"Kak Angga apa maksud postingannya kak Jian?! Kenapa kalian berdua pakai baju pengantin, ha?! Maksudnya apa?!!" Camelia berteriak marah dengan mata yang berkaca- kaca. Setelah melihat postingan itu dia langsung meninggalkan cafe dan menemui Anggara. Meminta penjelasan dari apa yang dilihatnya itu. Camelia benar-benar berharap agar itu semua salah. Anggara tidak mungkin mengkhianatinya dengan menikah dengan Jian.
Di depannya, Anggara hanya bisa diam dengan kepala yang menunduk ke bawah. Tidak ada penjelasan yang keluar dari mulutnya. Dan itu membuat Camelia semakin marah.
"Kak Angga jawab! Apa bener kak Angga akan menikah dengan kak Jian?!"
Lagi, Anggara tetap diam. Camelia menarik napasnya dalam. Melihat kebisuan Anggara, dia yakin jika yang dikatakan Alisya benar. Anggara memang akan menikah dengan Jian.
Camelia menitikkan air matanya lalu menatap Anggara. "Ternyata benar. Kak Angga memang akan menikah dengan kak Jian." Ujarnya menahan isak tangis.
Anggara mendongakkan kepalanya. Terkejut melihat Camelia menitikkan air mata. Dadanya langsung terasa sesak melihat wajah cantik dari orang yang dicintainya kini dihiasi air mata.
"Ca, maafin aku. Aku terpaksa menikahi Jian." Ujar Anggara.
Bagai tersambar petir. Camelia merasa dirinya akan segera runtuh dan jatuh ke tanah. Pengakuan Anggara padanya benar-benar membuatnya merasa kecewa dan sakit hati. Tapi lebih dari itu rasa marah lah yang paling besar dihatinya. Ia merasa seperti dicampakkan begitu saja oleh Anggara.
"Terpaksa? Apa maksudnya terpaksa menikahi kak Jian?! Kak Angga bohong! Kak Angga memang mencintai kak Jian dan pengen nikah sama dia, kan?! Kenapa harus bilang terpaksa, ha?! Kak Angga hanya nggak mau terlihat seperti seorang laki-laki brengsek yang ninggalin pacarnya dan tiba-tiba menikah dengan gadis lain!!!" Teriak Camelia dengan kemarahan yang berkobar.
"Selama ini kak Angga bohong! Kak Angga nggak mencintai aku, kan?! Kak Angga hanya mencintai kak Jian! Selama kita pacaran kak Angga nggak bisa melupakan perasaan kakak sama kak Jian, iya kan?!! Lalu jika kak Angga memang tidak bisa melupakan kak Jian sebagai cinta pertama kakak. Kenapa kakak nembak aku, kak?! Kenapa... Hiksss... "
Pertahanannya sudah roboh. Camelia tidak bisa menahan isakan tangisnya. Isakan itu lolos begitu saja dari bibirnya. Tanpa bisa dicegah.
Untuk pertama kalinya, dalam hidupnya. Ia menangis sambil terisak dihadapan seseorang. Dalam ajaran papanya, ia dilarang untuk menangis seperti ini dihadapan seseorang. Karena itu akan menunjukkan kelemahannya. Tapi sekarang lihatlah! Ia menangis seperti wanita di drama indosiar yang tidak terima suaminya menikah lagi.
"Tidak seperti itu, Ca. Aku sudah melupakan Jian lama sebelum aku mengenal kamu. Aku benar-benar mencintaimu, Ca. Sangat mencintaimu... "
Sungguh demi apapun di dunia ini. Anggara benar-benar mencintai Camelia. Sangat mencintainya. Tapi, keadaan lah yang membuatnya harus terpaksa menikah dengan Jian. Dan membuat Camelia merasa sakit hati dan marah seperti ini.
