Part 43 - Act of love
“Ax, kau bilang apa?” tanya Luna memastikan pendengarannya.
Seketika tatapan tajam tersorot dari netra abu milik Axel. Pria itu menenggak habis minumannya dan tanpa berniat menjawab, Axel malah mengikis jaraknya lalu menarik tengkuk Luna hingga wajah keduanya begitu dekat bahkan napas mereka menerpa kulit wajah satu sama lain.
“Aku tak pernah mengulang pernyataan, jadi lebih baik kau menilai tindakanku,” desis Axel lalu mendaratkan pagutan dengan lumatan keras berbalut tuntutan sambil tangannya memegang pinggang Luna dan membawa wanita itu naik ke atas pangkuannya.
Luna membalasnya tak kalah menuntut, ia merasa lega sekaligus bahagia saat semua beban yang sejak lama mengganjal dadanya kini telah lepas dan Axel menyambutnya dengan balasan rasa yang membuatnya ba
Yuhuiii akhirnya mereka bersatu yeayyy bentar lagi tamat 😛 See you 💕N.J🦢
Part 44 - Predictions Malam hari di tempat Roberto dan Angelica. Setelah konferensi pers berakhir, Roberto mengantarkan Angelica kembali ke hotel setelah melewati perjalanan yang hening, kini mereka tiba di lobbi Dante's hotel. Roberto menarik remnya dan menatap Angelica yang masih tampak cemas. “Kau masuklah ke kamar. Aku akan pulang untuk mengambil pakaianku. Agar besok pagi, aku tak perlu bolak balik,” ujar Roberto begitu mobilnya berhenti. “Aku tak mau. Aku akan ikut denganmu,” ujar Angelica kembali memakai seatbeltnya sambil menautkan tangannya di atas pangkuan. Roberto melihat kedua tangan itu tampak bergetar. Ia meraihnya dan mengusap punggung tangan Angelica agar lebih tenang. “Baiklah, kalau begitu kau menginap di tempatku saja. Jika
Part 45 - Disappear Beberapa hari kemudian …. Layar ponsel milik Axel menyala dan menunjukkan nama seseorang yang dalam tiga hari ini menghubunginya tanpa sanggup ia jawab. Axel hanya menatapnya sambil menenggak minuman dan menghitung dering panggilan tersebut yang akan berakhir pada dering ke delapan. Bukan Axel sengaja tak ingin menjawabnya. Akan tetapi, pikirannya kalut saat tiga hari lalu dirinya tiba di kediaman ayah Angelica dan mendapatkan sebuah fakta baru yang membuatnya terkejut dan tak dapat memercayai semua itu. “Kau tak tahu apa yang terjadi pada masa lalu, Axel. Putra satu-satunya tuan Dante yang tak lain adalah mendiang ayahmu itu sangat terlindungi dan tak tersentuh.” Ucapan itu selalu terngiang dan menghantuinya sela
Part 46 - Refusing to know “Valerio?” “Ya, ini aku. Kau terkejut?” tanyanya pada Damian sambil berjalan mendekat hingga berhenti tepat di hadapan Damian. “Sayangnya, tidak sama sekali. Untuk apa kau ke sini?!” tukas Damian sambil menatapnya tajam. “Heh, bukan urusanmu, Dam.” Tak sedikitpun tanda-tanda perdamaian akan ditunjukkannya pada pria berengsek seperti Valerio. Begitu juga dengan Valerio yang enggan mengalihkan tatapannya dari Damian. Keduanya tampak menyulutkan api peperangan ketika bertemu walau itu tanpa sengaja. Sementara itu, Luna meminta Grace untuk masuk ke kamarnya karena tak ingin bocah itu melihat perkelahian yang mungkin akan terjadi pada kedua pria di hadapannya, maka dari itu
Part 47 - Disturbing Ketukan di kamar Axel terdengar memanggilnya dengan nada khawatir. Semua itu disebabkan oleh sejak dua malam setibanya di Spanyol tepatnya setelah pulang dari tempat orang tua Angelica, Axel meminta waktu untuk sendiri dan sampai pagi ini dirinya baru meminta Roberto datang untuk melakukan pekerjaannya. “Masuklah, Rob,” ujar Axel. Setelah itu pintu terbuka. Axel meletakan tabletnya di meja sambil beranjak dari sofa dan mengambil minuman untuk menjernihkan pikirannya dari kabar yang beredar di seluruh laman berita buruk di Italia. “Kau sudah membaik?” tanya sekretaris itu langsung lengkap dengan raut wajah khawatir. Ia melihat layar tablet milik Axel yang menunjukkan kejadian yang hanya menambah beban pikiran Axel. “Tidak juga,” jawab Axel kembali duduk pada sofa singl
