Melow bentar aja ya, ingat ini cerita manis dengan stok gula segudang, wkwkwkwkw
“Bawa aku pergi. Orang tuaku sudah tak peduli kepadaku!” Hyuna langsung merengek sambil masih memeluk erat Azlan.“Hyuna, dengarkan aku.” Azlan melepas pelukan Hyuna, lantas meminta kekasihnya itu untuk duduk karena begitu terasa jika tubuh Hyuna gemetar.Azlan sendiri berlutut di depan Hyuna, lantas menggenggam kedua telapak tangan kekasihnya itu.“Makanlah dan tidur dengan nyenyak. Aku ke sini hanya ingin bilang kalau akan berusaha memperjuangkan hubungan kita. Setelah aku membawa papaku ke sini, kita bisa kembali bersama,” ucap Azlan penuh kelembutan.Azlan menatap nanar ke Hyuna, sungguh tidak tega melihat wajah pucat dan kuyu kekasihnya itu.“Tunggu! Papamu?” Hyuna terkejut mendengar ucapan Azlan.“Waktumu habis.” Suara Ibu Hyuna membuat Azlan menoleh.Azlan memandang Hyuna lagi, lantas berkata, “Tunggulah, aku akan benar-benar datang lagi ke sini.”Azlan mencoba meyakinkan agar Hyuna tidak menyiksa diri lagi seperti ini. Meski dia sendiri tidak yakin apakah sang papa akan memban
“Ay.”Kyle masuk ruangan Ayana dengan terburu-buru. Dia langsung menghampiri Ayana yang duduk di belakang meja.“Ada apa, Kyle? Kenapa kamu panik begitu?” tanya Ayana tanpa memandang Kyle, tatapannya tertuju ke berkas yang ada di meja.“Apa kamu sudah dengar kabarnya?” tanya Kyle masih dengan ekspresi wajah panik. Dia berdiri di depan meja, dengan kedua telapak tanga bertumpu di tepian.Ayana mengangkat wajah mendengar pertanyaan Kyle, hingga kini memandang asistennya itu.“Kabar siapa?” tanya Ayana dengan dahi berkerut halus.“Sudah kuduga kamu belum tahu,” ucap Kyle, “Rey dibebaskan bersyarat.”Ayana sangat terkejut mendengar informasi yang diberitahu Kyle.“Bebas bersyarat? Ada yang menjaminnya?” tanya Ayana yang masih terkejut.Kyle menarik kursi lantas duduk sebelum menceritakan yang diketahuinya.“Menurut informasi yang kudapat, wartawan yang menyebar berita itu mengakui kesalahan, lantas memberi kesaksian jika Rey hanya memberi foto, sedangkan yang menyusun kalimat itu murni da
“Berdirilah, tidak usah berlutut.” Firman meminta Azlan untuk bangun, lantas mengajak putranya itu berjalan ke sofa.Azlan masih mengatur emosinya, merendah seperti terhina benar-benar membuat amarahnya naik ke puncak kepala. Namun, Azlan mencoba menahan semuanya demi keinginnya terwujud.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan?” tanya Firman saat sudah duduk berhadapan dengan Azlan.“Aku ingin Papa datang bersamaku ke rumah seseorang. Aku menyukai seorang gadis, tapi keluarganya tidak mau menerima jika aku tidak membuktikan kalau dari keluarga kaya,” jawab Azlan dengan suara lirih.Firman menajamkan pendengaran karena Azlan bicara sangat pelan, sebelum akhirnya menghela napas kasar sambil menyandarkan punggung.“Jadi, akhirnya kamu memohon karena seorang gadis? Memangnya siapa keluarganya sampai mempertanyakan status keluarga?” tanya Firman mengorek informasi dari Azlan."Keluarganya memiliki bisnis perhotelan. Mereka mengira aku hanya dari kalangan orang biasa yang miskin. Demi membuktik
“Apa semua yang mau dibawa sudah kamu kemas semua?”Sore itu Ayana membantu Azlan mengemas pakaian setelah mengetahui sang adik akan pulang ke rumah orang tua mereka.Azlan memandang Ayana yang sedang sibuk mengecek barang miliknya. Dia masih berat meninggalkan Ayana, tapi semua harus berjalan sesuai dengan apa yang diputuskan.“Lan.” Ayana memanggil sang adik lagi, sebab tak ada balasan dari Azlan.Ayana menoleh ke sang adik, melihat Azlan yang hanya memandang.Azlan berjalan mendekat ke Ayana, hingga tiba-tiba memeluk kakaknya itu.Ayana sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Azlan. Dia pun membalas pelukan sambil menepuk pelan punggung Azlan.“Ada apa, hm?” tanya Ayana sambil mengusap punggung adiknya itu.“Aku pasti akan sangat merinduknamu,” ucap Azlan masih memeluk sang kakak. Dia menyandarkan kepala di pundak Ayana.Ayana tersenyum mendengar ucapan Azlan, satu tangannya masih terus mengusap punggung Azlan.“Kali ini kamu takkan pergi jauh seperti dulu. Untuk apa takut tak bi
