Shirly menjaga bagian depan sendirian karena Azlan pergi. Kafe tidak terlalu ramai sebelum jam makan siang, sehingga Shirly pun tidak terlalu repot bekerja sendiri.Suara pintu terbuka terdengar, Shirly langsung menyambut ramah orang yang baru saja menginjakkan kaki di kafe.“Selamat datang,” sapa Shirly dengan senyum hangat di wajah.Pria yang baru masuk ternyata Gery. Dia langsung berjalan menghampiri meja Shirly.“Mau pesan apa? Kami ada menu promosi spesial hari ini,” ucap Shirly dengan ramah dan lincah saat melayani pelanggan.“Oh … aku tidak ingin memesan sesuatu, hanya ingin bertemu Deon. Dia ada?” tanya Gery to the point.“Mas Deon? Dengan siapa, ya? Biar aku sampaikan,” kata Shirly.“Bilang saja Gery nyari,” ujar Gery.Shirly mengangguk lantas pergi ke pintu yang terhubung dengan dapur. Dia membuka sedikit pintu dan melongokkan kepala ke dalam.“Mas, ada temannya. Namanya Gery.”Deon sedang membersihkan sayuran saat mendengar suara Shirly, lantas menoleh dan melihat Shirly me
“Ada apa? Kamu sudah bertemu Hyuna? Dia baik-baik saja, kan?”Deon mengajak masuk Azlan ke ruangannya, sebab adik iparnya itu terlihat frustasi. Mengajak duduk berdua, mungkin bisa membuat Azlan mau menceritakan apa yang terjadi.Azlan mengusap kasar wajahnya, hingga mendengkus seperti ada beban berat yang sedang ditanggungnya.Deon pun sabar menunggu sampai Azlan benar-benar siap untuk bercerita.“Aku ke rumah Hyuna dan bertemu ibunya,” ujar Azlan membuka cerita.Deon menunggu sambil mendengarkan cerita Azlan.“Aku tidak bertemu Hyuna. Sepertinya dia baik, hanya saja memang tidak boleh menemuiku,” ujar Azlan lagi.“Bibi melarangmu bertemu dengan Hyuna? Alasannya?” tanya Deon menyelidik.Azlan lagi-lagi mendengkus kasar, hingga kemudian menceritakan semua yang terjadi. Dia sekarang benar-benar harus bagaimana.“Jalan apa pun yang aku ambil, semua sama-sama akan menusukku. Aku harus bagaimana?” tanya Azlan sambil memandang Deon.Deon pun diam sambil berpikir setelah mendengar cerita Az
“Di mana Azlan?” tanya Ayana begitu datang ke kafe.Deon terpaksa menghubungi Ayana karena Azlan terus berada di ruangan Deon tak mau keluar.“Dia di ruanganku,” jawab Deon sambil menunjuk ke pintu yang berada di samping pintu dapur.Ayana berjalan menuju ruangan Deon, lantas masuk dan melihat sang adik berbaring sambil menutup kedua mata menggunakan lengan.Ayana menutup pintu perlahan, kemudian berjalan menghampiri Azlan lantas duduk di sisi adiknya itu.“Lan.” Ayana menyentuh lengan Azlan perlahan agar tidak terkejut.Azlan terkejut hingga membuka mata dengan cepat. Dia melihat Ayana yang sudah memandangnya. Dia buru-buru duduk saat melihat sang kakak di sana.“Kamu ke sini untuk makan siang?” tanya Azlan kemudian mengusap wajahnya kasar.Ayana menatap sang adik, melihat mata Azlan yang merah dan kelopak mata sedikit bengkak.“Apa ada masalah? Kenapa nangis?” tanya Ayana penuh kelembutan.Azlan terkejut mendengar pertanyaan Ayana, hingga kemudian menggelengkan kepala.“Tidak ada, a
“Azlan sudah terlihat lebih baik. Kamu bicara apa saja dengannya tadi siang?” tanya Deon. Malam harinya, Ayana dan Deon berada di kamar berdua. Siang tadi Deon tidak bertanya apa saja yang dikatakan Ayana, sebab ada Azlan. Dia hanya tak ingin kembali membuat sang adik ipar sedih, jika mengingatkan kembali akan permintaan ibu Hyuna. “Hanya membicarakan hal yang terbaik untuknya,” jawab Ayana sambil memulas senyum ke suaminya. Deon mengerutkan alis mendengar jawaban Ayana. Dia pun menunggu sang istri cerita secara menyeluruh. Ayana meraih tangan Deon, lantas melingkarkan di belakang lehernya hingga kini Ayana bersandar pada bahu suaminya itu. “Aku tidak bisa membiarkan senyum Azlan hilang begitu saja. Bagaimana bisa aku tega merebut kebahagiaannya, hanya karena ingin dia berpihak kepadaku. Jadi kuberi dia sebuah keputusan, tapi tanpa merusak hubungan kami,” ujar Ayana menjelaskan. “Apa itu?” tanya Deon penasaran. “Kuminta dia mempertahankan Hyuna,” jawab Ayana. Deon terkejut mend
