Part 37 - Angelica knew something
“Ax, tolong aku!” seru Angelica.
Namun, Axel yang kepalang murka, berusaha melepaskan pelukan itu, ia bahkan berdiri dan memojokan Angelica ke dinding. Emosinya sudah ditahan sejak pagi dirinya dan Roberto berspekulasi dari pesan singkat yang memintanya datang ke restoran semalam hingga Luna mengalami cedera ringan.
“Apa yang sudah kau lakukan!” tuding Axel mencengkram kuat bahu Angelica hingga wanita itu meringis.
“Axel, kendalikan dirimu!” Roberto bertindak dengan berusaha melepaskan Angelica dari Axel.
Cukup lama Roberto berusaha melepaskan Axel yang menatap Angelica begitu tajam dengan wajah yang sangat menyeramkan. Hingga serangan Axel terlepas, tetapi Angelica masih tercengang atas tindakan Axel terlebi
Sedikit mahal karena banyak penjelasan dan spekulasi yaa 🙏🏻 Aku mo cepet2 kelarin naskah ini dong, tp waktuku mengetik tipiss 🥺 See you 💕N.J🦢
Part 38 - Who visited you? Malam hari setelah konferensi pers berakhir Axel kembali ke mansion dan membiarkan Roberto menemani Angelica di hotel. Axel tak tega saat mengetahui ketakutan wanita itu yang akan didatangi ayah juga pamannya karena mengatakan hal yang merugikan perusahaan de Luca. Sepulangnya Axel sudah ditunggu oleh dua wanita Luna dan Louisa berdiri di ambang pintu utama mansion dan menyambutnya seperti pelayan lainnya. “Good evening, Sir.” Louisa menyapa ala-ala pelayan yang membungkuk. Dirinya begitu totalitas memerankan akting. “Good evening, Lou.” Axel menjawab sambil melirik Luna.
Part 39 - “Please, say something.” Louisa yang menyadari seketika aura menyeramkan dari Axel menguar, baru mengangkat kepalanya dan menyadari tatapan Luna yang sejak tadi memintanya untuk diam. “Hm, Ax ... maaf sepertinya aku salah mengingat. Sebenarnya bukan tamu Luna, tapi—” “Aku tak bertanya padamu, Lou!” bentak Axel menyela. “Maaf, aku akan membiarkan kalian bicara berdua,” ujar Louisa menyadari situasi untuknya menyingkir dari ruangan tersebut. Luna menghela napasnya dan meletakkan kedua alat makannya lalu membalas tatapan Axel. “Baiklah, aku akan menjawabnya. Tamu itu Valerio, dia hanya ingin melihat keadaanku setelah mendengar kabar aku dan kau terjebak di restoran yang mengalami kebakaran
Part 40 - One message hints Luna memasuki kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang sambil memijat sisi pelipis yang terasa pusing. Pikirannya kembali berputar pada perkataan Valerio siang tadi yang mendatangi mansion secara tiba-tiba hanya untuk menemui dan memastikan dirinya baik-baik saja. Namun, bukan hanya itu. Mantan kekasihnya justru memberikan banyak informasi secara gamblang setelah sekian lama Luna berusaha mengorek informasi. “Bagaimana kau tahu, Aku dan Axel berada di sana semalam?” “Angelica mengabariku. Dia mengatakan ponselnya digunakan ayah atau pamannya agar mengarahkan Axel ke sana untuk janji temu mereka.” “Jadi kebakaran semalam juga sabotase?” tanya Luna mendapat anggukan dari Valerio.
Part 41 - Painful truth Axel tercengang setelah membaca pesan tersebut. Dirinya kembali mencari pesan lain yang terdapat dari Damian, dan mendapatkan isi pesan mengejutkan lainnya tentang bagaimana Luna meminta bantuan Damian. To : Damian | 11.30 AM [Dam, aku ditolak. Bantu aku melakukan sesuatu agar dia menerimaku.] [Sudah kuduga, dia tak akan semudah itu. Apa lagi rencanamu, Luna?] From : Damian | 21.00 PM [Bagaimana Luna? Apa kita berhasil mengelabuinya?] [Aku sudah diterima. Dengan begini aku bisa mencari informasi siapa yang berpotensi ingin menghancurkan Dante's corporated. Terima kasih sudah mendekatkanku padanya.]
