"Ini seriusan Nda, abang lo mindahin kita ke Universitas Southern Of California?" Hasri bertanya keheranan di hari ketujuh mereka tinggal di Los-Angeles, Sam dan Hasri masih belum percaya jika Nathanael Daniela benar-benar serius memindahkan mereka berdua untuk menemani Amanda. Dan seakan belum puas membuat kedua manusia tak berdaya itu tercengang, Nathanael mendaftarkan mereka masuk Universitas bergengsi dan memberi mereka akomodasi secara komplit, mulai dari ; penthouse mewah, mobil, macbook serta uang bulanan.
Sebenarnya seberapa kaya keluarga Daniela?
"Abang lo tajir juga ya Nda, kontras banget sama lo yang keliatan kere banget di kampus." celetuk Sam seraya mengiris tenderloin steak yang baru saja dihidangkan pelayan beberapa menit yang lalu.
"Yee si pe'a, udah gue bilang berkali kali gue haram makan uang keluarga Daniela secara sadar." tukas Amanda sewot.
"Lo haram makan uang yang jelas-jelas dari keluarga lo, tapi lu halal banget makan uang dari kita, bisa begitu ya." sela Hasri sarkastik.
Amanda terkekeh sembari fokus pada ponsel di tangannya.
"Megang hape trus lo, kenapa ngerasa bersalah gegara om lo kemaren ga puas ya." Sam melambai lambaikan tangannya di depan wajah Amanda.
"Berisik ah, gue lagi cek followers gue nih," Amanda tetap fokus pada ponselnya, hingga Hasri menusuk pipinya dengan garpu yang ia gunakan untuk menusuk tenderloin steak.
Sam dan Hasri tentu sudah mengetahui perihal perjodohan antara Amanda dengan salah satu putra keluarga milyuner yang terkenal di dunia, bahkan Hasri sampai menawarkan diri untuk bertukar posisi menjadi Amanda malam itu, dan seperti rencana sebelumnya Amanda benar-benar ingin membuat pria itu membencinya dan mengagalkan rencana Nathanael, biar saja pria itu tahu jika Amanda bukanlah sebuah mesin yang bisa di atur-atur.
Tapi yang terjadi benar-benar di luar perkiraan, pria yang akan di kejutkan hatinya malah bertukar peran dengan saudaranya. Ck, apa-apaan mereka itu, setelah kejadian salah perjodohan kemarin Amanda belum bertemu Nathanael sama sekali padahal sang abang tinggal di tempat yang hanya terhalang satu gedung darinya.
"Tar dulu Has, ini ada peninggi badan, jasa followers, pembesar titit (eh), scroll-scroll," Lalu Amanda berhenti sejenak melihat nama di daftar followersnya—mencoba mengingat foto dan namanya, "Ini bocah kemaren bukan sih."
"Has lu tau ini siapa?" Amanda menunjukan ponselnya kepada Hasri, seketika itu pula Hasri mendelik sangar dengan cara paling memalukan yang pernah Amanda lihat.
"Demi apaloh sumpeh?"
Amanda dan Sam saling memandang bingung, "Ini lakik gue Manda, kenapa dia follow elo sih?, gue aja belom di accept," gerutunya sambil menjambak rambut Amanda gemas "Ah jerk, dia calon om-om gue Nda, Lionel.. Lionel Gerardo," Hasri mendengus kesal dengan sahabat disampingnya "Dia kan si abang dari cowok yang dijodohin Nathanael sama lo Nda, gila mereka berdua sama-sama cakep, beruntung banget hidup lo, sialan!"
Amanda memutar bola matanya jengah sembari menyisir rambut panjangnya dengan jari, jadi beginikah respon sahabatnya dengan pria kurang ajar yang berani menciumnya tanpa permisi.
"Masa iya kenal elo Nda?" Lanjut Has ketika mulai sadar kewarasannya.
"Ya kenal sepintas nama doang sama si jerk, dia cuma kepo sama Amanda aja kan dia calon adik ipar, lagian Amanda juga belom pernah ketemu sama Lionel.. Lionel itu." Sam menimpali.
Belum pernah ya? Amanda tersenyum dalam hati.
"kalau nyatanya dia kepo terus naksir gue, lo mau apa?" sahut Amanda menggoda Sam.
Sam melirik ke atas lalu mendengus keras, "Neng gue kasih tau ya, cowok itu maunya sama cewe baik-baik, bukan sama cewek brengsek macem elo, gebetan di mana-mana, paha ke mana-mana, bahkan cowok brengsek di dunia pernovelan juga maunya sama cewek baik-baik, kalaupun ada yang mau sama cewe bad. Mentok-mentok cewenya cuma tukang bolos, bukan tukang pukul, tukang mangkal di perempatan macem elo"
Amanda memandangnya dengan tampang bete "Mulut lo emang teranjing ya," lalu dengan gerakan cepat melemparkan garpu ke arah muka Sam, yang di balas dengan kikikan geli.
