Tania tahu semua yang dikatakan Wijaya pastinya sudah dipikirkan dan rencanakan, memiliki anak lagi bukan masalah besar, tapi Tania ingin memperhatikan Rei terlebih dahulu seperti Jimmy dan Leo.
“Namanya Rei?” Lucas menatap Rei yang ada di box.“Abang nggak suka?” tanya Tania lembut.“Suka,” jawab Lucas tanpa menatap Tania.Satu yang membuat Tania bersyukur adalah anak-anak bisa menerima Rei, Lucas sebagai anak pertama atau paling besar tidak pernah protes setiap Tania hamil atau melahirkan, setidaknya Lucas pernah mengatakan jika nanti mereka akan melindungi Tania dan Wijaya ketika tua. Lucas memang selalu dewasa di beberapa kesempatan, tapi tetap anak-anak dalam bertindak atau bertingkah laku.“Mami masih mau buat adik lagi?” suara Leo membuat Tania menatap kearahnya.“Kamu nggak suka ada adik lagi?” tanya Tania hati-hati.“Kalau punya adik lagi kasih perempuan biar Zee ada temannya.” Leo menjawab sambil“Program anak perempuan, bagaimana? Sudah siap?” Wijaya menatap Tania penuh harap.Tania menggelengkan kepalanya melihat sikap Wijaya “Bagaimana bisa kamu mikirin itu?” “Anak kita lima yang empat cowok, kamu nggak kasihan sama Zee? Dia cewek sendirian.” Wijaya memberikan alasan “Lagian jarak kamu melahirkan dengan ini lama, Jimmy sudah lima tahun lebih, jadi nggak ada masalah kalau kamu hamil.”“Aku masih menyusui Rei.” Tania memberikan alasan.Wijaya mencibir jawaban Tania “Lucas dan Zee dulu kamu juga sambil menyusui, apa karena dia anak Rifat ada perlakuan berbeda?” Hembusan nafas dikeluarkan Tania ketika mendengar kata-kata dan nada bicara Wijaya “Kamu bilang nggak akan cemburu, tapi ini?” “Kamu diajak program nggak mau, gimana aku nggak cemburu?” Wijaya mengerucutkan bibirnya yang semakin membuat Tania tertawa.Program hamil sudah dibicarakan sejak kelahiran Rei, bukan Tania tidak mau hanya saja mer
Menatap Tina yang sedang merawat Nisa, putri kedua mereka di diagnosa autis. Tina beberapa kali harus bolak-balik ke Singapore, jika sudah begini Rere akan tinggal bersama dengan Tania dan Wijaya.“Dokter bilang kalau rutin terapi bisa sembuh.” Tina mengatakan dengan wajah lelahnya.“Austis mana bisa sembuh? Setahu aku mengurangi bukan sembuh total.” Tania mencoba mengingat-ingat.Tania juga memiliki teman yang anaknya autis, tapi dari pengalaman temannya memang tidak bisa sembuh hanya mengurangi beberapa sikap dia, membuat dia lebih peka dengan sekitar tidak dengan dunianya sendiri. Biasanya mereka yang autis lebih pintar dibandingkan mereka yang normal, pengamatan Tania tampak perbedaan antara Nisa dengan Rere atau keempat anaknya.“Nisa juga bagus nilai-nilai pelajarannya.” Tania berkata kembali yang hanya diangguki Tina “Dua anak itu pasti berbeda satu sama lain, Nisa dengan semua kelebihan dan juga kekurangan, begitu juga dengan Rere.
“Kanker?” Wijaya mengulang entah ke berapa kali.Terdiam, mengusap wajahnya dengan kasar, menghela nafas panjang. Wijaya menatap dengan pandangan kosong, Tania sangat tahu perasaannya saat ini. Tina bukan hanya menantu tapi sudah dianggapnya anak, menjaga Tina sama dengan Wijaya menjaga sahabatnya.“Semua udah rencana Tuhan.” Tania membelai punggung Wijaya pelan.“Memang, tapi...apa yang harus aku katakan kalau nanti bertemu sama Regan dan Mira? Aku gagal menjaga anak mereka dengan baik, sakit itu juga karena Via yang merebut Bima dari wanita lain, kalau aku bisa memutar waktu pastinya akan menghentikan rencana gila Via dan membiarkan dia bersama dengan Rifat.”“Kamu putar waktu juga hasilnya akan sama.” Tania mengatakan dengan lembut.“Kamu nggak tahu bagaimana perasaanku, apa karena Rifat akan bersama dengan Via kamu nggak suka?” Wijaya menatap tajam pada Tania.Sedikit terkejut dengan ekspresi Wijaya saat ini, sebe
“Mili kayaknya lagi mempersiapkan sesuatu,” ucap Rifat, membuat Tania dan Wijaya membelalakkan matanya.“Maksudnya? Merencanakan apa?” tanya Tania penasaran setelah sedikit tenang.“Pengawalan kamu perketat buat semuanya.” Wijaya memberikan instruksi dengan nada tegasnya.Memutar bola matanya malas dengan sikap Wijaya “Harusnya kamu tanya dulu rencana Mili apaan? Bukan hanya main perketat penjagaan, semua orang berduit bisa melakukannya. Kamu tanya dan tahu rencana dia pasti bisa mengatur strategi.” Tania mengatakan dengan penuh kesabaran.“Wanita gila itu nggak bisa di prediksi sama sekali, kita mau buat rencana juga bakal kalah sama rencana liciknya. Kamu sudah mengalami beberapa kali, masa nggak ambil pelajaran dari situ? Apa karena yang terakhir ada mantan terindahmu itu?” Wijaya menatap kesal Tania.“Baik, saya akan meminta perkuat penjagaan terutama untuk anak-anak.” Rifat menghentikan perdebatan mereka berdua. “Saya pamit
