Seperti biasa bianca melakukan kegiatannya dengan duduk menyendiri di meja pojok kantin bersama laptopnya. Tanpa peduli pada teriakan - teriakan histeris para gadis saat melihat ketampanan tiga seniornya yang sedang berjalan layaknya muse dalam acara fashion.
“Bi, ini untukmu.” seorang teman seangkatan bianca bernama andi meletakkan sepotong kue tiramisu di meja bianca.
Bianca hanya menolehkan kepalanya memandangi andi dengan tatapan cuek dan seakan tidak tertarik.
“Dimakan ya, bi.” pesan andi sebelum pergi, seakan tahu bahwa bianca tidak ingin diganggu dan tidak akan mengucapkan kata terima kasih padanya. Seperti biasanya, ini adalah hari rabu dimana bianca akan selalu sibuk di kantin bersama laptopnya, karena setiap hari itu dia harus menyelesaikan tugasnya sebagai asisten dosen.
Andi selalu mengagumi bianca yang teramat sangat cantik, pintar, dan pekerja keras. Bagaimana bisa dia mengenyahkan wanita potensial seperti ini ?
Tidak ada celah kekurangan sedikit pun pada bianca. Gadis itu terlalu sempurna di mata andi. Walaupun sudah banyak yang mundur untuk mendekati bianca karena sikap cueknya yang luar biasa di atas rata - rata. Bahkan dengan sikap angkuhnya, andi sudah terbiasa menerima penolakan bianca dengan meninggalkan semua pemberiannya.
Tanpa sadar, diam - diam ada yang memperhatikan bianca dari jauh dengan tatapan tak percaya.
‘Ternyata ada juga yang nggak tertarik sama keberadaan gue.’
Sedangkan di bangku tengah menjadi sangat riuh karena para gadis berusaha menarik perhatian dari senior mereka yang terkenal dengan ketampanan diatas rata - rata juga kekayaan mereka. Dua diantaranya memang jauh lebih mudah didekati karena sikap ramah mereka yang terlalu ramah hingga bisa dikatakan seorang playboy dengan cara yang sangat anggunnya. Hingga para gadis yang berhasil mereka taklukkan tidak sadar bahwa mereka masuk dalam perangkap seorang playboy. Tapi ada satu diantaranya yang terlihat sangat cuek pada sekitarnya walaupun banyak gadis yang berteriak - teriak memanggil namanya atau pun hanya sekedar menyapa. Dia tidak pernah terlihat dekat dengan gadis mana pun. Dan terlihat tidak tertarik dengan para gadis yang berkeliaran dan mencoba mendekat. Dialah tyaga rayshiva, sedangkan dua yang lain adalah cavero evano dan fareta achazia.
Diantara mereka bertiga, cavero yang terlihat sangat aktif saat ada gadis yang mendekat. Dan tentu saja dia adalah yang paling playboy di antara tyaga atau fareta.
“Far, siapa tuh yang disana ?” tanya vero saat mereka sudah duduk bertiga dengan tenang tanpa para ‘penggemar’ mereka yang sangat melelahkan itu.
“Mana ?”
“Itu…” vero menunjuk ke arah gadis itu menggunakan dagunya.
Fareta terdiam sambil mengamati gadis yang duduk di bangku pojok sana dan terlihat sangat berbeda daripada yang lain.
“Oh… dia…” ucap fareta tanpa ekspresi yang berarti, hanya saja matanya masih menatap ke arah gadis itu.
“Siapa ?” tanya vero lagi, karena dia tak mendapatkan jawaban nama gadis itu dari sahabatnya.
“Bianca.” jawab fareta singkat, tapi nama itu sukses membuat tyaga yang sejak tadi sibuk bermain ponselnya mengikuti arah pandang kedua sahabatnya.
Nama sakral yang selalu berhasil membuat tyaga yang sedingin kulkas dan cuek menjadi sedikit peduli, walaupun hanya untuk mengetahui kebenarannya.
“Gue nggak tau ada gadis namanya bianca di kampus ini.” kata tyaga yang kembali menatap layar ponselnya.
“Ga, sejak kapan lu tau nama gadis - gadis disini ? Selama hidup lu cuma tau yang namanya bianca aja.” ejek vero.
“Dan jangan lupakan angeline, ver.” tambah fareta yang akhirnya ikut - ikutan mengejek tyaga.
“Hm..” hanya kata itu yang keluar dari mulut tyaga apapun ejekan yang dilemparkan kedua sahabatnya.
“Padahal baru pertama kalinya nih cecunguk ikutan liatin tuh cewek, gue kira tertarik. Taunya sama aja.”
