"I'm leaving London." Ujar Caesar pada John. (Aku akan pergi dari London.)
John terkekeh sinis mendengar itu. Ia sudah menduga Caesar akan mengatakan hal itu padanya. Tapi rasanya tetap saja kesal.
"Then who will take care of this mafia syndicate? Drug smuggling? Human trafficking? Gun sales? And the black market?" Tanya John kesal. (Lalu siapa yang akan mengurus sindikat mafia ini? Penyelundupan narkoba? Perdagangan manusia? penjualan senjata? Dan pasar gelap?)
"That's me?" John menunjuk dirinya sendiri dengan wajah kesal. (Itu aku?)
"Of course you. Who else?" Balas Caesar ringan. (Tentu saja kau. Siapa lagi?)
"You're worthy enough to be a mobster after all, John." Lanjutnya ringan. (Lagipula kau cukup layak untuk menjadi seorang Mafia, John.)
Kekesalannya John semakin meningkat mendengar ucapan ringan Caesar. Ia terkekeh sinis. "You seem to have forgotten one thing, Caesar. Only the rightful heirs of the Alexander family are entitled to inherit the title. And I'm not a biological child in this family." (Tampaknya kau lupa satu hal, Caesar. Hanya pewaris sah dari keluarga Alexander lah yang berhak mewarisi gelar itu. Dan aku bukan anak kandung di keluarga ini.)
Yah, itu benar. John bukanlah adik kandung dari Caesar. Dia adalah anak angkat yang diadopsi oleh ayah Caesar. Saat itu John berusia 6 tahun. Dia paham jika dirinya sudah diadopsi. Walaupun dia sudah menjadi bagian keluarga Alexander. Dia sangat tau betul apa posisinya di keluarga ini.
Menggantikan Caesar sebagai penerus mafia keluarga Alexander. Itu adalah hal yang tidak dia inginkan di dunia ini.
"On the back of your name is written Alexander's name. Is that not clear enough to show your position as one of Alexander's descendants?" (Di Belakang namamu tertulis nama Alexander. Apa itu kurang jelas untuk menunjukkan posisimu sebagai salah satu keturunan Alexander?)
John menggeram kesal lalu berdiri. "I don't care about all that. My answer remains the same, Caesar. I don't want to replace you" (Aku tidak peduli dengan semua itu. Jawabanku tetap sama, Caesar. Aku tidak mau mengantikanmu!)
John sudah membuka pintu ruangan, bersiap ingin meninggalkan tempat itu. Hingga kata-kata yang keluar dari mulut Caesar membuatnya tertegun di tempat.
"You lied to yourself, John! I knew you wanted the position long ago!" Caesar menyeringai melihat John yang terdiam di depan pintu. (Kau membohongi dirimu sendiri, John! Aku tahu kau menginginkan posisi itu sejak dulu!)
Butuh beberapa detik bagi John untuk sadar dari keterkejutannya. Setelah itu tanpa mengatakan apapun dia segera meninggalkan tempat itu.
Caesar bangkit dari kursinya. Berjalan ke pembatas kaca. Caesar menghirup udara segar yang masuk dari luar. Sebuah senyum tipis terpatri dibibirnya.
Setelah sekian lama akhirnya penantian Caesar berakhir. Ini adalah hari yang ia tunggu sejak lama. Hari disaat ia akan meninggalkan pekerjaan kotornya dan pergi meninggalkan kota ini.
Caesar melirik sebuah kertas kosong di atas meja. Ia mengambil kertas itu lalu menuliskan sesuatu di atasnya. Setelah itu meletakkan kembali ke tempatnya semula.
***
Udara panas dan teriknya sinar matahari adalah dua hal yang menyambutnya saat tiba di sebuah tempat. Puluhan penumpang berjalan turun dari pesawat. Caesar menarik koper miliknya lalu masuk ke dalam sebuah taksi yang sudah menunggunya.
"Welcome to Indonesia, Caesar!" Ujar pria di samping tempat duduk Caesar. (Selamat datang di Indonesia, Caesar!)
Caesar terkekeh lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil. Yah, Caesar sekarang sudah berada di Indonesia. Setelah perbincangannya dengan John sore itu. Malamnya, Caesar segera melakukan penerbangan pesawat ke Indonesia. Tidak ada yang menyadari kepergiannya itu. Termasuk John sekalipun.