Camelia mengusap air matanya dengan kasar. Lalu menatap tajam ke Anggara. "Aku nggak peduli semua yang kak Angga katakan. Semua yang kak Angga katakan hanya bullshit!!"
Camelia mengambil tasnya di meja lalu berbalik pergi dari tempat itu. Tapi tiba-tiba saja Anggara meraih tangannya. "Tunggu Camelia. Dengarkan aku dulu. Kamu harus mendengar alasan kenapa aku terpaksa menikah dengan Jian."
Camelia menghempaskan tangan Anggara dari tangannya. "Aku nggak mau dengar apa-apa lagi. Dan mulai sekarang, kita putus!!"
Deg!
Jantung Anggara seakan ingin copot mendengar dua kata yang keluar dari mulut Camelia. Dadanya yang tadi terasa sesak kini semakin sesak mendengar dua kata itu.
Tidak! Ia tidak ingin putus dengan Camelia! Anggara menggelengkan kepala tidak terima. "Enggak. Sampai kapanpun aku nggak mau putus sama kamu!" Tegas Anggara.
Camelia tersenyum sinis. "Kak Angga benar-benar laki-laki brengsek!! Sebentar lagi kakak akan menikah dengan kak Jian! Untuk apa kita masih berhubungan lagi!!" Sentak Camelia marah.
Tapi Anggara tidak peduli. Dia kembali menggenggam tangan Camelia dengan kuat. Sekuat tenaga Camelia berusaha melepaskan cekalan Anggara dari tangannya. Tapi usahanya sia-sia saja. Anggara jelas lebih kuat darinya.
"Aku nggak peduli! Aku hanya mencintaimu, Ca. Aku nggak peduli dengan Jian."
"Dasar laki-laki brengsek!!" Maki Camelia.
"Terserah kamu mau bilang apa. Aku nggak peduli. Yang perlu kamu tau aku mencintaimu, Ca. Kamu tenang aja. Setelah Jian selesai melahirkan aku akan segera menikahimu. Lalu kita akan hidup bahagia selamanya."
Camelia terkejut mendengar kalimat Anggara. "Kak Jian hamil?"
"Iya, Jian hamil Ca. Karena itu aku terpaksa menikahinya. Tapi tenang saja. Setelah Jian melahirkan aku akan segera menceraikannya lalu menikah denganmu." Ujar Anggara tanpa rasa bersalah. Bahkan dia tersenyum membayangkan hari dimana dia akan menceraikan Jian dan menikah dengan Camelia.
PLAK!
Camelia menampar wajah Anggara dengan kuat. Menimbulkan suara tamparan yang begitu besar. Camelia menatap Anggara dengan wajah yang merah karena marah. Sekarang dia bukan hanya marah pada Anggara tapi jijik sekaligus benci padanya.
"Setelah menghamili kak Jian, kak Angga tega ingin menceraikannya dan menikah lagi!!! Dasar bajingan!! Kakak benar-benar laki-laki bajingan dan brengsek!!"
BUK!
Dengan kesal Camelia menendang kaki kiri Anggara dengan kuat. Dan Anggara langsung terjatuh ke tanah setelah menerima tendangan menyakitkan itu. Anggara menatap Camelia kaget dengan aksi tak terduga dari Camelia.
Sedangkan Camelia hanya tersenyum sinis lalu berlari meninggalkan tempat itu. Anggara yang melihat Camelia pergi berteriak marah.
"CAMELIAAAA!!!"
***
Camelia berjalan dengan perasaan kesal dan sakit hati. Sumpah serapah terus dilontarkannya sepanjang jalan yang dia lalui. Beberapa orang di jalan menatapnya dengan tatapan bingung dan aneh melihat seorang gadis cantik sepertinya berjalan kaki dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Dasar laki-laki bajingan!!! Brengsek!!" Maki Camelia.
