Kedatangan mereka langsung disambut anak-anak, Tania terkejut dengan kedatangan Vita bersama kembar dan juga Billy. Wijaya membawa para pria masuk kedalam ruang kerjanya, melihat itu membuat Tania memutar bola matanya malas.“Nggak bisa gitu cari waktu yang tepat.” Vita menatap pintu sambil menggelengkan kepalanya.Tina tertawa mendengar kata-kata Vita “Kamu kaya nggak tahu papa aja, dulu sewaktu teman-temannya masih ada pembahasannya kerjaan mulu.”“Ya sih benar, mama sampai hafal sudah.” Vita membenarkan perkataan Tina.“Lucu banget sih ini, kembar terus Jimmy. Bikin gemas saja,” ucap Tari dengan suara gemasnya.“Perusahaan Mas Tian jadi itu gabung sama kita?” tanya Tina membuat Tari menatap kearahnya.“Katanya sih gitu masih dipelajari gitu katanya, tapi orang-orang papa sudah ada yang di kantor dan orang-orang kepercayaan Mas Tian juga sudah ada di kantor pusat. Tanda tangan kesepakatan belum ada tapi sudah secar
“Papa tu makin lama makin suka halu.” Via membuka suaranya membuat Wijaya menatap tajam “Tatapan mata mereka biasa aja nggak ada yang spesial.”“Kamu bukan pria yang tahu dengan tatapan pasangan, kamu sendiri pasti bisa merasakan kalau Bima sudah nggak cinta.” Wijaya berkata dengan kesal.“Kenapa aku dibawa?” Bima menatap Via dan Wijaya dengan tatapan bingung.“Istri kamu itu sok tahu.”“Sudah! Mau debat sampai kapan kalian berdua!” Devan menghentikan perdebatan Via dan Wijaya yang tidak penting. “Pa, omgongan Via tidak salah sama sekali. Mereka berdua nggak ada apa-apa, lagian mereka berdua sudah meminta papa menghentikan rencana gila itu dan sekarang hanya karena niat papa membuat Rifat merasakan memiliki anak dari benihnya sendiri kenapa papa nggak mencarikan Rifat wanita buat dinikahi? Lagian Tania itu cinta sama papa, kalau papa seperti ini percuma kita dukung dulu.”Wijaya terdiam mendengar semua kata-kata yang keluar dari
“Kamu lelah?” tanya Wijaya saat Tania berbaring di ranjang.Tania baru saja pulang dari rumah sakit bersama dengan Rifat dan juga wanita yang akan hamil anak mereka nantinya, kedua orang itu berada di kamar hotel berbeda. Tania tidak tahu bagaimana mereka bisa menemukan wanita itu, berkenalan sebentar membuat Tania tahu jika wanita ini berasal dari desa.“Mereka akan makan apa itu? Terutama Sinta.” Tania membuka suaranya tanpa membuka mata.“Rifat sudah mengurusnya.” “Kenapa nggak suruh Rifat menikah saja sama dia.” Tania memutar bola matanya malas.“Bukan selera Rifat.” Wijaya menjawab santai yang membuat Tania menggelengkan kepalanya.“Aku rindu sama anak-anak, kamu tega buat aku berpisah dari mereka.” Tania menatap tajam pada Wijaya.“Jimmy ikut kita dan untungnya seharian sangat tenang.” Wijaya menatap Jimmy yang tidur di ranjang kecil.Tania memandang Jimmy yang berada di ranjang satunya da
“Kita melakukan ini sudah hampir setahun.” Rifat membuka suaranya dengan tangannya memegang tangan Tania.“Tuhan tidak ingin ada anak diantara kita mungkin.” Tania mengatakan dengan santai.“Tuhan ingin kamu sendiri yang hamil?”Tania menatap tajam kearah Rifat “Jangan aneh-aneh, kehamilan Jimmy sudah membuatku takut dan sekarang kamu bicara yang tidak-tidak.”“Kita beberapa kali melakukannya, pastinya aku ingin kalau kamu sendiri yang hamil. Aku selalu membayangkan orang yang kucintai hamil dari benihku.”“Kamu sudah melihat itu dari Aya.”“Tidak semudah itu.” Rifat memejamkan matanya.“Apa kamu masih merasa bersalah dengan dia?” tanya Tania hati-hati.“Sinta meminta aku melamarnya.” Rifat mengalihkan pembicaraan.“Bagaimana bisa? Dia tahu kalau hanya bisa hamil benih kita.” Tania menatap tidak percaya.“Orang tuanya menginginkan Sinta menikah.” Tania langsung m