“Aku sudah pulang. Papa tidak akan ingkar janji untuk datang ke rumah orang tua Hyuna, kan?” Azlan baru saja sampai di rumah Firman, tapi langsung menuntut permintaannya agar tidak ditipu.Firman melipat koran yang sedang dibaca saat mendengar suara Azlan, hingga kemudian menatap putranya yang datang-datang langsung menagih janji.“Kita akan ke sana besok, aku sudah mengatur waktunya,” balas Firman dengan santainya.“Tapi ingat, jika setelah apa yang aku lakukan kamu malah kabur, maka aku akan membuatmu menyesal berani menentangku. Bahkan mungkin, aku akan membuat hidup Ayana menderita untuk memberimu pelajaran!” Firman memberikan ancaman ke Azlan agar tidak berani membantahnya lagi.Azlan sangat terkejut mendengar ancaman Firman. Dia benar-benar tidak menyangka jika sang papa benar-benar akan sekejam itu.“Aku sudah bilang akan menuruti semua ucapan Papa, tidak perlu mengancamku apalagi membawa nama Ayana. Dia tidak salah dan tahu apa-apa, jadi tidak usah melibatkannya!” balas Azlan
“Kenapa ponselku harus disita? Papa pikir aku anak kecil sampai memperlakukanku begini?”Azlan memprotes tindakan sang papa yang semalam mengambil ponselnya. Dia berpikir akan dikembalikan saat pagi hari, tapi ternyata ponsel itu memang diambil guna memutus secara menyeluruh hubungan antara Ayana dan Azlan.Firman minum kopi dengan tenang meski sedang diprotes putranya. Dia lantas menatap Azlan yang terlihat kesal. Pria itu meletakkan cangkir di meja, sebelum kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya.Firman meletakkan ponsel di meja, lantas mendorong ke arah Azlan.“Itu bukan ponselku.” Azlan mengerutkan alis memandang benda pipih itu.“Memang,” balas Firman, “mulai sekarang pakai ponsel itu dan jangan membantah atau aku akan membatalkan janji sore ini,” ancam Firman.Azlan mengepalkan kedua telapak tangan, lantas dengan terpaksa menerima ponsel pemberian sang papa.“Mulai hari ini kamu harus ikut ke perusahaan untuk belajar. Akan ada bodyguard yang mengawalmu, hanya berjaga-jag
Ayana tiba-tiba langsung mual melihat apa yang menempel di tangan Kyle. Dia berjalan cepat ke kamar mandi sambil membekap mulut. Amel yang melihat hal itu pun langsung menyusul Ayana untuk memastikan kondisi atasannya itu baik-baik saja. Kyle melihat cairan warna merah menempel di jemarinya, tapi saat dicium tidak bau amis, menandakan jika itu bukan darah. Kyle pun memutuskan untuk membuka kardus itu, hingga melihat sebuah boneka berlumuran darah. “Siapa yang iseng melakukan ini?” Kyle begitu geram. Kyle membawa kardus itu keluar dari ruangan Ayana, staff yang melihatnya pun sangat terkejut karena ada yang berniat meneror atasan mereka. Ayana muntah-muntah di kamar mandi. Amel di sana menemani sampai Ayana merasa lebih baik. “Bu Ayana baik-baik saja?” tanya Amel yang cemas. Ayana menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Amel. Dia pun keluar dari kamar mandi dibantu sekretarisnya itu. Amel meminta salah satu rekan kerjanya membuatkan teh untuk Ayana, sedangkan dia menemani dan
“Di mana Ayana?”Deon sudah sampai di lantai tempat ruangan Ayana berada. Dia bertemu Kyle di depan ruangan Ayana.“Dia sedang istirahat. Tadi sangat syok sampai mual, Amel bilang dia terus muntah,” jawab Kyle.Deon ingin masuk ruangan Ayana, tapi langkahnya dicegah Kyle.“Kita perlu bicara dulu,” ujar Kyle.Deon menatap Kyle, hingga akhirnya mengangguk setuju. Mereka pun duduk di meja Kyle.“Aku sudah mendapatkan bukti kalau pelaku memang menyelinap masuk ke ruang kerja Ayana saat pagi hari dan belum ada satu pun karyawan masuk, kecuali cleaning service. Sayangnya pelaku sangat hati-hati, sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya.”Kyle memperlihatkan rekaman yang didapat agar Deon melihat.Deon mengambil ponsel Kyle, lantas melihat video yang sedang diputar.“Aku sudah meminta orang melacak plat mobil yang digunakan pelaku, semoga saja cepat diketahui, siapa yang meneror Ayana,” ujar Kyle lagi menjelaskan.Deon diam mengamati rekaman itu, hingga kemudian bergumam, “Apa mungkin orang-
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida