"Dia... Dia om tampan yang pernah gue cium."
"WHAT?!" Alisya syok. Kaget dengan ucapan Camelia barusan.
"Lo bercanda, kan? Jangan ngeprank gue, Ca!" Sambung Alisya berpikir jika Camelia hanya ingin mengerjainya saja. Tapi Camelia justru menggeleng.
"Enggak, Alisya. Gue serius! Gue pernah cium om ini." Tukas Camelia serius. Seketika wajahnya berubah malu mengingat dirinya yang dengan tidak sopan mencium orang asing. Ah, memikirkan itu membuatnya ingin membenturkan kepalanya saat ini juga! Bagiamana bisa dia melakukan hal seperti itu pada orang asing?!
"Setau gue lo nggak pernah mau cium orang. Bahkan sama kak Angga aja lo nggak pernah cium dia. Jangankan sama kak Angga, gue aja nggak pernah lihat lo cium papa lo. Gimana ceritanya lo bisa sampai cium om ganteng ini?" Tanya Alisya sulit percaya.
Camelia menatap Alisya dengan cemberut. Memang benar apa yang dikatakan Alisya. Ia belum pernah yang namanya mencium seseorang. Tapi masalahnya, ia benar-benar kesal dengan ucapan orang asing itu yang mengatai dirinya jalang. Alhasil akal sehatnya hilang sampai berani mencium orang asing itu.
"Ceritanya panjang, intinya gue udah pernah cium om ganteng ini." Tukas Camelia merasa malas menceritakan kronologinya.
Bibir Alisya maju ke depan dan menatap Camelia dengan tatapan menggoda. "Tapi lo pasti senang kan bisa cium om ganteng ini, ya kan?" Goda Alisya sempat-sempatnya.
"Nggak! Senang enggak malu iya!" Ketus Camelia.
"Iya deh. Btw, nih om-om ganteng sesuai banget sama tipe lo. Mending lo sama..."
"Ogah! Gue nggak mau!" Potong Camelia sensi.
"Tapi kan..."
"Gue nggak mau. Titik!" Tekan Camelia tegas. Jangankan menjadi pacar pura-pura, bertemu langsung dengannya saja Camelia tidak berani. Jangan-jangan pria itu akan menghabisinya saat tau ia adalah perempuan yang waktu itu menciumnya. Lebih dari itu, ia juga sangat malu!
"Padahal gue udah susah payah ngambil foto nih om bule." Sungut Alisya kesal. Mengingat perjuangannya untuk mendapatkan foto tersebut sangatlah susah.
"Yang lain?"
"Nggak ada. Gue udah nyari 2 hari 2 malam nggak ketemu-ketemu. Pas ketemu yang cocok lo nya nggak mau." Cibir Alisya melirik Camelia sinis.
"Aaaa terus gimana? Pesta pernikahannya besok, Alisya." Rengek Camelia panik. Pesta pernikahannya akan diadakakan besok. Sementara sekarang ia belum mendapatkan cowok yang cocok.
"Gimana kalau lo minta bantuan papa lo, Ca. Papa lo kan pejabat, pasti papa lo punya banyak kenalan cowok-cowok ganteng." Ucap Alisya memberi ide.
Camelia langsung menggeleng. "Nggak bisa. Papa gue aja nggak setuju sama rencana balas dendam gue. Katanya lebih baik dia ledakin pesta pernikahan itu daripada lihat gue jalan sama cowok asing."
Tubuh Alisya langsung merinding mendengarnya. Hanya dia yang tau seberapa posesifnya Regan pada Camelia.
"Uh, posesif!"
Camelia langsung melayangkan tatapan sinisnya pada Alisya. Tidak terima papanya dibilang posesif yah walaupun kenyataannya begitu.
"Jadi gue harus gimana?" Tanya Camelia resah.
"Otak gue buntu, Ca. Nggak bisa mikir. Gue perlu asupan makanan. Sebentar gue bikin mie dulu di dapur." Setelah mengatakan itu Alisya langsung bergegas pergi ke dapur.
Camelia mendengus mendengar jawaban Alisya. Ia ingin menendang Alisya dari kamarnya saat ini juga. Tapi ia terlalu malas untuk melakukan itu. Sejenak, Camelia memperhatikan foto pria itu. Lama-lama tatapannya mulai menajam dan memperhatikan foto itu dengan saksama.
Yah, emang ganteng sih. Wajahnya juga cool gitu. Batin Camelia.