Setelah ayahnya meninggal. Caesar sudah memutuskan untuk memberikan posisi mafia miliknya kepada John. Lalu setelah itu ia akan pergi ke Indonesia. Memulai kehidupan barunya tanpa menyandang status sebagai seorang mafia lagi. Memulai hidup tenang dan tentramnya di negara Indonesia.
Caesar tersenyum tipis ketika membayangkan bagaimana reaksi marah John saat menerima surat darinya. Di surat itu Caesar menuliskan akan pergi ke sebuah tempat yang tidak akan bisa seorang pun menemuinya. Menurut prediksinya, John pasti sudah membaca surat itu dan menyadari jika dia sudah pergi meninggalkan kota London. Dan sekarang, John pasti akan mengumpatnya dengan segela sumpah serapah dan memerintah semua orang untuk mencari keberadaannya.
"Sambut aku dengan bahasa negaramu, Ali. Ini bukan di London." Ujar Caesar menggunakan bahasa Indonesia. Ali berdecak kagum mendengar bahasa Indonesia Caesar yang sangat bagus.
"Aku kira kau sudah lupa bagaimana caranya bicara dengan bahasa Indonesia. Karena itu aku menggunakan bahasa Inggris." Seru Ali ikut terkekeh. Dia adalah Ali. Teman baik Caesar di Indonesia. Ali lah yang menjemput Caesar di bandara siang ini.
"Aku kaget saat kau tiba-tiba menelponku dan bilang akan datang ke Indonesia. Ada urusan penting apa sampai mafia sibuk sepertimu datang ke Indonesia?" Alia bertanya ringan seolah tidak terpengaruh dengan status Caesar sebagai seorang mafia. Itu menandakan hubungan pertemanan mereka cukup dekat hingga Ali pun bisa tau siapa nama dan juga pekerjaan Caesar.
Caesar mengedikkan bahu. "Kau tidak perlu tau." Ujarnya ringan.
Ali hanya mengangguk tidak berniat bertanya lebih jauh.
"Baiklah. Sekarang, kau ingin aku mengantarmu kemana?" Tanya Ali sambil fokus mengemudi.
"Apartemen yang menurutmu bagus dan jauh dari keramaian." Jawab Caesar.
Ali mengangguk seraya terkekeh. "Yah, aku tau apartemen yang cocok untuk orang penyendiri sepertimu."
***
Cafe crematology di Jakarta saat ini sedang ramai oleh pengunjung. Mulai dari orang-orang kantor, remaja sekolah, anak kuliahan, dan lainnya. Rata-rata mereka yang pergi ke cafe ini mempunyai tujuan yang sama. Yaitu untuk mengerjakan tugas. Entah itu tugas kantor, tugas sekolah, ataupun tugas kuliahan yang dipenuhi skripsi. Itu bisa ditebak dari barang-barang yang mereka bawa.
Yah, Cafe yang terkenal mewah dan cozy ini memang tempat yang paling cocok untuk mengerjakan tugas. Semua orang berpikir demikian termasuk seorang gadis bergaun putih yang duduk di meja dekat jendela.
Gadis bergaun putih dengan rambut hitam yang diikat satu itu tampak fokus menatap layar laptopnya. Tangannya bergerak lincah mengetik sesuatu di keyboard. Dan matanya ikut bergerak cepat mengikuti tulisan dilayar laptop.
Tak lama kemudian senyum gadis itu mengambang. "Lihat saja aku yakin jika cerita ini pasti akan dilirik oleh penerbit. Lalu cerita ini akan segera diterbitkan!" Seru gadis itu bersemangat. Saking bersemangatnya ia tanpa sadar meninggikan suaranya hingga membuat para pengunjung cafe itu menatapnya dengan tatapan aneh dan kesal.
Seolah tidak menyadari jika semua mata memandang ke arahnya gadis itu dengan santai menutup laptopnya dengan keras hingga menimbulkan suara yang cukup besar.
Gadis itu lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. Dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.
Gadis itu adalah Camelia Wilson. Gadis cantik yang memiliki keturunan darah Inggris-Indonesia. Ia memiliki wajah seperti orang bule. Tapi berbeda dengan mata dan rambutnya yang seperti orang Indonesia. Walau begitu wajahnya tetaplah sangat cantik. Matanya yang senada dengan warna rambutnya terlihat sangat indah. Kulitnya yang putih dan hidungnya yang mancung benar-benar membuatnya terlihat seperti seorang bidadari.
DRINGGG
Suara dari handphone-nya yang berdering membuat Camelia sedikit terusik. Dengan kesal Camelia melihat siapa yang telah menelponnya. Dan ternyata orang itu adalah Alisya, sahabatnya.