"Oh ya satu lagi, gimana tu cowok bisa suka ma elo, liat muka jelek lo secara real aja ga pernah, siapa tahu dia liat lo bukanya suka malah pingsan." sambung Sam dengan kekehan yang menyebalkan.
"iya juga ya, lagian Lionel too perfect, lo hanya beruntung karena lo calon adiknya meskipun cuma berlangsung setengah jam." tandas Hasri, oh ya tentu saja Sam dan Hasri juga sudah mengetahui kejadian semalam kedua sahabat gilanya itu meneror terus-menerus mengenai hal apapun yang terjadi di bar, minus salah kencan pastinya. Entah apa yang akan terjadi jika dua orang kurang belaian ini mengetahuinya, pasti Amanda di tertawakan sepanjang malam.
"Gitu ya?"
"Yap! Siapa juga yang mau nikung bekas saudara."
"Berarti dia tau kan kalau Flynn udah gue tolak mentah-mentah, siapa tau dia emang penasaran ma gue dan mencoba menikung" Amanda tertawa geli, seraya menekan tombol accept di sosial medianya.
"In you'r dream baby, Lionel itu punya selera yang mahal dan tinggi, apalagi lo udah nolak Flynn, semakin tipis aja tuh kesempatan buat disuka sama Lionel."
Pipi amanda memerah, entah kenapa dia begitu merasa di remehkan kali ini, alisnya bertautan memandang kedua sahabatnya yang memasang wajah begitu innocent.
"Lo nantang gue?" Amanda berdecak, Hasri dan Sam tersentak kaget menoleh ke arah Amanda, air mukanya berubah, menandakan bahwa emosinya sebentar lagi lepas tinggal menunggu siapa yang akan menjadi giliran kemarahannya.
"Lo minta hadiah apa lagi hah dari gue." Hasri memutar bola matanya jengah.
"kita taruhan?" Sam menyahut, "Seger gue Has."
"Bukannya lo sendiri yang bilang gak akan sia-siain uang tabungan lo buat dia?" sindir Hasri.
"Ah lo bisa aja has, jangankan duit nyembah Manda selama sepuluh hari pun gue jabanin, karna gue paham banget Amanda gak akan pernah bisa dapetin Lionel, apalagi sampe mainin seperti yang biasa dia lakuin" Sam tersenyum lebar lalu menyesap soda di gelas besar yang sedari tadi bertengger di tangan kanannya. "Belum juga Manda mainin, Manda sendiri yang hancur berantakan, reputasi Lionel gak di ragukan tau."
"Kok lo paham banget Sam." Tanya Has.
"Yeee si ayam, orang sekelas Lionel mah gak perlu pake cenanyang juga udah ketebak gimana, gue sangsi kalau lo gatau." Tambah Sam.
Amanda memicingkan mata, mencoba berpikir sambil mengetuk-ketuk jarinya di meja, belum sempat ia mengutarakan isi pikirannya, terdengar Hasri menyela.
"Lo minta apa?" Hasri menyeringai "Gue gak sabar bikin lo makan kutukan gue beberapa waktu lalu."
Senyum Hasri tampak mengembang sementara Amanda masih tampak menimbang, apa yang harus ia lakukan, Amanda masih ingat betul ketika pria itu berteriak akan menghancurkan hidupnya, dia jadi mulai terpengaruh dengan ucapan Sam jika dialah yang akan hancur di tangan Lionel, membayangkannya saja Amanda sudah bergidik ngeri, tapi karena gengsi nya terlalu tinggi, logikanya sudah tidak mampu berjalan.
"Deal" Amanda mengangguk mantap, entah apa yang akan terjadi di depan, anggap saja ini sebuah tantangan bukan?.
"Jadi lo mau minta apa?" Tanya Has bebarengan dengan Sam.
"Mobil kalian berdua." kini ganti Amanda tersenyum kegirangan. "Well..kita sudah sepakat." Amanda lalu menyambar tasnya, dan segera melenggang pergi sebelum telinganya rusak mendengar teriakan histeris kedua sahabatnya.
***
"Lo gabisa lakuin ini ke gue Nath, lo lupa ijin tinggal gue di negara ini belajar, bukan kerja."
"Gue bisa lakuin apa aja."