Part 48 - Endless jealousy Keesokan harinya. Roberto mengangkat ponsel Axel yang pecah telah dimasukan ke plastik seperti barang bukti kejahatan untuk diberikan pada tim forensik. Sayangnya, bukan seperti itu kejadiannya. Ponsel Axel justru adalah korban dari kekesalan Axel semalam yang berakhir mengenaskan seperti itu. Bahkan Roberto masih tak percaya Axel mampu menghancurkan ponsel hanya karena tak mendapat jawaban dari panggilannya kepada Luna. Belum lagi kabar luka di telapak tangannya itu diketahui karena pria di hadapannya itu meremas gelas hingga hancur karena sempat bertengkar dengan Luna. Roberto hanya bisa menggeleng dan terkekeh merasa lucu dengan tingkah Axel. “Apa yang kau tertawakan, Rob?” “Kau,” jawab Roberto singkat dan kembali tertawa saat wajah tuannya tampak kesal. “Aku
Part 49 - Ti amo “Please, Axel dengarkan penjelasanku!” seru Luna. Wanita itu terus mengikuti Axel hingga ke kamar, sejak mereka tiba di mansion dari pintu utama Luna sudah mengejar pria angkuh itu untuk menjelaskan tentang pertemuannya dengan Valerio di restoran tadi. Namun, hal itu tak cukup membuat Axel percaya terlebih pria itu mengatakan kejanggalan yang dikatakan banyak bicara dengan mantannya itu. “Apa lagi yang perlu kau jelaskan Luna! Kencanmu dengan mantan kekasihmu?!” tukas Axel di ambang pintu kamarnya. “Dari mana kau menyimpulkan aku banyak bicara juga kencan dengannya? Dia baru saja datang beberapa saat sebelum kau menegurku tadi,” jelas Luna.
Part 50 - Appetizer, Main course, Dessert “Ti amo, Luna.” Axel mendekat secara perlahan. Sedikit tak percaya dirinya yang tak pernah mengatakan hal cinta kini menyatakannya dengan tegas dan yakin bahwa ia tak bisa kehilangan wanita yang dicintainya. Sepelik apa pun pikiran tentang dirinya yang kemungkinan adalah anak dari pembunuh orang tua wanita itu. Axel tetap tak bisa membiarkan Luna pergi dengan tatapan kecewa. “Bagaimanapun aku menepis bahkan barusan aku mencoba menyakitimu dengan dusta, aku tak sanggup menyangkalnya lagi Luna.” Axel berhenti tepat di hadapan wanita itu dengan mata memerah dan suara tertahan dirinya kembali menyatakan, “Aku tak bisa menyangkal bahwa aku mencintaimu,” ulangnya menegaskan pernyataan cintanya sambil menatap iris emerald Luna begitu intens. Axel m
Part 51 - Let's stay like this for a while Luna meletakan gelas berisi air bening ke atas meja setelah ia menghabiskan makanannya. Dirinya sungguh terlihat kelaparan dan tak peduli dengan tatapan serta kekehan yang ditunjukkan Axel selama ia melahap makanannya dengan nafsu. “Oh, sepertinya aku harus mengatakan pada Calisto bahwa chef yang memasak kali ini sepuluh kali lebih lezat di banding sebelumnya.” Luna berkomentar random demi menyingkirkan kecanggungannya dari tatapan Axel saat ini. Wanita itu kembali mengambil potato chips dari atas pasta yang tinggal sedikit dan menggigitnya sebagian. “Aku akan sampaikan.” Axe
Extra Part 2 Keesokan harinya. Axel mendapat kabar bahwa keadaan perusahaan Dante yang terlalu lama ditinggalkan Axel, kini sedang membutuhkannya kembali memimpin. Hal tersebut memaksanya untuk segera pulang hari itu juga. Terlebih ada hal penting lainnya yang hendak ia persiapkan. Oleh sebab itu, pagi-pagi sekali Axel berkemas setelah beberapa hari ia menginap di kediaman Salvatore dan mendapatkan jamuan terbaik dari Nathaniel yang begitu ramah juga terbuka dengannya, berbeda dengan Damian yang selalu mencecarnya menggunakan berbagai pertanyaan untuk menyudutkannya seolah mengibarkan bendera perang pada Axel yang gencar untuk menguasai Luna. Namun, bukan karena Axel mau berlama-lama di sana. Semua itu karena ia berjuang keras meyakinkan Luna untuk kembali ke mansionnya. Akan tetapi, wanita itu sungguh keras kepala dan menahannya lebih lama di kebun anggur. Axel bahkan sempat turun tangan ikut berkebun karena dikerjai Damian y