Tiba-tiba sekelebat ingatan tentang bagaimana brengseknya Anggara menyembunyikan tentang pernikahannya. Lalu dengan tidak tau malunya dia meminta dirinya untuk menikah dengannya setelah anaknya lahir. Ingatan itu membuat tekad Camelia untuk balas dendan semakin membara.
"Fine! Gue bakal nemuin om ganteng itu! Demi penghianatan mantan!!!" Seru Camelia berapi-rapi.
Camelia langsung bergegas turun dari kasurnya dan mengganti pakaiannnya. Setelah berdandan singkat ia langsung bergegas membuka pintu.
Cklek
"Eh, lo mau kemana? Mienya udah jadi nih." Seru Alisya kaget saat masuk ke kamar. Kedua tangannya menenteng mie goreng.
"Gue mau ketemu sama om bule." Ujar Camelia cepat dan langsung keluar dari kamar. Meninggalkan Alisya dengan wajah cengo setelah mendengar kalimatnya barusan.
"WHAT?!"
***
Camelia masuk ke dalam cafe dengan memakai topi putih dan masker putih. Setelah memesan minuman, ia berjalan dengan santai ke meja bundar di sudut cafe. Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan memperhatikan orang-orang yang ada di cafe. Lalu, tatapan matanya berhenti saat melihat seorang pria dengan punggung tegap, duduk dengan angkuh di meja ujung.
Camelia bergeser sedikit lalu menajamkan matanya untuk meyakinkan jika itu adalah orangnya. Dan benar saja! Itu adalah om bule yang Camelia cari. Camelia tersenyum lega karena om bule itu masih ada di cafe. Ia sempat mengira om bule itu sudah pergi dari cafe.
Seorang barista datang ke mejanya lalu menyajikan sebuah cafe panas yang sama sekali tidak Camelia sukai. Camelia tidak suka kopi. Tapi demi om bule itu ia rela membeli minuman pahit ini.
Yang Camelia lakukan sedaritadi hanyalah menatap bagaimana pria itu minum. Meletakkan cangkir kopi sampai menaruhnya kembali. Semua itu dilakukan dengan sangat elegan. Camelia bahkan menyanggah wajahnya dengan tangan kiri seolah menikmati pemandangan itu.
Tiba-tiba, pria itu bangkit dari duduknya lalu membayar pesanannya. Sepertinya pria itu ingin pergi. Camelia yang melihat itu buru-buru membayar pesanannya lalu keluar dari cafe. Ia berjalan pelan mengikuti kemana pria itu akan pergi.
"Sebenarnya dia mau kemana?" Ujar Camelia bingung mengikuti pria itu yang masuk ke sebuah gang kecil. Gang itu ternyata punya banyak cabang.
Camelia membalikkan tubuhnya melihat kebelakang. Ia berusaha mengingat jalan mana saja yang sudah ia lalui. Karena jujur Camelia sendiri tidak tau jalan keluar gang ini. Camelia tidak mau tersesat lagi.
Saat Camelia menoleh ke depan. Tiba-tiba orang yang diikutinya hilang. Mata Camelia terbelalak menyadari ia sudah kehilangan pria itu. Camelia panik! Bukan, bukan karena ia kehilangan jejak pria itu. Tapi... Hei! Dia tersesat lagi!
"PA--Hupp" Camelia terkejut saat mulutnya tiba-tiba dibekap oleh seseorang. Seseorang menarik tubuhnya dengan kuat ke tembok. Camelia memejamkan matanya karena kaget. Dia bisa merasakan ada seseorang di depannya.
"Sudah puas mengikutiku?"
Suara itu? Camelia sontak membuka matanya begitu mendengar suara orang itu. Matanya membola saat melihat wajah orang itu. Bola mata hijau emerald itu menatapnya dengan tajam. Diikuti dengan alisnya yang menukik tajam. Camelia merasakan jantungnya berdegup dengan kencang.
"Hai, om bule... " Camelia melayangkan senyum manisnya di tengah situasi menegangkan ini.
Pria itu, Caesar terkejut mendengar suaranya. Sedetik kemudian tatapannya bertambah tajam begitu menyadari siapa perempuan ini.
Caesar menyeringai. "Kau, gadis gila itu?"
"Eh, tidak gadis aneh lagi?" Beo Camelia.
Tangan yang semula berada di mulutnya, berpindah ke leher jenjangnya. Camelia kaget saat tangan Caesar tiba-tiba mencekiknya.
Caesar tersenyum sinis. Ia pikir rencananya untuk membunuh perempuan ini tidak akan terjadi. Tapi justru perempuan inilah yang mengantarkan nyawanya pada Caesar. Di gang ini tidak ada orang, kan? Tempat yang cocok sekali untuk melenyapkan nyawa seseorang.