“Dia bukan bianca gue.”
“Bianca elu ? Sejak kapan bianca jadi milik elu, ga ? HAHAHA” ejek vero lagi.
“Bukannya dulu lu belom nembak dia ?” tanya fareta.
“Udah.”
“Hah ??” fereta dan vero dengan wajah tidak percayanya memperhatikan tyaga yang masih sibuk menatap layar ponselnya.
“Ga…” panggil vero lagi.
“Kapan lu nembak bianca ?”
“Sehari sebelum dia pergi.” kedua sahabatnya itu kembali termenung sambil mengingat masa lalu mereka.
“Kok kita nggak tau sih ?” protes vero yang merasa ketinggalan berita.
“Sengaja.”
“Lu seriusan, ga ?” tyaga hanya mengangguk tanpa melihat.
“Berarti… kalian udah jadian ?” vero kembali melemparkan pertanyaan karena dia terlalu penasaran.
“Buat gue iya.” mendapat jawaban itu vero dan fareta saling memandang.
Lalu…
“HAHAHAHA….” terdengar tawa renyah keluar dari mulut vero.
“Jangan ngaku - ngaku lu, ga.”
“...”
“Jangan - jangan lu sebenernya ditolak lagi ?”
“...” tyaga hanya diam, dia terlalu malas menanggapi ocehan vero yang sangat kepo itu.
Lalu tiba - tiba suasana menjadi hening. Mereka bertiga sibuk dengan dunianya. Vero sibuk membalas pesan gadis - gadis, tyaga bermain game diponselnya, dan hanya fareta yang mencuri pandang ke arah gadis yang sejak tadi menggelitik hatinya.
“Mau taruhan nggak ?” kata fareta tiba - tiba.
Vero terkejut sampai tersedak ludahnya sendiri. Sedangkan tyaga tetap tenang sambil terus memperhatikan ponselnya. Ini sudah sering terjadi diantara mereka.
“Nih… mobil ini taruhan gue.” lanjut fareta sambil meletakkan kunci mobil sport nya.
“Lu apa - apaan, far ?” oceh vero karena sungguh tak mengerti dengan rencana sahabatnya.
“Ga, kalo lu bisa dapetin tuh cewek… mobil ini buat lu.” tyaga mengangkat satu alisnya sambil memperhatikan fareta.
“Gue ? Kenapa gue ?”
“Karena selama ini lu gak pernah deket sama cewek manapun. Dan tadi lu bilang udah pernah nembak bianca, walaupun dulu.”
“Terus ?”
“Lu harus taklukkin bianca yang ini.”
“Apa untungnya buat gue ? Lagipula dia bukan bianca gue yang dulu.” fareta merasa kehilangan akal untuk membuat tyaga menyetujui taruhan ini, dia menendang kaki vero dari bawah meja.
“Aww!! Apaan sih ?!?” fareta melotot pada vero sambil menggerakkan kepalanya ke arah tyaga yang sudah kembali sibuk dengan ponselnya.
Vero dan fareta berbicara tanpa suara.
“Nih, gue taruhin mobil gue juga.” kata vero sambil meletakkan kuncinya ke depan tyaga.
“Lu juga apaan ?”
“Dapetin aja tuh cewek, lumayan sapa tau lu menang.” kata vero penuh bujuk rayu.
“Tanpa perlu taruhan gue bisa beli mobil lu berdua.”
“Udahlah, ga.” fereta ikut membujuk.
“Dia bukan bianca gue. Dia cuma gadis biasa.”
“Yaudah buktiin aja, harga diri lu sebagai pria terjantan dipertaruhkan disini.” kata vero mengompori, apalagi fareta juga ikut - ikutan mengangguk tanda setuju dengan vero.
“Gue nggak peduli.”
“Kenapa sih, ga. Sapa tau dia bianca yang lu cari.”
“Nggak mungkin!!”
“Yaudah far, kalo tyaga nggak mau gue aja yang deketin tuh cewek.” kata vero santai sambil membalik tubuhnya bersiap - siap melancarkan aksinya.
“...” tyaga tak bergeming. Dengan sikap jantannya, vero dengan percaya dirinya berdiri dan bersiap melangkah ke arah gadis yang akan menjadi bahan taruhan mereka.
“Lu melangkah satu langkah lagi, gue patahin itu kaki!!” dengan terus menatap layar ponselnya tyaga mengancam vero.
Dan…
Hal yang diinginkan vero dan fareta terjadi, tyaga terpancing karena gadis yang bernama sama dengan gadis di masa lalunya. Dan sepertinya rencana mereka berhasil.