Extra part 1 Malam pun tiba setelah Axel dan Luna menyelesaikan ronde kedua percintaan mereka yang mengakibatkan keduanya terlambat berkumpul dan tentunya tanpa membantu Sheina menyiapkan anggur. Namun, tampaknya semua tak masalah seolah mereka memahami juga memaklumi kedua sejoli yang sedang romantis itu memadu kasih hingga lupa waktu. “Luna, ajaklah Axel melihat gudang anggur dan biarkan dia memilih beberapa botol anggur buatan kita untuk dibawa pulang. Anggaplah sebagai hadiah dariku,” ujar Nathaniel. “Sungguh kau tak perlu repot-repot, Tuan.” “Tidak sama sekali, aku memaksa jadi ambillah. Hadiah itu tak seberapa dengan terungkapnya kasus kematian anak angkatku,” ungkap Nathaniel. “Ayolah, Ax. Kakek jarang sekali memberikan tamu hadiah anggur. Kau beruntung hari ini,” goda Luna hendak beranjak dari duduknya. Namun, Damian menahannya. “Biar aku saja, Luna. Sekalian aku ingin bicara dengannya,” ujar Damian. “Ayo, kawa
Kedatangan Axel ke kebun anggur milik Salvatore menjadi kehebohan tersendiri bagi Luna. Bukan hanya karena dirinya seorang yang berada di sana. Damian dan Nathaniel yakni sang kakek juga sudah menantikan pria yang berhasil membuat cucu angkatnya memuji pria angkuh itu. Setelah bercengkrama membicarakan segala hal tentang dirinya juga bisnis yang mungkin akan terjalin, Axel dipersilakan beristirahat sejenak di kamar yang sudah di siapkan untuknya sebelum makan malam tiba. Diantarkan Luna sampai di depan pintu kamar untuknya, Axel merasa tak puas dan menarik Luna masuk lalu menciumnya tak sabaran. “Axel, aku harus membantu Sheina menyiapkan anggur untuk makan malam!” peringat Luna berbisik. “Aku tak peduli. Sejak kedatanganku kakekmu dan Damian menyerangku dengan berba
Ditemukannya Lanzo dan tertangkapnya Fausto menjadikan suasana sidang tampak begitu tegang. Terlebih saat ini Lanzo tengah bersaksi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada pembunuhan lampau yang dilakukannya. “Saat itu aku memang hendak menyerahkan diri, tetapi Fausto menyuruhku pergi agar aku tidak membocorkan identitasnya yang menyuruhku melakukan perampokan.” Tatapan Lanzo tertuju pada Axel. Pria itu memalingkan tatapannya. Walau Axel tahu cerita Lanzo benar karena bukti dari rekaman sang ayah yang mengatakan Lanzo hanya pion catur dan sang ayah terseret dalam masalah yang tak diinginkan terjadi. “Semua itu terjadi karena hasutan Fausto. Dia yang menyuruhku untuk melarikan diri dan bersembunyi selama belasan tahun. Bahkan aku kehilangan momen penting dalam hidup, kelahiran putriku dan tak dapat mendidiknya de
Roberto dan Damian tengah bersiap melakukan penyergapan tanpa menunggu malam tiba. Prediksi mereka ternyata benar bahwa Fausto merencanakan pelarian sebelum gelap. Dengan anggota tim bodyguard profesional mereka membentuk dua tim. Tim satu bersama Damian memimpin penyergapan dari pintu depan. Tim dua Roberto bersama sisa anak buah Damian menunggu dari pintu belakang. Para pasukan berbaris di belakang Damian. Lalu Damian memberikan instruksi untuk bersiap di sisi pintu masuk sambil menoleh pada semua anak buahnya yang mengangguk siap. “Rob, kau sudah siaga?” tanya Damian melalui alat komunikasi yang tertempel di telinganya. “Kami sudah siap, Dam. Kapanpun kau menyergap.” “Baiklah, dalam hitungan ketiga,” balas Da
Part 69 - Discovery another secret life (Bag. I)Setelah bermalam di tempat kakek Damian, pagi-pagi sekali keduanya berangkat ke tempat yang sudah dipastikan oleh anak buah Damian bahwa terdapat tanda kehidupan pada sebuah rumah yang diyakini seorang wanita paruh baya tengah keluar dari rumah tersebut.Roberto meyakini foto yang dikirimkan anak buah Damian adalah bibinya yang selama ini tak terlihat di mana pun. Sementara itu di dalam perjalanan mereka, Roberto mendapatkan telepon dari rumah sakit, tentang kepulangan Axel dan Luna. Hal tersebut menambahkan beban pikiran Roberto yang masih harus menyusuri perjalanan jauh. Dia sengaja tak mau mengatakan apa pun tentang pencariannya itu kepada Axel karena ia yakin, pria arogan itu akan menyusulnya dan berpotensi menggagalkan penyusupan mereka.“Aku yakin ada ruang rahasia tempat Fausto bersembunyi, ia tak mungkin bisa mengurus diri tanpa istrinya.” Roberto menatap lurus jalanan di depannya.