"Kau tau, aku ingin sekali membunuhmu." Ujarnya mencekik leher jenjang dan putih Camelia. Dia menyeringai saat melihat wajah Camelia yang sudah pucat karena ulahnya. Bukannya berhenti, dia justru semakin berbuat lebih. Camelia merasa oksigen di sekitarnya semakin menipis. Lehernya terasa sakit akibat cengkraman kuat dari Caesar. Camelia harus melepaskan diri sebelum ia benar-benar mati. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk melepaskan tangan Caesar dari lehernya. Tapi posisinya yang terpojok dan kekuatannya yang lemah membuat usahanya sia-sia. Caesar justru semakin berbuat lebih. Membuat Camelia meneteskan air matanya. Seharusnya, air mata itu bukan apa-apa bagi seorang Mafia sepertinya. Dia sudah terbiasa membunuh seseorang dengan tangannya. Tapi saat air mata itu menetes, ingatan akan sosok ibunya yang meneteskan air mata di detik-detik kematiannya hadir di benaknya. Ingatan yang membuat hati nurani Caesar muncul.
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menolongnya? Sejak tadi, pikiran itu terus menganggunya. Dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia tiba-tiba ingin menolong gadis asing itu? Setelah gagal membunuh gadis itu, sekarang dia malah menolong gadis itu. Ini sangat konyol. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Jika ingatan sialan itu tidak tiba-tiba muncul dan mengganggunya, maka gadis itu pasti sudah mati beberapa menit yang lalu. Baiklah, anggap saja itu adalah hari keberuntungan gadis itu. Karena bisa selamat dari iblis sepertinya. Dia pikir hanya dirinya saja yang bertindak bodoh dengan menolong gadis itu dari para preman. Tapi ternyata gadis itu juga sama bodohnya. Dengan sikap kurang ajar dan tidak warasnya, gadis itu menarik tangannya dan mengajaknya lari dari para preman-preman itu. Yang benar saja! Seorang mafia seperti dirinya, lari di tengah-tengah pertarungan seperti seorang pengecut! Harga dirinya sebagai seor
Apa Camelia akan langsung percaya dengan perkataan Caesar? Yang katanya ingin bertemu dengannya di cafe. Membantunya membalas mantan pacarnya dengan berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Tidak. Camelia tidak ingin percaya. Tapi... Siang ini, jam ini, detik ini, sekarang, tiba-tiba sebuah nomor asing mengirimkannya pesan. Aku menunggumu sekarang! Datang atau kau akan kehilangan kesempatan untuk membalas mantan pacarmu!! Dari pesannya saja Camelia langsung tau siapa yang mengirimkannya pesan bertanda seru itu. Tapi, darimana dia bisa tau nomornya? Sejak tadi itu yang mengganggu pikirannya. Dan akhirnya, setelah mendapat pesan itu tanpa berpikir panjang ia langsung bergegas menemui orang 'itu'. Dalam hati Camelia terus bertanya. Akan seperti apa pertemu
Sebuah pesta pernikahan digelar dengan megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu undangan berbondong-bondong memasuki aula pesta. Semuanya menggunakan jas dan gaun pesta yang mewah. Berbaur dengan sesama tamu undangan yang ikut menikmati pesta. Sepasang pengantin berdiri di pelaminan sambil menyalami para tamu undangan. Sepasang pengantin itu adalah Angga dan Jian. Kedua pengantin yang baru menikah itu menampilkan senyum ramah saat menyalami para tamu undangan. Atau lebih tepatnya, hanya Jian saja yang selalu menampilkan senyum ramah dan bahagianya. Sedangkan Angga malah sebaliknya. Berusaha menampilkan senyum ramah yang justru berbanding terbalik dengan sorot matanya yang redup. Jian bukannya tidak menyadari ekspresi ganjil itu. Dia tentu saja tau jika Angga sama sekali tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi, dia tidak peduli. Keegoisan hatinya untuk bisa memiliki Angga mengalahkan hati nuraninya sendiri. Apapun akan