“Kan lu nggak mau taruhannya, ga. Gue aja yang deketin kalo gitu. Lagian tuh cewek boleh juga.”
“Gue bilang berhenti saudara cavero evano!!” dengan nada dinginnya, tyaga berhasil membuat vero benar - benar berhenti. Apalagi sahabatnya itu sudah menyebutkan nama lengkapnya, artinya dia benar - benar harus berhenti.
“Oke, gue terima.” tyaga berdiri sambil mengambil dua kunci mobil kedua sahabatnya.
“Gue bakalan jadiin dia kekasih gue.” Tambah tyaga lagi.
Fareta dan cavero terbengong.
“Ga, nggak fair dong kalo cuma gue sama fareta aja yang ngasih mobil. Lu taruhin apa ?”
“Villa gue di bali.” jawab tyaga sambil benar - benar beranjak pergi meninggalkan meja kedua sahabatnya.
Mendengar hal itu vero dan fareta berjabat tangan karena berhasil membuat tyaga yang selama ini tidak ingin dekat dengan gadis manapun akhirnya mau mencoba mendekati seorang gadis dengan nama yang sama dengan gadis di masa lalunya. Bianca.
Walaupun dengan taruhan. Tapi nama gadis itu benar - benar menggerakkan tyaga.
Tanpa gadis malang itu tahu, bahwa dirinya menjadi bahan taruhan kakak kelasnya hanya karena nama yang sama.
“Far, mobil kita!!” pekik vero yang tersadar saat tyaga sudah menghilang sambil membawa kunci mobil mereka.
SHIT!!!
“Buruan kejar dia ke parkiran, far. Gue nggak mau pulang naik taksi online.” oceh vero yang tidak mendapat tanggapan fareta.
**
Bianca pulang sore ini setelah izin untuk datang terlambat di tempat kerjanya. Selain menjadi asisten dosen, dia juga bekerja paruh waktu di sebuah toko kue. Untung saja pemilik toko kue itu sangat pengertian pada kondisi bianca. Seorang wanita tua yang kelewat ramah dan sangat memperlakukan bianca sangat baik. Dia seperti merasa memiliki seorang nenek lagi. Gadis dengan gaya pakaian sederhana itu memang terlihat biasa bagi gadis - gadis lain. Tapi tidak dengan para pria yang sangat tertarik dengan bianca. Walaupun pakaian yang dia pakai sangat sederhana, tapi kadar kecantikan gadis itu tidak berkurang sedikit pun. Terlebih bianca juga merupakan mahasiswa pintar di kampus mereka. Kurang apa lagi ? Jika menilai dia adalah gadis dari kalangan menengah ke bawah, bukankah itu terlihat sangat tidak adil ?
Tyaga sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari toko kue milik omanya. Dia tidak ingin oma nya tahu bahwa dia masih disana. Karena tadi dia sudah berpamitan untuk segera pulang karena sedang ada janji.Sedangkan dia masih harus menjalani misi konyolnya untuk mengikuti gadis ‘taruhannya’ seharian ini. Agar dia bisa mendapatkan celah untuk bisa mendekatinya.Hari sudah berganti malam, tyaga tahu jam shift terakhir di toko kue. Setelah melihat omanya pergi bersama sopir keluarga, tyaga kembali memarkirkan mobilnya di depan toko kue. Bisa habis dia jika oma nya tahu kalau dia berbohong. Apalagi tadi dia jelas - jelas menolak saat diminta untuk dekat dengan bianca.Gengsinya itu benar - benar tak tertandingi.
‘Kenapa kau melakukan ini ? Aku bahkan bisa memberimu pertolongan.’ batin seorang pria yang dari kejauhan memandang wajah bianca yang murung.Dia merasa bisa membantu gadis yang sangat dia sayangi itu, tapi pasti akan selalu ditolak. Sebesar itu memang rasa luka yang pernah bianca dapatkan hingga berubah menjadi seperti ini.Memang, saat terlalu menyayangi sesuatu dan berharap terlalu banyak maka rasa sakit dan kecewa yang didapatkan juga semakin besar apalagi jika tidak sesuai dengan harapan.‘Aku akan mencari cara untuk menolongmu, bi.’Setelah itu terlihat bianca yang pergi menaiki angkutan umum yang ada malam itu.Sesampainya di sebuah rumah kecil dan sederhana tempat dimana bianca tinggal, dia mas
Tadi pagi, tyaga, vero, dan fareta membicarakan seorang gadis yang berhasil membuat mereka berkumpul sepagi itu. Tapi lihatlah sekarang gadis itu justru sedang berdiri di depan kelas mereka. Iya, di depan kelas. Bukan sedang menunggu mereka seperti gadis - gadis lain, ya. Ini benar - benar di depan kelas dimana tempat dosen berada. Bianca sedang menggantikan asisten dosen yang mengisi perkuliahan yang sialnya sedang diambil oleh ketiga pria itu. Mereka saling melihat seakan sedang mentransfer apa yang ada di otak mereka tanpa bicara. “Ngapain tuh cewek disini ?” tanya tyaga sinis. Vero dan fareta hanya menggeleng. Bianca meletakkan setumpuk kertas diatas meja, lalu menyiapkan materi yang akan dibahas hari ini.
