran. “Kuminta dia mempertahankan Hyuna,” jawab Ayana. Deon terkejut mend
“Bawa aku pergi. Orang tuaku sudah tak peduli kepadaku!” Hyuna langsung merengek sambil masih memeluk erat Azlan.“Hyuna, dengarkan aku.” Azlan melepas pelukan Hyuna, lantas meminta kekasihnya itu untuk duduk karena begitu terasa jika tubuh Hyuna gemetar.Azlan sendiri berlutut di depan Hyuna, lantas menggenggam kedua telapak tangan kekasihnya itu.“Makanlah dan tidur dengan nyenyak. Aku ke sini hanya ingin bilang kalau akan berusaha memperjuangkan hubungan kita. Setelah aku membawa papaku ke sini, kita bisa kembali bersama,” ucap Azlan penuh kelembutan.Azlan menatap nanar ke Hyuna, sungguh tidak tega melihat wajah pucat dan kuyu kekasihnya itu.“Tunggu! Papamu?” Hyuna terkejut mendengar ucapan Azlan.“Waktumu habis.” Suara Ibu Hyuna membuat Azlan menoleh.Azlan memandang Hyuna lagi, lantas berkata, “Tunggulah, aku akan benar-benar datang lagi ke sini.”Azlan mencoba meyakinkan agar Hyuna tidak menyiksa diri lagi seperti ini. Meski dia sendiri tidak yakin apakah sang papa akan memban