"Selamat atas kehamilannya, kak Jian." Deg! Semua orang yang berada di pesta terkejut mendengarnya. "KAU!" Tuan Thomas berteriak marah, "Beraninya gadis rendahan sepertimu mengatakan omong kosong seperti itu!!" Tuan Thomas mengangkat tangannya dengan tinggi bersiap menampar Camelia. "Dasar gadis rendahan!" Drep! Sebuah tangan lebih dulu menahan tangan kasar tuan Thomas. Bahkan tangan itu sekarang mencengkram tangan tuan Thomas dengan kuat. Pemilik tangan itu menatap dengan tajam dan dingin pada tuan Thomas. Aura tidak menyenangkan keluar dari tubuhnya membawa ketakutan pada sosok tua di depannya. "Mengangkat tangan pada seorang perempuan, bukankah itu kasar?" suara dingin Caesar terdengar sangat menakutkan. Siapa yang tidak akan merasa merinding saat mendengar suaranya. Ta
Sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan itu akhirnya melepaskan tautan tangan mereka saat tiba di parkiran. Camelia berjalan mundur ke samping begitu juga dengan Caesar."Kenapa tiba-tiba rencananya berubah?" Caesar bertanya sambil bersedekap dada menatap Camelia dengan tajam.Rencana mereka Camelia akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih. Tapi mendadak Camelia mengganti kata-kata itu menjadi 'calon suami'. Bahkan mengatakan mereka sudah bertunangan. Benar-benar tidak seperti yang direncanakan.Camelia berdeham singkat. "Karena pria brengsek itu aku jadi tidak dapat mengontrol ucapanku. Melihat wajahnya langsung membuatku jengkel. Saat melihat tatapan cemburunya aku merasa senang lalu mengatakan kalimat itu tanpa pikir panjang," jelas Camelia sedikit gugup.Tatapan mata Caesar masih tajam. Camelia mendesah kesal melihat itu. "Mau aku bilang pacar atau calon suami, itu tidak ada bedanya. Tujuannya kan sama. Yaitu membuat pria brengsek itu cemburu.""Ngomong-ngomong, ken
"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Ini cek lima ratus juta. Kau bisa mendapatkannya sekarang jika menyetujui kontrak ini." "Aku tidak yakin lima ratus juta hanya untuk berpura-pura sebagai sepasang kekasih." Kenapa dia sangat pintar? Batin Camelia. Dia benar-benar tidak bisa ditipu. Baiklah, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Camelia menyandarkan punggungnya. "Yah, baiklah. Sebenarnya aku ingin hubungan ini berlanjut bukan hanya untuk balas dendam. Tapi karena hal lain..." Bagaimana mengatakan hal itu? Camelia ragu. Caesar menyeringai. Sudah ia duga, uang sebanyak itu hanya untuk melakukan hal konyol ini? Itu tidak mungkin. Apa yang diinginkan gadis ini darinya? "Apa yang kau inginkan?" Berdeham canggung dengan ragu Camelia menjawab, "Aku ingin kau bersikap sebagai kekasih yang baik dan emm... romantis?" "Romantis?" Bingung Caesar. Camelia menghela napas pasrah. Sepertinya ia harus menjelaskannya dari awal. Mengambil napas dalam-dalam Camelia pun menjelaskan mulai dari cita-citanya yang ingin menjadi p
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan itu akhirnya melepaskan tautan tangan mereka saat tiba di parkiran. Camelia berjalan mundur ke samping begitu juga dengan Caesar."Kenapa tiba-tiba rencananya berubah?" Caesar bertanya sambil bersedekap dada menatap Camelia dengan tajam.Rencana mereka Camelia akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih. Tapi mendadak Camelia mengganti kata-kata itu menjadi 'calon suami'. Bahkan mengatakan mereka sudah bertunangan. Benar-benar tidak seperti yang direncanakan.Camelia berdeham singkat. "Karena pria brengsek itu aku jadi tidak dapat mengontrol ucapanku. Melihat wajahnya langsung membuatku jengkel. Saat melihat tatapan cemburunya aku merasa senang lalu mengatakan kalimat itu tanpa pikir panjang," jelas Camelia sedikit gugup.Tatapan mata Caesar masih tajam. Camelia mendesah kesal melihat itu. "Mau aku bilang pacar atau calon suami, itu tidak ada bedanya. Tujuannya kan sama. Yaitu membuat pria brengsek itu cemburu.""Ngomong-ngomong, ken
"Selamat atas kehamilannya, kak Jian." Deg! Semua orang yang berada di pesta terkejut mendengarnya. "KAU!" Tuan Thomas berteriak marah, "Beraninya gadis rendahan sepertimu mengatakan omong kosong seperti itu!!" Tuan Thomas mengangkat tangannya dengan tinggi bersiap menampar Camelia. "Dasar gadis rendahan!" Drep! Sebuah tangan lebih dulu menahan tangan kasar tuan Thomas. Bahkan tangan itu sekarang mencengkram tangan tuan Thomas dengan kuat. Pemilik tangan itu menatap dengan tajam dan dingin pada tuan Thomas. Aura tidak menyenangkan keluar dari tubuhnya membawa ketakutan pada sosok tua di depannya. "Mengangkat tangan pada seorang perempuan, bukankah itu kasar?" suara dingin Caesar terdengar sangat menakutkan. Siapa yang tidak akan merasa merinding saat mendengar suaranya. Ta