Tyaga sedang duduk di sofa empuk sebuah ruangan luas dengan aroma manis sebuah toko kue. Ya, sekarang ini dia berada di kantor milik sang oma sendirian, selayaknya cucu pemilik toko kue pada umumnya. Karena omanya sedang sibuk di dapur mencoba resep baru, katanya.Baiklah, memang sekarang tyaga ingin sendirian saja sambil menunggu omanya kembali. Setelah itu dia akan melancarkan rencananya.Tanpa terasa waktu sudah berlalu satu jam lamanya, hingga tyaga tertidur sambil menutup wajahnya dengan sebuah buku.“Hey, cucu kesayangan oma… ayo bangun…” panggil sang oma sambil menggoyangkan tubuh cucunya.Tyaga yang memang sulit dibangunkan ketika sudah terlelap itu hanya menggerakkan kepalanya, seakan sedang menolak semua gangguan yang ada disekitarnya.
Setelah siang tadi harus menghadapi tyaga. Sekarang giliran sang oma yang harus bianca hadapi. Sejujurnya sulit bagi bianca menolaknya, karena oma lisa mengingatkannya dengan sang nenek. Biar bagaimanapun kehidupan menerjangnya, bianca tetap menyayangi keluarganya. Terlebih sang nenek.Siapapun pasti pernah mengecewakan bianca. Tapi hal itu tidak pernah dia dapatkan dari neneknya. Jika begini, dia jadi merindukan nenek kesayangannya itu. Apa daya, keadaan membuatnya tak bisa melakukan hal itu. Termasuk menunjukkan rasa rindu.Karena bagi bianca hal itu menunjukkan sisi terlemahnya. Dia tak ingin ada yang mengetahui sisi terlemahnya itu.“Bi, apa kau benar - benar tidak bisa membantu aga ?” tanya lisa dengan wajah yang terlihat serius dari biasanya. Entah apa yan tyaga katakan, tapi perubahan sikap lisa ini membuat bianca semakin merasa tak ny
Tyaga kembali ke meja dan sayangnya bianca sudah kembali sendirian.“Ternyata banyak juga ya yang mau kenalan sama lo ?” Terdengar nada mengejek dari kata - kata tyaga. Lalu dia mengamati bianca yang sedang duduk saat dirinya masih berdiri. Tak ada yang spesial sama sekali. Bianca terlihat jauh dari kata menarik. Walaupun memang wajahnya yang sangat biasa tanpa polesan makeup sama sekali, tapi wajah bianca tetap cantik dengan kesederhanaan itu.Hanya saja itu tidak berlaku bagi tyaga.Dan untungnya bianca tidak terlalu menanggapi kata - kata tyaga dengan tetap diam dan menjawab dengan mengangkat bahunya cuek.“Mana buku lo ?” Tanya bianca saat tyaga sudah duduk di depannya dan justru terlihat sangat sibuk dengan ponsel miliknya.“Hmm&
Jika kemarin bianca sangat sial karena kehilangan pekerjaannya di toko roi karena tyaga, hari ini gadis itu semakin sial karena harus menghadapi pihak kampus. Entah apa yang terjadi, tiba - tiba saja beasiswanya berada dalam kondisi hampir diberhentikan. Ingin rasanya bianca berteriak dan mengajukan protes. Selama ini dia tidak pernah membuat masalah apapun, bahkan nilainya pun selalu bagus. Lalu, untuk alasan apakah yang mendasari mereka mengatakan ingin menghentikan beasiswa ini.Bianca merasa tidak mendapatkan keadilan disini. Bagaimana bisa Tuhan mengujinya seperti ini. Dalam waktu berdekatan satu per satu pekerjaannya hilang. sekarang biaya pendidikan yang diberikan atas usaha dan kecerdasannya juga berada diambang kehancuran. Entah apa lagi yang akan terjadi.Setelah satu jam lamanya bianca membicarakan dengan pihak kampus, dia keluar dengan wajah lesunya. Kali ini dia tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa nya dan juga kelemahan dirinya. Karena memang bianca tak memiliki teman d