Part 42 - Acknowledgement Luna tercengang melihat Axel terduduk di lantai pada ujung ranjangnya sambil bersandar menengadahkan kepalanya ke atas. Kondisinya saat ini tengah bertelanjang dada dengan handuk kecil tersampir pada lehernya. Pria itu tak menoleh sedikitpun saat Luna mendekat secara perlahan sambil memerhatikan kondisinya. Pandangan Axel hanya tertuju pada satu titik dengan tatapan kosong seakan jiwanya melayang entah kemana. Pikirannya berkecamuk antara ingin menunjukkan sesuatu yang baru ia ketahui, terungkap tanpa pengakuan dari orang yang ingin ia pastikan kebenarannya. “Ax, ada apa .... kenapa kau menyiksa dirimu?” tanya Luna begitu dirinya tiba di hadapan pria itu dan melihat luka menganga yang dibiarkan Axel begitu saja. Axel hanya tersenyum getir lalu menatap Luna begitu
Part 43 - Act of love “Ax, kau bilang apa?” tanya Luna memastikan pendengarannya. Seketika tatapan tajam tersorot dari netra abu milik Axel. Pria itu menenggak habis minumannya dan tanpa berniat menjawab, Axel malah mengikis jaraknya lalu menarik tengkuk Luna hingga wajah keduanya begitu dekat bahkan napas mereka menerpa kulit wajah satu sama lain. “Aku tak pernah mengulang pernyataan, jadi lebih baik kau menilai tindakanku,” desis Axel lalu mendaratkan pagutan dengan lumatan keras berbalut tuntutan sambil tangannya memegang pinggang Luna dan membawa wanita itu naik ke atas pangkuannya. Luna membalasnya tak kalah menuntut, ia merasa lega sekaligus bahagia saat semua beban yang sejak lama mengganjal dadanya kini telah lepas dan Axel menyambutnya dengan balasan rasa yang membuatnya ba
Part 44 - Predictions Malam hari di tempat Roberto dan Angelica. Setelah konferensi pers berakhir, Roberto mengantarkan Angelica kembali ke hotel setelah melewati perjalanan yang hening, kini mereka tiba di lobbi Dante's hotel. Roberto menarik remnya dan menatap Angelica yang masih tampak cemas. “Kau masuklah ke kamar. Aku akan pulang untuk mengambil pakaianku. Agar besok pagi, aku tak perlu bolak balik,” ujar Roberto begitu mobilnya berhenti. “Aku tak mau. Aku akan ikut denganmu,” ujar Angelica kembali memakai seatbeltnya sambil menautkan tangannya di atas pangkuan. Roberto melihat kedua tangan itu tampak bergetar. Ia meraihnya dan mengusap punggung tangan Angelica agar lebih tenang. “Baiklah, kalau begitu kau menginap di tempatku saja. Jika
Part 45 - Disappear Beberapa hari kemudian …. Layar ponsel milik Axel menyala dan menunjukkan nama seseorang yang dalam tiga hari ini menghubunginya tanpa sanggup ia jawab. Axel hanya menatapnya sambil menenggak minuman dan menghitung dering panggilan tersebut yang akan berakhir pada dering ke delapan. Bukan Axel sengaja tak ingin menjawabnya. Akan tetapi, pikirannya kalut saat tiga hari lalu dirinya tiba di kediaman ayah Angelica dan mendapatkan sebuah fakta baru yang membuatnya terkejut dan tak dapat memercayai semua itu. “Kau tak tahu apa yang terjadi pada masa lalu, Axel. Putra satu-satunya tuan Dante yang tak lain adalah mendiang ayahmu itu sangat terlindungi dan tak tersentuh.” Ucapan itu selalu terngiang dan menghantuinya sela
Extra Part 2 Keesokan harinya. Axel mendapat kabar bahwa keadaan perusahaan Dante yang terlalu lama ditinggalkan Axel, kini sedang membutuhkannya kembali memimpin. Hal tersebut memaksanya untuk segera pulang hari itu juga. Terlebih ada hal penting lainnya yang hendak ia persiapkan. Oleh sebab itu, pagi-pagi sekali Axel berkemas setelah beberapa hari ia menginap di kediaman Salvatore dan mendapatkan jamuan terbaik dari Nathaniel yang begitu ramah juga terbuka dengannya, berbeda dengan Damian yang selalu mencecarnya menggunakan berbagai pertanyaan untuk menyudutkannya seolah mengibarkan bendera perang pada Axel yang gencar untuk menguasai Luna. Namun, bukan karena Axel mau berlama-lama di sana. Semua itu karena ia berjuang keras meyakinkan Luna untuk kembali ke mansionnya. Akan tetapi, wanita itu sungguh keras kepala dan menahannya lebih lama di kebun anggur. Axel bahkan sempat turun tangan ikut berkebun karena dikerjai Damian y