Part 68 - OffendedSetelah melakukan kegiatan panas di pagi hari, kini Axel mengajak Luna ke ruang kerjanya. Di mana dirinya mendapatkan penglihatan bahwa ada sebuah rekaman rahasia yang disimpan sang ayah sebagai bukti peninggalannya sebelum semua rahasia pembunuhan orang tua Luna ditutupi oleh kakeknya.“Argh, sial!” ringis Axel sambil mengumpat kesal dengan kondisinya yang begitu menyiksa.“Pelan-pelan, Ax. Sejak tadi kau sudah banyak tersiksa.”“Tadi aku tersiksa untuk kenikmatan,” kekehnya masih tak percaya melakukan percintaan di tengah rasa sakit. “Namun, kali ini aku harus menahannya lagi untuk memulihkan nama orang tuaku. Aku rasa semua ini setimpal demi menuntaskan semua hal yang terjadi dan untuk kita melanjutkan kehidupan dengan tenang. Kau setuju, bukan?” tutur Axel.Setelah itu ia tersenyum melirik Luna yang menunjukkan kekhawatirannya.“Kau terlalu baik untuk mendapatkan semua kesulitan ini, Ax.” Luna bersand
Part 67 - "You wanna f*ck with me?!"Pagi harinya di rumah sakit. Axel memaksa meminta pulang, begitu juga dengan Luna yang tampak sudah sangat rapi dan siap untuk kembali. Tak ada yang berani menahan pemilik saham terbesar di rumah sakit itu jika ia ingin pulang, sekalipun dokter yang menanganinya.Awalnya Luna yang berkeras untuk kembali demi mencari bukti penglihatan mereka di alam bawah sadar itu benar adanya. Namun, seperti yang semua orang ketahui bahwa Axel adalah bos pemaksa, maka kini keduanya bertekad mencari bersama demi menuntaskan apa yang terjadi di masa lalu.“Kau yakin tak apa dengan dadamu, Ax?” tanya Luna kesekian kalinya.“Aku yakin, Luna. Lagi pula kau bersamaku. Aku tak ingin kau bertindak gegabah dan malah membawamu dalam bahaya. Sudah kubilang itu tak akan terjadi lagi, kita akan melakukannya bersama,” tutur Axel membuat Luna tersenyum mencurigakan.“Apa ada yang lucu dari ucapanku, Luna?”“Tida
“Maaf menambahkan luka di tubuhmu,” bisik Luna. Semarah apapun dia, dirinya tetaplah luluh saat Axel memelas kesakitan sekalipun hanya pura-pura, tetapi Luna tak tega jika Axel meringis. Kini dirinya menuruti pria itu yang ingin merapatkan ranjang keduanya agar bisa lebih dekat. Luna duduk menghadap Axel yang belum bisa bergerak leluasa, wanita itu memerhatikan keadaan prianya lebih lekat dan merasa sedih akan kondisi Axel yang terjadi karena kehadirannya. “Ini tak sebanding denganmu. Jangan merasa begitu saat aku memiliki kesempatan untuk berkorban.” Luna menggeleng tak menyetujui ucapan Axel. “Tak harus sampai meregang nyawa untuk menunjukkan pengorbananmu, Ax. Aku tahu seberapa besar perasaanmu.” Axel tersenyum tipis.