Sebuah pesta pernikahan digelar dengan megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu undangan berbondong-bondong memasuki aula pesta. Semuanya menggunakan jas dan gaun pesta yang mewah. Berbaur dengan sesama tamu undangan yang ikut menikmati pesta. Sepasang pengantin berdiri di pelaminan sambil menyalami para tamu undangan. Sepasang pengantin itu adalah Angga dan Jian. Kedua pengantin yang baru menikah itu menampilkan senyum ramah saat menyalami para tamu undangan. Atau lebih tepatnya, hanya Jian saja yang selalu menampilkan senyum ramah dan bahagianya. Sedangkan Angga malah sebaliknya. Berusaha menampilkan senyum ramah yang justru berbanding terbalik dengan sorot matanya yang redup. Jian bukannya tidak menyadari ekspresi ganjil itu. Dia tentu saja tau jika Angga sama sekali tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi, dia tidak peduli. Keegoisan hatinya untuk bisa memiliki Angga mengalahkan hati nuraninya sendiri. Apapun akan
Apa Camelia akan langsung percaya dengan perkataan Caesar? Yang katanya ingin bertemu dengannya di cafe. Membantunya membalas mantan pacarnya dengan berpura-pura menjadi sepasang kekasih. Tidak. Camelia tidak ingin percaya. Tapi... Siang ini, jam ini, detik ini, sekarang, tiba-tiba sebuah nomor asing mengirimkannya pesan. Aku menunggumu sekarang! Datang atau kau akan kehilangan kesempatan untuk membalas mantan pacarmu!! Dari pesannya saja Camelia langsung tau siapa yang mengirimkannya pesan bertanda seru itu. Tapi, darimana dia bisa tau nomornya? Sejak tadi itu yang mengganggu pikirannya. Dan akhirnya, setelah mendapat pesan itu tanpa berpikir panjang ia langsung bergegas menemui orang 'itu'. Dalam hati Camelia terus bertanya. Akan seperti apa pertemu
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menolongnya? Sejak tadi, pikiran itu terus menganggunya. Dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia tiba-tiba ingin menolong gadis asing itu? Setelah gagal membunuh gadis itu, sekarang dia malah menolong gadis itu. Ini sangat konyol. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Jika ingatan sialan itu tidak tiba-tiba muncul dan mengganggunya, maka gadis itu pasti sudah mati beberapa menit yang lalu. Baiklah, anggap saja itu adalah hari keberuntungan gadis itu. Karena bisa selamat dari iblis sepertinya. Dia pikir hanya dirinya saja yang bertindak bodoh dengan menolong gadis itu dari para preman. Tapi ternyata gadis itu juga sama bodohnya. Dengan sikap kurang ajar dan tidak warasnya, gadis itu menarik tangannya dan mengajaknya lari dari para preman-preman itu. Yang benar saja! Seorang mafia seperti dirinya, lari di tengah-tengah pertarungan seperti seorang pengecut! Harga dirinya sebagai seor
"Kau tau, aku ingin sekali membunuhmu." Ujarnya mencekik leher jenjang dan putih Camelia. Dia menyeringai saat melihat wajah Camelia yang sudah pucat karena ulahnya. Bukannya berhenti, dia justru semakin berbuat lebih. Camelia merasa oksigen di sekitarnya semakin menipis. Lehernya terasa sakit akibat cengkraman kuat dari Caesar. Camelia harus melepaskan diri sebelum ia benar-benar mati. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk melepaskan tangan Caesar dari lehernya. Tapi posisinya yang terpojok dan kekuatannya yang lemah membuat usahanya sia-sia. Caesar justru semakin berbuat lebih. Membuat Camelia meneteskan air matanya. Seharusnya, air mata itu bukan apa-apa bagi seorang Mafia sepertinya. Dia sudah terbiasa membunuh seseorang dengan tangannya. Tapi saat air mata itu menetes, ingatan akan sosok ibunya yang meneteskan air mata di detik-detik kematiannya hadir di benaknya. Ingatan yang membuat hati nurani Caesar muncul.