"Kau membuatku seperti sampah yang dicampakkan begitu saja Anggara!!! Dasar kau laki-laki kejam!!! Aku membencimu!!!" Teriak Camelia lantang. Untung saja jalan sedang sepi. Jika tidak maka Camelia akan dianggap sebagai perempuan gila.
Hari ini adalah hari yang buruk baginya. Hari ini ia benar-benar merasa seperti gadis yang sudah dicampakkan oleh kekasihnya! Anggara tega sekali mengkhianatinya dengan menghamili Jian. Lalu Anggara dengan tanpa berdosanya memaksanya untuk tetap melanjutkan hubungan mereka disaat dia akan menjadi suami orang.
Yang benar saja! Camelia tidak akan pernah mau menjadi selingkuhan Anggara!!
Camelia tidak sudi memiliki hubungan dengan laki-laki sebrengsek Anggara!!
Camelia menyesal telah menerima Anggara menjadi pacarnya!!
Dan Camelia menyesal mengakui jika Anggara adalah mantannya!! Sangat malu rasanya mengingat laki-laki brengsek itu dulunya adalah mantan pacarnya!!
"Cih, apa kau pikir aku menerimamu menjadi pacarku karena aku mencintaimu?! Tentu saja tidak! Aku menerimamu karena aku tidak tega padamu! Jika aku tau kalau kau akan mencampakanku seperti ini. Lebih baik aku menolakmu dan mempermalukan dirimu dihadapan seluruh kampus!!"
Yah, Camelia sebenarnya tidak pernah mencintai Anggara ataupun menyukainya. Camelia hanya merasa tidak enak pada Anggara yang selalu mengejar dirinya selama 1 tahun di kampus. Walaupun Camelia terus-terusan menolak Anggara tapi Anggara tetap bersikeras mengajarnya.
Puncaknya, saat hari dimana Anggara tiba-tiba menembaknya di tengah lapangan. Disana semua penghuni kampus berkumpul dengan heboh menyaksikan Anggara menembak dirinya. Saat itu Camelia merasa tidak tega menolak Anggara dihadapan semua orang. Anggara pasti akan merasa sangat malu. Karena itulah, Camelia menerima pernyataan cinta Anggara dan menjadi pacarnya.
Camelia pikir tidak ada salahnya menerima Anggara sebagai pacarnya. Karena Camelia tau jika Anggara adalah laki-laki baik dan bertanggung jawab. Tapi, mengingat bagaimana sikap Anggara saat kejadian sore tadi membuat Camelia merasa jijik dan marah.
Karena larut dalam kemarahan dan kegalauannya Camelia tidak sadar jika dirinya berjalan di jalan yang sepi dan gelap.
"Lihat saja! Aku akan membuat perhitungan padamu!! Aku akan datang ke pesta pernikahan kalian dan... eh?" Camelia tersadar jika ia sudah salah jalan. Dia terkejut melihat tempat di sekitarnya yang gelap dan sepi.
"Eh ini dimana? Kok jalannya tiba-tiba sepi? Aku dimana?!" Tanya Camelia panik.
Dia celingak-celinguk mencari kendaraan atau orang-orang yang mungkin berjalan disekitar sini. Tapi nihil. Tidak ada siapapun dijalan yang sepi.
Hari sudah malam. Dan gadis cantik sepertinya malah berkeliaran di jalan yang sepi. Camelia tidak takut jika ada begal ataupun penjahat disini. Tapi yang dia takutkan adalah hantu!
"Huaaa papa.... Camelia takut!!" Ucap Camelia ketakutan. Dia tidak membawa ponsel. Ponselnya ada di mobil jemputannya. Karena kesal dengan kejadian sore tadi bersama Anggara. Dia lupa jika mobil jemputannya sudah menunggunya.
Bagaimana ini? Apa yang harus dilakukan Camelia?