"Tapi gak bisa kayak gini, gue gak siap soal apapun di perusahaan, okay gue bersedia bekerja sebagai tim VIP tapi bukan dengan cara begini."
"Itu sebabnya lo perlu belajar"
"That's it, yang gue lakuin di kampus."
"Bukan itu maksud gue, secara langsung Amanda, lo harus belajar prakteknya."
"Tapi bukan berarti lo langsung jadiin gue wakil lo! lo pengen perusahaan itu langsung bangkrut dan hancur?" Amanda menggertkan gigi-gigi nya, mungkin bagi sebagian orang di angkat menjadi wakil direktur utama di usia 23 tahun adalah pengalaman menyenangkan, tapi tidak bagi Amanda, tidak ada kesiapan di dalamnya, tidak ada kesenangan yang terjadi dalam hatinya.
Satu jam yang lalu setelah pulang dari kampus dan meninggalkan Hasri dan Sam disana, Amanda bergegas menuju apartemen Nathanael, kunjungannya kali ini memang di sengaja untuk menginformasikan jika ia sudah berhasil membatalkan pertunangan dalam waktu setengah jam, biar saja pria itu mengamuk.
Amanda tidak peduli.
Namun senyum manis yang menghias wajahnya sedari tadi seketika menghilang, karena ketika ia sampai di dalam penthouse milik Nathanael ia sudah di sodori sebuah map cokelat besar yang berisi lembaran dokumen saham dan gambar gambar grafik, di bawah tulisan tulisan tersebut sudah di tutupi dengan sebuah materai atas nama Nathanael dan Amanda Daniela.
Nathanael mengangkat Amanda menjadi tangan kanannya, jangan ditanya lagi bagaimana ekspresi Amanda sekarang, wajahnya sudah berubah warna hijau kebiruan.
"Nah itu dia, gue udah pikirin baik baik itu semua, lo gausah khawatir. Karena lo bakalan belajar di bawah asuhan yang tepat." jawab Nathanael santai seolah membicarakan tentang cuaca
"Jadi maksudnya?"
"Kayaknya gak perlu lagi gue jelasin kalau perusahaan udah hampir bangkrut, gue butuh donatur biar bisnis kita tetep berjalan, merger dengan perusahaan lain itu satu-satunya cara biar kita bisa bertahan."
Amanda menaikan alisnya menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Well .. gue yakin, kalau adek gue yang cantik ini paham kalau pernikahan dan perjodohan bisnis itu udah lumrah. Lo tau kan siapa yang gue maksud disini."
"Dan dia itu adalah?."
"Flynn Freederick Gerardo"
Amanda terlonjak dan membulatkan matanya, dia tidak sedang tuli bukan? Hingga salah menerima informasi, tapi jika di lihat dari ekspresi wajah Nathanael yang serius bisa di pastikan bahwa itu benar.
Harapannya terbebas dari lelaki bernama aneh itu seketika menguap, ia tahu sekarang alasan mengapa Nathanael begitu mendadak memindahkan dirinya ke Amerika.
"What the hell!"
Nathanael menggedikan bahu, "Do it, atau lo harus minta maaf di pusara mama papa karena udah ngejual salah satu aset mereka."
"Lo yang jebak gue, berengsek! Dasar cowok licik."
"Licik itu nama tengah gue." Nathanael menjawab santai tanpa peduli jika adiknya tengah memandangnya ketus.
Amanda memejamkan matanya menghirup oksigen sebanyak banyaknya sebelum oksigen itu benar benar lenyap, tak ada yang lebih memberatkan kepalanya di banding apa yang dilakukan seorang Nathanael Daniela, berdekatan dengannya benar benar bisa membuatmu mati muda, percayalah.
Bersyukur saja sampai sekarang dia tak memiliki. Kekasih, jika ia memilikinya mungkin gadis itu sudah pucat kehabisan darah, sama seperti yang dirasakan Amanda saat ini, kepalanya mendadak terasa sakit, dan pandangannya mulai berkabut.
Tidakkk .. dia tidak boleh pingsan sekarang, ini hanya menunjukan sisi lemahnya, dan Nathanael bisa bisa memperketat penjagaan terhadap dirinya jika itu terjadi.
"Are you okay?"
"Apa perlu lo tanya sekarang? Rasanya gue pengen ilangin isi kepala lo," sinis Amanda seraya memijit-mijit keningnya yang berdenyut menyakitkan dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur Nathanael, mengapa Nathanael tidak mengerti jika pria pengecut itu bahkan tidak berani menemuinya semalam, yang lebih menyebalkan mengapa dia harus menjadi tumbal demi keberlangsungan perusahaan.
