“Kanker?” Wijaya mengulang entah ke berapa kali.
Terdiam, mengusap wajahnya dengan kasar, menghela nafas panjang. Wijaya menatap dengan pandangan kosong, Tania sangat tahu perasaannya saat ini. Tina bukan hanya menantu tapi sudah dianggapnya anak, menjaga Tina sama dengan Wijaya menjaga sahabatnya.“Semua udah rencana Tuhan.” Tania membelai punggung Wijaya pelan.“Memang, tapi...apa yang harus aku katakan kalau nanti bertemu sama Regan dan Mira? Aku gagal menjaga anak mereka dengan baik, sakit itu juga karena Via yang merebut Bima dari wanita lain, kalau aku bisa memutar waktu pastinya akan menghentikan rencana gila Via dan membiarkan dia bersama dengan Rifat.”“Kamu putar waktu juga hasilnya akan sama.” Tania mengatakan dengan lembut.“Kamu nggak tahu bagaimana perasaanku, apa karena Rifat akan bersama dengan Via kamu nggak suka?” Wijaya menatap tajam pada Tania.Sedikit terkejut dengan ekspresi Wijaya saat ini, sebe“Mili kayaknya lagi mempersiapkan sesuatu,” ucap Rifat, membuat Tania dan Wijaya membelalakkan matanya.“Maksudnya? Merencanakan apa?” tanya Tania penasaran setelah sedikit tenang.“Pengawalan kamu perketat buat semuanya.” Wijaya memberikan instruksi dengan nada tegasnya.Memutar bola matanya malas dengan sikap Wijaya “Harusnya kamu tanya dulu rencana Mili apaan? Bukan hanya main perketat penjagaan, semua orang berduit bisa melakukannya. Kamu tanya dan tahu rencana dia pasti bisa mengatur strategi.” Tania mengatakan dengan penuh kesabaran.“Wanita gila itu nggak bisa di prediksi sama sekali, kita mau buat rencana juga bakal kalah sama rencana liciknya. Kamu sudah mengalami beberapa kali, masa nggak ambil pelajaran dari situ? Apa karena yang terakhir ada mantan terindahmu itu?” Wijaya menatap kesal Tania.“Baik, saya akan meminta perkuat penjagaan terutama untuk anak-anak.” Rifat menghentikan perdebatan mereka berdua. “Saya pamit
“Aku nggak akan pernah puas satu kali permainan, Sayang.” Wijaya melumat bibir Tania kasar.“Lakukan apapun yang kamu mau....ahhh....” Tania menggerakkan bokongnya dengan Wijaya yang memasukinya dari belakang, tangan Wijaya bergerak meremas bukit kembarnya dengan kasar. Dorongan di vaginanya membuat Tania mengerang tertahan, Wijaya melakukan dengan sangat kasar dan menampar bokong Tania keras. Tania selalu menyukai setiap sentuhan yang diberikan Wijaya pada dirinya, pukulan ringan yang dilakukan Wijaya di anggota tubuhnya saat melakukan hubungan intim semakin membuat Tania bergairah.“Ahhh....lebih dalam...oughh....” Tania mengerang dan meremas payudaranya saat merasakan penis Wijaya bergerak dalam. “Ahhh....aku mau keluar...ahhh....”Tubuh Tania mengejang dan akhirnya mencapai klimaks dengan membaringkan kepalanya di ranjang, penis Wijaya masih berada di vaginanya bergerak tidak menentu. Tania hanya membiarkan apa yang Wijaya lakukan pad
“Mencurigai Billy? Jangan aneh-aneh!” Bima tampak tidak setuju setelah mendengar cerita Tania.“Lalu apa Endi dan Leo berbohong? Kita nggak pernah tahu apa yang didalam otak mantan istrimu.” Wijaya membuka suaranya dengan nada kesal “Tampaknya bukan sekarang mereka bertindak.” Hening, suasana menjadi sunyi setelah Wijaya berkata seperti itu. Memikirkan hal yang sama, Mili sampai kapanpun tidak akan pernah selesai. Tania tahu jika dampak dari Mili sangat luar biasa, mereka semua sudah merasakan bagaimana kehilangan dari apa yang dilakukan Mili.“Kita seakan habis melakukan kejahatan besar.” Tania menggelengkan kepalanya “Memang dia nggak pernah mengerang kita menggunakan media?”Rifat menggelengkan kepalanya “Dia tahu kalau kita juga memegang media, pernah beberapa kali mencoba tapi selalu gagal dan akhirnya menyerah.”Tania mengingat itu semua, dirinya selalu ikut setiap kali Wijaya berbicara dengan Rifat atau yang lain. Wijaya
Anak-anak semakin besar, Rei sendiri sudah cukup usia untuk memiliki adik. Sejak Rei sudah tidak konsumsi ASInya membuat Tania memutuskan program hamil anak perempuan, menyetujui permintaan Wijaya dengan alasan melihat keadaan Zee yang tidak memiliki teman dalam bermain, walaupun saudaranya tidak pernah melupakan Zee.“Akhirnya kamu hamil juga.” Wijaya menatap penuh bahagia.“Dokter itu memang luar biasa.” Tania membelai perutnya yang sudah membesar.“Mami, adiknya nanti Zee yang kasih nama.” Zee datang dan langsung membelai perut Tania.“Memang apa namanya, sayang?” Tania bertanya dengan suara lembut.“Sabrina panggilannya Sabi, kaya cewek yang disukai abang.” Zee menjawab dengan polos.“Abang suka cewek namanya Sabi?” tanya Tania penasaran.“Bukan hanya abang tapi Endi juga.” Zee menjawab dengan mengerucutkan bibirnya.“Sabi itu siapa? Kelas berapa?’ tanya Tania penasaran.“Teman Zee