"Ada apa lagi, Sya? Lo udah ganggu waktu happy gue, tau!" Semprot Camelia kesal.
"Ca, ca, ca, ini penting banget sumpah. Lo harus tau berita penting ini!!!"
"Ck, berita apaaan?! Awas kalau itu berita nggak penting!"
"Iya, iya, sekarang cepet buka postingan instagramnya kak Jian!"
Camelia langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. "Nggak! Ngapain gue lihat postingan instagramnya kak Jian. Lo kan tau kalau gue sama dia itu musuhan!!" Ketus Camelia kesal.
Tentu saja Camelia kesal. Karena dia dan Jian itu adalah musuh. Ceritanya, Camelia memiliki seorang pacar bernama Anggara. Dan Jian adalah pelakor dalam hubungan Camelia dan Anggara. Karena itulah Camelia sangat tidak suka dengan Jian.
Dan sekarang sahabatnya, Alisya ingin dia melihat postingan i*******m Jian. Tentu saja Camelia kesal.
"Tapi ini penting bangett, Ca! Buruan!!"
"Nggak! Gue nggak mau!! Emang kenapa sih?! Lo kan bisa kasih tau gue langsung!"
"Iss... Oke gue kasih tau. Kak Jian dan kak Anggara mau menikah, Ca!!!"
"APA?!" Kaget Camelia dengan mata yang melotot lebar.
Camelia langsung mematikan sambungan telepon lalu segera membuka aplikasi i*******m. Mencari akun i*******m yang bernama Jian. Dan seketika matanya melotot kaget saat melihat sebuah postingan Jian tengah memakai baju pengantin bersama Anggara.
Dengan caption : Bukankah, kami adalah pasangan yang cocok?
Ha? Yang benar saja! Anggara jelas-jelas pacarnya! Tapi kenapa sekarang Anggara terlihat memakai baju pengantin bersama Jian. Dan captionnya itu! Apa maksud semua ini? Apa benar mereka berdua akan segera menikah? Lalu bagaimana dengan Camelia?!
"AAAAA PAPA!!!"
"Kak Angga apa maksud postingannya kak Jian?! Kenapa kalian berdua pakai baju pengantin, ha?! Maksudnya apa?!!" Camelia berteriak marah dengan mata yang berkaca- kaca. Setelah melihat postingan itu dia langsung meninggalkan cafe dan menemui Anggara. Meminta penjelasan dari apa yang dilihatnya itu. Camelia benar-benar berharap agar itu semua salah. Anggara tidak mungkin mengkhianatinya dengan menikah dengan Jian. Di depannya, Anggara hanya bisa diam dengan kepala yang menunduk ke bawah. Tidak ada penjelasan yang keluar dari mulutnya. Dan itu membuat Camelia semakin marah. "Kak Angga jawab! Apa bener kak Angga akan menikah dengan kak Jian?!" Lagi, Anggara tetap diam. Camelia menarik napasnya dalam. Melihat kebisuan Anggara, dia yakin jika yang dikatakan Alisya benar. Anggara memang akan menikah dengan Jian. Camelia menitikkan air matanya lalu menatap Anggara. "Ternyata benar. Kak Angga memang akan menikah dengan kak Jian." Ujarny
Camelia menatap waspada semua hal di sekiranya. Jalan yang sepi tanpa suara manusia atau hewan ini benar-benar membuat Camelia merinding ketakutan. Biasanya tempat-tempat seperti ini banyak sekali penunggunya. Memikirkan hal menakutkan itu membuat Camelia semakin merinding. Ia berharap semoga saja tidak ada sosok menakutkan di tempat ini. Tiba-tiba saja mata Camelia tidak sengaja menangkap sesuatu bergerak di atas pohon beringin. Camelia terkejut dan langsung berlari ketakutan. "Huaaa papa tolongin Camelia. Ada hantuuuu paa!!" Seru Camelia berteriak ketakutan. Camelia terus berlari sekuat tenaganya tanpa memperdulikan kemana arah jalannya. Yang ia pikirkan adalah bagaimana caranya ia pergi dari tempat menyeramkan itu. Camelia berlari sambil menengok ke belakang. Memastikan jika tidak ada hantu yang mengejarnya. Dan tepat dari arah depan sebuah mobil melaju dengan cepat ke arahnya. Cahaya terang da
"Rumah yang bercat putih. Itu rumahku." Seru Camelia memberitahu. Ali mengangguk lalu mengemudikan mobilnya ke rumah yang ditunjuk Camelia. Mobil hitam miliknya berhenti tepat di luar pagar rumah Camelia. Caesar melirik rumah bercat putih itu dari dalam kaca mobil. Menatap rumah Camelia yang sangat besar dan megah. Ia melirik sekilas Camelia yang turun dari mobil. Ia mendengus. Akhirnya gadis itu turun. Camelia mengetuk kaca mobil depan lalu tersenyum senang. "Terimakasih telah mengantarkanku pulang." Ujarnya pada Ali. Ali membuka kaca mobilnya lalu mengangguk kecil. "Sama-sama." Sekilas Camelia menatap wajah Caesar dari luar kaca mobil. Terlihat sekali jika pria asing itu sangat berharap dirinya segera pergi. Camelia menyeringai memikirkan sesuatu. Kemudian dia mengetuk kaca mobil belakang. Caesar menoleh ke arahnya dengan tatapan sinis.