“Bawa aku pergi. Orang tuaku sudah tak peduli kepadaku!” Hyuna langsung merengek sambil masih memeluk erat Azlan.“Hyuna, dengarkan aku.” Azlan melepas pelukan Hyuna, lantas meminta kekasihnya itu untuk duduk karena begitu terasa jika tubuh Hyuna gemetar.Azlan sendiri berlutut di depan Hyuna, lantas menggenggam kedua telapak tangan kekasihnya itu.“Makanlah dan tidur dengan nyenyak. Aku ke sini hanya ingin bilang kalau akan berusaha memperjuangkan hubungan kita. Setelah aku membawa papaku ke sini, kita bisa kembali bersama,” ucap Azlan penuh kelembutan.Azlan menatap nanar ke Hyuna, sungguh tidak tega melihat wajah pucat dan kuyu kekasihnya itu.“Tunggu! Papamu?” Hyuna terkejut mendengar ucapan Azlan.“Waktumu habis.” Suara Ibu Hyuna membuat Azlan menoleh.Azlan memandang Hyuna lagi, lantas berkata, “Tunggulah, aku akan benar-benar datang lagi ke sini.”Azlan mencoba meyakinkan agar Hyuna tidak menyiksa diri lagi seperti ini. Meski dia sendiri tidak yakin apakah sang papa akan memban
“Ay.”Kyle masuk ruangan Ayana dengan terburu-buru. Dia langsung menghampiri Ayana yang duduk di belakang meja.“Ada apa, Kyle? Kenapa kamu panik begitu?” tanya Ayana tanpa memandang Kyle, tatapannya tertuju ke berkas yang ada di meja.“Apa kamu sudah dengar kabarnya?” tanya Kyle masih dengan ekspresi wajah panik. Dia berdiri di depan meja, dengan kedua telapak tanga bertumpu di tepian.Ayana mengangkat wajah mendengar pertanyaan Kyle, hingga kini memandang asistennya itu.“Kabar siapa?” tanya Ayana dengan dahi berkerut halus.“Sudah kuduga kamu belum tahu,” ucap Kyle, “Rey dibebaskan bersyarat.”Ayana sangat terkejut mendengar informasi yang diberitahu Kyle.“Bebas bersyarat? Ada yang menjaminnya?” tanya Ayana yang masih terkejut.Kyle menarik kursi lantas duduk sebelum menceritakan yang diketahuinya.“Menurut informasi yang kudapat, wartawan yang menyebar berita itu mengakui kesalahan, lantas memberi kesaksian jika Rey hanya memberi foto, sedangkan yang menyusun kalimat itu murni da
“Berdirilah, tidak usah berlutut.” Firman meminta Azlan untuk bangun, lantas mengajak putranya itu berjalan ke sofa.Azlan masih mengatur emosinya, merendah seperti terhina benar-benar membuat amarahnya naik ke puncak kepala. Namun, Azlan mencoba menahan semuanya demi keinginnya terwujud.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan?” tanya Firman saat sudah duduk berhadapan dengan Azlan.“Aku ingin Papa datang bersamaku ke rumah seseorang. Aku menyukai seorang gadis, tapi keluarganya tidak mau menerima jika aku tidak membuktikan kalau dari keluarga kaya,” jawab Azlan dengan suara lirih.Firman menajamkan pendengaran karena Azlan bicara sangat pelan, sebelum akhirnya menghela napas kasar sambil menyandarkan punggung.“Jadi, akhirnya kamu memohon karena seorang gadis? Memangnya siapa keluarganya sampai mempertanyakan status keluarga?” tanya Firman mengorek informasi dari Azlan."Keluarganya memiliki bisnis perhotelan. Mereka mengira aku hanya dari kalangan orang biasa yang miskin. Demi membuktik
“Apa semua yang mau dibawa sudah kamu kemas semua?”Sore itu Ayana membantu Azlan mengemas pakaian setelah mengetahui sang adik akan pulang ke rumah orang tua mereka.Azlan memandang Ayana yang sedang sibuk mengecek barang miliknya. Dia masih berat meninggalkan Ayana, tapi semua harus berjalan sesuai dengan apa yang diputuskan.“Lan.” Ayana memanggil sang adik lagi, sebab tak ada balasan dari Azlan.Ayana menoleh ke sang adik, melihat Azlan yang hanya memandang.Azlan berjalan mendekat ke Ayana, hingga tiba-tiba memeluk kakaknya itu.Ayana sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Azlan. Dia pun membalas pelukan sambil menepuk pelan punggung Azlan.“Ada apa, hm?” tanya Ayana sambil mengusap punggung adiknya itu.“Aku pasti akan sangat merinduknamu,” ucap Azlan masih memeluk sang kakak. Dia menyandarkan kepala di pundak Ayana.Ayana tersenyum mendengar ucapan Azlan, satu tangannya masih terus mengusap punggung Azlan.“Kali ini kamu takkan pergi jauh seperti dulu. Untuk apa takut tak bi