Camelia menatap waspada semua hal di sekiranya. Jalan yang sepi tanpa suara manusia atau hewan ini benar-benar membuat Camelia merinding ketakutan. Biasanya tempat-tempat seperti ini banyak sekali penunggunya. Memikirkan hal menakutkan itu membuat Camelia semakin merinding. Ia berharap semoga saja tidak ada sosok menakutkan di tempat ini. Tiba-tiba saja mata Camelia tidak sengaja menangkap sesuatu bergerak di atas pohon beringin. Camelia terkejut dan langsung berlari ketakutan. "Huaaa papa tolongin Camelia. Ada hantuuuu paa!!" Seru Camelia berteriak ketakutan. Camelia terus berlari sekuat tenaganya tanpa memperdulikan kemana arah jalannya. Yang ia pikirkan adalah bagaimana caranya ia pergi dari tempat menyeramkan itu. Camelia berlari sambil menengok ke belakang. Memastikan jika tidak ada hantu yang mengejarnya. Dan tepat dari arah depan sebuah mobil melaju dengan cepat ke arahnya. Cahaya terang da
"Rumah yang bercat putih. Itu rumahku." Seru Camelia memberitahu. Ali mengangguk lalu mengemudikan mobilnya ke rumah yang ditunjuk Camelia. Mobil hitam miliknya berhenti tepat di luar pagar rumah Camelia. Caesar melirik rumah bercat putih itu dari dalam kaca mobil. Menatap rumah Camelia yang sangat besar dan megah. Ia melirik sekilas Camelia yang turun dari mobil. Ia mendengus. Akhirnya gadis itu turun. Camelia mengetuk kaca mobil depan lalu tersenyum senang. "Terimakasih telah mengantarkanku pulang." Ujarnya pada Ali. Ali membuka kaca mobilnya lalu mengangguk kecil. "Sama-sama." Sekilas Camelia menatap wajah Caesar dari luar kaca mobil. Terlihat sekali jika pria asing itu sangat berharap dirinya segera pergi. Camelia menyeringai memikirkan sesuatu. Kemudian dia mengetuk kaca mobil belakang. Caesar menoleh ke arahnya dengan tatapan sinis.
Caesar pikir saat ia mengatakan ingin apartemen yang bagus dan jauh dari keramaian. Ali akan membawanya ke apartemen yang kecil yang jauh dari sekitaran penduduk. Apalagi saat mereka tadi melewati jalan yang cukup sepi, menambah asumsi Caesar. Dan ternyata apartemennya cukup bagus dan jauh dari keramaian orang. Karena letak apartemennya yang tidak di tepi jalan. Tapi kesalnya apartemen itu berpenghuni. "Kenapa apartemen ini berpenghuni?" Caesar berdecak kesal dengan raut datar. "Terakhir aku ke sini apartemen ini memang tidak berpenghuni. Tidak ada orang yang tinggal di apartemen ini. Tau-tau saat kau pulang apartemen ini sudah dihuni 3 orang." Jawab Ali seraya menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal. Caesar sebenarnya tidak suka. Apalagi 3 orang itu adalah perempuan. Dia tidak ingin seatap dengan makhluk yang namanya perempuan. Karena baginya perempuan itu sangat mengangguk dan membuatnya risih.
Sebelum datang ke Indonesia, Caesar sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Ia kabur dari London dengan menyamarkan indentitasnya, agar tidak ada yang bisa mencari tau keberadaannya. Membuat semua CCTV di jalan dan tempat-tempat yang ia lalui mati, agar tak seorang pun yang bisa meretas keberadaannya. Terakhir, ia meninggalkan kartu ATM, kartu kredit, dan black card-nya. Terlalu beresiko membawa semua kartu itu. Karena bisa saja orang-orang suruhan John meretas kartu tersebut dan menemukan dimana dirinya.Caesar benar-benar sudah meninggalkan kota tersebut tanpa membawa gelarnya sebagai Mafia. Meninggalkan semua hal yang ia miliki di London. Dan memulai hidup baru yang nyaman di Indonesia."Kukira alasan kau datang ke Indonesia karena ada sesuatu yang kau rencanakan di negara ini. Aku tidak menduga kau datang ke sini diam-diam dan bahkan... Resign dari pekerjaanmu. Why? Apa alasanmu melakukan semua itu?"