Caesar pikir saat ia mengatakan ingin apartemen yang bagus dan jauh dari keramaian. Ali akan membawanya ke apartemen yang kecil yang jauh dari sekitaran penduduk. Apalagi saat mereka tadi melewati jalan yang cukup sepi, menambah asumsi Caesar. Dan ternyata apartemennya cukup bagus dan jauh dari keramaian orang. Karena letak apartemennya yang tidak di tepi jalan. Tapi kesalnya apartemen itu berpenghuni. "Kenapa apartemen ini berpenghuni?" Caesar berdecak kesal dengan raut datar. "Terakhir aku ke sini apartemen ini memang tidak berpenghuni. Tidak ada orang yang tinggal di apartemen ini. Tau-tau saat kau pulang apartemen ini sudah dihuni 3 orang." Jawab Ali seraya menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal. Caesar sebenarnya tidak suka. Apalagi 3 orang itu adalah perempuan. Dia tidak ingin seatap dengan makhluk yang namanya perempuan. Karena baginya perempuan itu sangat mengangguk dan membuatnya risih.
Sebelum datang ke Indonesia, Caesar sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Ia kabur dari London dengan menyamarkan indentitasnya, agar tidak ada yang bisa mencari tau keberadaannya. Membuat semua CCTV di jalan dan tempat-tempat yang ia lalui mati, agar tak seorang pun yang bisa meretas keberadaannya. Terakhir, ia meninggalkan kartu ATM, kartu kredit, dan black card-nya. Terlalu beresiko membawa semua kartu itu. Karena bisa saja orang-orang suruhan John meretas kartu tersebut dan menemukan dimana dirinya.Caesar benar-benar sudah meninggalkan kota tersebut tanpa membawa gelarnya sebagai Mafia. Meninggalkan semua hal yang ia miliki di London. Dan memulai hidup baru yang nyaman di Indonesia."Kukira alasan kau datang ke Indonesia karena ada sesuatu yang kau rencanakan di negara ini. Aku tidak menduga kau datang ke sini diam-diam dan bahkan... Resign dari pekerjaanmu. Why? Apa alasanmu melakukan semua itu?"
"Dia... Dia om tampan yang pernah gue cium.""WHAT?!" Alisya syok. Kaget dengan ucapan Camelia barusan."Lo bercanda, kan? Jangan ngeprank gue, Ca!" Sambung Alisya berpikir jika Camelia hanya ingin mengerjainya saja. Tapi Camelia justru menggeleng."Enggak, Alisya. Gue serius! Gue pernah cium om ini." Tukas Camelia serius. Seketika wajahnya berubah malu mengingat dirinya yang dengan tidak sopan mencium orang asing. Ah, memikirkan itu membuatnya ingin membenturkan kepalanya saat ini juga! Bagiamana bisa dia melakukan hal seperti itu pada orang asing?!"Setau gue lo nggak pernah mau cium orang. Bahkan sama kak Angga aja lo nggak pernah cium dia. Jangankan sama kak Angga, gue aja nggak pernah lihat lo cium papa lo. Gimana ceritanya lo bisa sampai cium om ganteng ini?" Tanya Alisya sulit percaya.Camelia menatap Alisya dengan cemberut. Memang benar apa yang di
"Kau tau, aku ingin sekali membunuhmu." Ujarnya mencekik leher jenjang dan putih Camelia. Dia menyeringai saat melihat wajah Camelia yang sudah pucat karena ulahnya. Bukannya berhenti, dia justru semakin berbuat lebih. Camelia merasa oksigen di sekitarnya semakin menipis. Lehernya terasa sakit akibat cengkraman kuat dari Caesar. Camelia harus melepaskan diri sebelum ia benar-benar mati. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk melepaskan tangan Caesar dari lehernya. Tapi posisinya yang terpojok dan kekuatannya yang lemah membuat usahanya sia-sia. Caesar justru semakin berbuat lebih. Membuat Camelia meneteskan air matanya. Seharusnya, air mata itu bukan apa-apa bagi seorang Mafia sepertinya. Dia sudah terbiasa membunuh seseorang dengan tangannya. Tapi saat air mata itu menetes, ingatan akan sosok ibunya yang meneteskan air mata di detik-detik kematiannya hadir di benaknya. Ingatan yang membuat hati nurani Caesar muncul.