Sepertinya ia butuh air dingin sekarang, karena mendebat Nathanael sama saja seperti memancing api keluar dari dalam lambungnya.
Amanda memijit pelan keningnya, sakit kepala yang mendera dari semalam belum juga mereda,Pagi ini ia sudah resmi, menjabat sebagai wakil direktur utama dari Daniela.LTd yang memang sejak dari usia tujuh tahun di gadang-gadang menjadi miliknya, gadis dengan kemeja berwarna putih dan rok span hitam itu tak menyangka jika kini di usianya yang baru menginjak 23 tahun harus berkutat dengan grafik grafik dan angka-angka yang memusingkan kepala. Di mana gadis-gadis seumurannya masih merasakan nikmatnya masa menjadi karyawan muda, atau remaja yang masih asik menonton drama korea hingga menangis dari malam sampai pagi.Amanda membuka lembar demi lembar dokumen yang berisi anual report yang baru saja dikirim akuntan perusahaan lima belas menit yang lalu. Hingga langkah kaki seseorang berhasil mengalihkan pandangan matanya, alisnya bertautan melihat sosok di hadapannya sebelum berujar."Kau ... mau apa kau kemar
Lionel berjalan cepat menuju ruangan Amanda, berkali-kali ia mencoba menelepon gadis itu tapi tak kunjung tersambung, ia mencoba menelepon ke sekertaris Amanda dan hasilnya pun nihil, ‘Amanda sedang tak bisa di ganggu’. Apa-apaan gadis itu memang siapa dirinya hingga tak mau di ganggu.Langkah Lionel terhenti di depan meja sekretaris Amanda, wanita kuno berkacamata itu berusaha menghalangi agar Lionel tak melangkah lebih jauh lagi, dan Lionel hampir saja tertawa melihat bagaimana saat wanita itu pontang-panting menghalangi jalannya."Tunggu Pak, Nona Amanda sedang kedatangan tamu, dan sepertinya ia tidak suka jika—" ucapan sekretaris itu seketika berhenti saat Lionel memberinya tatapan tajam, dari tempatnya berdiri sayup-sayup ia bisa mendengar perbincangan seseorang yang menyebut namanya.Mengabaikan ocehan sekertaris Amanda, Lionel segera melangkah ke arah pintu yang terbuka lebar dan betapa terkejutnya ia saat menemukan dua makhluk rem
"Comprenez madame?"¹ lamunan Amanda buyar begitu suara nyaring memekakkan telinga terdengar tertuju ke arahnya.Di letakkan pena yang sedari tadi ia gigit demi memusatkan atensi pada seseorang berkacamata tua di depan kelas karena Mr. David Gorales—dosen bahasa Perancisnya itu menatapnya kaku.Amanda menghela nafas, menatap sekeliling kelas yang kini juga memusatkan mata kepadanya, menatap dengan pandangan seolah-olah di kepalanya kini baru tumbuh sebuah tanduk rusa."Lain kali kalau mau ngelamun jangan di kelas bahasa Perancis, udah tau sam-sama oon." Has menyikut sikunya—berbisik pelan takut jika kata-kata yang ia keluarkan akan menjadi akhir dunia.Amanda membenci bahasa Perancis, tapi sialnya Has mendaftarkan dirinya secara sepihak di mata kuliah ini, dan apapun itu ia bersumpah tidak akan mengikuti kelas Mr. David di semester berikutnya.Amanda kembali memusatkan perhatiannya pada papan tulis sebelum tuan maha benar i
Amanda tahu ini konyol, ia tahu persis, tapi ia malah tidak peduli. Di letakkannya secangkir teh yang baru saja ia sesap demi memfokuskan mata pada pria di hadapannya. Ya Flynn ada di sana, satu jam lalu pria itu menyusulnya, lalu meminta maaf sebelum akhirnya pria itu mengatakan niat sebenarnya. Apalagi jika bukan 'mengenal Lebih dekat'. Itu adalah hal yang klasik menurut Amanda. Belum lagi, pria bermanik biru itu selalu melihatnya dengan tatapan tertarik dan hal itu mau tidak mau membuatnya ingin memutar bola matanya bosan. Semua pria yang di kenalnya sering memberi tatapan seperti ini, katakanlah yang se buas serigala sampai yang jinak-jinak merpati. Dari yang ia dengar, dan bisa ia nilai. Flynn ternyata pria yang cukup kaya, selain berprofesi sebagi dokter bedah Rumah Sakit kenamaan di New York, pria itu juga memiliki beberapa peternakan kuda di New Zealand. Lupakan soal wajahnya yang memiliki nilai lebih, otak dan dompetnya jauh lebih menarik minat wanita.