Extra part 1 Malam pun tiba setelah Axel dan Luna menyelesaikan ronde kedua percintaan mereka yang mengakibatkan keduanya terlambat berkumpul dan tentunya tanpa membantu Sheina menyiapkan anggur. Namun, tampaknya semua tak masalah seolah mereka memahami juga memaklumi kedua sejoli yang sedang romantis itu memadu kasih hingga lupa waktu. “Luna, ajaklah Axel melihat gudang anggur dan biarkan dia memilih beberapa botol anggur buatan kita untuk dibawa pulang. Anggaplah sebagai hadiah dariku,” ujar Nathaniel. “Sungguh kau tak perlu repot-repot, Tuan.” “Tidak sama sekali, aku memaksa jadi ambillah. Hadiah itu tak seberapa dengan terungkapnya kasus kematian anak angkatku,” ungkap Nathaniel. “Ayolah, Ax. Kakek jarang sekali memberikan tamu hadiah anggur. Kau beruntung hari ini,” goda Luna hendak beranjak dari duduknya. Namun, Damian menahannya. “Biar aku saja, Luna. Sekalian aku ingin bicara dengannya,” ujar Damian. “Ayo, kawa
Kedatangan Axel ke kebun anggur milik Salvatore menjadi kehebohan tersendiri bagi Luna. Bukan hanya karena dirinya seorang yang berada di sana. Damian dan Nathaniel yakni sang kakek juga sudah menantikan pria yang berhasil membuat cucu angkatnya memuji pria angkuh itu. Setelah bercengkrama membicarakan segala hal tentang dirinya juga bisnis yang mungkin akan terjalin, Axel dipersilakan beristirahat sejenak di kamar yang sudah di siapkan untuknya sebelum makan malam tiba. Diantarkan Luna sampai di depan pintu kamar untuknya, Axel merasa tak puas dan menarik Luna masuk lalu menciumnya tak sabaran. “Axel, aku harus membantu Sheina menyiapkan anggur untuk makan malam!” peringat Luna berbisik. “Aku tak peduli. Sejak kedatanganku kakekmu dan Damian menyerangku dengan berba
Ditemukannya Lanzo dan tertangkapnya Fausto menjadikan suasana sidang tampak begitu tegang. Terlebih saat ini Lanzo tengah bersaksi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada pembunuhan lampau yang dilakukannya. “Saat itu aku memang hendak menyerahkan diri, tetapi Fausto menyuruhku pergi agar aku tidak membocorkan identitasnya yang menyuruhku melakukan perampokan.” Tatapan Lanzo tertuju pada Axel. Pria itu memalingkan tatapannya. Walau Axel tahu cerita Lanzo benar karena bukti dari rekaman sang ayah yang mengatakan Lanzo hanya pion catur dan sang ayah terseret dalam masalah yang tak diinginkan terjadi. “Semua itu terjadi karena hasutan Fausto. Dia yang menyuruhku untuk melarikan diri dan bersembunyi selama belasan tahun. Bahkan aku kehilangan momen penting dalam hidup, kelahiran putriku dan tak dapat mendidiknya de
Roberto dan Damian tengah bersiap melakukan penyergapan tanpa menunggu malam tiba. Prediksi mereka ternyata benar bahwa Fausto merencanakan pelarian sebelum gelap. Dengan anggota tim bodyguard profesional mereka membentuk dua tim. Tim satu bersama Damian memimpin penyergapan dari pintu depan. Tim dua Roberto bersama sisa anak buah Damian menunggu dari pintu belakang. Para pasukan berbaris di belakang Damian. Lalu Damian memberikan instruksi untuk bersiap di sisi pintu masuk sambil menoleh pada semua anak buahnya yang mengangguk siap. “Rob, kau sudah siaga?” tanya Damian melalui alat komunikasi yang tertempel di telinganya. “Kami sudah siap, Dam. Kapanpun kau menyergap.” “Baiklah, dalam hitungan ketiga,” balas Da
Part 69 - Discovery another secret life (Bag. I)Setelah bermalam di tempat kakek Damian, pagi-pagi sekali keduanya berangkat ke tempat yang sudah dipastikan oleh anak buah Damian bahwa terdapat tanda kehidupan pada sebuah rumah yang diyakini seorang wanita paruh baya tengah keluar dari rumah tersebut.Roberto meyakini foto yang dikirimkan anak buah Damian adalah bibinya yang selama ini tak terlihat di mana pun. Sementara itu di dalam perjalanan mereka, Roberto mendapatkan telepon dari rumah sakit, tentang kepulangan Axel dan Luna. Hal tersebut menambahkan beban pikiran Roberto yang masih harus menyusuri perjalanan jauh. Dia sengaja tak mau mengatakan apa pun tentang pencariannya itu kepada Axel karena ia yakin, pria arogan itu akan menyusulnya dan berpotensi menggagalkan penyusupan mereka.“Aku yakin ada ruang rahasia tempat Fausto bersembunyi, ia tak mungkin bisa mengurus diri tanpa istrinya.” Roberto menatap lurus jalanan di depannya.