“Apa kita cari wanita lain?” Wijaya menatap Tania lembut.“Memang kamu bisa mencari wanita lain? Kamu bayar lagi wanita lain itu? Apa kamu yakin kalau wanita baru ini bisa lebih cepat dibandingkan sekarang? Mau berapa banyak orang yang tahu tentang rencana gila ini?”“Benar sih, tapi ini....”“Sabar saja, lagian dokter bilang kalau memang belum waktunya.” Tania menggenggam tangan Wijaya lembut.“Harusnya aku beri dua wanita, biar tahu siapa yang hamil duluan.”Tania menggelengkan kepalanya dengan ide yang Wijaya miliki “Ide kamu benar-benar diluar pikiran. Uang dibuang untuk hal tidak penting sama sekali.”“Penting ini membantu Rifat mendapatkan keturunan dari benih kalian berdua.”Tania memutar bola matanya malas mendengar alasan yang diberikan Wijaya, alasan sama yang sama sekali tidak masuk akal, tapi tetap saja dirinya mendengarkan dan menyetujui semua kata-katanya yang keluar.“Kalau memang
“Sinta hamil.” Wijaya menatap tidak percaya dengan berita yang disampaikan Rifat, tepat lima tahun mereka menunggu kabar kehamilan Sinta dan itu artinya Jimmy akan berusia empat tahun tidak lama lagi. Tersenyum kecil ternyata Tuhan memang sudah merencanakan ini semua, menunggu Jimmy berusia sedikit lebih besar saat mendapatkan adik.“Pastikan semua berjalan dengan lancar, orang tua Sinta pastikan kehidupannya tercukupi.” Wijaya menatap Rifat tajam.“Baik, pasti akan saya lakukan. Bagaimanapun ada benih aku didalam sana.” Rifat mengatakan dengan penuh kebahagiaan.“Benih kamu dan wanita yang kamu cintai.” Wijaya menekankan sekali lagi membuat Rifat terdiam “Aku tahu apa yang kalian lakukan selama ini, aku hanya diam dan tidak menghukum kalian berdua. Aku malah memberikan kalian impian yang tidak akan pernah terjadi, aku tidak mau Tania hamil anakmu, dia hanya boleh hamil anakku. Setelah Sinta melahirkan hentikan semua yang kalian berdua la
Sinta sudah waktunya melahirkan, beberapa bulan sebelum melahirkan Rifat sudah membawa ke Singapore ditemani dengan Bima dan Vita. Tania sendiri fokus pada keempat anak yang sudah mulai masuk sekolah, menjelang melahirkan Tania baru akan berangkat.Perasaan cemas mendominasi Tania, hasil periksa jenis kelamin mereka sudah mengetahui jika laki-laki. Rifat senang saat mengetahui jenis kelaminnya, begitu juga dengan Wijaya. Satu hal yang dilakukan Rifat setelah mengetahui Sinta hamil adalah menikahinya, setelah nanti sudah melahirkan mereka akan bercerai dan semua itu sudah diatur dengan Wijaya.“Kamu nggak berangkat ke Singapore?” suara Wijaya membuat Tania menatap kearahnya.“Seminggu lagi, bukan? Tiga hari sebelum melahirkan aku kesana, kamu ikut juga?”Wijaya menganggukkan kepalanya “Biar anak-anak ketemu sama kembar juga, sudah lama tidak bertemu kembar.” “Kembar pasti sudah besar sekarang, Endi apa juga ikut?” “B
Tania dan Wijaya menemani Sinta yang melahirkan, Tania ikut masuk kedalam bersama dengan Rifat. Bayi yang baru dilahirkan Sinta langsung dibawa keluar, Tania dan Rifat mengikuti dari belakang. Mereka memang langsung membawa bayi keluar agar jauh dari Sinta, mereka membuka dua kamar yang berdampingan dengan Sinta.Mereka bertiga menunggu dengan cemas mendengar suara tangisan bayi, tidak lama suara tangisan mulai terdengar membuat ketiga orang dewasa menghembuskan nafas lega. Tania yang sudah melakukan terapi payudara agar keluar ASI langsung berbaring dan bayi diletakkan diatasnya, Wijaya membelai wajah anaknya dengan Rifat perlahan di pipi.“Siapa namanya?” tanya Wijaya tanpa melepaskan tatapan pada bayi laki-laki yang berada diatas Tania.“Endi bilang kalau punya adik mau dipanggil Rei.” Rifat membuka suaranya.“Reino Hadinata.” Wijaya mengatakan langsung “Apa keberatan?” Rifat diam menatap Tania yang juga menatap kedua matany