Ujian dan takdir, semua harus dijalani dengan sabar. Kondisi Sabi memang berbeda dengan kakak-kakakknya, perhatian lebih diberikan pada Sabi. Dokter mengatakan tidak ada larangan apapun untuk masalah makanan, tidak ada obat yang diberikan pada Sabi, tapi satu hal tidak boleh terlalu lelah atau sampai berubah menjadi pucat wajahnya. Sabi, berbeda dengan bayi lainnya yang juga di diagnosa penyakit jantung. Bayi lainnya terlihat kurus bahkan sampai ke terlihat bentuk tulangnya, sedangkan Sabi sama seperti bayi sehat pada umumnya dimana salah satunya adalah berat badan. Berat badan Sabi sama dengan bayi sehat, dariluar orang tidak akan menduga jika Sabi mengalami jantung bocor, mereka berdua berusaha agar Sabi tidak terlalu lelah.Kegiatan selama bayi yang membuatnya lelah adalah menangis, pemikiran ini adalah pikiran Tania sendiri dan tidak konsultasi dengan dokter, setidaknya Tania memiliki gambaran apa yang harus dilakukan pada Sabi.“Belum ada kabar
Berita bahagia datang saat Sabi akan menginjak usia lima tahun, dokter jantung anak mengatakan jika Sabi akan mendapatkan donor jantung, ukurannya sama dengan jantung Sabi. Mereka selama ini hanya bisa berdoa dan bersabar, agar semua bisa berjalan dengan baik untuk Sabi. Selama menunggu mereka berusaha agar Sabi tidak terlalu lelah, membuatnya pucat bahkan sampai pingsan.“Lama sekali ya untuk mendapatkan donor,” ucap Tania pada dokter pada saat berkunjung.“Kita belum tahu apa akan memakai dari donor atau menggunakan dari hewan.” “Hewan?” tanya Tania bingung dan langsung menatap Wijaya yang hanya mengangkat bahu.“Betul, ada beberapa pasien yang menggunakan dari hewan. Saya harap bapak dan ibu siap dengan kemungkinan operasi ini, bisa jadi berhasil atau tidak sama sekali.” “Saya harap berhasil.” Wijaya mengatakan dengan percaya diri.“Semoga, Sabi sudah bisa mulai untuk puasa nanti beberapa jam lagi akan mulai.”
Tidak bisa tidur, Tania merasakan perasaan tidak enak dan membuatnya tidak bisa tidur. Wijaya sudah lelap disampingnya, pandangan matanya tertuju pada ranjang yang masih kosong dan sampai sekarang belum ada kabar tentang Sabi.“Tidurlah, nanti kalau Sabi lihat kamu bisa senang. Kalau lihat kamu pucat seperti ini nanti dia takut, sayang.” Wijaya membuka suaranya dengan memejamkan matanya.Tania menatap Wijaya yang masih memejamkan matanya, tarikan tangan yang dilakukan Wijaya membuat Tania akhirnya menyerah dengan bergabung bersama untuk memejamkan matanya dan menenangkan pikiran, tepukan pelan yang dilakukan Wijaya membuat perasaan Tania tenang.“Permisi,” ucap seseorang dengan suara lembut.Tania membuka matanya perlahan, menatap sekitar dimana tempatnya berada. Melebarkan matanya saat melihat perawat berada dihadapannya, beranjak dari tempatnya dan memilih duduk langsung dengan menepuk paha Wijaya pelan.“Ada apa?” tanya Tania
Suasana didalam rumah tampak ada perbedaan, terutama pada diri Tania. Sudut jantungnya seakan menghilang ikut dengan Sabi, melihat kesedihan Tania membuat anak-anaknya secara bergantian memberikan hadiah atau memasakkan sesuatu untuk dirinya.“Jangan terlalu bersedih, memang kamu mau Sabi tidak tenang?” Tania menatap tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari bibir Rifat, tersenyum kecil mendengarnya. Memberikan tatapan lembut pada Tania, tangannya terangkat membelai pipi Tania dan mulai mendekatkan bibir mereka, mengecupnya singkat sebelum akhirnya melepaskan dan sedikit menjauh. Tania membeku ketika merasakan sentuhan yang dilakukan Rifat, sentuhan singkat pada bibirnya membuat dirinya sedikit lebih tenang.“Kembalilah menjadi Tania sebelum ini, aku tidak suka melihatmu sedih.”Tania menatap punggung Rifat yang menjauh, menggelengkan kepalanya dan kembali menatap anak-anak yang sedang bermain. Tidak lama kemudian Tania melangkah me