"Dia... Dia om tampan yang pernah gue cium.""WHAT?!" Alisya syok. Kaget dengan ucapan Camelia barusan."Lo bercanda, kan? Jangan ngeprank gue, Ca!" Sambung Alisya berpikir jika Camelia hanya ingin mengerjainya saja. Tapi Camelia justru menggeleng."Enggak, Alisya. Gue serius! Gue pernah cium om ini." Tukas Camelia serius. Seketika wajahnya berubah malu mengingat dirinya yang dengan tidak sopan mencium orang asing. Ah, memikirkan itu membuatnya ingin membenturkan kepalanya saat ini juga! Bagiamana bisa dia melakukan hal seperti itu pada orang asing?!"Setau gue lo nggak pernah mau cium orang. Bahkan sama kak Angga aja lo nggak pernah cium dia. Jangankan sama kak Angga, gue aja nggak pernah lihat lo cium papa lo. Gimana ceritanya lo bisa sampai cium om ganteng ini?" Tanya Alisya sulit percaya.Camelia menatap Alisya dengan cemberut. Memang benar apa yang di
"Kau tau, aku ingin sekali membunuhmu." Ujarnya mencekik leher jenjang dan putih Camelia. Dia menyeringai saat melihat wajah Camelia yang sudah pucat karena ulahnya. Bukannya berhenti, dia justru semakin berbuat lebih. Camelia merasa oksigen di sekitarnya semakin menipis. Lehernya terasa sakit akibat cengkraman kuat dari Caesar. Camelia harus melepaskan diri sebelum ia benar-benar mati. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk melepaskan tangan Caesar dari lehernya. Tapi posisinya yang terpojok dan kekuatannya yang lemah membuat usahanya sia-sia. Caesar justru semakin berbuat lebih. Membuat Camelia meneteskan air matanya. Seharusnya, air mata itu bukan apa-apa bagi seorang Mafia sepertinya. Dia sudah terbiasa membunuh seseorang dengan tangannya. Tapi saat air mata itu menetes, ingatan akan sosok ibunya yang meneteskan air mata di detik-detik kematiannya hadir di benaknya. Ingatan yang membuat hati nurani Caesar muncul.
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menolongnya? Sejak tadi, pikiran itu terus menganggunya. Dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia tiba-tiba ingin menolong gadis asing itu? Setelah gagal membunuh gadis itu, sekarang dia malah menolong gadis itu. Ini sangat konyol. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Jika ingatan sialan itu tidak tiba-tiba muncul dan mengganggunya, maka gadis itu pasti sudah mati beberapa menit yang lalu. Baiklah, anggap saja itu adalah hari keberuntungan gadis itu. Karena bisa selamat dari iblis sepertinya. Dia pikir hanya dirinya saja yang bertindak bodoh dengan menolong gadis itu dari para preman. Tapi ternyata gadis itu juga sama bodohnya. Dengan sikap kurang ajar dan tidak warasnya, gadis itu menarik tangannya dan mengajaknya lari dari para preman-preman itu. Yang benar saja! Seorang mafia seperti dirinya, lari di tengah-tengah pertarungan seperti seorang pengecut! Harga dirinya sebagai seor
Apa Camelia akan langsung percaya dengan perkataan Caesar? Yang katanya ingin bertemu dengannya di cafe. Membantunya membalas mantan pacarnya dengan berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Tidak. Camelia tidak ingin percaya. Tapi... Siang ini, jam ini, detik ini, sekarang, tiba-tiba sebuah nomor asing mengirimkannya pesan. Aku menunggumu sekarang! Datang atau kau akan kehilangan kesempatan untuk membalas mantan pacarmu!! Dari pesannya saja Camelia langsung tau siapa yang mengirimkannya pesan bertanda seru itu. Tapi, darimana dia bisa tau nomornya? Sejak tadi itu yang mengganggu pikirannya. Dan akhirnya, setelah mendapat pesan itu tanpa berpikir panjang ia langsung bergegas menemui orang 'itu'. Dalam hati Camelia terus bertanya. Akan seperti apa pertemu