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menolongnya? Sejak tadi, pikiran itu terus menganggunya. Dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia tiba-tiba ingin menolong gadis asing itu? Setelah gagal membunuh gadis itu, sekarang dia malah menolong gadis itu. Ini sangat konyol. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Jika ingatan sialan itu tidak tiba-tiba muncul dan mengganggunya, maka gadis itu pasti sudah mati beberapa menit yang lalu. Baiklah, anggap saja itu adalah hari keberuntungan gadis itu. Karena bisa selamat dari iblis sepertinya. Dia pikir hanya dirinya saja yang bertindak bodoh dengan menolong gadis itu dari para preman. Tapi ternyata gadis itu juga sama bodohnya. Dengan sikap kurang ajar dan tidak warasnya, gadis itu menarik tangannya dan mengajaknya lari dari para preman-preman itu. Yang benar saja! Seorang mafia seperti dirinya, lari di tengah-tengah pertarungan seperti seorang pengecut! Harga dirinya sebagai seor
"Ini cek lima ratus juta. Kau bisa mendapatkannya sekarang jika menyetujui kontrak ini." "Aku tidak yakin lima ratus juta hanya untuk berpura-pura sebagai sepasang kekasih." Kenapa dia sangat pintar? Batin Camelia. Dia benar-benar tidak bisa ditipu. Baiklah, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Camelia menyandarkan punggungnya. "Yah, baiklah. Sebenarnya aku ingin hubungan ini berlanjut bukan hanya untuk balas dendam. Tapi karena hal lain..." Bagaimana mengatakan hal itu? Camelia ragu. Caesar menyeringai. Sudah ia duga, uang sebanyak itu hanya untuk melakukan hal konyol ini? Itu tidak mungkin. Apa yang diinginkan gadis ini darinya? "Apa yang kau inginkan?" Berdeham canggung dengan ragu Camelia menjawab, "Aku ingin kau bersikap sebagai kekasih yang baik dan emm... romantis?" "Romantis?" Bingung Caesar. Camelia menghela napas pasrah. Sepertinya ia harus menjelaskannya dari awal. Mengambil napas dalam-dalam Camelia pun menjelaskan mulai dari cita-citanya yang ingin menjadi p
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan itu akhirnya melepaskan tautan tangan mereka saat tiba di parkiran. Camelia berjalan mundur ke samping begitu juga dengan Caesar."Kenapa tiba-tiba rencananya berubah?" Caesar bertanya sambil bersedekap dada menatap Camelia dengan tajam.Rencana mereka Camelia akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih. Tapi mendadak Camelia mengganti kata-kata itu menjadi 'calon suami'. Bahkan mengatakan mereka sudah bertunangan. Benar-benar tidak seperti yang direncanakan.Camelia berdeham singkat. "Karena pria brengsek itu aku jadi tidak dapat mengontrol ucapanku. Melihat wajahnya langsung membuatku jengkel. Saat melihat tatapan cemburunya aku merasa senang lalu mengatakan kalimat itu tanpa pikir panjang," jelas Camelia sedikit gugup.Tatapan mata Caesar masih tajam. Camelia mendesah kesal melihat itu. "Mau aku bilang pacar atau calon suami, itu tidak ada bedanya. Tujuannya kan sama. Yaitu membuat pria brengsek itu cemburu.""Ngomong-ngomong, ken
"Selamat atas kehamilannya, kak Jian." Deg! Semua orang yang berada di pesta terkejut mendengarnya. "KAU!" Tuan Thomas berteriak marah, "Beraninya gadis rendahan sepertimu mengatakan omong kosong seperti itu!!" Tuan Thomas mengangkat tangannya dengan tinggi bersiap menampar Camelia. "Dasar gadis rendahan!" Drep! Sebuah tangan lebih dulu menahan tangan kasar tuan Thomas. Bahkan tangan itu sekarang mencengkram tangan tuan Thomas dengan kuat. Pemilik tangan itu menatap dengan tajam dan dingin pada tuan Thomas. Aura tidak menyenangkan keluar dari tubuhnya membawa ketakutan pada sosok tua di depannya. "Mengangkat tangan pada seorang perempuan, bukankah itu kasar?" suara dingin Caesar terdengar sangat menakutkan. Siapa yang tidak akan merasa merinding saat mendengar suaranya. Ta