Part 68 - OffendedSetelah melakukan kegiatan panas di pagi hari, kini Axel mengajak Luna ke ruang kerjanya. Di mana dirinya mendapatkan penglihatan bahwa ada sebuah rekaman rahasia yang disimpan sang ayah sebagai bukti peninggalannya sebelum semua rahasia pembunuhan orang tua Luna ditutupi oleh kakeknya.“Argh, sial!” ringis Axel sambil mengumpat kesal dengan kondisinya yang begitu menyiksa.“Pelan-pelan, Ax. Sejak tadi kau sudah banyak tersiksa.”“Tadi aku tersiksa untuk kenikmatan,” kekehnya masih tak percaya melakukan percintaan di tengah rasa sakit. “Namun, kali ini aku harus menahannya lagi untuk memulihkan nama orang tuaku. Aku rasa semua ini setimpal demi menuntaskan semua hal yang terjadi dan untuk kita melanjutkan kehidupan dengan tenang. Kau setuju, bukan?” tutur Axel.Setelah itu ia tersenyum melirik Luna yang menunjukkan kekhawatirannya.“Kau terlalu baik untuk mendapatkan semua kesulitan ini, Ax.” Luna bersand
Part 67 - "You wanna f*ck with me?!"Pagi harinya di rumah sakit. Axel memaksa meminta pulang, begitu juga dengan Luna yang tampak sudah sangat rapi dan siap untuk kembali. Tak ada yang berani menahan pemilik saham terbesar di rumah sakit itu jika ia ingin pulang, sekalipun dokter yang menanganinya.Awalnya Luna yang berkeras untuk kembali demi mencari bukti penglihatan mereka di alam bawah sadar itu benar adanya. Namun, seperti yang semua orang ketahui bahwa Axel adalah bos pemaksa, maka kini keduanya bertekad mencari bersama demi menuntaskan apa yang terjadi di masa lalu.“Kau yakin tak apa dengan dadamu, Ax?” tanya Luna kesekian kalinya.“Aku yakin, Luna. Lagi pula kau bersamaku. Aku tak ingin kau bertindak gegabah dan malah membawamu dalam bahaya. Sudah kubilang itu tak akan terjadi lagi, kita akan melakukannya bersama,” tutur Axel membuat Luna tersenyum mencurigakan.“Apa ada yang lucu dari ucapanku, Luna?”“Tida
“Maaf menambahkan luka di tubuhmu,” bisik Luna. Semarah apapun dia, dirinya tetaplah luluh saat Axel memelas kesakitan sekalipun hanya pura-pura, tetapi Luna tak tega jika Axel meringis. Kini dirinya menuruti pria itu yang ingin merapatkan ranjang keduanya agar bisa lebih dekat. Luna duduk menghadap Axel yang belum bisa bergerak leluasa, wanita itu memerhatikan keadaan prianya lebih lekat dan merasa sedih akan kondisi Axel yang terjadi karena kehadirannya. “Ini tak sebanding denganmu. Jangan merasa begitu saat aku memiliki kesempatan untuk berkorban.” Luna menggeleng tak menyetujui ucapan Axel. “Tak harus sampai meregang nyawa untuk menunjukkan pengorbananmu, Ax. Aku tahu seberapa besar perasaanmu.” Axel tersenyum tipis.