"Ini cek lima ratus juta. Kau bisa mendapatkannya sekarang jika menyetujui kontrak ini." "Aku tidak yakin lima ratus juta hanya untuk berpura-pura sebagai sepasang kekasih." Kenapa dia sangat pintar? Batin Camelia. Dia benar-benar tidak bisa ditipu. Baiklah, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Camelia menyandarkan punggungnya. "Yah, baiklah. Sebenarnya aku ingin hubungan ini berlanjut bukan hanya untuk balas dendam. Tapi karena hal lain..." Bagaimana mengatakan hal itu? Camelia ragu. Caesar menyeringai. Sudah ia duga, uang sebanyak itu hanya untuk melakukan hal konyol ini? Itu tidak mungkin. Apa yang diinginkan gadis ini darinya? "Apa yang kau inginkan?" Berdeham canggung dengan ragu Camelia menjawab, "Aku ingin kau bersikap sebagai kekasih yang baik dan emm... romantis?" "Romantis?" Bingung Caesar. Camelia menghela napas pasrah. Sepertinya ia harus menjelaskannya dari awal. Mengambil napas dalam-dalam Camelia pun menjelaskan mulai dari cita-citanya yang ingin menjadi p
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan itu akhirnya melepaskan tautan tangan mereka saat tiba di parkiran. Camelia berjalan mundur ke samping begitu juga dengan Caesar."Kenapa tiba-tiba rencananya berubah?" Caesar bertanya sambil bersedekap dada menatap Camelia dengan tajam.Rencana mereka Camelia akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih. Tapi mendadak Camelia mengganti kata-kata itu menjadi 'calon suami'. Bahkan mengatakan mereka sudah bertunangan. Benar-benar tidak seperti yang direncanakan.Camelia berdeham singkat. "Karena pria brengsek itu aku jadi tidak dapat mengontrol ucapanku. Melihat wajahnya langsung membuatku jengkel. Saat melihat tatapan cemburunya aku merasa senang lalu mengatakan kalimat itu tanpa pikir panjang," jelas Camelia sedikit gugup.Tatapan mata Caesar masih tajam. Camelia mendesah kesal melihat itu. "Mau aku bilang pacar atau calon suami, itu tidak ada bedanya. Tujuannya kan sama. Yaitu membuat pria brengsek itu cemburu.""Ngomong-ngomong, ken
"Selamat atas kehamilannya, kak Jian." Deg! Semua orang yang berada di pesta terkejut mendengarnya. "KAU!" Tuan Thomas berteriak marah, "Beraninya gadis rendahan sepertimu mengatakan omong kosong seperti itu!!" Tuan Thomas mengangkat tangannya dengan tinggi bersiap menampar Camelia. "Dasar gadis rendahan!" Drep! Sebuah tangan lebih dulu menahan tangan kasar tuan Thomas. Bahkan tangan itu sekarang mencengkram tangan tuan Thomas dengan kuat. Pemilik tangan itu menatap dengan tajam dan dingin pada tuan Thomas. Aura tidak menyenangkan keluar dari tubuhnya membawa ketakutan pada sosok tua di depannya. "Mengangkat tangan pada seorang perempuan, bukankah itu kasar?" suara dingin Caesar terdengar sangat menakutkan. Siapa yang tidak akan merasa merinding saat mendengar suaranya. Ta