Sebuah pesta pernikahan digelar dengan megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu undangan berbondong-bondong memasuki aula pesta. Semuanya menggunakan jas dan gaun pesta yang mewah. Berbaur dengan sesama tamu undangan yang ikut menikmati pesta. Sepasang pengantin berdiri di pelaminan sambil menyalami para tamu undangan. Sepasang pengantin itu adalah Angga dan Jian. Kedua pengantin yang baru menikah itu menampilkan senyum ramah saat menyalami para tamu undangan. Atau lebih tepatnya, hanya Jian saja yang selalu menampilkan senyum ramah dan bahagianya. Sedangkan Angga malah sebaliknya. Berusaha menampilkan senyum ramah yang justru berbanding terbalik dengan sorot matanya yang redup. Jian bukannya tidak menyadari ekspresi ganjil itu. Dia tentu saja tau jika Angga sama sekali tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi, dia tidak peduli. Keegoisan hatinya untuk bisa memiliki Angga mengalahkan hati nuraninya sendiri. Apapun akan
Apa Camelia akan langsung percaya dengan perkataan Caesar? Yang katanya ingin bertemu dengannya di cafe. Membantunya membalas mantan pacarnya dengan berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Tidak. Camelia tidak ingin percaya. Tapi... Siang ini, jam ini, detik ini, sekarang, tiba-tiba sebuah nomor asing mengirimkannya pesan. Aku menunggumu sekarang! Datang atau kau akan kehilangan kesempatan untuk membalas mantan pacarmu!! Dari pesannya saja Camelia langsung tau siapa yang mengirimkannya pesan bertanda seru itu. Tapi, darimana dia bisa tau nomornya? Sejak tadi itu yang mengganggu pikirannya. Dan akhirnya, setelah mendapat pesan itu tanpa berpikir panjang ia langsung bergegas menemui orang 'itu'. Dalam hati Camelia terus bertanya. Akan seperti apa pertemu
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menolongnya? Sejak tadi, pikiran itu terus menganggunya. Dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia tiba-tiba ingin menolong gadis asing itu? Setelah gagal membunuh gadis itu, sekarang dia malah menolong gadis itu. Ini sangat konyol. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Jika ingatan sialan itu tidak tiba-tiba muncul dan mengganggunya, maka gadis itu pasti sudah mati beberapa menit yang lalu. Baiklah, anggap saja itu adalah hari keberuntungan gadis itu. Karena bisa selamat dari iblis sepertinya. Dia pikir hanya dirinya saja yang bertindak bodoh dengan menolong gadis itu dari para preman. Tapi ternyata gadis itu juga sama bodohnya. Dengan sikap kurang ajar dan tidak warasnya, gadis itu menarik tangannya dan mengajaknya lari dari para preman-preman itu. Yang benar saja! Seorang mafia seperti dirinya, lari di tengah-tengah pertarungan seperti seorang pengecut! Harga dirinya sebagai seor
"Kau tau, aku ingin sekali membunuhmu." Ujarnya mencekik leher jenjang dan putih Camelia. Dia menyeringai saat melihat wajah Camelia yang sudah pucat karena ulahnya. Bukannya berhenti, dia justru semakin berbuat lebih. Camelia merasa oksigen di sekitarnya semakin menipis. Lehernya terasa sakit akibat cengkraman kuat dari Caesar. Camelia harus melepaskan diri sebelum ia benar-benar mati. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk melepaskan tangan Caesar dari lehernya. Tapi posisinya yang terpojok dan kekuatannya yang lemah membuat usahanya sia-sia. Caesar justru semakin berbuat lebih. Membuat Camelia meneteskan air matanya. Seharusnya, air mata itu bukan apa-apa bagi seorang Mafia sepertinya. Dia sudah terbiasa membunuh seseorang dengan tangannya. Tapi saat air mata itu menetes, ingatan akan sosok ibunya yang meneteskan air mata di detik-detik kematiannya hadir di benaknya. Ingatan yang membuat hati nurani Caesar muncul.