“Aku nggak akan pernah puas satu kali permainan, Sayang.” Wijaya melumat bibir Tania kasar.“Lakukan apapun yang kamu mau....ahhh....” Tania menggerakkan bokongnya dengan Wijaya yang memasukinya dari belakang, tangan Wijaya bergerak meremas bukit kembarnya dengan kasar. Dorongan di vaginanya membuat Tania mengerang tertahan, Wijaya melakukan dengan sangat kasar dan menampar bokong Tania keras. Tania selalu menyukai setiap sentuhan yang diberikan Wijaya pada dirinya, pukulan ringan yang dilakukan Wijaya di anggota tubuhnya saat melakukan hubungan intim semakin membuat Tania bergairah.“Ahhh....lebih dalam...oughh....” Tania mengerang dan meremas payudaranya saat merasakan penis Wijaya bergerak dalam. “Ahhh....aku mau keluar...ahhh....”Tubuh Tania mengejang dan akhirnya mencapai klimaks dengan membaringkan kepalanya di ranjang, penis Wijaya masih berada di vaginanya bergerak tidak menentu. Tania hanya membiarkan apa yang Wijaya lakukan pad
“Mencurigai Billy? Jangan aneh-aneh!” Bima tampak tidak setuju setelah mendengar cerita Tania.“Lalu apa Endi dan Leo berbohong? Kita nggak pernah tahu apa yang didalam otak mantan istrimu.” Wijaya membuka suaranya dengan nada kesal “Tampaknya bukan sekarang mereka bertindak.” Hening, suasana menjadi sunyi setelah Wijaya berkata seperti itu. Memikirkan hal yang sama, Mili sampai kapanpun tidak akan pernah selesai. Tania tahu jika dampak dari Mili sangat luar biasa, mereka semua sudah merasakan bagaimana kehilangan dari apa yang dilakukan Mili.“Kita seakan habis melakukan kejahatan besar.” Tania menggelengkan kepalanya “Memang dia nggak pernah mengerang kita menggunakan media?”Rifat menggelengkan kepalanya “Dia tahu kalau kita juga memegang media, pernah beberapa kali mencoba tapi selalu gagal dan akhirnya menyerah.”Tania mengingat itu semua, dirinya selalu ikut setiap kali Wijaya berbicara dengan Rifat atau yang lain. Wijaya
Anak-anak semakin besar, Rei sendiri sudah cukup usia untuk memiliki adik. Sejak Rei sudah tidak konsumsi ASInya membuat Tania memutuskan program hamil anak perempuan, menyetujui permintaan Wijaya dengan alasan melihat keadaan Zee yang tidak memiliki teman dalam bermain, walaupun saudaranya tidak pernah melupakan Zee.“Akhirnya kamu hamil juga.” Wijaya menatap penuh bahagia.“Dokter itu memang luar biasa.” Tania membelai perutnya yang sudah membesar.“Mami, adiknya nanti Zee yang kasih nama.” Zee datang dan langsung membelai perut Tania.“Memang apa namanya, sayang?” Tania bertanya dengan suara lembut.“Sabrina panggilannya Sabi, kaya cewek yang disukai abang.” Zee menjawab dengan polos.“Abang suka cewek namanya Sabi?” tanya Tania penasaran.“Bukan hanya abang tapi Endi juga.” Zee menjawab dengan mengerucutkan bibirnya.“Sabi itu siapa? Kelas berapa?’ tanya Tania penasaran.“Teman Zee
Ujian dan takdir, semua harus dijalani dengan sabar. Kondisi Sabi memang berbeda dengan kakak-kakakknya, perhatian lebih diberikan pada Sabi. Dokter mengatakan tidak ada larangan apapun untuk masalah makanan, tidak ada obat yang diberikan pada Sabi, tapi satu hal tidak boleh terlalu lelah atau sampai berubah menjadi pucat wajahnya. Sabi, berbeda dengan bayi lainnya yang juga di diagnosa penyakit jantung. Bayi lainnya terlihat kurus bahkan sampai ke terlihat bentuk tulangnya, sedangkan Sabi sama seperti bayi sehat pada umumnya dimana salah satunya adalah berat badan. Berat badan Sabi sama dengan bayi sehat, dariluar orang tidak akan menduga jika Sabi mengalami jantung bocor, mereka berdua berusaha agar Sabi tidak terlalu lelah.Kegiatan selama bayi yang membuatnya lelah adalah menangis, pemikiran ini adalah pikiran Tania sendiri dan tidak konsultasi dengan dokter, setidaknya Tania memiliki gambaran apa yang harus dilakukan pada Sabi.“Belum ada kabar