Sebuah pesta pernikahan digelar dengan megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu undangan berbondong-bondong memasuki aula pesta. Semuanya menggunakan jas dan gaun pesta yang mewah. Berbaur dengan sesama tamu undangan yang ikut menikmati pesta. Sepasang pengantin berdiri di pelaminan sambil menyalami para tamu undangan. Sepasang pengantin itu adalah Angga dan Jian. Kedua pengantin yang baru menikah itu menampilkan senyum ramah saat menyalami para tamu undangan. Atau lebih tepatnya, hanya Jian saja yang selalu menampilkan senyum ramah dan bahagianya. Sedangkan Angga malah sebaliknya. Berusaha menampilkan senyum ramah yang justru berbanding terbalik dengan sorot matanya yang redup. Jian bukannya tidak menyadari ekspresi ganjil itu. Dia tentu saja tau jika Angga sama sekali tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi, dia tidak peduli. Keegoisan hatinya untuk bisa memiliki Angga mengalahkan hati nuraninya sendiri. Apapun akan
Apa Camelia akan langsung percaya dengan perkataan Caesar? Yang katanya ingin bertemu dengannya di cafe. Membantunya membalas mantan pacarnya dengan berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Tidak. Camelia tidak ingin percaya. Tapi... Siang ini, jam ini, detik ini, sekarang, tiba-tiba sebuah nomor asing mengirimkannya pesan. Aku menunggumu sekarang! Datang atau kau akan kehilangan kesempatan untuk membalas mantan pacarmu!! Dari pesannya saja Camelia langsung tau siapa yang mengirimkannya pesan bertanda seru itu. Tapi, darimana dia bisa tau nomornya? Sejak tadi itu yang mengganggu pikirannya. Dan akhirnya, setelah mendapat pesan itu tanpa berpikir panjang ia langsung bergegas menemui orang 'itu'. Dalam hati Camelia terus bertanya. Akan seperti apa pertemu
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menolongnya? Sejak tadi, pikiran itu terus menganggunya. Dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia tiba-tiba ingin menolong gadis asing itu? Setelah gagal membunuh gadis itu, sekarang dia malah menolong gadis itu. Ini sangat konyol. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Jika ingatan sialan itu tidak tiba-tiba muncul dan mengganggunya, maka gadis itu pasti sudah mati beberapa menit yang lalu. Baiklah, anggap saja itu adalah hari keberuntungan gadis itu. Karena bisa selamat dari iblis sepertinya. Dia pikir hanya dirinya saja yang bertindak bodoh dengan menolong gadis itu dari para preman. Tapi ternyata gadis itu juga sama bodohnya. Dengan sikap kurang ajar dan tidak warasnya, gadis itu menarik tangannya dan mengajaknya lari dari para preman-preman itu. Yang benar saja! Seorang mafia seperti dirinya, lari di tengah-tengah pertarungan seperti seorang pengecut! Harga dirinya sebagai seor
"Kau tau, aku ingin sekali membunuhmu." Ujarnya mencekik leher jenjang dan putih Camelia. Dia menyeringai saat melihat wajah Camelia yang sudah pucat karena ulahnya. Bukannya berhenti, dia justru semakin berbuat lebih. Camelia merasa oksigen di sekitarnya semakin menipis. Lehernya terasa sakit akibat cengkraman kuat dari Caesar. Camelia harus melepaskan diri sebelum ia benar-benar mati. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk melepaskan tangan Caesar dari lehernya. Tapi posisinya yang terpojok dan kekuatannya yang lemah membuat usahanya sia-sia. Caesar justru semakin berbuat lebih. Membuat Camelia meneteskan air matanya. Seharusnya, air mata itu bukan apa-apa bagi seorang Mafia sepertinya. Dia sudah terbiasa membunuh seseorang dengan tangannya. Tapi saat air mata itu menetes, ingatan akan sosok ibunya yang meneteskan air mata di detik-detik kematiannya hadir di benaknya. Ingatan yang membuat hati nurani Caesar muncul.