Oakwood Miracle Wile Apartemen-Los-Angeles"Kau pikir apa yang telah kau lakukan itu, Lionel!" Itu sapaan pertama Flynn saat Lionel baru memasukiPenthousemereka yang terletak di salah satu pusat kota Los Angeles.Pria itu hanya tertawa geli seolah tak ada yang salah dengan tingkah lakunya, menurutnya mendapatkan rubah kecilnya itu hal yang lumrah, bukan? Mengingat dari awal memang dialah yang memiliki Amanda, di hari saat Flynn tak mau repot-repot menemuinya pada masa perjodohan. Dan mendapati Flynn ikut campur dengan urusan yang seharusnya tidak ada dalam ranahnya, membuat Lionel meradang, dia bahkan tidak ingat jika Lionel memerintahkan pria itu untuk mencium Amanda, tidak ada."Apa memangnya?" Lionel menjawab tak acuh sembari melepaskan kemejanya hendak beranjak ke arah kamar mandi."Jangan kau pikir aku tidak tahu, kau mengklaimnya dengan cara ter-menjijikan lalu merekammnya! Seriously L?? Kau benar-benar—oh a
Pagi ini Amanda baru tersadar dari tidurnya, jika bukan karena Ac yang terlalu dingin mungkin ia masih setia bergelung di dalam selimut-ah ya itu ide yang lebih baik daripada ia harus terbangun hanya untuk mematikan Ac. Ini pasti ulah Samuel yang selalu menggunakan Ac dengan suhu yang sangat rendah. Tanpa membuka kelopak matanya, Amanda kembali beringsut kedalam selimut mencari cari kenyamanan hingga tubuhnya menempel pada tubuh besar seseorang, sejak kapan tubuh kurus Sam menjadi sehangat dan sebesar ini?, sepanjang yang ia ingat, Sam tidak memiliki dada sebesar ini, apalagi ia tidur dalam kondisi tanpa pakaian begini. Laki-laki itu terlalu perfeksionis dalam segala hal bahkan untuk urusan pakaian tidur sekalipun, dan sejak kapan pula Sam memiliki aroma parfum maskulin yang sama dengan-entahlah, aroma ini mengingatkannya pada, Lionel? Tunggu.... "AAAAAAA......" Amanda menjerit-beringsut menjauh dengan tatapan horor ke arah pria yang sama sekali tidak t
"Jadi hanya ini oleh-oleh yang kudapat dari perjalan bisnis mu di Los-Angeles? benar-benar mengesankan, dude," celetuk Giorge—sahabat Lionel yang baru saja mengambil tempat duduk disisinya memandangi wajah Lionel yang masih berlebam disana sini dengan tersenyum mengejek.Lionel mendengus melirik sekilas ke arahnya, "Jika kau datang hanya untuk memperburuk suasana, lebih baik kau pulang, aku kira seorang pangeran sudah bertaubat." serunya sembari menegak gelas terakhir berisi vodka dengan kadar alkohol tertinggi yang bisa ia ingat, sebelum ini ia sudah menegak beberapa minuman beralkohol dengan presentasi yang tak kalah tinggi dengan minuman yang baru saja mengalir dalam tenggorokannya. Pria itu lantas meraup wajahnya kasar, sial! ia lupa kapan terakhir merasa sekacau ini, kejadian siang tadi benar-benar menguras akal sehatnya.Bagaimana bisa hanya karena seorang gadis bau kencur ia sampai kehilangan kendali, hingga tanpa sadar menghajar ad
"Pipimu..""Ya, Bibi?"Celine menggeram "Mom Amanda .. don't you dare!"Amanda meringis mendengarnya, sebelum menganggukkan kepalanya tanda setuju, dan kembali menyuapkan beberapa roti ke dalam mulutnya,"Pipimu .. siapa yang melakukannya?" bariton suara Louis sontak membuat Amanda menoleh kearahnya—mengernyit bingung, ada apa dengan pipinya? Celine juga bertanya perihal yang sama."Maaf, aku tidak mengerti?" tanya Amanda sopan.Louis berdehem, sedangkan Celine tersenyum simpul menatapnya, yang tentu saja membuat Amanda semakin kebingungan."Nevermind." potong Louis tegas sembari menyesap kopi dalam cangkirnya dengan gerakan canggung, Amanda yang melihat itu semakin mengerutkan dahinya, ada apa dengan pipinya? ia sudah mencuci muka, jangan katakan jika ada jejak liur atau apapun di pipinya .. oh itu sungguh memalukan, pagi tadi memang ia bangun dengan panik saat tiba-tiba pelayan datang lalu m